pimp4OPERASIONALISASIYANMA

(1)

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPEMIMPINAN TINGKAT IV

Lembaga Administrasi Negara -Republik Indonesia 2008


(2)

Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2008

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

Operasionalisasi Pelayanan Prima

Jakarta – LAN – 2008 108 hlm: 15 x 21 cm

ISBN: 979 – 8819 – 46 - 3

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai

tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang

berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk

mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan

peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan

bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon IV baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat struktural yang berada pada posisi paling depan atau ujung tombak, pejabat struktural eselon IV memainkan peran yang sangat penting karena bertanggung jawab dalam mensukseskan pelaksanaan kegiatan-kegiatan secara langsung, sehingga buah karyanya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat IV. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV dapat lebih ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon IV yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV menghasilkan alumni dengan kualitas yang sama, walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang berbeda, maka LAN menerapkan kebijakan standarisasi program Diklatpim Tingkat IV. Proses


(3)

standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai

pada pengadministrasian penyelenggaranya. Dengan proses

standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV yang mengalami proses standarisasi adalah modul untuk para peserta

(participants’ book). Disadari sejak modul-modul tersebut

diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan nasional pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, konsep dan teori yang mendasari substansi modul juga mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul-modul Diklatpim Tingkat IV ini.

Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang telah mengalami penyempurnaan ini, dan mengharapkan agar peserta Diklatpim Tingkat IV dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara sesama peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Kepada Drs. Eko Supriyanto, M.Sc dan Drs. Sri Sugiyanti Sutopo selaku penulis serta seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami ucapkan terima kasih atas kesungguhan dan dedikasinya.

Jakarta, Juli 2008 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SUNARNO

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan upaya mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat), pembinaan Diklat khususnya Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat IV ke arah Diklat berbasis kompetensi, terus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Salah satu upaya pembinaan yang telah ditempuh adalah melalui penerbitan modul Diklat.

Kehadiran modul Diklatpim Tingkat IV ini memiliki nilai strategis karena menjadi acuan dalam proses pembelajaran, sehingga

kebijakan pembinaan Diklat yang berupa standarisasi

penyelenggaraan Diklat dapat diwujudkan. Oleh karena itu, modul ini dapat membantu widyaiswara atau fasilitator Diklat dalam mendisain pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta Diklat; membantu pengelola dan penyelenggara Diklat dalam penyelenggaraan Diklat; dan membantu peserta Diklat dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk maksud inilah maka dilakukan penyempurnaan terhadap keseluruhan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV yang meliputi substansi dan format.

Disadari bahwa perkembangan lingkungan strategis berlangsung lebih cepat khususnya terhadap dinamika peraturan perundangan yang diterbitkan dalam rangka perbaikan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, maka kualitas modul terutama kesesuaian isi dengan kebijakan yang berkembang perlu terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Sehubungan dengan hal ini, modul ini dapat pula dipandang sebagai bahan minimal Diklat, dalam artian bahwa setelah substansinya disesuaikan dengan perkembangan yang ada, maka dapat dikembangkan selama relevan dengan hasil belajar yang akan dicapai dalam modul ini. Oleh karena itu, kami harapkan bahwa dalam rangka menjaga kualitas modul ini, peranan widyaiswara termasuk


(4)

peserta Diklat juga dibutuhkan. Kongkritnya, widyaiswara dapat melakukan penyesuaian dan pengembangan terhadap isi modul, sedangkan peserta Diklat dapat memperluas bacaan yang relevan dengan modul ini, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dinamis, interaktif dan aktual.

Selamat memanfaatkan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV ini. Semoga melalui modul ini, kompetensi kepemimpinan bagi peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dapat tercapai.

Jakarta, Juli 2008 DEPUTI BIDANG PEMBINAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

APARATUR

NOORSYAMSA DJUMARA

DAFTAR ISI

SAMBUTAN ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Deskripsi Singkat... 3

C. Hasil Belajar ... 3

D. Indikator Hasil Belajar ... 3

E. Materi Pokok ... 4

F. Manfaat... 4

BAB II PENGERTIAN, PRINSIP DAN KONSEP PELAYANAN PRIMA... 5

A. Pengertian ... 5

B. Prinsip Pelayanan Prima... 19

C. Konsep Pelayanan Prima ... 25

D. Rangkuman... 34

BAB III JENIS-JENIS PELAYANAN ... 38

A. Menurut Klasifikasi Pelanggan ... 38

B. Berdasarkan Tahapan Pelayanan ... 39


(5)

D. Rangkuman ... 43

BAB IV TEKNIK APLIKASI PELAYANAN PRIMA... 44

A. Siklus Pengembangan Pelayanan... 46

B. Pembaharuan Desain Pelayanan ... 48

C. Sosialisasi dan Koordinasi ... 60

D. Menyusun Standar Pelayanan... 67

E. Persiapan Penyelenggaraan... 78

F. Penyelenggaraan ... 83

G. Evaluasi Pelayanan ... 86

H. Rangkuman ... 92

BAB V PENUTUP... 96

A. Simpulan ... 96

B. Tindak Lanjut... 97

DAFTAR PUSTAKA... 98

DAFTAR DOKUMEN... 100

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pada mulanya, hanya kalangan dunia usaha yang benar-benar memahami arti pentingnya pelayanan yang baik bagi para pelanggan. Bagi dunia usaha, pelayanan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kepercayaan dari para pelanggannya. Mereka sadar bahwa kelangsungan hidup usaha sangat tergantung pada pelanggan. Kepercayaan dan kedekatan hubungan dengan pelanggan hanya bisa dibina melalui kegiatan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka, oleh karenanya dunia usaha terpacu untuk bersaing dalam mengembangkan pelayanan yang semakin hari semakin bermutu tinggi.

Di kalangan pemerintahan, kesadaran akan mutu pelayanan mulai berkembang sejak tahun 1980-an. Kesadaran ini dipicu oleh kenyataan bahwa kegiatan pelayanan bagi masyarakat ternyata memerlukan biaya yang sangat besar, bahkan semakin hari semakin membengkak, tetapi belum pernah dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan. Baik masyarakat yang dilayani, maupun pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan sama-sama kecewa, karena kesejahteraan umum tetap masih jauh dari harapan. Kekecewaan ini selanjutnya merangsang semua pihak untuk mulai melakukan penilaian dan


(6)

pengkajian menyeluruh terhadap sistem pelayanan masyarakat. Di mata masyarakat pelayanan oleh pemerintah dirasakan berbelit-belit, semena-mena, kaku, mahal, mengada-ada, lama, pilih kasih, korup, kurang efisien, kurang demokratis, kurang terbuka, dan tidak bertanggung jawab.

Pengkajian dari pihak pemerintah awalnya menghasilkan pandangan yang masih bercirikan birokratik. Namun dengan semakin kuatnya paksaan dari masyarakat, pemerintah mulai mau belajar mendengarkan, dan belajar memahami aspirasi mereka. Saat ini, pemerintah sungguh menyadari bahwa tujuan akhir dari pelayanan adalah mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurusi semua persoalan mereka sendiri. Agar dapat mencapai tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai tindakan yang perlu seperti meningkatkan debirokratisasi, kewirausahaan, transparansi, akuntabilitas, dan pemberantasan korupsi. Pemerintah menunjukkan sikap yang sangat serius untuk memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat. Pada tahun 1998, Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan (Menko Wasbang) menerbitkan Surat Edaran (SE) No 56/1998 bagi seluruh kementerian agar mulai menerapkan Pelayanan Prima di lingkungannya masing-masing. Surat Edaran ini kemudian dilanjutkan dengan SE Menko Wasbang No 145/1999 yang berisi rincian jenis-jenis pelayanan masyarakat yang dan harus segera diterapkannya Pelayanan Prima di lingkungan pemerintah daerah. Selanjutnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 2003 mengeluarkan Kep. MENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman

Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagai pengganti Kep. MENPAN No 81 tahun 1993, kemudian tahun 2004 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan KepMENPAN No 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, diikuti dengan Kep MENPAN No.26/KEP/.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan tahun 2005 terbit Surat Edaran MENPAN N0 15/2005 tentang Peningkatan Investasi Pengawasan dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik.

B.

Deskripsi Singkat

Mata pelajaran ini membahas pengertian, konsep, prinsip pelayanan prima, jenis-jenis pelayanan dan teknik aplikasi pelayanan prima.

C. Hasil Belajar

Setelah membaca modul Operasionalisasi Pelayanan Prima ini peserta mampu memahami, menjelaskan dan menerapkan prinsip dan jenis pelayanan prima serta aplikasinya dalam pelaksanaan tugas.

D. Indikator Hasil Belajar

Indikator-indikator hasil belajar adalah:

Peserta mampu memahami dan menjelaskan prinsip pelayanan prima


(7)

Peserta mampu memahami dan menjelaskan konsep pelayanan prima

Peserta mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis pelayanan prima

Peserta mampu memahami dan menjelaskan teknis aplikasi pelayanan.

E. Materi Pokok

Materi pokok yang dibahas dalam modul operasionalisasi pelayanan prima adalah:

1. pengertian, prinsip dan konsep pelayanan prima;

2. jenis-jenis pelayanan;

3. teknik aplikasi pelayanan prima.

F. Manfaat

Berbekal hasil belajar pada modul Operasionalisasi Pelayanan Prima, peserta diharapkan mampu menerapkan konsep, prinsip pelayanan prima guna peningkatan kinerja instansinya.

BAB II

PENGERTIAN, PRINSIP DAN KONSEP

PELAYANAN PRIMA

A.

Pengertian

Meskipun titik berat dari muatan buku ini mengarah pada teknik operasionalisasi namun sidang pembaca tetap perlu meletakkan wawasan dan pengetahuannya pada kerangka pikir dan gambaran yang menyeluruh tentang Pelayanan Prima. Teknik operasionalisasi sebenarnya merupakan penjabaran praktis dari pengertian, prinsip, dan konsep tentang Pelayanan Prima. Pembahasan tentang Pelayanan Prima dalam buku ini menggunakan berbagai istilah dengan batasan pengertian yang selama ini sudah dipakai secara luas di kalangan pemerintahan. Istilah-istilah ini mencakup pelayanan, pelanggan, layanan, pelayanan publik, pelayanan prima, standar pelayanan, dan janji pelayanan. Kita semua diharapkan dapat menyepakati batasan pengertian ini, sehingga dapat mengurangi gejala-gejala salah pengertian ketika membicarakan Pelayanan Prima dengan siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan menjelaskan pengertian, prinsip dan konsep


(8)

1. Pelayanan

Kita semua tentu pernah dilayani. Misalnya di sebuah restoran kita dilayani untuk menikmati hidangan makan malam. Di SPBU kita dilayani untuk mendapatkan bahan bakar bagi kendaraan kita. Dengan menelpon 108 kita dapat mengetahui alamat sebuah rumah sakit. Di lobi stasiun Gambir kita merasa sangat mudah memilih rangkaian KA untuk jurusan Yogyakarta, karena jadwal perjalanan dan tarifnya disajikan secara mudah dan jelas.

Latihan.

Dapatkah anda menambahkan contoh-contoh kegiatan dilayani oleh teman sejawat sendiri?

Kita semua juga pernah melayani. Misalnya, suatu saat kita sibuk menyiapkan minuman untuk seorang sahabat yang sedang bertandang ke rumah. Bulan lalu kita sibuk menyiapkan laporan keuangan triwulan 1. Kita telah menghabiskan waktu hampir satu minggu untuk memeriksa kelengkapan surat-surat lamaran dari para calon pegawai baru. Kemarin kita sudah mengganti sepatu rem dari mobil dinas Pak Direktur.

Latihan

Dapatkah anda menambahkan contoh-contoh kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh unit anda?

Dari contoh-contoh di atas jelas terlihat bahwa pada setiap kegiatan pelayanan selalu terjadi tindakan atau upaya dari pihak yang melayani untuk memenuhi kebutuhan dari pihak yang dilayani. Dengan demikian, kita berani menyatakan:

Pelayanan adalah upaya untuk membantu menyiapkan, menyediakan, atau mengurus keperluan orang lain.

2. Layanan

Ketika berlangsung kegiatan pelayanan, ada “sesuatu” yang disampaikan, disajikan, atau dilakukan oleh pihak yang melayani kepada pihak yang dilayani. “Sesuatu” ini disebut layanan.

Layanan dapat berbentuk barang. Misalnya, di SPBU kita menerima layanan berupa bahan bakar. Di loket stasiun KA kita menerima tiket. Di kantor polisi kita menerima STNK atau SIM.

Selain berupa barang-barang yang nyata (tangible), layanan juga dapat berupa barang yang tak nyata (“intangible”), seperti informasi. Misalnya, dari Tourist Information Center kita menerima keterangan tentang museum yang ada di Jakarta. Dari seorang sekretaris kita dapat mengetahui kapan Pak Direktur dapat kita temui. Kita dapat memilih hidangan dan daftar menu yang disajikan oleh pelayan restoran.


(9)

Layanan juga dapat berupa jasa, yaitu apabila pihak yang melayani perlu menggunakan keahlian atau ketrampilan tertentu agar dapat mengurus keperluan dari pihak yang dilayani. Sebagai contoh, layanan-layanan yang diberikan oleh seorang teknisi, dosen, pengemudi, konsultan, pelawak, penyiar radio, jaringan telepon, dll.

Latihan

Jenis layanan apa saja yang dapat anda manfaatkan pada sebuah kantor pos? Barang nyata, tidak nyata atau jasa?

3. Pelanggan

Pihak-pihak yang dilayani di dalam kegiatan pelayanan

disebut pelanggan. Dalam pembahasan mengenai pelayanan

prima pelanggan selalu merupakan topik utama. Hampir semua dimensi dalam pengembangan pelayanan selalu dipicu oleh kebutuhan pelanggan, dan ditujukan demi mewujudkan kepuasan pelanggan.

Agar kita dapat memberikan pelayanan yang sungguh memuaskan, maka langkah pertama tentunya adalah mengenal karakteristik pelanggan. Kecerdikan dan ketepatan

dalam mengenal karakteristik pelanggan merupakan

prasyarat agar dapat menyusun sebuah sistem pelayanan yang bermutu tinggi. Kekeliruan dan kenaifan dalam mengenal karakterisitik pelanggan pasti akan berakhir dengan sebuah sistem pelayanan yang bermutu rendah.

Berbagai teknik telah dikembangkan untuk mengenal pelanggan. Salah satu teknik yang dapat memberikan hasil cukup memadai adalah teknik penggolongan. Individu-individu pelanggan dari golongan tertentu dianggap memiliki beberapa kesamaan, sehingga akan lebih mudah bagi kita untuk mempersiapkan sistem pelayanan yang sekiranya dapat memuaskan mereka. Biasanya, kesamaan mereka erat berkaitan dengan kebutuhan, harapan, pola nalar, ukuran kepuasan, dan perilaku.

Menurut status keterlibatannya dengan lembaga yang melayani dapat dibedakan adanya 2 golongan pelanggan:

a. Pelanggan eksternal: semua pelanggan yang berasal dari

luar organisasi kita, bukan warga organisasi kita.

Latihan:

Dapatkah anda menyebutkan pelanggan-pelanggan eksternal dari organisasi sendiri?

b. Pelanggan internal: yaitu para karyawan atau unit-unit

lain di dalam organisasi kita yang memperoleh pelayanan dari unit kita.


(10)

Latihan:

Dapatkah anda menyebutkan pelanggan-pelanggan internal dan unit anda sendiri?

Selain klasifikasi seperti di atas, pelanggan juga dapat digolongkan menurut status keterlibatannya dalam transaksi pelayanan. Sebagai contoh, pelanggan bagi rumah sakit tentunya adalah para pasien yang datang berkunjung atau sedang dalam perawatannya. Tetapi perlu diingat bahwa para pasien ini memiliki keluarga yang mengantar atau menjenguknya. Suatu hal yang unik dalam pelayanan rumah sakit, para keluarga pasien ini sering memiliki kekuatan pengambilan keputusan yang lebih menentukan dari pada para pasien sendiri dalam

memanfaatkan pelayanan rumah sakit. Misalnya:

menentukan kelas perawatan, memilih dokter, memberi persetujuan terhadap tindakan-tindakan medis, membeli obat, dll. Sehingga banyak manajemen rumah sakit memperlakukan keluarga pasien sebagai pelanggan yang lebih penting dari pada pasiennya sendiri. Sebagai akibatnya, sistem pelayanan bagi keluarga pasien mengalami pengembangan yang lebih pesat. Dalam situasi semacam ini, kita perlu tegas membedakan pelanggan menurut penggolongan seperti berikut:

1) Pelanggan langsung: pelanggan yang secara langsung

menerima layanan dari organisasi kita.

2) Pelanggan tak langsung: pihak-pihak yang tidak

langsung menerima layanan langsung dari organisasi kita, tetapi ikut menerima dampak dari pelayanan kita, dan memiliki pengaruh yang menentukan terhadap kelangsungan hidup pelayanan oleh organisasi kita.

Latihan:

Apakah unit anda memiliki pelalanggan tak

langsung yang cukup berpengaruh? coba

diungkapkan!

4. Pelayanan Publik

Pelayanan oleh lembaga-lembaga pemerintah kepada masyarakat disebut dengan berbagai istilah, seperti pelayanan masyarakat, pelayanan umum, atau pelayanan publik. Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara No:63/Kep/M.PAN/7/2003 yang dimaksud

pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang di laksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hakekat dari pelayanan publik adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat ( LAN RI ; 2004 ).


(11)

Pelayanan publik memiliki ciri-ciri yang sama dengan pelayanan oleh dunia usaha antara lain:

• Berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan merebut

kepercayaannya;

• Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas

kelangsungan hidup organisasi.

Selain memiliki kesamaan, pelayanan publik memiliki

ciri-ciri khusus yang membedakannya dari pelayanan oleh swasta, yaitu:

a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Sebagai contoh: perijinan, sertifikat, jaringan komunikasi, informasi, peraturan, keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi, infrastruktur, kredit lapangan kerja, santunan, dll.

b. Selalu terkait dengan pelayanan lain, dan membentuk sebuah jalinan sebuah sistem pelayanan yang berskala regional, atau bahkan nasional. Pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan-pelayanan mikrolet, bajaj, taksi, dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta. Peta semacam ini menuntut manajer pelayanan untuk mampu berpikir dan bertindak koordinatif menurut kaidah-kaidah kesisteman dalam mengelola sistem pelayanannya.

Latihan:

Bagaimanakah dengan pelayanan di lembaga anda? Terkait dengan sistem pelayanan apa? Berapa besar skalanya?

c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dan tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun peta situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal. Sebagai contoh: pelayanan rumah sakit sering terganggu karena adanya hubungan yang birokratis dengan PT. Asuransi Kesehatan. Inilah tantangan nyata bagi para manajer pelayanan di kalangan lembaga-lembaga pemerintah, menemukan keseimbangan yang optimum antara pelanggan eksternal dan internal.

Latihan:

Bagaimana dengan situasi pelayanan oleh lembaga anda? Adakah unit-unit lain yang menghambat pelayanan anda?


(12)

d. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, semakin percaya masyarakat kepada pemerintah, dan akan semakin tinggi peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan. Hal ini akan menyebabkan kontribusi dana dan tenaga dari masyarakat menjadi semakin besar, dan daya ungkit pelayanan terhadap perbaikan taraf hidup masyarakat akan semakin nyata.

Latihan:

Dapatkah anda menemukan contoh konstribusi masyarakat dalam meningkatkan pelayanan oleh pemerintah?

e. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai

pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh pada

upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan), tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.

f. Tujuan akhir adalah menciptakan tatanan kehidupan

masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya sendiri.

Latihan:

Bagaimana komentar anda tentang Jaring

Pengamanan Sosial? Bagaimana dengan dana kompensasi sebagai hasil pengurangan subsidi BBM?

5. Pelayanan Prima

Kata prima memiliki arti harfiah yang terbaik”. Pelayanan prima diartikan sebagai pelayanan yang terbaik, yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Ukuran

terbaik ini sangat relative, dan biasanya dikaitkan dengan

Standar Pelayanan Prima (SPP). Sebagai patokan,

pelayanan prima dibedakan atas 3 tingkatan:

a. Pelayanan yang dianggap Terbaik oleh lembaga-lembaga pemerintah yang belum memiliki SPP. Lembaga semacam ini memiliki kewajiban untuk segera menyusun SPP.

b. Pelayanan yang sesuai dengan SPP, bagi lembaga

pemerintah yang sudah memiliki SPP.

c. Pelayanan terobosan yang mampu melebihi persyaratan SPP, bagi lembaga pemerintah yang selama ini tingkat pelayanannya sudah secara rutin dapat memenuhi SPP mereka. Lembaga semacam ini wajib memperbaharui SPP untuk menampung upaya terobosan-terobosan yang sudah mulai dilakukan.


(13)

Batasan pengertian di atas adalah sisi kacamata pemerintah sebagai penyedia layanan publik. Namun masyarakat memiliki ukurannya sendiri. Sebuah pelayanan dikatakan terbaik apabila paling tidak dapat memenuhi rasa kepuasan mereka. Kepuasan tercapai jika layanan yang nyata-nyata mereka terima dapat melebihi apa yang mereka harapkan. Kedua ukuran ini dapat saling memberikan negasi. Sebuah pelayanan yang sudah dinyatakan terbaik oleh pemerintah dapat saja tetap tidak memuaskan pelanggan, karena pemerintah tidak mengenal harapan masyarakatnya. Sebagai contoh: pembatasan konsumsi BBM oleh pemerintah, atau pajak ekspor CPO. Atau sebaliknya, sebuah pelayanan sudah dapat memenuhi harapan pelanggan tetapi sebenarnya pemerintah masih dapat berbuat yang lebih baik lagi karena memiliki pengetahuan, teknologi, dan sarana yang lebih canggih. Sebagai contoh: program Pemberian Makanan Tambahan bagi siswa SD. Dengan demikian, kedua macam

ukuran tersebut harus dapat dipadukan: pelayanan prima

diartikan sebagai pelayanan terbaik oleh pemerintah dan dapat memuaskan harapan masyarakat.

6. Janji Pelayanan

Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada para pelanggannya, beberapa organisasi berani menyatakan janji pelayanan. Janji ini berupa sebuah pernyataan yang eksplisit mengenai spesifikasi layanan yang pasti diperoleh oleh para pelanggannya, dan janji mengenai apa yang akan dilakukan

organisasi jika spesifikasi tersebut ternyata tidak dapat dipenuhi. Sebagai contoh: untuk setiap menit keterlambatan pesawat, uang anda akan kami kembalikan sebesar seribu rupiah.

Latihan:

Apakah anda pernah menerima janji-janji pelayanan? Dapatkah terpenuhi?

7. Standar Pelayanan

Standar pelayanan berbentuk suatu dokumentasi berisi rincian teknis dari sebuah pelayanan. Rincian yang biasanya tercantum dalam dokumen ini mencakup pernyataan visi dan misi pelayanan, prosedur pelayanan, dana alur pelangan, ketentuan tarif, prasyarat pelayanan, klasifikasi pelanggan, jenis layanan, jaminan mutu dan janji pelayanan.

Manfaat standar pelayanan ada dua. Pertama, merupakan jaminan mutu bagi para pelanggan. Dari standar pelayanan ini pelanggan dapat mengetahui apa saja yang dapat diharapkan dari sebuah pelayanan. Pelanggan setiap kali dapat menggugat lembaga pelayanan jika ternyata apa yang mereka peroleh kurang dari yang dicantumkan dalam standar pelayanan. Kedua, merupakan ukuran baku mutu yang harus ditampilkan oleh para petugas pelayanan.


(14)

8. Mutu Pelayanan

Kata mutu mengacu pada tingkatan baik tidaknya, atau berharga tidaknya sesuatu. Oleh karena itu, kata mutu

pelayanan mengacu pada tingkatan baik tidaknya sebuah

pelayanan. Namun ukuran bagi baik tidaknya sebuah pelayanan tidak mudah untuk disepakati, karena setiap jenis

pelayanan memiliki ciri-ciri khas masing-masing,

berkembang untuk memenuhi kebutuhan yang khusus, dan digunakan dalam lingkungan pelayanan yang saling berbeda. Sampai saat ini telah ditawarkan berbagai ukuran bagi mutu pelayanan, dengan titik pusat penilaian yang saling berbeda, dan cara pengukuran yang beraneka ragam pula. Namun demikian, terdapat beberapa kesamaan ukuran mutu pelayanan yang sering dijumpai di berbagai bidang kajian, yaitu:

1) Proses pelayanan dilaksanakan sesuai prosedur

pelayanan yang standar.

2) Petugas pelayanan memiliki kompetensi yang perlukan.

3) Pelaksanaan pelayanan didukung teknologi, sarana, dan prasarana yang memadai.

4) Pelayanan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak

bertentangan dengan kode etik.

5) Pelaksanaan layanan dapat memuaskan pelanggan.

6) Pelaksaan pelayanan dapat memuaskan petugas

pelayanan.

7) Pelaksanaan pelayanan mendatangkan keuntungan bagi

lembaga penyedia pelayanan.

Latihan:

Bagaimana dengan mutu pelayanan anda? berapa macam ukuran yang biasanya anda gunakan?

B.

Prinsip Pelayanan Prima

Bentuk-bentuk pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat berjumlah ribuan dan secara teknis berbeda satu sama lainnya. Dari sekian ribu ini yang sudah dapat dinilai sebagai pelayanan prima masih belum banyak. Sebuah pelayanan dinilai sebagai pelayanan prima jika desain dan prosedurnya mematuhi beberapa prinsip, yaitu mengutamakan pelanggan, merupakan sistem yang efektif, melayani dengan hati nurani, melakukan perbaikan yang berkelanjutan, dan memberdayakan pelanggan.

1. Mengutamakan Pelanggan

Pelanggan pada dasarnya adalah pemilik dari pelayanan kita. Tanpa pelanggan tidak akan pernah ada pelayanan. Mereka memiliki kekuatan untuk menghentikan atau terus menghidupkan pelayanan kita. Mengutamakan pelanggan secara praktis diartikan sebagai berikut:


(15)

a. Prosedur pelayanan harus disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan untuk memperlancar pekerjaan kita sendiri. Mengapa orang harus melewati beberapa loket untuk mendapatkan SIM? mengapa harus ada loket yang terpisah-pisah untuk pendaftaran pasien, kasir, laboratorium, apotek, dan kamar periksa dokter? Hal-hal semacam ini terjadi mungkin karena kita memang masih belum cakap dalam menggalang koordinasi dan integrasi dengan teman-teman sekerja, dan pelanggan yang ternyata harus menanggung akibatnya.

b. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan eksternal dan pelanggan internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk keduanya. Pelayanan bagi pelanggan eksternal harus lebih diutamakan dari pada untuk pelanggan internal.

c. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak

langsung, selain pelanggan langsung, maka harus dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk

keduanya. Pelayanan bagi pelanggan tak langsung perlu

lebih diutamakan dari pada untuk pelanggan langsung.

Latihan:

Bagaimana dengan pelayanan oleh unit anda sendiri? Sudah mengutamakan pelanggan?

2. Sistem yang Efektif

Sebuah proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah sistem

yang nyata (“hard system”), yaitu tatanan yang memadukan

hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi kita. Perpaduan ini harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan lancar di mata para pelanggan. Jika perpaduan ini sungguh baik, pelanggan bahkan tidak pernah merasakan bahwa mereka sebenarnya telah berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi desain pengembangannya, setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil kerja ini dapat mencapai batas maksimum.

Pelayanan juga harus dilihat sebagai sebuah sistem yang

halus (soft system) yaitu sebuah tatanan yang

mempertemukan manusia satu dengan yang lain. Pertemuan semacam ini tentu melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, penilaian, sikap, dan perilaku. Agar kita berhasil merebut hati pelanggan,

maka proses pelayanan sebagai ”soft system” ini harus

berjalan efektif, artinya mengungkit munculnya

kebanggaan pada diri petugas dan membentuk citra positif dimata pelanggan.

Sebagai ”soft system”, desain pelayanan memiliki kekuatan

sistemik untuk ”membentuk” pola perilaku baik pada petugas

pelayanan, maupun pada pelanggan. Jika ternyata muncul perilaku-perilaku yang kurang menguntungkan selama


(16)

berlangsung proses pelayanan, baik itu pihak petugas maupun di pihak pelanggan, sebaiknya dikoreksi lewat perbaikan desain sistemnya terlebih dahulu. Jangan terburu-buru menyalahkan manusia, kemungkinan besar yang salah adalah justru tatanannya. Orang cenderung menunjukkan pola perilaku yang sama jika berada pada satu tatanan yang sama.

3. Melayani Dengan Hati Nurani

Sebaik apapun desain dan prosedur sebuah pelayanan, akhirnya tetap para petugas pelayanan yang harus berhadapan muka secara langsung dengan para pelanggan. Saat-saat terjadinya transaksi antar manusia seperti ini sangat berharga. Penilaian pelanggan terhadap mutu sebuah layanan sebagian besar terjadi ketika mereka bertemu muka langsung dengan petugas pelayan. Meskipun sarana dan prasarana pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh para pelanggan, namun ukuran utama penilaian tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh para petugas. Sikap dan perilaku yang baik oleh petugas sering dapat menutupi kekurangan dalam hal sarana dan prasarana. Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang utama adalah keaslian sikap dan perilaku sesuai dengan hati nurani kita. Perilaku yang dibuat-buat, atau berlebihan sangat mudah dikenali oleh pelanggan dan justru dapat memperburuk penilaian mereka. Keaslian perilaku hanya bisa muncul pada pribadi yang sudah matang, pribadi yang sudah menghayati bahwa

kebahagiaan hidup hanya dapat diperoleh melalui

pengabdian dan pelayanan. Sebagai “soft system” jika

dirancang dengan baik proses pelayanan dapat menjadi wahana belajar yang sangat efektif untuk mempercepat kematangan pribadi.

Latihan:

Bagaimana dengan pelayanan oleh unit anda sendiri? Dapat memacu kematangan pribadi para petugas pelaksana?

4. Perbaikan Berkelanjutan

Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan kita. Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi dan kebutuhannya semakin meluas serta beragam. Kita lihat dunia perbankan. Dahulu kita cukup dilayani oleh karyawati sebagai teller. Kemudian bank memperkenalkan kartu ATM. Segera tuntutan kita meningkat, mengapa hanya bisa untuk menarik uang kontan? Mengapa tidak dapat digunakan untuk setor? Bukankah lebih praktis lagi jika juga dapat digunakan sebagai kartu debet langsung ketika belanja, dari pada harus menarik uang kontan dahulu? Bukankah akan lebih bermanfaat jika dapat juga digunakan untuk membayar tagihan listrik?


(17)

Fenomena aksi-reaksi antara mutu layanan dan tuntutan pelanggan semacam ini akan terus bergulir, semakin lama semakin cepat. Fenomena ini telah memacu kita untuk mampu terus menerus meningkatkan mutu pelayanan. Jika ada pejabat Negara yang sudah tidak mau lagi memperbaharui desain pelayanannya berarti sudah tidak mengenal lagi pertumbuhan masyarakat yang dilayaninya.

Latihan:

Kapan terakhir kali pelayanan pada organisasi anda diperbarui disainnya?

5. Memberdayakan pelanggan

Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari. Sebagai contoh, kredit usaha tani menolong petani untuk dapat terus memperoleh penghidupan dari kegiatan bertani, pembangunan jalan untuk membuka isolasi daerah terpencil, dll.

Di sisi lain, cukup banyak layanan pemerintah yang sulit untuk dipahami apakah memang untuk memberdayakan masyarakat hanya untuk memberi pekerjaan kepada para karyawan, atau untuk hal-hal lain yang justru mengorbankan kepentingan orang banyak. Sebagai contoh Kartu Keluarga,

Hansip, SDSB, Ijin Mendirikan Bangunan, monopoli perniagaan, dll.

Latihan:

Apakah pelayanan oleh organisasi anda dapat sungguh-sungguh memberdayakan pelanggan?

C.

Konsep Pelayanan Prima

Sebagai salah satu bidang kajian dalam administrasi publik pelayanan prima tidak tumbuh sendirian, tetapi mengalami pengayaan silang dari berbagai kajian lainnya. Berikut ini disajikan berbagai konsep yang telah mewarnai perkembangan dan ikut serta membentuk sosok pelayanan prima seperti yang kita lihat saat ini.

1. Falsafah Pelayanan

Pengembangan teknik-teknik pengenalan terhadap

pelanggan berangkat dari kenyataan bahwa sering kali para pelanggan sendiri mengalami kesulitan untuk menyatakan kebutuhan-kebutuhannya. Ketika ditawari dengan sebuah pelayanan baru, biasanya mereka mulai dengan mencoba-coba dahulu, jika kemudian terbukti adanya nilai tambah bagi harkat hidupnya sebagai manusia mereka bilang itulah pelayanan yang selama ini mereka harapkan, dan terciptalah suatu kebutuhan. Oleh karena itu, pengembangan sistem pelayanan perlu dimulai dengan inisiatif, kreativitas dan


(18)

tanggung jawab untuk menciptakan dinamika kehidupan yang lebih baik lagi bagi para pelanggan. Pelayanan prima harus mencerminkan falsafah prokreasi ini.

2. Gerakan Regom

Sejak tahun 1980, terjadi gerakan besar-besaran untuk menata ulang kiprah lembaga-lembaga pemerintahan

dibanyak Negara. Gerakan ini dikenal dengan “Reinventing

The Government (Regom)”. Gerakan yang dipelopori oleh

kelompok Negara Persemakmuran ini telah terbukti sangat efektif untuk meningkatkan kinerja lembaga pemerintah. Pemerintah RI juga tidak mau ketinggalan. Gerakan ini sudah ditawarkan secara luas, dan disambut baik oleh beberapa pemerintah daerah provinsi dan kota/kabupaten. Pada intinya, gerakan Regom mengajak lembaga pemerintah untuk tumbuh dan berkembang dengan menunjukkan ciri-ciri:

a. Katalitik: mengarahkan untuk menumbuhkan pelayanan masyarakat yang mandiri. Pemerintah tidak perlu

melakukan sendiri semua jenis pelayanan bagi

masyarakat.

b. Menjadi milik masyarakat: menjadikan pelayanannya

sebagai perangkat dinamika masyarakat dalam

mewujudkan kesejahteraan umum. Pemerintah tidak boleh hanya sekedar melayani kebutuhan masyarakat.

c. Kompetitif: menyajikan pelayanan dengan mutu yang terbaik, dan biaya yang terjangkau oleh masyarakat secara luas.

d. Mengemban misi: aparatur pemerintah tidak boleh hanya sekedar menyelesaikan tugas pekerjaan. Mereka harus menyadari bahwa kekaryaannya mengemban misi suci untuk memberdayakan masyarakat.

e. Mengutamakan hasil akhir: investasi pemerintah harus selektif, hanya khusus bagi kegiatan yang sungguh memiliki daya ungkit tinggi terhadap kemajuan masyarakat.

f. Mengutamakan pelanggan: berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas.

g. Mendapat keuntungan: berusaha untuk mampu

mendapatkan laba dari kegiatan pelayanannya.

Pemerintah bukan hanya bisa membelanjakan dana dari masyarakat.

h. Melihat ke depan: berusaha untuk mencegah timbulnya masalah-masalah sosial, bukan lagi hanya melakukan upaya pemulihan setelah terjadi masalah dalam masyarakat.


(19)

i. Desentralisasi: menghapus hirarki dalam pelayanan, dan menggalang partisipasi masyarakat dalam semua kegiatan pelayanan umum.

j. Menciptakan pasar: menumbuhkan wirausaha dan wiraswasta dikalangan masyarakat luas.

Pelayanan publik yang sudah mampu menerapkan Regom

(meskipun baru satu atau dua ciri saja) terbukti mendapat sambutan yang sangat baik oleh masyarakat yang dilayaninya. Sebagai contoh: penghapusan monopoli dalam perniagaan berbagai komoditi, peningkatan kebebasan berpendapat, penerbitan ijin siaran bagi beberapa stasiun TV baru, otonomi daerah, desentralisasi, dll.

Gerakan Regom telah memberikan warna yang sangat kuat dalam arah perkembangan pelayanan prima. Paling tidak, gerakan ini memicu lahirnya berbagai jenis layanan baru,

seperti peraturan perundangan yang semakin

memberdayakan masyarakat dalam mengurus persoalannya sendiri. Jenis-jenis layanan lainnya juga banyak yang mengalami penataan ulang secara teknis, atau mengalami pembaharuan filosofi. Sebagai contoh: tata niaga kayu, tata cara pengelolaan sumber pendapatan negara, dll.

3. Akuntabilitas Publik

Sejak dimulainya Gerakan Reformasi Nasional pada tahun 1998, pemerintah mengalami banyak tekanan untuk segera

berbenah diri, khususnya dibidang ekonomi, politik, dan administrasi pemerintah. Sosok pengelolaan pemerintah yang kita lihat saat ini adalah suatu fase transisi, menuju bentuknya yang lebih akuntabel.

Pemerintah dinilai akuntabel apabila sanggup memberikan pelayanan publik yang bersifat terbuka, dan bertanggung jawab. Pelayanan publik yang bersifat terbuka paling tidak harus dapat menunjukkan ciri-ciri:

a. Penyelenggaraannya tidak dimonopoli oleh pemerintah

sendiri, melainkan mengundang peran serta masyarakat melalui penyertaan modal, privatisasi, kontrak kerja, dan lain-lain cara semacamnya.

b. Pemanfaatannya oleh masyarakat ditawarkan melalui

mekanisme pasar.

c. Keputusan politik yang melandasi lahirnya setiap bentuk

pelayanan diambil berdasarkan hasil konsensus bersama

masyarakat.

d. Membuka pintu pengawasan oleh masyarakat

khususnya mengenai penggunaan sumber daya dan tingkat kinerjanya.

Sebuah pelayanan publik dinilai bertanggung jawab apabila dilandasi dengan tata nilai yang jelas-jelas membela


(20)

kepentingan masyarakat luas. Untuk keperluan penilaian ini proses pengembangan setiap bentuk palayanan harus diawali dengan perumusan visi dan misi yang tepat. Sebuah pelayanan tidak akan pernah menjadi pelayanan prima jika tidak akuntabel, yaitu terbuka dan bertanggung jawab.

4. Gerakan Mutu

Gerakan perbaikan mutu manajemen (terkenal dengan

pendekatan Total Quality ManajemenTQM) merupakan

terobosan besar dalam perkembangan ilmu manajemen diakhir abad 20. Gerakan ini telah terbukti efektif diseluruh dunia dalam meningkatkan mutu manajemen organisasi,

termasuk tentunya mutu pelayanan. Teknik-teknik TQM

banyak digunakan dalam operasionalisasi pelayanan prima.

TQM telah berhasil mengenalkan kepada kita budaya mutu,

yaitu perbaikan terus-menerus terhadap mutu manusia, proses, barang, dan lingkungan organisasi.

Khusus untuk manajemen pelayanan, tersedia varian dari

TQM yang disebut dengan Total Quality Service” (TQS).

Varian ini mengenalkan kita kepada budaya pelayanan,

yang bertitik tolak pada norma-norma:

a. Fokus kepada pelanggan: mengenal pelanggan, mengetahui kebutuhannya, mengembangkan proses pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

b. Melibatkan semua orang: mutu pelayanan adalah tanggung jawab semua warga organisasi. Pemimpin harus mendorong dan mendukung perbaikan oleh siapa saja. Warga organisasi perlu diberi kemerdekaan untuk memperbaiki mutu pelayanan, kapan saja.

c. Memenuhi standar: menyusun standar pelayanan,

mengukur penyimpangan, dan memperbaiki

kekurangan.

d. Perbaikan berkesinambungan: mempercepat siklus pekerjaan, menerima umpan balik, dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan pelanggan.

Metodologi TQS (dan TQM yang bersifat lebih generik),

sangat populer diseluruh dunia karena terbukti berhasil mengangkat mutu pelayanan. Satu hal yang paling dihargai dari metodologi ini adalah kemampuannya untuk mengungkit pengembangan sumber daya manusia. Bentuk-bentuk pelayanan prima yang tergolong kelas dunia sebagian besar

dikembangkan dengan metodologi TQM.

5. Karakteristik Pelayanan Umum

Keputusan MENPAN No. 63 tahun 2003 memuat pedoman dasar bagi tata laksana pelayanan publik oleh lembaga pemerintah kepada masyarakat. Semua pelayanan publik diharapkan dapat memenuhi aspek-aspek sebagai berikut:


(21)

Kesederhanaan: pelayanan publik harus mudah, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.

Kejelasan: dalam hal prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, unit dan pejabat yang bertanggung jawab, hak dan kewajiban petugas maupun pelanggan, dan pejabat yang menangani keluhan.

Kepastian Waktu: yaitu bahwa pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Akurasi: bahwa produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

Keamanan: bahwa proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

Tanggung Jawab: bahwa pimpinan penyelenggara

pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk dapat dan harus bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik.

Kelengkapan sarana dan prasarana: yaitu ketersediaan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai, termasuk pula penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.

Kemudahan Akses: dalam hal ini tempat dan lokasi serta sarana pelayanan harus memadai, mudah dijangkau oleh

masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

komunikasi dan informatika.

Kedisiplinan: kesopanan dan keramahan dimana pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

Kenyamanan: lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, rapi, bersih, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan lainnya seperti toilet, tempat parkir, tempat ibadah, dan lain-lain.

Pelayanan yang kita kembangkan secara berkala harus diaudit agar kandungan sepuluh unsur ini dapat terukur. Hasil audit kemudian disampaikan secara terbuka kepada masyarakat sebagai salah satu bukti akuntabilitas dari pelayanan kita.

6. Wawasan Kesisteman

Pada tahun 1990an dunia manajemen mendapat suntikan darah baru berupa munculnya perangkat pikir yang dikenal dengan

Wawasan Kesisteman (System Thinking). Perangkat ini

sangat bermanfaat untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen yang sangat rumit. Persoalan yang seolah-olah tampak seperti lingkaran setan tanpa ujung pangkal, persoalan-persoalan yang saling terkait, namun memiliki hubungan sebab-akibat yang terpisah jauh oleh ruang dan waktu.

Wawasan kesisteman telah memacu munculnya pemikiran tentang bentuk organisasi yang sekiranya cocok untuk

menghadapi tantangan masa depan, yaitu organisasi yang

cakap belajar (learning organization). Organisasi semacam ini diyakini mampu terus tumbuh dan berkembang


(22)

ditengah-tangah suasana yang cepat berubah, dan penuh ketidakpastian.

Dibidang pelayanan publik, wawasan kesisteman ini sangat bermanfaat, khususnya untuk memahami dampak pelayanan terhadap kesejahteraan rakyat. Banyak layanan publik yang jika dilihat sekilas tampak tidak langsung berhubungan dengan kesejahteraan umum. Namun ternyata jika dikaji dengan wawasan kesisteman akan terlihat kontribusinya yang sangat besar. Sebaliknya, lebih banyak lagi pelayanan publik yang sudah menghabiskan investasi besar-besaran, tetapi sebenarnya kurang dapat mengungkit kemakmuran umum jika disimak dengan wawasan kesisteman.

Manfaat lain adalah memudahkan kita untuk menemukan pemecahan masalah pelayanan dengan pendekatan yang tidak konvensional, melainkan dengan lebih inovatif, kreatif dan lebih mendasar.

D.

Rangkuman

1. Pelayanan adalah upaya untuk membantu menyiapkan,

menyediakan, atau mengurusi keperluan orang lain. Pihak yang dilayani disebut pelanggan. Pihak yang melayani menyampaikan layanan kepada pelanggannya. Bentuk layanan dapat berupa barang nyata, barang tak nyata, atau jasa.

Pelayanan publik adalah pelayanan terbaik yang dapat diberikan pemerintah, dan sesuai dengan harapan masyarakat. Sedangkan pelayanan prima adalah pelayanan publik yang sesuai, atau bahkan dapat melampaui standar pelayanan. Standar pelayanan adalah dokumentasi yang memuat semua rincian teknis dari sebuah pelayanan. Standar ini memuat antara lain janji pelayanan, yaitu spesifikasi layanan yang pasti akan didapatkan oleh pelanggan.

Mutu pelayanan memiliki ukuran mutu yang sangat beragam, namun terdapat paling tidak 7 macam ukuran yang sering digunakan secara luas.

2. Pelayanan yang bermutu tinggi mampu mencerminkan

prinsip-prinsip pelayanan prima.

Prinsip pertama adalah mengutamakan pelanggan. Prinsip

ini dicerminkan dengan penyusunan prosedur pelayanan yang lebih mengutamakan kemudahan dan kenyamanan pelanggan dari pada kemudahan petugas pelayanan dalam melakukan pekerjaannya. Pelanggan eksternal lebih diutamakan dari pada pelanggan internal. Pelanggan tak langsung lebih diutamakan dari pada pelanggan langsung.

Prinsip kedua adalah sistem yang efektif. Pelaksanaan

pelayanan yang prima selalu tampak tertib dan lancar, membangkitkan rasa bangga pada diri petugas pelayanan dan memupuk citra positif di mata pelanggan.


(23)

Prinsip ketiga adalah melayani dengan hati nurani. Para petugas pelayanan menunjukkan perilaku pelayanan yang tulus dan orisinil, tidak dibuat-buat, tidak berlebihan.

Prinsip keempat adalah perbaikan berkelanjutan. Desain

dan prosedur pelayanan terus diperbaharaui secara berkala untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan pelanggan yang semakin tinggi dan meluas.

Prinsip kelima adalah memberdayakan pelanggan.

Pelayanan harus dapat menjadi tambahan sumber daya atau

tambahan perangkat bagi para pelanggan dalam

menyelesaikan persoalan hidup mereka sehari-hari.

3. Pelayanan prima di Indonesia tumbuh dan berkembang

dengan mengalami pengayaan konsepsional dari berbagai bidang kajian. Filsafat prokreasi telah meletakkan landasan perkembangan pelayanan publik menjadi sebuah wahana untuk secara bertanggung jawab menciptakan peta-peta kehidupan masyarakat yang lebih baik di masa datang.

Gerakan “Reinventing The Government”merupakan salah

satu tonggak kemajuan ilmu administrasi publik diakhir abad 20. Gerakan ini telah mengubah paradigma manajemen pelayanan publik agar menjadi lebih efisien dan produktif. Peningkatan kesadaran berdemokrasi dikalangan masyarakat telah mendesak pemerintah untuk mampu menunjukkan akuntabilitas publik, antara lain dengan menyajikan pelayanan yang terbuka dan bertanggungjawab. Gerakan manajemen mutu merupakan lompatan kemajuan ilmu manajemen di akhir abad 20. Gerakan ini telah

berhasil menyediakan metodologi yang handal untuk meningkatkan mutu pelayanan, yaitu TQS (Total Quality Service).

Pihak Pemerintah telah merumuskan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanannya kepada masyarakat Kep MENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 memuat pedoman bagi tatalaksana pelayanan publik. Wawasan kesisteman merupakan gerakan baru dalam ilmu manajemen. Gerakan ini telah menawarkan metodologi berpikir yang handal untuk mencari pemecahan masalah yang lebih mendasar di bidang pelayanan publik.


(24)

BAB III

JENIS-JENIS PELAYANAN

Jenis-jenis pelayanan yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat sangat beragam, mulai dari yang sangat sederhana seperti retribusi pedagang kaki lima, sampai yang sangat rumit seperti rancangan perubahan konstitusi. Mulai dari yang nyaris tanpa teknologi seperti parkir dipasar tradisional, sampai yang bermuatan teknologi canggih seperti komunikasi lewat satelit dan produksi pesawat udara.

Untuk memudahkan upaya kita mempelajari ciri karakteristik pelayanan prima, keragaman itu dapat disederhanakan menjadi beberapa pola penggolongan pelayanan. Pola penggolongan yang disajikan berikut ini adalah menurut klasifikasi pelanggan, berdasarkan tahapan dalam proses pelayanan, dan menurut prioritas pengembangannya.

A.

Menurut Klasifikasi Pelanggan

Untuk organisasi yang memiliki pelanggan eksternal dan internal, maka sebaiknya jenis-jenis pelayanannya dibedakan menjadi:

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis pelayanan.

1. Pelayanan eksternal: kegiatan pelayanan bagi pelanggan

eksternal, yaitu pihak-pihak diluar organisasi kita.

2. Pelayanan internal: kegiatan pelayanan bagi pelanggan

internal, yaitu teman-teman sesama karyawan.

Jika kedua golongan pelanggan ini memerlukan jenis layanan yang sama maka sebaiknya disediakan pelayanan yang terpisah, karena pelanggan internal cenderung menuntut untuk lebih diistimewakan. Tindakan untuk mengistimewakan pelanggan internal merupakan tindakan yang paling tidak disukai oleh pelanggan eksternal. Padahal justru pelanggan eksternal ini yang harus kita utamakan karena daya beli mereka sangat menentukan kelangsungan hidup organisasi. Sebagai contoh poliklinik gigi disebuah rumah sakit dapat melayani pasien dari luar, maupun para karyawan. Sebaiknya kedua kelompok ini tidak dilayani pada waktu yang sama atau di lokasi yang sama.

B.

Berdasarkan Tahapan Pelayanan

Jika kita memperhatikan lebih cermat, proses pelayanan bukan hanya meliputi kegiatan-kegiatan pada saat pelanggan bertatap muka secara langsung dengan petugas pelayanan. Melainkan juga meliputi kegiatan-kegiatan sebelum dan sesudahnya. Sebuah pelayanan tidak akan menjadi prima jika tidak secara tuntas mencakup semuanya. Pelayanan prima adalah pelayanan paripurna. Sebelum petugas bertatap muka langsung dengan pelanggan mereka sudah harus mempersiapkan banyak hal, seperti menata ruang, menyiapkan bahan atau peralatan, menyiapkan arsip pelanggan dan lain semacamnya. Sesudah


(25)

selesai bertatap muka dengan pelanggan, petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan, menyusun laporan, menyimpan arsip, mengganti peralatan dan lain semacamnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan petugas pada ketiga tahapan proses pelayanan ini berbeda satu dengan yang lain, oleh karenanya kita memiliki 3 jenis pelayanan menurut tahapan proses pelayanannya:

1. Pelayanan pra-transaksi: kegiatan-kegiatan pelayanan yang

dilakukan sebelum bertatap muka langsung dengan pelanggan. Kegiatan ini ditujukan untuk mengurusi keperluan pelanggan sebelum mereka bertatap muka langsung dengan petugas pelayanan. Sebagai contoh: menyiapkan berkas-berkas administrasi, memberi informasi tata cara pelayanan, membantu menemukan lokasi pelayanan, menyiapkan data dan arsip tentang pelanggan, melayani penukaran uang dll.

2. Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat bertatap muka langsung dengan pelanggan. Kegiatan ini diharapkan dapat berlangsung secara mudah, cepat, lancar, tertib dan nyaman. Khususnya jika sudah didukung oleh pelayanan pra-transaksi.

3. Pelayanan pasca transaksi: kegiatan pelayanan sesudah

selesai bertatap muka langsung dengan pelanggan. Kegiatan ini ditujukan untuk membantu pelanggan agar dapat memanfaatkan hasil-hasil pelayanan secara maksimum. Sebagai contoh: pemantauan efek samping penggunaan obat,

pemantauan kiriman barang, pengurusan jenasah yang meninggal di rumah sakit, rekomendasi dan referensi kepada pihak ketiga, dll.

Ketiga jenis pelayanan ini memiliki peran yang sama pentingnya dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan kita. Sebagai contoh: seorang wajib pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak untuk menyerahkan SPT tahunan. Citra keprimaan pelayanan pajak ini bukan hanya ditentukan saat bertemu muka dengan petugas pelayanan pajak saja, melainkan juga mulai sejak bagaimana mereka dilayani untuk parkir mobil, diterima resepsionis, dipersilahkan menunggu giliran, sampai pada penyampaian hasil validasi bahwa telah terjadi kelebihan atau kekurangan jumlah pembayarannya.

Latihan:

Bagaimana dengan pelayanan anda? Sudah paripurna?

C.

Menurut Prioritas Pengembangan

Kita semua memahami bahwa memuaskan pelanggan itu memang tidak mudah, dan untuk dapat merebut hati pelanggan kita perlu melakukan pengembangan dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja pengembangan ini tentu harus terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum. Pengembangan jenis-jenis pelayanan baru tanpa rencana akan berakhir dengan pemborosan


(26)

sumber daya. Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sebagai berikut:

1. Pelayanan utama: jenis-jenis pelayanan yang memiliki prioritas pengembangan tertinggi, yaitu yang langsung

berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi organisasi.

Sebagai contoh kita simak dunia perhotelan, jenis pelayanan utamanya adalah menyediakan kamar-kamar penginapan.

2. Pelayanan pendukung: jenis-jenis pelayanan yang memiliki

prioritas kedua yaitu yang sangat dibutuhkan para pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan pelayanan utama. Di dunia perhotelan pelayanan semacam ini meliputi antara lain: restoran, laundry, saluran telepon keluar hotel langsung dari kamar, dan hiburan dalam kamar. Pelayanan utama biasanya tidak dapat diselenggarakan tanpa adanya pelayanan pendukung ini.

3. Pelayanan tambahan: jenis-jenis pelayanan yang memiliki prioritas paling rendah, yaitu yang mungkin dibutuhkan para pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan pelayanan utama atau pelayanan pendukung. Kelompok ini meliputi antara lain: kolam renang, ruang konferensi, bar, ruang musik, toko obat, toko buku, toko cendera mata, agen perjalanan, mushola, ruang kebugaran dan lain-lain semacamnya. Tanpa adanya pelayanan tambahan ini pelayanan utama masih tetap dapat diselenggarakan, namun

adanya pelayanan tambahan akan semakin memberikan nilai tambah kepada para pelanggan.

D.

Rangkuman

Pelayanan dapat digolongkan menurut klasifikasi pelanggannya, yaitu eksternal atau internal. Pelayanan yang bermutu tinggi bukan saja mencakup pelayanan pada saat bertatap muka dengan pelanggan, tetapi juga kegiatan-kegiatan pelayanan bagi pelanggan sebelum dan sesudah tatap muka dengan petugas. Tidak semua jenis pelayanan perlu dikembangkan pada saat yang sama. Pengembangan dapat mulai dari pelayanan utama, kemudian pelayanan pendukung dan paling akhir adalah pelayanan tambahan.


(27)

BAB IV

TEKNIK APLIKASI PELAYANAN PRIMA

Pelayanan prima hanya akan berhenti sebagai angan-angan saja, jika tidak diterapkan secara nyata dalam penyelenggaraan sehari-hari pada setiap jenis pelayanan di lembaga kita masing-masing. Aplikasi pelayanan prima bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan

tingkat kesungguhan (komitmen), penguasaan, dan konsistensi

tindakan yang sangat tinggi.

Kita akan lebih banyak membahas segi penguasaan secara menyeluruh terhadap berbagai aspek operasional dari pelayanan publik. Dengan demikian, pembaca dapat memperoleh gambaran yang lebih kaya dan realistis mengenai problematika maupun dinamika pelayanan publik. Gambaran semacam ini niscaya akan membantu untuk menemukan teknik pengelolaan sebuah pelayanan, sehingga sungguh dapat mencerminkan tingkat keprimaan seperti yang direncanakan.

Selain segi penguasaan operasional, kita juga akan menerapkan beberapa metode dan alat yang dapat membantu meningkatkan konsistensi pola pikir mulai dari ide dasar sampai ke tingkat operasional, dan juga konsistensi pelayanan kita terhadap kebijakan di bidang-bidang manajerial lainnya.

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu memahami dan menjelaskan teknik aplikasi pelayanan prima.

Komitmen untuk sungguh-sungguh menyelenggarakan pelayanan prima tentu bersifat sangat pribadi. Hanya diri kita sendiri yang dapat mengetahui, menilai, mengukur, dan membangkitkannya. Namun demikian, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa komitmen selain memang merupakan prasyarat untuk keberhasilan pelayanan prima, tetapi sekaligus juga merupakan salah satu hasil utama dari

penyelenggaraan pelayanan yang prima. Setiap kali kita

melaksanakan pelayanan, akan diperoleh rasa kepuasan sampai pada kadar tertentu.

Kepuasan ini kemudian akan mendorong kita untuk lebih sungguh-sungguh menerapkan pelayanan itu sendiri. Jadi, seperti efek bola salju.

Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa upaya mewujudkan pelayanan prima sungguh memerlukan waktu dan perhatian. Karena organisasi kita, dan juga masyarakat yang kita layani selalu tumbuh dan berkembang secara dinamis, maka aplikasi pelayanan prima akan lebih tepat jika kita simak sebagai sebuah proses pembelajaran organisasi yang tak berkesudahan. Sebuah pencarian tanpa henti terhadap wujud nyata dari apa yang kita pahami sebagai ”prima” (yang terbaik).

Dilihat sebagai proses belajar, aplikasi pelayanan prima merupakan upaya perbaikan secara bertahap, dan berkelanjutan. Langkah-langkah perbaikannya perlu dilakukan dengan mengikuti siklus pengembangan pelayanan. Jika siklus ini diulang-ulang secara teratur dari waktu kewaktu, maka akan menghasilkan semacam alur spiral


(28)

dari sejarah perkembangan sebuah pelayanan, menuju bentuknya yang semakin hari menjadi semakin prima.

A.

Siklus Pengembangan Pelayanan

Aplikasi pelayanan prima tidak berarti harus selalu dimulai dengan menciptakan jenis pelayanan yang baru sama sekali. Justru ide dasarnya adalah bagaimana kita dapat meningkatkan pelayanan yang telah ada selama ini agar lebih dapat memberdayakan masyarakat. Dengan demikian, akuntabilitas lembaga kita akan menjadi lebih tinggi, dan niscaya meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Aplikasi pelayanan prima juga tidak berarti hanya

meningkatkan keprimaan pelayanan, tetapi merupakan proses pembaharuan pelayanan yang harus terus menerus dilakukan, agar dapat memenuhi tuntunan masyarakat yang terus meningkat. Untuk keperluan ini, kita dapat melangkah dengan mengikuti Siklus Pengembangan Pelayanan seperti berikut: 1. Pembaharuan desain: pada tahap ini kita perlu memahami,

memetakan, mengkaji ulang, dan memperbaharui nilai tambah yang sesungguhnya dapat diberikan oleh proses pelayanan kita bagi masyarakat pelanggan. Apakah nilai tambah yang diberikan sudah dapat mencerminkan keprimaan yang direncanakan? Pengkajian harus dilakukan secara rinci dan menyeluruh mulai dari awal sampai akhir proses pelayanan.

Tahap ini sangat strategis, karena memberi kita peluang besar untuk menciptakan desain pelayanan yang mampu mencerminkan prinsip-prinsip pelayanan prima, dan yang memiliki daya tampung bagi konsep-konsep terbaru dari berbagai bidang kajian.

2. Sosialisasi & koordinasi: setelah peta nilai tambah dapat diperbaharui, kemudian perlu disosialisasikan kepada para petugas pelaksana, dan pelanggan. Selain itu, peta ini juga perlu disampaikan kepada para pemasok agar mereka dapat sepenuhnya mendukung pelaksanaannya.

3. Penyusunan standar pelayanan: berdasarkan peta nilai tambah yang sudah dipahami oleh petugas pelaksana maupun pelanggan, dan juga sudah disepakati untuk didukung oleh pemasok, dapat mulai ditulis prosedur pelayanan dan jaminan mutu yang baku.

4. Persiapan penyelenggaraan: persiapan penerapan standar pelayanan meliputi antara lain penyediaan sarana/prasarana, pelatihan petugas, pemasaran, dan uji coba.

5. Penyelenggaraan: pada tahap ini harus dikaji secara efektivitas dan efisiensi dari standar pelayanan yang ditetapkan. Perlu dikaji juga hambatan dan kendala yang terjadi di lapangan.


(29)

6. Evaluasi: ini adalah tahap yang krusial, karena harus disusun kebijakan manajerial yang akan menentukan arah pembaharuan desain pada putaran siklus berikutnya. Satu pertanyaan utama yang harus dijawab: apakah pelayanan kita sungguh telah memberdayakan masyarakat?

Kecepatan putaran dari siklus ini tentunya tergantung pada jenis layanan yang kita sajikan. Pelayanan bagi pelanggan internal umumnya memerlukan kecepatan putaran yang lebih tinggi dari pada pelayanan bagi pelanggan eksternal.

B.

Pembaharuan Desain Pelayanan

Titik awal dari siklus pengembangan pelayanan adalah pembaharuan desain. Yang dimaksud pembaharuan disini tidak harus menciptakan yang baru sama sekali. Pelayanan yang sudah ada secara berkala juga memerlukan pembaharuan agar semakin dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Kebutuhan untuk menciptakan pelayanan yang baru sama sekali biasanya terjadi karena perubahan yang mendasar pada tingkat visi dan misi organisasi, sehingga dirasa perlu menyesuaikan tugas pokok dan fungsi unit-unit dalam organisasi bersangkutan. Proses pembaharuan desain pelayanan melibatkan beberapa langkah kegiatan:

1. Menemukan ‘roh’ pelayanan.

2. Menetapkan jenis pelayanan.

3. Menghayati kegiatan pelanggan.

4. Merancang proses pelayanan.

1. Menemukan Roh Pelayanan

Sebagai “soft system”, inti pelayanan adalah proses transaksi antar manusia. Sebuah transaksi antar manusia akan terasa kering jika tidak diisi dengan ‘roh’. Kita kapan saja dapat berbicara dan bergaul dengan orang lain, tetapi semuanya akan terasa hambar seperti angin lalu jika kita tidak memberi makna yang khusus terhadap lawan bicara atau peristiwanya itu sendiri. Menemukan ‘roh’ pelayanan diartikan sebagai upaya kita sendiri untuk cakap berdialog dengan diri kita sendiri, agar dapat menemukan makna dari kegiatan pelayanan yang akan diselenggarakan. Menemukan roh pelayanan harus dilakukan secara dialogis, dan bersama-sama oleh seluruh karyawan unit organisasi yang terlibat dalam kegiatan pelayanan. Jangan mulai dengan unit yang besar, tetapi mulai dengan unit yang terkecil yang diserahi untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan sebuah pelayanan. Dialog ini memiliki agenda sebagai berikut:

a. Merenungkanjawaban terhadap pertanyaan dibawah ini:

Mengapa kita harus melayani orang lain?

Apakah kita yang seharusnya melayani orang lain Mengapa bukan kita yang harus dilayani?

Apa yang akan kita dapatkan dengan melayani orang lain? apakah melayani orang lain bukan berarti merendahkan martabat diri kita sendiri?


(30)

Apakah jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas sudah cukup jujur dan meyakinkan diri kita sendiri?

b. Semua jawaban selanjutnya perlu dikemas menjadi

sebuah pernyataan visi dan misi pelayanan yang berlaku lokal untuk unit bersangkutan. Sebagai contoh kita simak hasil dialog kelompok urusan kepegawaian disebuah pemerintahan kota:

Visi: ”Mengangkat martabat, menghargai prestasi”. Misi: “Menyelesaikan administrasi kepegawaian tepat waktu”.

c. Menguji keselarasan visi dan misi unit tersebut terhadap visi dan misi organisasi. Ternyata pemerintah kota bersangkutan memiliki visi dan misi seperti berikut:

Visi: ‘Menjadi kota yang mandiri, aman, dan manusiawi’.

Misi: ‘Menumbuhkan yang lemah, mengayomi yang kuat’.

Jika visi dan misi unit dirasakan masih kurang selaras dengan visi dan misi organisasi, maka kegiatan dialog perlu diulang lagi dari awal, dengan mencoba untuk bersikap lebih tulus dan lebih jujur kepada diri kita sendiri.

Latihan:

Bagaimana dengan visi dan misi: pelayanan pada organisasi anda?

Langkah untuk menemukan ‘roh’ pelayanan ini merupakan upaya kita untuk mencoba menerapkan prinsip ketiga dari pelayanan prima: melayani dengan hati nurani. Kegiatan pelayanan kita lakukan bukan hanya sebagai tugas pekerjaan. Kita melayani karena menghayati nilai bahwa pelayanan

merupakan kesempatan terbaik untuk mewujudkan

keberadaan dan keberhargaan diri kita sendiri di antara sesama manusia.

2. Menetapkan Jenis Pelayanan

Setelah berhasil menemukan roh pelayanan, kegiatan kita selanjutnya dalam pembaharuan desain pelayanan adalah menetapkan jenis-jenis pelayanan yang akan kita sajikan kepada para pelanggan.

Penetapan jenis-jenis pelayanan yang harus diselenggarakan dapat didasarkan pada uraian tugas pokok dan fungsi dari unit bersangkutan. Sebagai contoh kita ambil sebuah poliklinik umum di sebuah rumah sakit. Poliklinik ini memiliki 3 macam fungsi, dan telah menetapkan untuk mengembangkan 3 jenis pelayanan sesuai dengan fungsi-fungsinya:


(31)

TUGAS POKOK FUNGSI JENIS

PELAYANAN PELANGGAN

Melayani Pasien baru

Kunjungan pasien baru

Eksternal & internal Melayani

Pasien lama

Kunjungan pasien lama

Eksternal & internal Menyelenggarakan

pelayanan poliklinik umum

Melayani Pasien rujukan dari Puskesmas

Kunjungan

pasien rujukan eksternal

Latihan:

Jenis pelayanan apa saja yang sudah diterapkan pada organisasi anda? Apakah akan mampu memberdayakan masyarakat? Apakah sudah mencerminkan falsafah prokreasi?

3. Menghayati Kegiatan Pelanggan

Langkah kita selanjutnya dalam pembaharuan desain pelayanan adalah belajar menghayati kegiatan pelanggan. Untuk setiap jenis pelayanan yang sudah ditetapkan kita

mencoba menyusun Daur Kegiatan Pelanggan. Dengan

daur ini kita secara kreatif mencoba memetakan semua kegiatan yang perlu dilakukan oleh para pelanggan ketika kita layani. Kreativitas pada tahap ini sangat berpengaruh terhadap keseluruhan desain dari sebuah proses pelayanan. Inilah langkah penting untuk menciptakan sebuah pelayanan yang bermutu tinggi, inilah pencerminan dari prinsip mengutamakan pelanggan.

Sebagai contoh, kita simak kegiatan pasien yang baru pertama kali mengunjungi poliklinik kita.

Kelebihan dari Daur Kegiatan Pelanggan adalah kemampuannya untuk menggambarkan secara menyeluruh semua kegiatan pelanggan yang perlu dan yang mungkin harus mereka jalankan sebagai akibat dari kreativitas pelayanan yang kita ciptakan. Baik itu sebelum kita layani sampai sesudah kita layani. Dengan demikian kita dapat menilai akibat dari kreativitas kita sendiri. Apa yang kita utamakan, kemudahan dan kenyamanan pelanggan, atau teknik pekerjaan kita sendiri.


(32)

Latihan:

Coba anda susun Daur Kegiatan Pelanggan untuk pelayanan oleh unit anda! Apakah terlihat mementingkan pelanggan, atau pekerjaan kita sendiri?

4. Merancang Proses Pelayanan

Rancangan bagi keseluruhan proses pelayanan harus didasarkan pada kegiatan pelanggan, seperti yang sudah kita ciptakan dengan menggunakan Daur Kegiatan Pelanggan seperti di atas. Hal seperti ini disebut dengan pendekatan “mulai dari hasil akhir

(start with the end). Dengan pendekatan ini kita menyiapkan

rancangan proses pelayanan secara bertahap mengikuti langkah-langkah:

a. Menetapkan bentuk dari mutu layanan yang akan diterima

oleh para pelanggan, dengan sepenuhnya mengacu pada kegiatan mereka, sebagai contoh:

POLIKLINIK UMUM RS MAJU MAKMUR PELAYANAN KUNJUNGAN PASIEN BARU BENTUK LAYANAN DAN BAKU MUTU KEGIATAN

PELANGGAN BENTUK PELAYANAN BAKU MUTU

Mencari lokasi poliklinik

Informasi tentang lokasi jam kerja, tarif dan prosedur

pelayanan

Mudah dipahami dan mudah

diperoleh

Mendaftar Kartu Pasien 2 menit selesai, data

lengkap

KEGIATAN

PELANGGAN BENTUK PELAYANAN BAKU MUTU

Diagnosis & terapi medis Akurat, dan sesuai

formularium terapi

Penyuluhan tentang pola hidup sehat

Mudah untuk dipahami dan dilakukan Konsultasi Medis

Rekaman data medis Data lengkap

disimpan rapi Pemeriksaan

laboratorium

Informasi hasil pemeriksaan

laboratorium Cepat, akurat

Mendapat obat Obat-obatan

Rasional & sesuai formularium

farmasi

Membayar Kuitansi Pembayaran 2 menit selesai

Pulang Penjelasan terminasi Jelas, dimengerti

Alasan perlu berkunjung lagi Jelas, dimengerti

Berkunjung lagi

Tanggal kunjungan

Alasan perlu dirawat Jelas dimengerti

Dirawat

Nota pengantar Perawatan 5 menit selesai,

data lengkap

Alasan perlu dirujuk Jelas dimengerti

Dirujuk

Surat pengantar rujukan 5 menit selesai,


(1)

90 Operasionalisasi Pelayanan Prima

Dengan menelusuri pertanyaan-pertanyaan di atas niscaya akan dapat ditemukan titik-titik lemah dalam desain pelayanan kita, dan dapat disempurna kan seperlunya. Namun jika uji konsistensi ini ternyata memberikan hasil yang baik, maka kita dapat melanjutkan dengan langkah berikut ini.

h. Analisis GAP 3, yaitu menilai tingkat kepatuhan petugas pelayanan terhadap standar pelayanan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya sehari-hari.

Jika ternyata memang mereka terlihat masih kurang patuh, maka perlu segera dilakukan tindakan khusus, yaitu dengan pendekatan seperti berikut:

1) Lakukan wawancara dari hati ke hati terhadap mereka yang terlihat masih belum patuh pada standar pelayanan. Kita harus mencoba memahami sebab-sebab ketidakpatuhan mereka.

2) Jika mereka ternyata memang kurang menguasai standar pelayanan, maka segera dilakukan pelatihan ulang.

3) Jika ternyata mereka merasa kurang nyaman dengan teknologi, peralatan, sarana, atau prasarana yang digunakan dalam pelayanan maka segera temukan jalan keluarnya yang memadai.

4) Jika ternyata mereka mengalami hambatan-hambatan psikologis untuk dapat bekerja dengan baik, maka segera berikan tindakan psikologis yang efektif.

Modul Diklatpim Tingkat IV 91

Hambatan psikologis yang umum dijumpai adalah depresi, sulit konsentrasi, tidak akur dengan teman sekerja, pasif-agresif, kurang motivasi, kurang percaya diri, penuh kecurigaan kepada orang lain, merasa tidak aman, merasa dikucilkan, emosinya tidak stabil, dan lain semacamnya.

Tindakan psikologis dapat berupa pendampingan, konsultasi psikologis, atau psikoterapi. Kadang kala dijumpai petugas mengalami gangguan kepribadian yang menyebabkan mereka memang tidak dapat berfungsi efektif sebagai petugas pelayanan. Untuk petugas semacam ini harus segera digantikan dengan yang lain. Jika ternyata petugas menunjukkan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap standar pelayanan, maka kita dapat mencoba langkah berikut ini.

i. Analisis GAP 4, yaitu meneliti dampak kegiatan pemasaran terhadap pembentukan harapan pelanggan. Tanpa sengaja, kadangkala kegiatan pemasaran telah mengobral janji-janji yang berlebihan kepada para calon pelanggan kita. Penggunaan media atau teknik komunikasi yang kurang tepat juga dapat menimbulkan salah pengertian pada pihak calon pelanggan, dan menimbulkan harapan yang berlebihan. Satu hal yang pasti, jika ternyata sama sekali tidak ada kegiatan pemasaran, maka harapan pelanggan akan terbentuk


(2)

92 Operasionalisasi Pelayanan Prima

secara liar dan tentunya sangat sulit untuk dipenuhi. Dengan menekuni sembilan langkah evaluasi di atas, niscaya dapat selalu ditemukan arah baru dalam pengembangan pelayanan kita, agar mutunya terus menerus meningkat menuju tujuan akhirnya, yaitu pemberdayaan masyarakat madani.

H.

Rangkuman

1. Penerapan prinsip-prinsip pelayanan prima paling tidak harus “mencakup” 4 langkah kegiatan: menemukan ‘roh’ pelayanan, menetapkan jenis pelayanan, menghayati pelanggan dan merangcang proses pelayanan.

‘Roh’ pelayanan dapat ditemukan melalui dialog yang melibatkan seluruh petugas pelayanan. Hasil dialog dinyatakan berupa visi dan misi pelayanan, yang selaras dengan visi dan misi organisasi. Inilah penerapan dari prinsip melayani dengan hati nurani, dan prinsip ‘soft system’ yang efektif.

Prinsip memberdayakan pelanggan diterapkan dengan menetapkan jenis-jenis pelayanan yang sekira nya memiliki daya ungkit terhadap kesejahteraan umum. Cara paling sederhana adalah dengan mengaktualisasikan tugas pokok dan fungsi organisasi bersangkutan.

Prinsip mengutamakan pelanggan diterapkan dengan mencoba menghayati akibat dari proses pelayanan terhadap kegiatan pelanggan. Hasil penghayatan disusun menjadi Daur Kegiatan Pelanggan.

Modul Diklatpim Tingkat IV 93

Prinsip “hard system" yang efektif diterapkan dengan menyusun rancangan proses pelayanan yang menyeluruh dan komprehensif.

2. Rancangan desain pelayanan perlu disosialisasikan kepada para “stakeholder”, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan dengan mati-hidupnya pelayanan kita, mulai dari para petugas, atasan, direksi, tenaga fungsional, organisasi profesi, masyarakat umum, asosiasi dunia usaha, dan sektor-sektor lain. Sosialisasi dimaksudkan untuk menyempurnakan rancangan desain pelayanan melalui kritik dan aspirasi. Sosialisasi juga dapat menghasilkan sumberdaya tambahan bagi pelaksanaan pelayanan.

Selain sosialisasi, rancangan desain pelayanan juga perlu dikoordinasikan dengan unit-unit lain yang terlibat dalam pelaksanaannya nanti. Koordinasi dilakukan dengan cara dialog agar diperoleh komitmen yang murni. Hasil koordinasi berupa kesepakatan pasokan dan kesepakatan layanan.

3. Standar pelayanan merupakan aplikasi dari rancangan proses pelayanan dalam bentuk dokumentasi tertulis. Standar harus ditulis dengan cermat, rapi, dan menyeluruh. Bagi petugas pelayanan standar ini berlaku sebagai pedoman kerja dan baku mutu yang harus dipenuhi. Sedangkan bagi pelanggan standar ini memuat jaminan mutu pelayanan yang selayaknya akan mereka dapatkan.

Pada umumnya standar pelayanan memuat visi dan misi pelayanan, jenis-jenis pelayanan yang ditawarkan, spesifikasi


(3)

94 Operasionalisasi Pelayanan Prima

pelanggan, prosedur pelayanan, pengawasan dan pengendalian mutu, serta berbagai lampiran yang diperlukan.

4. Persiapan pelayanan paling tidak meliputi 4 hal, yaitu penyediaan sarana/prasarana pelayanan, pelatihan tenaga pelayanan, uji coba pelayanan, dan pemasaran pelayanan. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan perlu dilakukan seperti rancangan proses pelayanannya agar baku mutu yang dikehendaki dapat benar-benar terwujud.

Pelatihan tenaga pelaksana merupakan forum penting untuk memupuk komitmen dan menampung aspirasi petugas. Bahan pelatihan biasanya meliputi standar pelayanan, perilaku pelayanan, tatacara menanggapi keluhan, dan teknik membina citra positif. Metodologi harus dipilih yang dialogis dan kaya akan simulasi.

Uji coba pelayanan sangat penting dilakukan untuk memahami hambatan dan kendala operasional dalam menerapkan standar pelayanan. Uji coba sebaiknya menggunakan jumlah pelanggan sebesar 30 – 50% dan perkiraan jumlah total yang nantinya akan dilayani.

Pemasaran pelayanan harus mulai digalakkan, khususnya untuk ‘mendidik’ pelanggan agar tidak mengembangkan harapan yang berlebihan dan tidak masuk akal tenatang mutu pelayanan.

5. Selama pelaksanaan pelayanan perlu dilakukan pemantauan dan pembenahan terus menerus, karena setiap saat keadaan di lapangan dapat saja berubah menjadi tidak sesuai lagi

Modul Diklatpim Tingkat IV 95

dengan yang kita rencanakan. Metodologi yang paling handal untuk pembenahan ini adalah PDCA dan TQM.

6. Evaluasi pelaksanaan diperlukan untuk menilai apakah pelayanan kita sudah sesuai dengan harapan pelanggan atau belum. Metodologi yang digunakan adalah dengan memanfaatkan SQGM (Service Quality Gap Model). Model ini akan membimbing kita untuk secara sistematis menemukan titik-titik paling lemah dalam siklus pengembangan pelayanan, sehingga telah menyebabkan harapan pelanggan tidak terpenuhi.


(4)

96

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Pelayanan prima tentu tidak dapat diwujudkan hanya dalam semalam, tetapi memerlukan proses belajar secara bertahap dalam waktu lama. Kunci keberhasilannya adalah dilakukan bersama-sama oleh seluruh warga organisasi, dengan tingkat komitmen dan konsistensi tinggi.

Pengalaman lapangan menunjukkan bahwa aplikasi pelayanan prima untuk tingkat petugas pelayanan relatif mudah dilakukan. Persoalan sering muncul justru di tingkat manajer menengah dan manajer atas. Para manajer ini cenderung tidak siap untuk memperbaharui tatanan organisasi secara keseluruhan agar dapat mendukung pelaksanaan pelayanan prima oleh para petugas pelaksana lapangan.

Pembaharuan tatanan organisasi memang sangat dibutuhkan untuk mendukung pelayanan prima. Kebutuhan ini dipicu oleh hal-hal yang bersifat prinsipil dalam desain pelayanan prima, yaitu koordinasi dan integrasi sistemik. Pelayanan prima memerlukan koordinasi yang sangat ketat antar bagian-bagian organisasi dalam mendukung pelaksanaannya. Satu bagian dengan bagian yang lain terus menerus saling mengawasi mutu pekerjaannya. Situasi ini membutuhkan keterbukaan, ketulusan

Modul Diklatpim Tingkat IV 97

untuk menerima umpan balik, dan kesigapan untuk membenahi kelemahan dan kekurangan. Sumberdaya organisasi harus dapat terus mengalir secara lancar dan luwes ke berbagai bagian yang memang membutuhkannya. Hirarki struktural menjadi tidak penting lagi, demi mengamankan mutu pelayanan di mata pelanggan.

B. Tindak Lanjut

Perlu diingat bahwa pelayanan prima adalah buah peradaban manusia abad 20, dan mewarisi nilai-nilai demokrasi, keterbukaan, egaliter, dan profesionalisme yang sangat kental. Hanya organisasi yang mampu menampung dan menghayati nilai-nilai tersebut yang siap melaksanakan pelayanan prima. Setiap organisasi yang berencana menerapkan pelayanan prima harus mulai dengan penataan ulang budaya organisasinya. Langkah-langkah pembaharuan organisasi menuju sebuah “learning organization” sampai saat ini diyakini oleh banyak pihak merupakan pilihan yang terbaik, sebelum mulai menerapkan pelayanan prima.


(5)

98

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2000), Perilaku Pelayanan Prima. Diklat Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta.

Anonim (2000) Management Kualitas Pelayanan Prima, PT. Pinter Konsultama, Jakarta.

De Vrye C, (1994) Good Service Is Good Business, Printice Hall, Sydney

Gasperz V (1997) Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

George S & A Weimerskirch(1994), Total Quality Manage-ment, John Wiley & Sone, New York.

Gore A (1996) The Best Kept Secrets In Government, .The US Government Printing Office. Washington.

Hardjosoekarto S., (1994) Beberapa Perspektif Pelayanan Prima, Bisnis & BirokrasiNo. 3,vol IV, September 1994. Macaulay S & S Cook (1997) How To Improve You Customer

Service. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Manchester Open Learning (1993) Creating Customer Loyalty, Kogan Page Ltd. London.

Martin J. (1992) The Great Transition AMACOM, New York. Mudie P & A Cottam (1990) TheManagement & Marketing OF

Service, Bultenworth – Helnemann, New York.

Nigro F A & LG Nigro (1997) Modern Public Administration, Harper & Row Publishers, New York.

Nimran U (1997) Perilaku Organisasi, Citra Media Surabaya. Osborne D & T Gaebler (1995) Reinventing The Government,

Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Modul Diklatpim Tingkat IV 99

Peters JH (1999) Service Management, Managing the image, Trisakti University, Jakarta.

Purwanto P & Kusrini (1997), Excellent Services, Diklat Penjenjangan Manajer Madya, PT. Angkasa Pura II,Jakarta.

Schening EE & WF Christopher (1993) The Service Quality Handbook, AMACOM, New York.

Senge P et.al (1994) The Fifth Dicipline Fieldbook, Nicholas Breatey, London.

Stamatis DH (1996) Total Quality Service, SSMB Pte Ltd. Singapore.

Sugiarto E, (1994), Psikologi Pelayanan Dalam Industri Jasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sutopo & S, Sugiyanti (1998) Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta.

Tjiptono F & A Diana (1997) Total Quality Management, Andi Yogyakarta.

Tjiptono F (1997) Total Quality Service, Andi, Yogyakarta.

Vandermere S. (1995) The Eleventh Commandment, transfor ming to own customer, John Wiley & Sons, Chicester.

Wellington P, (1980, Kaizen Strategies For Customer Care. Interaksara, Jakarta.


(6)

100

DAFTAR DOKUMEN

KepMENPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik sebagai pengganti KenMENPAN No 81 tahun 1993

KepMENPAN No 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

Kep MENPAN No.26/KEP/.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Surat Edaran MENPAN N0 15/2005 tentang Peningkatan Investasi Pengawasan dalam Upaya Perbaikan Pelayanan Publik.