T A (BAB I BAB IV)

(1)

BAB I

GAMBARAN UMUM

KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN

A. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Klaten

Setelah penulis melaksanakan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Klaten, penulis telah mengetahui keadaan Kantor Pelayanan Pajak Klaten. adapun mengenai sejarahnya, Kantor Pelayanan Pajak Klaten merupakan unsur pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang berkedudukan di Klaten yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah IV Daerah Propinsi Jawa Tengah dan DIY.

Sebelum tahun 1989 Kantor Pelayanan Pajak Klaten masih berbentuk Kantor Dinas Luar Tingkat I Klaten di bawah Kantor Inspeksi Pajak Surakarta. Pada tahun 1989 dengan pertimbangan pokok sebagai berikut: 1. Semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak.

2. Semakin besarnya pemasukan uang pajak.

Maka Kantor Dinas Luar Tingkat I Klaten tersebut ditingkatkan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Klaten. Adapun wilayah kantor meliputi:

1. Kabupaten Dati II Klaten. 2. Kabupaten Dati II Sukoharjo. 3. Kabupaten Dati II Wonogiri.


(2)

Yang berarti ketiga wilayah Dati II tersebut di atas terlepas dari Kantor Pelayanan Pajak Surakarta.

Pada tanggal 1 April 1989 istilah Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Klaten didirikan pada tanggal 17 November 1989 dengan dasar hukum Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Klaten diresmikan oleh Kepala Kantor Wilayah pada tanggal 14 Desember 1989. Maka sejak waktu itu Kantor Dinas Pajak Tingkat I Klaten menjadi Kantor Pelayanan Pajak Klaten. Berdasarkan fungsi dan tugas, Kantor Pelayanan Pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Menyusun dan memelihara administrasi mengenai obyek dan subyek pajak yang berada di wilayah lingkungannya.

2. Menyelenggarakan kegiatan pemungutan pajak-pajak negara di daerah wewenangnya berdasarkan kebijaksanaan yang diterapkan oleh instansi di atasnya.

3. Memberikan penerangan dan informasi perpajakan kepada Wajib Pajak di lingkungan wilayah Kantor Pelayanan Pajak.

4. Membina semua unsur dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pelaksanaan dan pemungutan pajak.


(3)

B. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Klaten

Dalam suatu organisasi pasti terdapat suatu susunan struktur organisasi, dan terdapat adanya pemisahan tugas secara hirarki fungsional, suatu hirarki fungsional artinya adalah bahwa dalam suatu organisasi terdapat bagian yang mempunyai atasan-bawahan. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi bagian-bagian atau posisi-posisi maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda.

Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989 tanggal 25 Maret 1989 tentang Organisasi Tata Kerja Direktur Jenderal Pajak, KPP Klaten tergolong tipe A, yang terdiri dari: 1. Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari:

a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian b. Urusan Keuangan

c. Urusan Rumah Tangga 2. Kantor Penyuluhan Pajak

a. Urusan Tata Usaha

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi terdiri dari: a. Sub Seksi Pengolahan Data dan Informasi

b. Sub Seksi Penggalian Potensi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib Pajak 4. Tata Usaha Perpajakan terdiri dari:


(4)

b. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak 5. Seksi Pajak Penghasilan Perseorangan terdiri dari:

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Pajak Penghasilan Perseorangan b. Sub Seksi Verifikasi PPh Perseorangan

6. Seksi PPh Badan dan Pemotongan atau Pemungutan terdiri dari: a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa PPh Badan

b. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan atau Pemungutan PPh.

c. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan 7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung terdiri dari:

a. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Industri dan Perdagangan b. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan PTLL

c. Sub Seksi Verifikasi PPN dan PTLL 8. Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari:

a. Sub Seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Penghasilan

b. Sub Seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung

c. Sub Seksi Rekonsiliasi

d. Sub Seksi Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Restitusi 9. Seksi Penagihan terdiri dari:

a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak b. Sub Seksi Penagihan


(5)

C. Tugas dan Fungsi Secara Umum

Berdasarkan beban pekerjaan dan wewenang kekuasaannya, kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Klaten dapat dibagi menjadi beberapa sub bagian dan seksi-seksi. Adapun kegiatan-kegiatan Kantor Pelayanan Pajak Klaten sebagai berikut:

1. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tiga urutan:

a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian mempunyai kegiatan: 1). Melakukan urusan surat masuk dan surat keluar

2). Membuat konsep usulan kenaikan pangkat, gaji berkala, penyesuaian ijazah, penyusunan formasi pegawai dan pensiun 3). Menyusun data urut kepegawaian

4). Melakukan penataan berkas non Wajib Pajak di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Klaten

b. Urusan Keuangan mempunyai kegiatan yaitu membuat penyusunan anggaran belanja tambahan.

c. Urusan Rumah Tangga mempunyai kegiatan:

1). Menyusun daftar perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan 2). Melakukan pengaturan alat perlengkapan kantor

3). Melakukan inventarisasi alat perlengkapan kantor

4). Membuat perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan kantor 2. Kantor Penyuluhan Pajak mempunyai kegiatan:


(6)

b. Memberikan informasi di bidang PPh dan PTLL kepada Wajib Pajak atau masyarakat

3. Seksi PDI mempunyai kegiatan melakukan urusan pengolahan data perpajakan dan penyajian informasi

a. Sub Seksi Data dan Informasi

Kegiatannya melakukan urusan dan penyajian informasi b. Sub Seksi Penggalian Potensi Perpajakan

Kegiatannya menyortir dan mengidentifikasikan data perpajakan, membuat kartu pengawas dan membuat laporan pemanfaatan data 4. Seksi Tata Usaha Perpajakan mempunyai kegiatan melakukan

penatausahaan dan kearsipan perpajakan

a. Sub Seksi Pendaftaran Wajib Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak, kegiatannya melakukan urusan pendaftaran Wajib Pajak, tata usaha dan pengecekan Surat Pemberitahuan Pajak.

b. Sub Seksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak, kegiatannya melakukan urusan penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan kearsipan Wajib Pajak.

5. Seksi Pajak Penghasilan Perseorangan mempunyai kegiatan melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan surat, serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan.

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan Perseorangan, kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan


(7)

pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Perseorangan.

b. Sub Seksi Verifikasi PPh Perseorangan, kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan PPh Perseorangan.

6. Seksi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan

a. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan.

b. Sub Seksi Pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan atau Pemungutan. Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan Pemungutan.

c. Sub Seksi Verifikasi PPh Badan Pemotongan atau Pemungutan Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Penghasilan Badan.

7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

Mempunyai kegiatan melakukan urusan ketatausahaan, serta pengecekan Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya yaitu:


(8)

Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya serta melakukan urusan konfirmasi Faktur Pajak, Pajak Pertambahan Nilai Usaha Industri dan Perdagangan.

b. Sub Seksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

Kegiatannya melakukan urusan ketatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa serta memantau dan menyusun laporan pembayaran Masa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya serta melakukan urusan konfirmasi Faktur Pajak, Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya. 8. Seksi Penerimaan dan Keberatan mempunyai kegiatan melakukan urusan

penyelesaian Keberatan dan Perselisihan Perpajakan

a. Sub seksi Penerimaan dan Keberatan dan Perselisihan Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan

b. Sub seksi Penerimaan dan Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya.

c. Sub Seksi Tata usaha Penerimaan Pajak dan Restitusi

Kegiatannya melakukan urusan penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran pajak.


(9)

Kegiatannya meneliti dan menyerahkan SSP, Surat Perhitungan Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan

9. Seksi Penagihan mempunyai kegiatan melakukan urusan tata usaha piutang Pajak.

Seksi Penagihan terdiri dari:

a. Sub Seksi Tata Usaha Piutang Pajak

Kegiatannya melakukan urusan Tata Usaha Piutang dan Tunggakan Pajak.

b. Sub Seksi Penagihan

Kegiatannya mempersiapkan Surat Penagihan, Surat Teguran dan melakukan Penagihan Pajak.

D. Letak Kantor Pelayanan Pajak Klaten

Kantor Pelayanan Pajak Klaten terletak di pusat kota Klaten. Lokasi kantor yang berada di tengah kota tersebut dapat memberikan kemudahan kepada pihak yang berkepentingan dengan Kantor Pelayanan Pajak Klaten. Kantor Pelayanan Pajak Klaten terletak:

Alamat : Jalan Kopral Sayom (Ring Road) Klaten Kode pos : 75431


(10)

E. Perumusan Masalah

Mengingat pentingnya pajak bagi penerimaan negara maka banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan di sektor pajak. Pada penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui besarnya penerimaan pajak dengan obyek penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Klaten mengenai Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Masa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Dan untuk mengetahui faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi besarnya penerimaan pajak di KPP Klaten. Dengan cara mengevaluasi besarnya penerimaan yang diterima PPN/PPnBM Masa di KPP Klaten apakah efektif dengan dasar target yang ditentukan di KPP Klaten setiap awal tahunnya dengan hasil yang diperoleh. Dan penulis juga mengevaluasi seberapa penting tingkat kepatuhan dari Pengusaha Kena Pajak PPN/PPnBM Masa di KPP Klaten dalam peranannya untuk penerimaan pajak serta upaya-upaya apa saja yang dilakukan aparatur pajak untuk meningkatkan kepatuhan serta peran aparatur pajak sendiri dalam proses penerimaan pajak khususnya PPNPPnBM Masa.

Masalah yang diteliti dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah penerimaan pajak di KPP Klaten efektif berdasarkan target yang telah ditentukan pada awal masa pajak?

2. Seberapa besar tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak untuk peranannya dalam peningkatan jumlah penerimaan PPN/PPnBM Masa di KPP Klaten?


(11)

3. Seberapa besar kontribusi penerimaan PPN/PPnBM terhadap total penerimaan pajak di KPP Klaten?


(12)

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A. Andriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H. dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak (1991: 2).

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Definisi yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat (Munawir, 1995, h.3) adalah sebagai berikut:

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.

Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan:

Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timabl (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(13)

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam buku De Ecomische betekenis belastingen (terjemahan):

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Pengertian pajak menurut Dr. N.J. Feldman dalam buku De over heidsmiddelen van Indonesia (terjemahan):

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan: “Tax is compulsary contribution from the person, to the government to depray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.”

a. Fungsi Pajak

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu: 1). Fungsi Penerimaan

Pajak sebagai sumber dana yang diperlukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Dengan dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.


(14)

2). Fungsi Mengatur

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan bidang sosial ekonomi.

b. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat dan Pemungutannya 1). Menurut golongan

a). Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh: Pajak Penghasilan

b). Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, Bea Materai dan Bea Balik Nama.

2). Menurut sifat

a). Pajak subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.

Contoh: Pajak Penghasilan

b). Pajak obyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah


(15)

3). Menurut pemungutan

a). Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.

b). Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Reklame dan Pajak Hiburan.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a. Dasar Hukum

UU No.8 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.11 Tahun 1994 dan UU No.18 Tahun 2000.

b. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun jasa, sedangkan barang dan jasa yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).

c. Subyek Pajak Pertambahan Nilai

1). Pengusaha (orang pribadi atau badan) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan UU No.8 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No.10


(16)

Tahun 2000, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2). Pengusaha kecil (orang pribadi atau badan) menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak, dan memilih menjadi pengusaha kena pajak. Ketentuan pengusaha kecil PPN diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.5/KMK.04/2000. Adapun batasan pengusaha kecil PPN adalah:

a). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP tidak lebih dari Rp. 360 juta; atau

b). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan JKP tidak lebih dari Rp. 180 juta; atau

c). Pengusaha dalam satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan JKP tidak lebih dari Rp. 360 juta dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan lebih dari 50% dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto

d). Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan JKP tidak lebih dari Rp. 180 juta, jika penerimaan Jasa Kena Pajak lebih dari 50% dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto.

d. Obyek Pajak Pertambahan Nilai

Obyek Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

1). Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;


(17)

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a). barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

b). barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud

c). penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan

d). penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha dan pekerjaannya.

2). Impor Barang Kena Pajak;

3). Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a). jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak b). penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

c). penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau kegiatan pengusaha yang bersangkutan.

4). Memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5). Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah


(18)

Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-undang PPN

6). Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

7). Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan

8). Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan, semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan.

e. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau pengganti atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Jenis Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah:

1). Harga Jual

Nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2). Penggantian

Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.


(19)

3). Nilai Impor

Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan yang dikenakan sesuai UU Pabean tidak termasuk PPN.

4). Nilai Ekspor

Nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak 1). Pemakaian Sendiri

DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba kotor)

PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan 2). Pemberian Cuma-cuma

DPP = Harga Pokok (Harga jual atau Penggantian dikurangi laba kotor)

PPN = 10% x Harga Pokok Penjualan 3). Penyerahan Rekaman Suara/Gambar

DPP = Perkiraan harga jual rata-rata

PPN = 10% x Perkiraan harga jual rata-rata 4). Penyerahan Film Cerita

DPP = Perkiraan rata-rata per judul film


(20)

5). Persedian Barang Kena Pajak (BKP) yang tersisa saat pembubaran perusahaan (sepanjang pajak masukan atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan)

DPP = Harga Pasar Wajar

PPN = 10% x Harga Pasar Wajar

6). Aktiva yang tujuan semula tidak diperjualbelikan yang tersisa saat pembubaran perusahaan

DPP = Harga Pasar Wajar

PPN = 10% x Harga Pasar Wajar

f. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Terdapat 3 (tiga) metode dalam menghitung PPN, yaitu: 1). Addition Method

2). Subtraction Method (metode langsung)

3). Credit Method (metode tidak langsung)

Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai

Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan tarif 10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak.

Tarif x Penjumlahan Nilai Tambah

Tarif x (Harga Penjualan – Harga Pembelian)

Pajak Keluaran – Pajak Masukan


(21)

Pengusaha Kena Pajak yang akan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan wajib memberitahukan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan cara membubuhkan catatan pada kolom yang tersedia dalam surat pemberitahuan Masa Pertambahan Nilai yang bersangkutan tentang penggunaan pedoman Pengkreditan Pajak Masukan.

g. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

1). Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman perhitungan pengkreditan Pajak Masukan, dihitung dengan cara:

2). Adapun besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman perhitungan pengkreditan Pajak Masukan, dihitung dengan menggunakan pedoman sebagai berikut:

a). untuk penyerahan Barang Kena Pajak sebesar 70% dikalikan 70% x Jumlah Pajak Keluaran pada masa pajak bersangkutan b). untuk penyerahan Jasa Kena Pajak, sebesar

40% x Jumlah Pajak Keluaran pada masa pajak bersangkutan


(22)

Mekanisme pemungutan PPN berdasarkan Undang-undang PPN adalah:

1). Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual.

Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%).

2). Namun demikian, apabila yang bertindak sebagai pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke Kas Negara oleh Pemungut PPN tersebut atas nama PKP Penjual.

Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN (10%) disetor langsung ke Kas Negara.

3). Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Pembeli Khusus) terdiri dari: a). Kantor Perbendaharan dan Kas Negara (KPKN) serta Bendaharawan Pemerintah (pusat atau daerah) yang dananya berasal dari APBN atau APBD


(23)

c). Badan Usaha Milik Negara/Daerah, termasuk Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah

d). Perusahaan Kontrak Karya (KK) dan Kontrak Bagi Hasil (KBH) pertambangan atau pengeboran.

h. Sifat, Tipe dan Prinsip Pemungutan

Sifat Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu: 1). PPN sebagai pajak obyektif

Artinya, pemungutan mendasarkan obyeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

2). PPN sebagai pajak tidak langsung

Artinya, secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung pajak.

a). Pemungut PPN Multi Stage Tax

Pemungut PPN dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar sampai dengan pengecer.

b). PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak Credit Method sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pengutan PPN.

c). PPN bersifat netral


(24)

(1).PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa

(2).PPN dipungut dengan menggunakan prinsip tempat tujuan (3).PPN tidak menimbulkan pajak ganda.

d). PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan BKP/JKP dilakukan atas konsumsi dalam negeri.

Tipe pemungutan

1). ConsumptionType Value Added Tax

Pembelian yang digunakan untuk produksi termasuk barang modal dikurangkan dari nilai tambahnya sehingga memberikan sifat netral PPN atas pola produksi.

2). NetIncome Type Value Added Tax

Adanya pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan, diperkenankan hanya sebesar penyusutan.

3). GrossProduct Type Value Added Tax

Pada tipe ini pembelian barang modal tidak diperkenankan untuk dikurangkan dari dasar pengenaan pajak

Prinsip Pemungutan Pajak

Dari mekanisme pemungutan PPN terdapat 2 (dua) prinsip pemungutan, yaitu:

1). Prinsip Tempat Tujuan (Destination)

PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi 2). Prinsip Tempat Asal (Original Principle)


(25)

Saat Terutang Pajak

1). Penyerahan Barang Kena Pajak 2). Impor Barang Kena Pajak 3). Penyerahan Jasa Kena Pajak

4). Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

5). Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dilakukan oleh pengusaha

Tempat Pajak Terutang

1). Untuk penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak a). Tempat tinggal

b). Tempat kedudukan

c). Tempat kegiatan usaha dilakukan

Jika mempunyai lebih dari satu tempat usaha, atas permohonan pengusaha kena pajak dapat ditetapkan salah satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang.

2). Untuk impor di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan ke dalam Daerah Pabean dan dihubungkan dengan tempat penyelesaian Bea Masuk.

3). Untuk pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar.


(26)

i. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pemungut PPN 1). Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan pada saat

dilakukannya pembayaran atas BKP/JKP oleh Pemungut PPN 2). Pada saat PKP Rekanan menyampaikan tagihan (faktur/invoice),

PKP Rekanan wajib membuat: a). Faktur Pajak

b). Surat Setoran Pajak (SSP) dengan identitas dan NPWP PKP Rekanan

c). Faktur Pajak dibuat rangkap 3: Lembar 1 untuk Pemungut PPN Lembar 2 untuk Arsip PKP Rekanan

Lembar 3 untuk KPP melalui Pemungut PPN

Dan ditandatangani oleh Pemungut PPN yang bersangkutan. d). SSP dibuat rangkap 5:

Lembar 1 untuk arsip PKP Rekanan Lembar 2 untuk KPP melalui KPKN

Lembar 3 untuk dilampirkan pada SPT masa PPN-PKP Rekanan

Lembar 4 untuk Bank/Kantor Pos Lembar 5 untuk Pemungut PPN j. Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan


(27)

Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Saat Pembuatan Faktur Pajak

Faktur pajak standar harus dibuat paling lambat:

1). Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran;

2). Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP; atau

3). Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan

4). Pada saat PKP Rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN.

Faktur Pajak gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan JKP.

Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat:


(28)

2). Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP

Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar Yang Hilang Faktur Pajak Standar yang hilang dapat diganti dengan cara:

1). PKP Pembeli atau penerima JKP dapat mengajukan permohonan tertulis kepada PKP Penjual atau pemberi JKP dengan tindasan kepada KPP tempat PKP Pembeli atau penerima JKP dikukuhkan maupun kepada KPP di tempat PKP Penjual atau pemberi JKP dikukuhkan.

2). Berdasarkan permohonan dari PKP Pembeli atau penerima JKP, PKP Penjual atau penerima JKP membuat fotokopi dari arsip Faktur Pajak Standar yang disimpan oleh PKP Penjual atau pemberi JKP untuk dilegalisir oleh KPP tempat PKP Penjual atau pemberi JKP dikukuhkan.

3). Legalisir diberikan oleh KPP tempat PKP Penjual atau pemberi JKP dikukuhkan setelah meneliti Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) dari PKP Penjual atau pemberi JKP tersebut.

4). KPP tempat PKP Pembeli atau penerima JKP dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP Pembeli atau penerima JKP untuk meyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan.


(29)

k. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)

Surat Pemberitahuan Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak:

1). Sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang

2). Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran 3). Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan melalui pihak lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak:

1). Sebagai sarana pelaporan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetor.

2). Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. 3). Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak,


(30)

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Batas waktu penyampaian SPT Masa:

1). SPT Masa PPN yang disampaikan oleh pengusaha kena pajak batas waktu penyampaian terakhir tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2). PPN yang dipungut Dirjen Bea dan Cukai yang disampaikan oleh Dirjen Bea dan Cukai batas waktu penyampaian terakhir 7 hari setelah penyetoran.

Pembayaran Masa:

1). PPN dan PPnBM batas waktu pembayarannya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

2). PPN dan PPnBM impor batas waktu pembayarannya bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk, jika Bea Masuk ditunda atau dibebaskan harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor satu hari setelah pemungutan pajak dilakukan tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

3). PPN dan PPnBM impor yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea dan Cukai batas waktu pembayaran tanggal 25 Maret


(31)

tahun berikutnya atau jatuh tempo pada tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.

4). PPN dan PPnBM bendaharawan batas waktu pembayaran karena adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding sesuai dengan tanggal yang tercantum dan surat yang bersangkutan.

3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

a. Dasar Hukum

Dasar hukum pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. b. Karakteristik dalam Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1). Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor.

2). PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. (Namun demikian apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi).


(32)

c. Subyek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

d. Obyek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1). Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak, yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2). Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah.

e. Penyerahan Barang Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1). Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah (BKPTM) yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKPTM tersebut di dalam Daerah Pabean dalam lingkungan perusahaan dan pekerjaannya.

2). Impor BKPTM.

f. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah DPP PPnBM sama dengan DPP PPN yaitu:

1). Nilai impor untuk impor barang mewah.


(33)

g. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1). Tarif PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

Tarif PPnBM dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

2). Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).

PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPnBM dengan tarif 0% (nol persen). PPnBM yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.

h. Penghitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah PPnBM = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


(34)

B. Analisis Kepatuhan PKP dalam Pemungutan dan Penyetoran Pajak Terutang

Dalam bab ini penulis mengevaluasi besarnya penerimaan PPN/PPnBM di KPP Klaten dengan menganalisis beberapa faktor pendukung yang mempengaruhi jumlah penerimaan PPN/PPnBM di KPP Klaten, antara lain:

1. Membandingkan realisasi penerimaan PPN/PPnBM periode 2000-2003 terhadap target yang telah dibuat oleh aparatur pajak.

2. Membandingkan jumlah Pengusaha Kena Pajak terdaftar dengan realisasi penerimaan dalam Masa Pajak.

3. Menghitung tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak dalam penyampaian SPT Masa PPN setiap Masa Pajak

4. Menghitung besarnya kontribusi penerimaan PPN/PPnBM terhadap total penerimaan pajak di Kantor Pelayanman Pajak.

Dari faktor-faktor diatas dapat kita ketahui seberapa pengaruhnya faktor tersebut terhadap besar kecilnya penerimaan yang diperoleh KPP Klaten pada sektor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Pengumpulan data digunakan dengan memakai data sekunder, data yang diperoleh dari daftar tabelaris yang diperoleh dari komputer intern di KPP Klaten. Data tersebut berupa laporan perkembangan PKP, laporan penerimaan pajak, laporan peyampaian Surat Pemberitahuan Masa, dan statistik penerimaan SPT Masa. Dari semua data yang diperoleh penulis


(35)

menggunakan obyek penelitian Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di KPP Klaten.

1. Daftar Target dan Realisasi Penerimaan PPN/PPnBM

Data target penerimaan pajak dibuat oleh Pusat pada awal Masa Pajak berdasarkan RAPBN pada sektor pajak yang hendak diperoleh. Dari jumlah pajak yang terdapat pada RAPBN tersebut kemudian dibagikan dengan potensi pajak yang ada pada setiap Kanwil yang ada diseluruh Indonesia. Dari Kanwil kemudian dibagikan pada KPP yang ada. Dan setelah sampai pada KPP dibagi pada tiap Seksi yang ada dan hasil tersebut yang nantinya akan menjadi target yang hendak dicapai pada realisasi penerimaan pajak. Untuk dapat mengetahui tingkat keefektivitasan, rencana penerimaan yang telah dibuat tersebut dibandingkan dengan realisasi penerimaaan pajak itu sendiri.

Tingkat keefektivitasan menggambarkan kemampuan untuk merealisasikan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang direncanakan Rasio efektivitas = Realisasi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Target Penerimaan PPN Ditetapkan Berdasarkan Potensi Riil Pajak

Kemampuan untuk merealisasikan dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 (seratus) persen. Demikian semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan dalam merealisasikan semakin baik. Sehingga jumlah penerimaan pajak yang diperoleh menjadi besar dari target yang telah ditetapkan.


(36)

TABEL 2.1

TARGET DAN REALISASI PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN

TAHUN 2000

PPN/PPn Bm

Rencana Realisasi Persentase

Januari Februari Maret April Mei Juni 7.470.000.000 7.383.000.000 7.642.000.000 5.708.198.484 5.080.344.893 10.478.803.580 21.267.346.960 4.912.000.000 5.834.574.512 5.881.730.371 65,75 % 79,02 % 76,96 %

Triwulan I 22.495.000.000 16.628.304.883 73,92 %

Juli Agustus September 7.727.000.000 7.861.000.000 7.511.000.000 2.251.493.450 5.316.072.655 5.497.893.884 29,13 % 67,62 % 73,19 %

Triwulan II 23.099.000/000 13.065.459.989 56,56 %

Oktober November Desember 7.671.000.000 8.111.000.000 8.509.000.000 4.379.517.880 7.796.376.238 9.840.777.603 57,09 % 96,12 % 115,65 %

Triwulan III 24.291.000.000 22.016.671.721 90,63 %

April-Desember Januari-Desember

69.885.000.000 51.710.436.580 72.977.783.540

73,99 % Sumber data: KPP Klaten

Tabel 2.1 diatas menjelaskan tentang besarnya rencana yang ditetapkan serta realisasi penerimaan pajak dari setiap rencana tersebut. Data diatas menghasilkan suatu persentase tingkat efektivitas yang


(37)

merupakan kemampuan dalam merealisasikan penerimaan pajak dari rencana yang ditetapkan. Target dan realisasi pada tahun 2000 diawali pada masa pajak bulan April-Desember. Pada masa pajak April-Desember persentase yang dihasilkan mengalami kenaikan dan penurunan dimana rata-rata persentase yang dihasilkan dibawah 100% terkecuali pada bulan Desember tingkat efektivitas sebesar 115,65%. Tingkat efektifvitas sebesar 115,65% artinya kemampuan dalam merealisasikan rencana penerimaan sebesar Rp 8.509.000.000 dapat dilaksanakan dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 9.840.777.603, hal ini menunjukan target yang ditetapkan dapat terealisasi bahkan penerimaan yang diperoleh melebihi dari rencana yang diperkirakan. Dan persentase terendah pada tahun 2000 pada bulan Juli sebesar 29,13%. Artinya bahwa kemampuan untuk merealisasikan rencana yang ditetapkan hanya dapat dilaksanakan sebesar 29,13% dari rencana ditetapkan sebesar Rp 7.727.000.000 dan realisasi penerimaan tersebut sebesar Rp 2.251.493.450. Hal ini menunjukan tingkat efektivitas kurang baik. Setiap masa pajak selalu mengalami kenaikkan dan penurunan dan dari tabel tersebut penurunan terendah sebesar 47,83% merupakan penurunan dari tingkat efektivitas pada bulan Juni sebesar 76,96% dengan tingkat efektivitas bulan Juli sebesar 29,13%. Persentase kenaikan tertinggi sebesar 39,03% dari bulan Oktober dengan tingkat efektivitas 57,09% terhadap tingkat efektivitas sebesar 96,12% pada bulan November.


(38)

(39)

Tabel 2.2 diatas membahas target dan realisasi penerimaan PPN/PPnBM tahun 2000 dimana yang dibahas adalah jenis penerimaan PPN yang berasal dari sektor industri, perdagangan, dan sektor jasa. Tahun 2000 rencana pajak dibuat pada masa pajak bulan April-Desember sedangkan pada realisasinya penerimaan dimulai pada masa pajak Januari-Desember sebagai tahun anggaran penerimaan pajak.

Dalam tabel PPN Industri diatas, tingkat efektivitas rata-rata dibawah 100% bahkan pada bulan Juli tingkat efektivitas sangat rendah hingga mencapai –52,74% ini berarti rencana penerimaan pajak yang ditetapkan tidak dapat terealisasikan pada penerimaan pajak bulan Juli tersebut. Rencana yang ditetapkan sebesar Rp 5.508.000.000 sedangkan realisasi penerimaan defisit sebesar Rp 2.904.990.236. Sedangkan tingkat efektivitas PPN Industri yang tertinggi pada bulan April sebesar 78,96% artinya kemampuan dalam merealisasikan rencana ditetapkan sebesar Rp 5.343.000.000 dengan realisasi penerimaan yang diperoleh pada bulan April Rp 4.219.000.000. Tingkat efektivitas tahun 2000 PPN Industri tiap masa pajaknya juga mengalami kenaikan dan penurunan dari tingkat efektivitas masa pajak sebelumnya. Pada bulan Juli tingkat efektivitas mengalami penurunan sebesar 119,25% persentase ini berasal dari selisih tingkat efektivitas bulan Juni 66,51% dengan tingkat efektivitas bulan Juli


(40)

sebesar –52,74%. Sedangkan pada bulan Agustus persentase tingkat efektivitas mengalami kenaikan 84,49% yang berasal dari selisih tingkat efektivitas bulan Juli –52,74% dengan tingkat efektivitas pada bulan Agustus sebesar 31,75%. Hal ini berarti menunjukan meningkatnya penerimaan pajak dibandingkan dengan penerimaan pajak yang diperoleh bulan sebelumnya.

Pada PPN Perdagangan dalam tabel 2.2 tingkat efektivitas rata-rata dibawah 100% hal ini berarti tingkat efektivitas kurang baik karena jumlah rencana yang ditetapkan tidak dapat sepenuhnya direalisasikan. Tingkat efektivitas terendah pada PPN Perdagangan tahun 2000 terdapat pada bulan November sebesar 38,77% dari rencana yang ditetapkan Rp 541.000.000 dengan realisasi penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 199.324.725. Sedangkan tingkat efektivitas tertinggi tahun 2000 PPN Perdagangan ada pada bulan September sebesar 86,07% dari rencana yang ditetapkan sebesar Rp 525.000.000 dengan realisai atas rencana tersebut sebesar Rp 451.894.859. Tingkat efektivitas PPN Perdagangan tahun 2000 juga mengalami kenaikan dan penurunan tiap masa pajak. Persentase tingkat efektivitas naik pada bulan Desember sebesar 38,97%, persentase ini diperoleh dari selisih tingkat efektivitas pada bulan November 38,77% dengan tingkat keefektivan bulan Desember sebesar 77,74%. Sedangkan pada bulan November tingkat efektivitas mengalami penurunan sebesar 53,35% dari tingkat efektivatas pada bulan sebelumnya yaitu Oktober


(41)

sebesar 92,12% dan tingkat efektivitas bulan November yang dicapai ialah 38,77%.

Tingkat efektivitas PPN Jasa dalam tabel 2.2 rata-rata yang dicapai diatas 100%, artinya tingkat efektivitas yang dicapai baik. Tingkat efektivitas dari suatu rencana yang telah ditetapkan dan dapat tercapai atau terpenuhi, jika angka tersebut diatas 100% bahkan lebih besar tingkat efektivitas dilihat semakin baik. Tingkat efektivitas PPN Jasa terendah pada bulan Juni sebesar 79,01% dari rencana penerimaan pajak sebesar Rp 241.000.000 dan penerimaan yang terealisasi sebesar Rp 190.417.103. Sedangkan tingkat efektivitas yang tertinggi pada bulan Desember dengan persentase sebesar 269,26%, berarti tingkat kemampuan dalam merealisasikan setiap rencana penerimaan pajak sangat baik dengan tercapainya penerimaan pajak dua kali lipat dari rencana yang ditetapkan. Masa pajak April-Desember tingkat efektivitas setiap masanya mengalami kenaikan dan penurunan. Kenaikan persentase tingkat efektivitas terjadi pada bulan November dengan kenaikan sebesar 145,59% dari tingkat efektivitas bulan Oktober. Sedangkan penurunan tingkat efektivitas terjadi pada bulan Oktober sebesar 90,39%, penurunan disebabkan karena menurunnya tingkat efektivitas pada bulan September sebesar 180,16% terhadap tingkat efektivitas yang dicapai pada bulan Oktober sebesar 89,77%.


(42)

TABEL 2.3

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN

TAHUN 2001

Masa Pajak PPN/PPnBm

Rencana Realisasi Persentase

Januari Februari Maret Triwulan I April Mei Juni Triwulan II Juli Agustus September Triwulan III Oktober November Desember Triwulan IV 3.006.100.000 3.337.400.000 3.873.000.000 10.216.500.000 4.545.100.000 6.755.800.000 9.532.500.000 20.833.400.000 8.602.000.000 7.711.400.000 7.814.600.000 24.128.000.000 8.026.000.000 7.862.000.000 7.925.000.000 23.813.000.000 3.006.277.062 3.337.648.054 4.352.164.371 10.696.089.490 5.012.930.258 7.192.555.851 10.108.896.110 22..314.382.220 6.861.095.832 9.467.163.227 8.397.684.154 24.725.943.210 9.876.946.156 8.242.178.814 40.423.337.154 58.542.462.120 100,01% 100,01% 112,37% 104,69% 110,29% 106,46% 106,04% 107,11% 79,76% 122,76% 107,46% 102,47% 123,06% 104,83% 510,07% 245,84% 78.990.900.000 116.278.877.000 147,21% Sumber data: KPP Klaten


(43)

Tabel 2.3 mengenai target dan realisai penerimaan PPN/PPnBM tahun 2001. Tingkat efektivitas penerimaan PPN/PPnBM tahun 2001 rata-rata persentase yang dicapai diatas 100%. Ini berarti kemampuan dalam merealisasikan penerimaan pajak atas rencana yang telah ditetapkan dapat digolongkan baik. Akan tetapi pada bulan Juli, tingkat efektivitas yang dicapai hanya sebesar 79,76%. Tingkat efektivitas penerimaan PPN/PPnBM tertinggi pada bulan Desember sebesar 510,07%., berarti kemempuan merealisasikan rencana penerimaan yang telah ditetapkan sangat baik dengan hasil 5 kali lipat dari rencana yang ditetapkan. Tahun 2001 setiap masa pajaknya juga mengalami kenaikan dan penurunan tingkat efektivitas. Penurunan persentase tingkat efektivitas terjadi pada bulan Juli sebesar 26,28%, penurunan ini dikarenakan menurunnya tingkat efektivitas yang dicapai pada bulan Juni sebesar 106,04% terhadap tingkat efektivitas bulan Juli sebesar 79,76%. Sedangkan kenaikan tingkat persentase efektivitas terjadi pada bulan Desember sebesar 405,24%. Hal ini dikarenakan adanya Surat Perhitungan Pajak.


(44)

TABEL 2.4

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN PPN/PPnBM KANTOR PELAYANAN PAJAK KLATEN

TAHUN 2002

Masa Pajak PPN/PPnBM

Rencana Realisasi Persentase

Januari Februari Maret Triwulan I April Mei Juni Triwulan II Juli Agustus September Triwulan III Oktober November Desember Triwulan IV 8.942.000.000 9.030.000.000 9.081.000.000 27.053.000.000 9.147.200.000 9.130.800.000 9.193.200.000 27.471.200.000 9.125.000.000 9.098.000.000 9.319.000.000 27.542.000.000 9.626.000.000 9.409.000.000 9.577.900.000 28.612.900.000 110.629.100.000 3.084.294.246 8.060.031.614 1.668.962.451 12.813.288.310 9.167.031.249 -5.824.011.936 13.616.432.451 16.959.451.760 22.509.918.383 15.167.868.269 15.907.165.055 53.574.951.691 14.912.055.309 8.141.936.520 18.958.996.944 42.012.988.760 125.360.680.500 34,49% 89,25% 18,37% 47,36% 100,21% -63,78% 148,11% 61,73% 246,66% 167,08% 170,69% 194,52% 154,91% 86,53% 197,94% 146,83% 113,316% Sumber data: KPP Klaten


(45)

Tabel 2.4 target dan realisasi penerimaan PPN/PPnBM Tahun 2002 persentase tingkat efektivitas menunjukkan kemampuan dalam merealisasikan penerimaan PPN dengan dasar rencana penerimaan yang telah ditetapkan. Tingkat efektivitas yang dicapai tahun 2002 pada bulan Januari-Mei rata-rata dibawah 100%, bahkan pada bulan Mei tingkat efektivitas yang dicapai –63,78% dari rencana yang ditetapkan sebesar Rp 9.130.800.000 sedangkan realisasi dari penerimaan pajak mengalami defisit sebesar Rp5.824.011.936. Pada bulan Juni–Desember rata-rata tingkat efektivitas diatas 100%. Tingkat efektivitas tertinggi ada pada bulan Juli sebesar 246,66% dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 22.509.918.383 dari rencana yang telah ditetapkan sebesar Rp 9.125.000.000. Pada tahun 2003 penurunan persentase tingkat efektivitas terjadi pada bulan Mei dengan penurunan sebesar 163,99% dan kenaikan tingkat efektivitas tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan kenaikan sebesar 211,89%


(46)

(47)

(48)

TABEL

2. Daftar PKP dalam SPT Masa PPN dan Realisasi Penerimaan

Tabel laporan perkembangan PKP dan realisasi penerimaan terdiri dari kolom PKP terdaftar, penerimaan pajak setiap triwulan pajak, dan rata-rata penerimaan pajak yang dihasilkan. Data PKP terdaftar penulis peroleh dari laporan perkembangan Pengusaha Kena Pajak yang terdapat pada Kantor Pelayanaan Pajak Klaten dimana setiap triwulan pajak data perkembangan PKP tersebut selalu berubah dengan bertambahnya PKP yang terdaftar sebagai Wajib Pajak. Laporan perkembangan PKP di KPP Klaten dari


(49)

tahun 2000-2003 terdiri dari PKP terdaftar sektor industri, PKP terdaftar sektor perdagangan, dan PKP terdaftar sektor jasa.

Data penerimaan pajak yang diperoleh tiap sektor pada masa pajak dibandingkan dengan jumlah PKP terdaftar. Dari perbandingan tersebut akan menghasilkan angka yang merupakan rata-rata penerimaan yang diperoleh PKP terdaftar dalam suatu masa pajak. Angka tersebut dapat dipakai sebagai perkiraan penerimaan pajak yang diperoleh setiap PKP terdaftar

Tabel 2.5 menunjukkan jumlah PKP terdaftar tiap triwulan selalu bertambah baik pada PKP terdaftar industri, PKP terdaftar perdagangan, dan PKP terdaftar jasa. Dari hasil rata-rata yang diperoleh dalam tabel tersebut, akan terlihat apakah bertambahnya jumlah PKP terdaftar tiap triwulan selalu diikuti dengan kenaikan penerimaan pajaknya? Tabel 2.5 pada sektor industri triwulan II jumlah penerimaan Rp 11.936.957.400. Jumlah penerimaan tersebut mengalami penurunan pada triwulan III dan triwulan IV. Dimana pada triwulan III rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh sangat kecil apabila dibandingkan dengan rata-rata penerimaan pajak sektor industri tahun 2000 pada triwulan yang lain.

Pada tabel 2.5 PKP terdaftar perdagangan bertambah juga jumlah PKP terdaftar setiap triwulan. Sedangkan hasil rata-rata penerimaan pajak dari triwulan I- triwulan IV mengalami penurunan.

Pada tabel 2.5 PKP terdaftar juga bertambah jumlahnya setiap triwulan pajak. Sedangkan jumlah realisasi penerimaan pajak mengalami


(50)

penurunan pada triwulan II dan triwulan III sehingga rata-rata penerimaan pajak yang dihasilkan menjadi lebih rendah apabila dibandingkan dengan penerimaan pada triwulan I.

Tabel 2.6 berisi laporan perkembangan PKP dengan realisasi penerimaan pajak yang dicapai pada SPT Masa PPN tahun 2001. Pada triwulan I dan triwulan II realisasi penerimaan pajak KPP Klaten dihitung menjadi satu baik itu sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa. Jumlah setoran masa triwulan I sebesar Rp 8.764.286.459 sedangkan jumlah setoran masa pada triwulan II Rp 14.489.050.610. Data ini diperoleh dari daftar tabelaris yang ada di KPP Klaten.

Jumlah PKP terdaftar bertambah setiap triwulannya. Dari tabel 2.6 jumlah realisasi penerimaan pajak sektor industri pada triwulan III dengan triwulan IV menurun. Rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh setiap PKP terdaftar juga menjadi lebih rendah. Sedangkan pada sektor perdagangan dan sektor jasa rata-rata penerimaan pajak yang diperoleh mengalami peningkatan. Hal ini berarti sebanding dengan bertambahnya PKP terdaftar, realisasi penerimaan pajak juga meningkat.

Pada tabel 2.7 jumlah PKP terdaftar terus bertambah setiap triwulan pajak. Sedangkan jumlah penerimaan pajak setiap triwulan pajaknya berubah. Rata-rata penerimaan pajak setiap PKP terdaftar mengalami penurunan.

3. Pentingnya Kepatuhan PKP Dalam Proses Penerimaan PPN


(51)

 Fungsi equity atau kepatuhan adalah:

1). Jus adjuvandi, untuk menyesuaikan dengan hukum 2). Jus splendi, untuk menambah hukum

3). Jus origendi, untuk mengoreksi hukum

 Pengusaha Kena Pajak berkewajiban antara lain untuk: 1). Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. 2). Membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan kena pajak. 3). Membuat Nota Retur dalam hal terdapat pengembalian BKP 4). Melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan

usahanya.

5). Menyetor pajak yang terutang.

6). Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.

 Terlepas dari kesadaran kewarganegaraan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertiannya tentang kewajibannya terhadap negara, pada sebagian besar diantara rakyat tidak pernah mengetahui kewajibannya membayar pajak, sehingga memenuhi tanpa menggerutu. Dalam pelaksanaannya banyak usaha yang dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari kewajiban membayar pajak tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam usahanya untuk mengurangi kewajiban pajaknya itu dinamakan perlawanan terhadap pajak (R. Santoso Brotodiharjo, 1993).


(52)

1). Perlawanan Pasif

Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pengembangan.

2). Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Diantaranya dapat dibedakan menjadi cara-cara sebagai berikut:

(a). Penghindaran diri dari pajak

Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan dikenakannya pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. Menghindari pajak yang merupakan gejala biasa pada pajak-pajak atas penggunaan, biasanya dilakukan dengan penahanan diri atau dengan penggunaan surogat; orang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam barang-barang yang dapat dikenakan pajak, ataupun orang menggantinya dengan surogat yang tidak atau kurang dikenakan pajak.


(53)

Penghindaran diri secara yuridis berbentuk perbuatan dengan cara sedemikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena penerapan Undang-undang Pajak. Biasanya perbuatan tersebut merupakan memanfaatkan dari kekosongan dan atau ketidakjelasan dari Undang-undang yang dimaksud. Dengan demikian pada penghindaran pajak, Wajib Pajak tidak melanggar peraturan Undang- undang secara tegas, sekalipun kadang-kadang dengan jelas berbuat bertentangan dengan maksud pembuat Undang-undang. Oleh karena itu penghindaran diri dari pajak secara yuridis itu dapat dinamakan pengelakan pajak secara ilegal.

(b). Pengelakan/penyelundupan pajak

Menghindarkan diri dari pajak tidak dapat selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Namun apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan, maka Wajib Pajak berusaha menggunakan cara-cara lain, diantaranya dengan cara yang disebut


(54)

dengan pengelakan pajak, misalnya dengan cara penyelundupan.

Pada hakikatnya, yang menjadi soal disini ialah suatu bentuk simulasi (perbuatan pura-pura); keadaan yang sebenarnya disembunyikan dengan, misalnya mengajukan suatu perbuatan yang tidak benar, atau memberikan data yang tidak benar.

(c). Melalaikan pajak

Bentuk perlawanan aktif yang lain adalah dengan melalaikan pajak, yaitu menolak membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi olehnya. Yang paling banyak digunakan ialah usaha mengagalkan pemungutan pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang sekiranya akan dapat disita oleh fiskus dengan jalan mengganti suatu perusahaan pribadi menjadi suatu perseroan, atau menjual barang-barang yang dapat disita atau memindah-tangankan atas nama istri atau orang lain bukan karena keharusan.

b. Data Penyetoran dan Penyampaian SPT Masa PPN Periode 2000-2002 TABEL 2.8

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000


(55)

TRIWULAN I

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 272 230 595 111 89 46 40 32 10 86 81 441 237 202 497 87,13 87,82 83,52

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.9

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000

TRIWULAN II

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 275 242 606 116 100 45 43 31 13 85 78 436 244 209 494 88,72 86,36 81,51

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.10

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000

TRIWULAN III

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase %


(56)

Industri Perdagangan Jasa 282 251 622 123 110 49 40 29 16 83 80 438 246 219 503 87,23 87,25 80,86

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.11

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2000

TRIWULAN IV

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 283 263 628 120 114 50 43 39 19 83 80 457 246 233 526 86,92 88,59 83,75

Sumber data: KPP Klaten

Tabel tahun 2000 diatas terdapat 3 laporan penyampaian SPT yang terdiri dari:

1. Penyampaian SPT Masa PPN Industri 2. Penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan 3. Penyampaian SPT Masa PPN Jasa

Tabel diatas mengenai laporan penyampaian SPT Masa PPN yang dilakukan PKP terdaftar akan diperoleh persentase tingkat kepatuhan yang dilakukan PKP terdaftar dalam penyampaian SPT Masa PPN.


(57)

Persentase tingkat kepatuhan PKP terdaftar dapat diperoleh dari perbandingan antara jumlah PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah keseluruhan PKP terdaftar kemudian hasilnya dikalikan 100%.

Tingkat Kepatuhan PKP = jumlah penyampaian SPT Masa PPN Jumlah PKP terdaftar

Tabel tahun 2000 diatas setiap jenis SPT, PKP terdaftar mengalami penambahan jumlah setiap triwulan pajak. Tabel 2.8 PKP terdaftar SPT Masa PPN Indusri berjumlah 272 orang dan pada tabel 2.9 PKP terdaftar tersebut bertambah menjadi 275. Adanya bertambahan jumlah PKP terdaftar 3 orang. Ini juga terjadi pada jenis SPT lainnya dimana setiap triwulan pajak mengalami jumlah pertambahnya PKP terdaftar.

Penulis membahas, apakah bertambahnya jumlah PKP terdaftar setiap triwulan pada SPT Masa PPN Industri, SPT Masa PPN Perdagangan, dan SPT Masa PPN Jasa tahun 2000 disertai kenaikan tingkat kepatuhan penyampaian SPT Masa PPN. Pada tabel tahun 2000 jenis SPT Industri jumlah penyampaian SPT Masa PPN Industri yang berasal dari penyampaian SPT kurang bayar, SPT lebih bayar, dan SPT nihil tingkat penyampaiannya mengalami penurunan dibandingkan dengan jumlah PKP yang selalu bertambah sehingga hal ini memepengaruhi persentase tingkat kepatuhan berubah. Tabel 2.11 jumlah PKP terdaftar bertambah 11 orang dari jumlah PKP


(58)

terdaftar triwulan I, akan tetapi jumlah penyampaian SPT Masa PPN Industri 246 SPT. Jumlah penyampaian SPT tersebut sama pada triwulan sebelumnya. Tingkat kepatuhan yang dihasilkan menurun menjadi 86,92%.

Pada jenis SPT Perdagangan tahun 2000 jumlah PKP terdaftar juga bertambah. Bertambahnya jumlah PKP terdaftar ini juga disertai peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan setiap triwulan pada tahun 2000.

Jenis SPT Jasa tahun 2000 jumlah PKP terdaftar juga bertambah disertai peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Jasa setiap triwulan tahun 2000. Hasil persentase tingkat kepatuhan mengalami kenaikkan dan penurunan, hal ini dikarenakan perbandingan peningkatan penyampaian SPT Masa PPN Jasa dengan bertambahnya jumlah PKP terdaftar Jasa tidak sama.

TABEL 2.12

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001

TRIWULAN I

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang

bayar (1)

Lebih bayar (2)

Nihil (3)

Jumlah (1+2+3)

Persentase %


(59)

Industri Perdagangan Jasa 285 282 631 116 129 32 48 39 10 86 83 458 20 251 500 87,7 89,0 79,2

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.13

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001

TRIWULAN II

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 288 304 687 119 126 44 49 52 14 86 82 480 254 260 538 88,1 85,5 78,31

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.14

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001

TRIWULAN III


(60)

Terdaftar Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 293 318 723 122 134 45 44 55 19 88 87 498 254 276 562 86,68 86,79 77,73

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.15

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2001

TRIWULAN IV

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 298 341 728 126 154 52 43 52 24 84 88 506 253 294 582 84,85 86,21 79,94

Sumber data: KPP Klaten

Pada tabel penyampaian SPT Masa PPN tahun 2001 diatas jenis SPT terdiri dari:

1. SPT Masa PPN Industri 2. SPT MasaPPN Perdagangan 3. SPT Masa PPN Jasa


(61)

Jumlah PKP terdaftar tahun 2001 pada sektor industri, perdagangan, dan jasa bertambah terus setiap triwulan pada tahun 2001. SPT Masa PPN Industri tabel 2.15 jumlah PKP terdaftar bertambah 13 orang sedangkan penyampaian SPT Masa PPN Industrinya justru mengalami penurunan dari penyampaian SPT triwulan sebelumnya. Sehingga persentase tingkat kepatuhan mengalami penurunan.

Tabel tahun 2001 jenis SPT jasa tingkat kepatuhan yang dihasilkan paling rendah dibandingkan dengan tingkat kepatuhan SPT industri dan SPT perdagangan. Berdasarkan tabel tahun 2001 jumlah PKP terdaftar jasa lebih banyak daripada jumlah PKP terdaftar industri dan PKP terdaftar perdagangan. Bertambahnya jumlah PKP terdaftar jasa selalu disertai peningkatan jumlah SPT Masa yang disampaikan namun jumlah peningkatannya kurang sebanding sehingga persentase yang dihasilkan masih rendah dibandingkan tinkat kepatuhan PKP terdaftar industri dan PKP terdaftar perdagang

TABEL 2.16

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002

TRIWULAN I


(62)

Terdaftar Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 300 356 732 128 152 39 45 58 21 98 89 480 271 299 540 90,33 83,98 73,77

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.17

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002

TRIWULAN II

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 308 371 752 126 145 41 48 66 23 98 95 498 272 306 562 88,31 82,47 74,73

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.18

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002

TRIWULAN III


(63)

Terdaftar Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 311 373 761 123 143 44 52 69 28 95 89 509 270 301 581 86,81 80,69 76,34

Sumber data: KPP Klaten

TABEL 2.19

LAPORAN PENYAMPAIAN SPT MASA PPN TAHUN PAJAK 2002

TRIWULAN IV

Jenis SPT

PKP Terdaftar

SPT Masa PPN disampaikan Kurang bayar (1) Lebih bayar (2) Nihil (3) Jumlah (1+2+3) Persentase % Industri Perdagangan Jasa 312 379 772 124 152 40 52 64 28 93 97 531 269 313 599 86,21 82,58 77,59

Sumber data: KPP Klaten

Tabel tahun 2002 jenis SPT industri tingkat persentase rata-rata penyampaian SPT Masa PPN sebesar 86% dimana tingkat kepatuhan SPT Masa PPN Industri terdiri dari:


(64)

1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 39% atau 124 dari 321 jumlah seluruh PKP terdaftar industri pada triwulan IV tahun 2002.

2. PKP terdaftar yang menyampaiakan SPT lebih bayar sebesar 16% atau 52 dari 321 jumlah seluruh PKP terdaftar.

3. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT nihil sebesar 29% atau 93 dari 312 jumlah seluruh PKP terdaftar.

Tabel 2.18 jenis SPT perdagangan tingkat persentase rata- rata penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan tahun 20002 sebesar 80% dimana tingkat kepatuhan penyampaian SPT Masa PPN Perdagangan terdiri dari:

1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 38% atau 143 dari 373 jumlah seluruh PKP terdaftar perdagangan triwulan III pada tahun 2002.

2. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT lebih bayar sebesar 18% atau 89 dari 373 jumlah seluruh PKP terdaftar.

3. PKP terdaftar yang menyampaiakan SPT nihil sebesar 23% atau 89 dari 373 jumlah seluruh PKP efektinya.

Tabel 2.16 SPT jasa tingkat persentase rata-rata kepatuhan penyampaian SPT Masa PPN Jasa 73% terdiri dari:


(65)

1. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT kurang bayar sebesar 5% atau 39 dari 732 jumlah seluruh PKP terdaftar jasa triwulan I tahun 2002.

2. PKP terdaftar yang menyampaikan SPT lebih bayar sebesar 2% atau 21 dari 732 jumlah seluruh PKP terdaftar.

3. PKP terdaftar yang menyampaikanSPT nihil 65% atau 480 dari 732 jumlah seluruh PKP terdaftar.

Dari penyampaian SPT Masa PPN diatas tingkat kepatuhan tidak pernah 100%. PKP terdaftar lainnya yang tidak menyampaikan dapat dikatakan tidak patuh. Hal ini karena tidak dilakukannya kewajiban untuk selalu melaporkan SPT Masa PPN sebagai bukti penyetoran pajak. Untuk menindak lanjutin kejadian ini peranan aparatur PPN/PPnBM sangat diperlukan.

Ketidakpatuhan penyampaian SPT Masa PPN dapat berarti:

 Perusahaan sudah tidak berproduksi namun mereka tidak melakukan pencabutan nomer PKP terdaftar, sehingga nomer tersebut selaluterrekam terus.

 Dapat pula karena kesengajaan atau justru ketidak tahuan PKP akan kewajibannya.

c. Peranan Aparatur Pajak Dalam Seksi PPN Untuk Meningkatkan Penerimaaan PPN/PPnBM


(66)

 Aparatur PPN/PPnBm juga dalam bekerja dinilai tingkat kepatuhannya dengan penyelesaian seriap tugas-tugas mereka, misalnya dalam proses perekaman SPT Masa PPN.

 Upaya yang dilakukan Aparatur Pajak Seksi PPN/PPnBM untuk meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak adalah:

1. SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar baik restitusi/kompensasi.

2. SPT Masa PPN dalam tahun berjalan yang menyatakan peminta pengembalian masa pajak/restitusi terutama sehubungan dengan penyerahan ekspor dan penyerahan kepada pemungut.

3. SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari tahun pajak.

4. Permohonan tempat pemusatan PPN.

Tujuan utama dari pemeriksaan pajak adalah dimaksudkan untuk menguji tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan atas dasar sistem self assessment, yang secara operasional dilaksanakan melalui upaya:

1. Peningkatan pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam hal Surat Pemberitahuan dari Wajib Pajak menunjukkan adanya kelebihan bayar untuk dikompensasi pada masa pajak berikutnya;


(67)

2. Pengawasan dan pembinaan kepatuhan pemenuhan kewajiban dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan perpajakan. Misalnya surat tegoran, surat tagihan atau estimasi jumlah pajak pada akhir tahun;

3. Pengujian terhadap kelengkapan maupun kebenaran material atas pengisian Surat Pemberitahuan dari Wajib Pajak dengan cara memberi tanda KPTIPA pada SPT Masa yang tidak lengkap;

4. Penentuan kepastian tentang kondisi Wajib Pajak yang sebenarnya, baik dari segi administrasi maupun potensi fiskalnya.

GAMBAR 2.1

MEKANISME PEMERIKSAAN PPN/PPnBM SEBAGAI TINDAK PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN

SISTEM SELF ASSESMENT Kebijaksanaan sistem

self assessment Pemberdayaanwajib pajak

Tindakan pengawasan Pemeriksaan pajak

Kepatuhan wajib pajak

INPUT

1. Dasar pelaksanaan sistem self

assessment

2. Data akurat mengenai:

a. wajib pajak b. obyek pajak c. SPT dan data

pendukung 3. Aparatur Pajak

a. KARIPKA b. KPP – KPP c. Pemeriksa Pajak 4. Kelengkapan

administrasi perpajakan 5. Kelengkapan

perangkat keras dan perangkat

PROSES

Pemeriksaan pajak sebagai tindakan atas pelaksanaan sistem self assessment terhadap kepatuhan wajib, terutama difokuskan kepada

pokok sasaran

pemeriksaan, yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Pos Penyerahan yang terutang/tidak terutang PPN

2. Pos Pajak Masukan baik dikreditkan/tidak dikreditkan

3. Kompensasi bulan lalu

OUTPUT

Tingkat kepatuhan wajib pajak dilihat atas dasar indikator:

1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam

pembayaran/laporan masa, SPT masa, SPT PPn setiap bulan

2. Patuh thd ketentuan materiil dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.


(68)

GAMBAR 2.2

SISTEM PEMERIKSAAN PPN/PPnBM SEBAGAI TINDAKAN PENGAWASAN

ATAS PELAKSANAAN SISTEM SELF ASSESSMENT

 Ruang Lingkup Pemeriksaan PPN/PPnBM, terdiri dari:


(69)

1). Pemeriksaan sederhana, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak dalam rangka kerja sama operasi atau konsorsium, untuk seluruh jenis pajak atau jenis-jenis pajak tertentu, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), baik untuk masa pajak atau tahun berjalan dan atau masa pajak/tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan Sederhana dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) dan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).

2). Pemeriksaan Lengkap (PL) yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak dalam rangka kerja sama operasi atau konsorsium, di lapangan dan di kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak Lengkap, untuk seluruh jenis pajak, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yaitu yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan pada umumnya.

 Jenis Pemeriksaan PPN/PPnBM terdiri dari:

1). Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan.


(70)

2). Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili, yang lokasinya berada di luar wilayah kerja Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

3). Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.

 Prioritas Pemeriksaan PPN/PPnBM ditetapkan sebagai berikut: 1). Pemeriksaan rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak

Orang Pribadi atau badan yang menyatakan lebih bayar dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar dana atau SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

2). Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

 Kebijaksanaan Pemeriksaan Seksi PPN/PPnBM

Kebijakan pemeriksaan tetap diutamakan pada upaya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan diarahkan lebih mendorong akuntabilitas serta tingkat pengawasan. Upaya tersebut dilakukan dengan cara:

1). Penentuan sasaran pemeriksaan yang tepat dengan Sistem Kriteria Seleksi SPT Masa PPN dan Sistem Kriteria Seleksi


(71)

Khusus yaitu untuk pemeriksaan terhadap Yayasan dan Wajib Pajak tertentu.

2). Peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia (pemeriksa pajak) melalui program pelatihan khusus antara lain Diklat Pemeriksa dan Diklat-diklat lainnya.

3). Peningkatan pengawasan pemeriksaan melalui: (a). Monitoring dan tindak lanjut hasil pemeriksaan (b).Pengawasan berjenjang

(c). Pelaksanaan sistem reward and punishment secara konsisten.

 Langkah-langkah Pemeriksaan Seksi PPN/PPnBM

PROGRAM PEMERIKSAAN

TEKNIK PEMERIKSAAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN

METODE PEMERIKSAAN

HASIL PEMERIKSAAN


(72)

GAMBAR 2.3

GAMBAR 2.3

LANGKAH-LANGKAH PEMERIKSAAN SEKSI PPN/PPnBM

 Denda Administrasi

No. Masalah Besarnya Denda

1. Tidak/terlambat Rp. 50.0000,00 untuk SPT

- Menelusuri - Mencari - Mengumpul kan - Mengolah DATA - Mengevaluasi - Menganalisis angka-angka - Mentrasir - Menguji keterkaitan - Memanfaatkan berbagai data dan informasi dari pihak ketiga (pihak-pihak terkait) - Menguji kebenaran fisik - Menjumlahkan kembali angka-angka ke bawah dan ke samping

- Mengadakan inspeksi - Melakukan verifikasi - Menguji kebenaran serta keabsahan dan keaslian dokumen - Mengadakan konfirmasi dengan pihak-pihak terkait - Melakukan wawancara dengan wajib pajak Langsung: - Menguji kebenaran angka-angka SPT melalui penelusuran laporan keuangan, neraca, buku besar/pembantu, buku harian, dokumen pendukung Tidak Langsung: Menganalisis: - Laporan keuangan tahun berjalan dan tahun sebelumnya

- Transaksi tunai

- Transaksi bank

- Sumber-sumber serta penggunaan dana Laporan hasil pemeriksaan: - Tingkat kepatuhan administratif - Tingkat kepatuhan materiil maupun yuridis formal - Selisih koreksi


(73)

2.

memasukkan/menyampaikan SPT.

Khusus PPN:

a. Tidak melaporkan usaha. b. Tidak membuat/mengisi

faktur.

c. Melanggar larangan membuat faktur.

Masa

(PKP yang tidak dikukuhkan).

Ditambah 2% denda dari dasar pengenaan

Kenaikan 50% dan 100%

No. Masalah Besarnya Kenaikan

1. a. Dikeluarkan SKPKB jika hasil

pemeriksaan/ketreangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. b. Jika SPT tidak disampaikan

setelah ditegur secara tertulis.

c. Jika dari hasil pemeriksaan

PPN/PPnBM tidak

seharusnya

dikompensasikan selisih

Bunga 2% atas PPN yang tidak atau kurang bayar.

Denda 100% dari PPN/PPnBM tidak atau kurang bayar.


(74)

2.

lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen)

Dikeluarkan SKPKBT jika ditemukan data baru, data semula yang belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB menambah jumlah pajak terutang

Kenaikan 100% dari dari jumlahkekurangan pajak.

 Sanksi Pidana

Ketentuan Sanksi Pidana

Menurut ketentuan dalam Undang-undang Perpajakan ada 3 macam sanksi pidana , yaitu:

1). Denda Pidana

Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancam kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifat kejahatan.


(75)

Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan yang diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.

3). Pidana Penjara

Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancam terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada Wajib Pajak.


(76)

(77)

TABEL


(78)

Pada daftar ini dapat di terlihat besarnya penerimaan PPN/PPnBM yang diterima KPP Klaten dalam masa pajak tahun 2000-2002. Dan juga besarnya pajak selain PPN/PPnBM yang diterima KPP Klaten. Dan penulis membandingkan besarnya penerimaan PPN/PPnBM dibandingkan dengan seluruh penerimaan pajak yang diperoleh di KPP Klaten dikalikan seratus persen. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan PPN/PPnBM terhadap seluruh penerimaan yang diterima KPP Klaten periode 2000-2002.

Kontribusi penerimaan PPN/PPnBM = Penerimaan PPN/PPnBM x 100%

Penerimaan seluruh pajak

Pada tabel 2.20 persentase besarnya kontribusi penerimaan PPN/PPnBM tahun 2000 terhadap keseluruhan penerimaan pajak yang ada di KPP Klaten sebesar 53.01% masa pajak triwulan I dengan penerimaan PPN/PPnBM sebesar Rp 21.267.346.960 dibandingkan dengan total penerimaan keseluruhan pajak yang diperoleh KPP Klaten sebesar Rp 40.120.820.830..

Pada tabel 2.21 persentase kontribusi penerimaan PPN/PPnBM tahun 2001 terhadap keseluruhan penerimaan pajak di KPP Klaten sebesar 81,45%pada masa pajak triwulan I tahun 2001 dengan realisasi penerimaan PPN/PPnBM sebesar Rp 10.696.089.490 dibandingkan dengan penerimaan keseluruhan pajak yang diperoleh KPP Klaten sebesar Rp 13.131.735.880.


(1)

KPP Klaten sebesar 81,45%. Dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 10.696.089.490. Penerimaan PPN/PPnBM tahun 2001 Rp 116.278.877.000 sebesar 60.65% dari total keseluruhan penerimaan pajak Rp 191.720.150.000.

 Kontribusi tingkat persentase tertinggi tahun 2002 realisasi penerimaan PPN/PPnBM terhadap total keseluruhan jumlah penerimaan pajak di KPP Klaten sebesar 66.47%. Dengan realisasi penerimaan sebesar Rp 53.584.951.690. Penerimaan PPN/PPnBM tahun 2002 Rp 125.370.680.500 sebesar 54.18% dari total keseluruhan penerimaan pajak Rp 231.382.265.800.

5. Jumlah realisasi penerimaan triwulan PPN/PPnBM tertinggi tahun 2000-2002 pada triwulan IV tahun 2001 sebesar Rp 58.542.462.120 jumlah tersebut berasal dari:

 Rencana yang ditetapkan sebesar Rp 23.813.000.00O.  Tingkat efektivitas sebesar 245,84%.

 Jumlah PKP terdaftar sebesar 1367 untuk sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor jasa.

 Tingkat kepatuhan industri sebesar 84,85%  Tingkat kepatuhan perdagangan 86,21%  Tingkat kepatuhan jasa 79,94%

 Persentase tingkat kontribusi terhadap penerimaan keseluruhan pajak sebesar 67,01%


(2)

6. Penerimaan PPN/PPnBM dan total keseluruhan pajak yang diterima KPP Klaten dari tahun 2000-2002 selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. 7. Tahun 2000 ditemukan:

 PPN Industri menurun karena harga bahan baku naik sehingga penjualan menurun, dan adanya restitusi sebesar Rp.18.159 juta pada tahun 1999/2000 hanya sebesar Rp.1.567 juta, restitusi pada tahun 1999/2000 terdapat selisih sebesar Rp.8.587 juta.

 PPN Perdagangan menurun karena harga barang-barang naik dan masyarakat belum mempunyai kemampuan untuk mengikuti kenaikan harga.

 PPN Jasa mengalami kenaikan karena adanya PPN Jasa Angkutan BBM yang penjualannya meningkatkan dan bertambahnya PKP Jasa Wartel.

 PPN Pemungut mengalami kenaikan karena adanya himbauan Bendaharawan yang tindakannya dikirim ke Kakanwil dan kepada Kepala BPKP Semarang sehingga bendaharawan banyak yang memenuhi kewajibannya.

 Adanya kenaikan pada PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) disebabkan karena tidak digiatkannya pemeriksaan KMS dengan data Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh Pemda.


(3)

8. Tahun 2001 ditemukan:

 Objek Pertambahan Nilai diperluas, yaitu tambahan yang dulu tidak dikenakan, pada tahun 2001 dikenakan PPN.

 Perekonomian pada tahun 2001 diperkirakan mengalami kemajuan dan politik semakin stabil.


(4)

BAB IV REKOMENDASI A. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan penulis di Kantor Pelayanan Pajak Klaten, dengan didukung teori yang telah dipelajari melalui referensi-referensi yang ada memberikan hasil yang cukup bagi penulis untuk memberikan beberapa kesimpulan sesuai dengan identifikasi masalah yang ada.

Evaluasi penerimaan pajak merupakan hal yang harus dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak. Hal ini bertujuan untuk meninjau kembali jumlah penerimaan itu sendiri dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan penerimaan pajak. Upaya yang selalu dilakukan oleh Dirjen pajak dalam meningkatkan penerimaan dapat dilihat dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Evaluasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kantor Pemeriksaan Pajak Klaten yang dilakukan penulis memberikan suatu pengetahuan baru. Dimana tingginya suatu penerimaan yang diperoleh tidak hanya dapat dilihat dari salah satu faktor, namun semuanya saling berkaitan dan mempengaruhi. Misalnya, peningkatan jumlah PKP terdaftar tidak selalu membuat realisasi penerimaan PPN meningkat pada suatu masa pajak.


(5)

Besarnya tingkat efektivitas mempengaruhi meningkatnya penerimaan PPN. Tingkat kepatuhan PKP terdaftar dalam menyampaikan SPT Masa PPN juga sebagai faktor meningkatnya penerimaan PPN. Tingkat efektivitas tinggi tingkat kepatuhan yang baik oleh Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakan baik dalam menyampaikan SPT Masa PPN maupun dalam menyetorkan pajak yang terutang pada kas negara, dan kepatuhan aparatur pajak dalam melaksanakan kewajibannya baik itu dalam pemeriksaan dan pengawas terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan peningkatan kinerja dari aparatur pajak itu sendiri. Saling mempengaruhi antara faktor yang ada meningkatkan jumlah realisasi penerimaan pajak. Namun perlu diperhatikan kondisi dan situasi sekitarpun sangat mempengaruhi terhadap besar jumlah penerimaan PPN/PPnBM pada masa pajak. Hal ini dikarenakan PPN/PPnBM merupakan pajak atas konsumsi sehingga makin meningkat peredaran barang BKP/JKP yang dikonsumsi maka tingkat penerimaan pajak yang diterima makin banyak.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Klaten diharapkan lebih meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak terutang tepat waktu pada kas negara dan dengan tidak melakukan tindakan manipulasi terhadap jumlah pajak terutangnya.


(6)

2. Melaksanakan kewajiban PKP dengan melaporkan usahanya, membuat dokumen pajak dengan benar,membuat pembukuan akan kegiatan usaha, dan menyampaikan SPT Masa PPN tepat waktu.

3. Bagi Aparatur Pajak diharapkan lebih meningkatkan kualitas kerja merek dan meningkatkan pelayanan, pemeriksaan, dan penagihan pajak sehingga penerimaan pajak dapat mengalami peningkatan.