ALTERNATIF PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN PADA PDAM DELTA TIRTA SIDOARJO.

(1)

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Oleh:

SRI RAHAYU 0513315106/FE/EA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

ALTERNATIF PENGGUNAAN BALANCE

SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN

KINERJA MANAJERIAL PADA PDAM DELTA

TIRTA SIDOARJO

HALAMAN PERSETUJUAN LISAN

Yang diajukan oleh

SRI RAHAYU 0513315106/FE/EA

Telah disetujui untuk Ujian Lisan oleh:

Pembimbing Utama:

Drs. SJAFII MM., AK. Tanggal: ……….. 030173783

Dekan Fakultas Akuntansi

DR. DHANI ICHSANUDDIN NUR, MM. NIP: 030202389


(3)

ALTERNATIF PENGGUNAAN BALANCE

SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN

KINERJA MANAJERIAL PADA PDAM DELTA

TIRTA SIDOARJO

HALAMAN PENGESAHAN

Yang diajukan oleh

SRI RAHAYU 0513315106/FE/EA Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal ……….2012

Pembimbing: Tim Penguji:

Pembimbing Utama: Ketua

Drs. SJAFII MM., AK. ………

030173783 Sekretaris

……… Anggota

……… Dekan Fakultas Akuntansi

DR. DHANI ICHSANUDDIN NUR, MM.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, atas pertolongan-Nya jua penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian ini merupakan riset kualitatif yang betujuan untuk melakukan pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan

balanced scorecard.

Dalam penelitian banyak pihak yang terkait dalam penyelesaian penelitian ini. Oleh sebab itu rasa terima kasih perlu disampaikan antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Soemargono, SU selaku rektor Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM. selaku dekan fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi, selaku Kepala Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak Drs. Safi’i, MM. selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.

5. Seluruh dosen dan staf fakultas ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

6. Kepada Bapak dan Ibu dan seluruh keluarga tercinta atas semua dukungan dan dorongan dalam penyelesaian.

7. Dan semua pihak yang terkait dalam penelitian.

Penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat baik bagi pengembangan khasanah intelektual akademik, maupun banyak pihak yang


(5)

bagi perusahaan.

Surabaya, Juni 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i 

HALAMAN PERSETUJUAN LISAN... ii 

HALAMAN PENGESAHAN ... iii 

KATA PENGANTAR ...iv 

DAFTAR ISI...vi 

DAFTAR TABEL...ix 

DAFTAR GAMBAR...xi 

ABSTRAKSI ... xii 

BAB I PENDAHULUAN...1 

1.1  Latar Belakang masalah ... 1 

1.2  Rumusan Masalah ... 5 

1.3  Tujuan Penelitian ... 6 

1.4  Manfaat Penelitian ... 6 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7 

2.1  Penelitian Terdahulu ... 7 

2.2  Landasan Teori... 10 


(7)

Finansial ... 16 

2.2.3  Balanced Scorecard ... 19 

BAB III METODE PENELITIAN ...32 

3.1  Definisi Variabel Dan Definisi Operasional ... 32 

3.1.1  Definisi Variabel ... 32 

3.1.2  Definisi Operasional... 32 

3.2  Jenis Penelitian... 34 

3.3  Jenis data ... 35 

3.4  Sumber data ... 35 

3.5  Teknik Pengumpulan Data... 35 

3.6  Teknik Analisa Data ... 36 

3.6.1  Analisa Kuantitatif... 36 

3.6.2  Menghitung rata-rata kinerja ... 38 

3.6.3  Membandingkan kinerja tahun terakhir dengan kinerja rata-rata dan kinerja tahun historis. ... 38 

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...39 

4.1  Deskripsi Obyek Penelitian... 39 

4.1.1  Sejarah PDAM Delta Sidoarjo ... 39 

4.1.2  Visi dan Misi Strategis Perusahaan ... 39 

4.1.3  Area dan Prestasi PDAM Delta Sidoarjo ... 40 

4.2  Deskripsi Hasil Penelitian... 41 


(8)

4.2.3  Deskripsi perspektif proses bisnis ... 46 

4.2.4  Deskripsi perspektif Manajemen SDM ... 50 

4.3  Analisis dan Pembahasan... 51 

4.3.1  Analisis data ... 51 

4.3.2  Pembahasan ... 67 

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...71 

5.1  Kesimpulan ... 71 

5.2  Saran ... 72 


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Perkembangan Audit Kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun

2006-2009... 5

Tabel 4. 1 Ringkasan Neraca PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011... 42 

Tabel 4. 2 Ringkasan Laba Rugi PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011 ... 43 

Tabel 4. 3 Tarif Air PDAM Delta Tirta Berdasarkan Kelompok Pelanggan .... 44 

Tabel 4. 4 Perbandingan Jumlah Pelanggan Tahun 2010-2011 ... 46 

Tabel 4. 5 Kapasitas Produksi Instalasi Pengolahan Air Milik PDAM Delta Tirta Sidoarjo... 48 

Tabel 4. 6 Jumlah Produksi dan Tingkat Kehilangan Air Tahun 2007-2008... 49 

Tabel 4. 7 Karyawan PDAM Delta Tirta Sidoarjo Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2010 – 2011 ... 50 

Tabel 4. 8 Karyawan PDAM Delta Tirta Sidoarjo Berdasarkan Status ... 51 

Tabel 4. 9 Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan... 52 

Tabel 4. 10 Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan ... 53 

Tabel 4. 11 Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan... 55 

Tabel 4. 12 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan ... 56 

Tabel 4. 13 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan ... 57 

Tabel 4. 14 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan ... 59 


(10)

Tabel 4. 17 Kinerja Berdasarkan Perspektif Bisnis Internal ... 62 

Tabel 4. 18 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 63 

Tabel 4. 19 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 65 

Tabel 4. 20 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 66 

Tabel 4. 21 Kinerja Berdasarkan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan ... 67 


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Hubungan Antara Empat Perspektif Balanced Scorecard... 19 

Gambar 2. 2 Desain Dasar dari Sistem Kinerja Balanced Scorecared ... 25 

Gambar 2. 3 Proses Penterjemahan Strategi dalam Balanced Scorecard ... 26

Gambar 4. 1 Proporsi Kelompok Pelanggan PDAM Delta Tirta Sidoarjo ... 45 

Gambar 4. 2 Pertumbuhan Jumlah Saluran Pelanggan Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011 ... 45 

Gambar 4. 3 Peta Area dan 7 Kantor Cabang PDAM Delta Tirta Sidoarjo ... 47 

Gambar 4. 4 Insatalasi Pengalahan Air yang digunakan oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo ... 48 


(12)

ABSTRAKSI

Persaingan bisnis menuntut perbaikan bisnis yang bersifat komprehensif, Oleh sebab itu diperlukan dasar pengukuran yang sifatnya menyeluruh yang mampu menganalisis dan menjadi dasar kebijakan bisnis yang tepat sesuai dengan strategi perusahaan. Disini pengukuran balanced scorecard punya peranan penting menentukan keberhasilan perusahaan.

PDAM Delta Tirta Sidoarjo sebagai perusahaan pelayanan publik di bidang air minum, mempunyai visi sebagai perusahaan percontohan (pilot project)

dibidang PDAM pada tingkat nasional. Catatan audit menunjukkan ada penurunan capaian perusahaan pada tahun 2009. Hal ini menjadi penting untuk mengukur dan menilai sejauh mana kinerja perusahaan dinilai berdasarkan empat prespektif

balanced scorecard.

Kelemahan pada perspektif yang ketiga ini mungkin dapat dikaitkan pada kelemahan pada perspektif pertama, maupun kedua. Pada perspektif pembelajaran ini PDAM Delta Tirta Sidoarjo kurang optimal dalam meningkatkan produksi, dan jumlah karyawan yang terlatih. Indikator pelatihan menunjukkan kinerja yang baik ditandai dengan peningkatan jumlah karyawan yang terlatih. Akan tetapi produktivitas kerja menunjukkan masih terdapat kekurangan. Rendahnya produktivitas kerja, dimana pada tahun 2011 hanya mencapai 25,03, sedangkan standard pertahunnya mencapai 26,89. Oleh Sebab itu dalam memperbaiki kinerja, sebaliknya yang diperhatikan adalah pengintensifan peningkatan pelatihan dan pendisiplinan karyawan. Perlu juga ditingkatkan upaya untuk membuat system reward dan punishment, untuk mendorong peningkatan produktivitas secara kompetitif pada karyawan.

Kata Kunci: Kinerja, Balanced Scorecard, keuangan, proses bisnis, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan.


(13)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah

Adanya persaingan yang kuat pada penggunaan teknologi informasi pada perusahaan bisnis, menjadikan ukuran persaingan menjadi sedemikian kompleks. Oleh sebab itu menjadikan kebutuhan informasi menjadi suatu hal yang penting. Akibatnya iklim persaingan bisnis berubah dari persaingan teknologi atau persaingan industri menjadi persaingan informasi. Tuntutan akan kemajuan sistem informasi tersebut timbul karena pada setiap informasi yang dihasilkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan akan diperoleh data dan gambaran aktivitas yang telah dilakukan sehingga berdasarkan informasi tersebut akan diambil suatu keputusan yang mempengaruhi kehidupan dan aktivitas perusahaan secara keseluruhan di masa yang akan datang. Informasi yang akuratpun akan sangat menentukan dari kualitas maupun kuantitas dari keputusan yang akan diambil oleh manajemen baik sebagai evaluasi, maupun follow up.

Walaupun begitu, diantara desakan kebutuhan informasi dalam persaingan, namun juga masih banyak manajer-manajer perusahaan yang menjalankan usahanya dengan sistem manajemen yang seakan-akan berorientasi pada masa yang lalu dan belum berorientasi pada masa depan. Sistem yang lebih menitikberatkan pada aspek keterukuran objek yang menimbulkan biaya ini tampak dari adanya pengambilan keputusan yang didasarkan pada informasi-informasi yang dibuat berdasarkan laporan-laporan historis secara periodik.


(14)

memfokuskan pada kinerja keuangan yang diukur secara periodik dimana indikator-indikator yang terpenting adalah biaya-biaya yang dikeluarkan.

Pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke

information competition ini merupakan pergeseran paradigma. Pergeseran paradigma ini tentunya juga akan mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya. Pengukuran kinerja yang hanya didasarkan atas pengukuran finansial saja, dirasa sudah tidak lagi memadai. Perusahaan juga diharuskan melakukan pengukuran kinerjanya tidak hanya melalui pengukuran finansial saja tetapi juga melalui pengukuran non finansial, seperti tingkat kepuasan pelanggan, inovasi produk, pengembangan perusahaan dan pengembangan karyawannya. Kemampuan perusahaan untuk memenuhi tingkat kepuasan konsumennya, melakukan inovasi produk dan pengelolaan sumber daya manusia tersebut akan memberikan keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang kuat bagi perusahaan yang bersangkutan.

Manajemen yang berorientasi pada masa lalu (backward) menggunakan pengukuran kinerja seperti ROI (Return on Investment), ROE (Return on Equity)

dan profit margin yang selama mi digunakan oleh perusahaan merupakan pengukuran kinerja yang hanya didasarkan pada analisa rasio keuangan. Padahal dalam pengukuran yang di dasarkan pada analisa keuangan saja, belum mampu menyentuh kinerja secara menyeluruh yang meliputi semua aspek dalam manajemen. Pengukuran dengan menggunakan aspek financial saja tanpa mengukur non financial maka informasinya hanya memberikan ukuran pada asset


(15)

assets) seperti produk atau jasa yang bermutu tinggi, para pekerja yang memiliki motivasi dan kemampuan tinggi (sumber daya manusia yang berkualitas), saluran distribusi dan pelanggan yang puas dan loyal.

Adanya tuntutan agar management membuat ukuran dengan menetapkan ukuran yang lebih komprehensif tersebut, Kaplan dan Norton untuk menciptakan konsep baru yang di sebut Balanced Scorecard. Ukuran ini merupakan ukuran kinerja yang menganalisa baik aspek keuangan dan aspek non keuangan dalam penilaian kinerja perusahaan. Menurut Kaplan dan Norton (2000, 7) Balanced Scorecard melengkapi ukuran kinerja--masa lalu dengan ukuran pemicu (drivers)

kinerja masa depan Dengan Balanced Scorecard memungkinkan manajemen menilai kinerja perusahaan dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Di dalam balanced scorecard perspektif keuangan dilakukan pengukuran atas dasar data-data keuangan perusahaan yaitu berupa laporan laba rugi, neraca dan laporan perubahan modal. Pengukran dari perspektif pelanggan didasarkan pada analisa segmen pelanggan dan pasar dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana keadaan pasar dan pandangan pelanggan terhadap perusahaan. Perspektif bisnis internal merupakan pengukuran yang dilakukan berdasarkan pada kinerja proses bisnis internal yang ada dalam perusahaan,yang terdiri dari proses operasi, proses inovasi dan proses pelayanan puma jual. Dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan untuk mengetahui bagaimana kemampuan


(16)

panjang. Dengan adanya suatu metode pengukuran kinerja seperti Balanced Scorecard maka seorang manajer akan dapat menilai kinerja perusahaan dengan lebih baik dan akan meningkatkan efektivitas kerja.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Delta Tirta Sidoarjo merupakan salah satu perusahaan air minum yang bila ditinjau kesejarahannya telah dimulai pada masa kolonial Belanda. Walaupun begitu eksis dari perusahaan ini sejatinya pada tahun 1976 dimana Pemerintah Kabupaten Sidoarjo memperoleh wewenang pengelolaan pelanggan dari pemerintah propinsi Jatim berdasarkan Perda Propinsi Dati I No. 4 tahun 1976. Saat ini dengan visi perusahaan untuk menjadi pilot project percontohan nasional perusahaan ini mempunyai tantangan berat dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Pada tahun 2007 perusahaan ini belum masuk dalam kategori Sehat audit BPK dimana skor total mencapai 57. Walaupun begitu dari sisi kinerja perusahaan ini pada tahun 2006-2008 mampu melakukan recovery sehingga mendapatkan penghargaan sebagai PDAM yang mampu melakukan penyehatan dalam tempo 2 tahun. Akan tetapi nilai skor audit tahun 2009 menunjukkan penurunan kinerja dimana skor nilai yang dicapai adalah 66, sedangkan pada tahun 2008 mampu mencapai 69 kategori Sehat. Tampak dalam tabel 1.1 kinerja aspek keuangan mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2010. Begitu juga pada aspek operasi skor penilaian kinerja mengalami penurunan dari 21 pada tahun 2007 dan 2008 menurun menjadi 20. Walaupun secara kinerja menunjukkan nilai yang baik akan tetapi perlu dikaji dari berbagai aspek khususnya aspek perspektif pelanggan dimana tidak dilakukan


(17)

Sidoarjo. Dengan melakukan penelian secara komprehensif maka visi sebagai pilot project nasional akan semakin mudah terwujud.

Tabel 1. 1

Perkembangan Audit Kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2006-2009

No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

1. 2. 3. Aspek Keuangan Aspek Operasi Aspek Administrasi 26 20 11 30 20 12 35 21 11 36 21 11 34 20 12

Total 57 62 68 69 66

Perubahan - Naik Naik Naik Turun

Kriteria Cukup Sehat Sehat Sehat Sehat

Sumber: Audit BPK

Oleh sebab itu diperlukan suatu opsi pengukuran yang dapat menggambarkan kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo, baik meliputi capaian dari sisi keuangan, sisi operasional, sisi pemasaran atau pelanggan, maupun sisi pertumbuhan usaha. Berdaasarkan pertimbangan tersebut maka dilakuakn penelitian dengan judul “ALTERNATIF PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN PADA PDAM DELTA TIRTA SIDOARJO”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: "sejauhmana penggunaan Balanced Scorecard sebagai pengukuran kinerja perusahaan pada PDAM Delta Tirta Sidoarjo?."


(18)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja perusahaan PDAM Delta Tirta Sidoarjo dengan menggunakan ukuran kinerja balanced scorecared.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini meliputi tiga hal yaitu:

a. Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Penelitian ini akan berguna bagi sumber rujukan penelitian yang akan datang dalam penelitian yang mengkaji masalah kinerja, khususnya kinerja manajemen.

b. Manfaat bagi pengambil keputusan

Bagi pengambil keputusan penelitian ini akan membantu manajemen menilai kinerja perusahaan secara lebih komprehensif.

c. Manfaat bagi peneliti

Bagi peneliti maka penelitian ini merupakan bentuk penerapan dari konsep-konsep yang dikuasai selama proses belajar.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian Terdahulu yang mengkaji tentang penerapan balanced scorecard antara lain:

a. Dessy (2009) yang meneliti tentang “Pengukuran kinerja perbankan berdasarkan analisis balanced scorecard pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard. Hasil penelitian menunjukkan tahun 2004 - 2008: Perspektif keuangan menunjukkan kemampuan keuangan pada tingkat likuiditas, kemampuan pemanfaatan sumber dana (asset), dan profitabilitas (pendapatan) yang dicapai bank pada tingkat baik. Perspektif pelanggan, menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan, penguasaan pangsa pasar (market share), kemampuan mempertahankan nasabah (costumer reintention), dan untuk memperoleh nasabah baru cukup baik. Perspektif proses bisnis internal menunjukkan bahwa PT. Bank Mandiri telah melaksanakan proses inovasi dan proses operasi yang dilakukan berada pada tingkat yang baik. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menunjukkan bahwa kapabilitas pekerja, tingkat kepuasan pekerja pada tingkat baik,. System komunikasi yang digunakan Bank Mandiri berupa


(20)

internet dengan program dan database yang canggih. Penggunaan Balanced Scorecard dalam pengukuran atau evaluasi kinerja dapat diterapkan pada PT. Bank Mandiri Tbk karena parameter –parameter yang diperlukan untuk analisis kinerja dari keempat perspektif telah dipenuhi.

b. Usman (2011) yang meneliti tentang pengaruh biaya kualitas terhadap balanced scorecard. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan pendekatan balanced scorecard. Obyek yang diteliti adalah pada perusahaan manufaktur berskala besar di Kota Palu. Metode pengumpulan data yang digu-nakan adalah metode penelitian sampel, jenis penelitian deskriptif-verifikatif, metode penelitian explanatory survey, teknik yang digunakan adalah cross sectional, dengan metode analisis path serta objek dalam penelitian ini adalah biaya aktivitas kualitas yang terdiri aktivitas pencegahan, aktivitas pengendalian, aktivitas kegagalan internal, dan aktivitas kegagalan eksternal serta kinerja perusahaan yang diukur dengan pendekatan balanced scorecard pada perusahaan manufaktur berskala besar di Kota Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya aktivitas kualitas yang terdiri atas aktivitas pencegahan, aktivitas pengendalian, aktivitas kegagalan internal, dan aktivitas kegagalan eksternal berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan perusahaan manufaktur di Kota Palu. Hal ini karena rata-rata perusahaan menganggap aktivitas pencegahan lebih baik dilakukan dari pada melakukan


(21)

c. Putrayasa (2011) yang meneliti tentang pengukuran kinerja ditinjau dari empat prespektif balanced scorecard. Penelitian dilakukan pada Koperasi Mertha Yasa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja dari koperasi Mertha Yasa. Pendektan yang digunakan adalah pendekatan survey, dengan metode analisis deskriptif. Instrumen yang digunakan selain menggunakan laporan keuangan, juga menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan perspektif keuangan mempunyai kinerja cukup baik, begitu juga pada perspektif pelanggan, yang juga menunjukkan indek kepuasan yang cukup baik. Sementara dilihat dari sisi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja koperasi Mertha Yasa juga menunjukkan hasil yang positif.

d. Widianingsih (2009) yang meneliti tentang implementasi balanced scorecard pada organisasi sektor publik. Tujuan penelitian adalah membuat pengukuran menggunakan balanced scorecard yang diaplikasikan pada organisasi yang bergerak di sektor publik. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kajian pustaka untuk memberikan Landasan dan langkah-langakah pengukuran balanced scorecard khusus pada sektor publik. Kesimpulan penelitian menunjukkan untuk bisa diaplikasikan dalam sektor publik, balanced scorecard diperlukan tahapan antara lain, menilai fondasi organisasi, membangun strategi bisnis, membuat tujuan organisasi, membuat strategic map, pengukuran kinerja dan inisiatif.


(22)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Kinerja

2.2.1.1Pengertian Kinerja

Menurut Helfert (dalam Srimindarti, 2004: 53) Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki.

Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).

Jadi pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kegiatan operasional perusahaan periode tertentu sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengukuran kinerja adalah penilaian tingkat efektifitas dan efisiensi dari aktivitas organisasi.

2.2.1.2Penilaian Kinerja

Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja dapat berupa


(23)

tindakan dan aktivitas suatu organisasi pada digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.

Penilaian kinerja dapat digunakan oleh seorang manajer untuk memperoleh dasar yang obyektif dalam memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan agar dapat memberi motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Menurut Mulyadi (2001: 420), Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu:

a. Tahap persiapan, terdiri dari tiga tahap rinci:

1. Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang

bertanggungjawab.

2. Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3. Pengukuran kinerja sesungguhnya.

b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci:

1. Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar.


(24)

3. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

Menurut Hansen dan Mowen (2004), Ukuran kinerja diturunkan dari visi, strategi, dan tujuan perusahan. Ukuran-ukuran tersebut harus diseimbangkan dengan ukuran lain yaitu:

a. Ukuran Lag, berupa ukuran hasil dari usaha masa lalu.

b. Ukuran Lead, berupa faktor yang menggerakkan kinerja masa depan. c. Ukuran Objektif, ukuran yang bisa langsung dihitung dan diverifikasi. d. Ukuran Subjektif, berupa ukuran yang lebih bersifat praduga.

e. Ukuran Keuangan, ukuran yang dinyatakan dalam istilah moneter.

f. Ukuran Nonkeuangan, ukuran yang dinyatakan menggunakan unit-unit nonmoneter.

g. Ukuran Eksternal, berkaitan pelanggan dan pemegang saham.

h. Ukuran Internal, berkaitan dengan proses dan kemampuan menciptakan nilai bagi pelanggan.

Pengukuran kinerja yang efektif setidaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono, dkk: 2002):

a. Didasarkan pada masing masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated.


(25)

d. Memberikan umpan balik untuk membantu masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

2.2.1.3Penilaian Kinerja Tradisional

Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya.

Menurut Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis.

Kaplan dan Norton (2000: 7) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu:

a. Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.


(26)

b. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis.

c. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan.

d. Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan kepentingan-kepentingan keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya.

Berdasar kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton (2009) untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. konsep ini secara umum dikenal dengan konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2.1.4Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik

Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan


(27)

pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki komunikasi pelanggan.

2.2.1.5Tujuan Penilaian Kinerja Sektor Publik

Tujuan pengukuran kinerja sector publik menurut Mardiasmo (2002: 122) adalah:

a. Mengkomunikasikan strategi secara lebih mantap.

b. Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

d. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.

2.2.1.6Manfaat Penilaian Kinerja Sektor Publik

Manfaat pengukuran kinerja sektor publik menurut Lynch dan Cross (dalam Yuwono, 2002) adalah:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata


(28)

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran.

e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku tersebut.

2.2.2 Keseimbangan Pengukuran Finansial Dan Non Finansial

Salah satu aspek pentingnya alat ukur kinerja perusahaan adalah bahwa alat ukur kinerja perusahaan dipakai oleh pihak manajemen sebagai dasar untuk melakukan pengambilan keputusan dan mengevaluasi kinerja manajemen serta unit-unit terkait di lingkungan organisasi perusahaan. Begitu pula sebaliknya bagi organisasi, alat ukur ini dipakai oleh organisasi untuk melakukan koordinasi antara para manajer dengan tujuan dari masing-masing bagian yang nantinya akan memberikan kontribusi terhadap kemajuan dan keberhasilan perusahaan dalam mencapai sasarannya.

Pengukuran kinerja perusahaan yang terlalu ditekankan pada sudut pandang finansial sering menghilangkan sudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah pentingnya. Seperti, pengukuran kepuasan pelanggan dan proses adaptasi dalam suatu perubahan sehingga dalam suatu pengukuran kinerja, diperlukan suatu keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan pengukuran kinerja non finansial. Keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dan non finansial ini akan dapat membantu perusahaan dalam mengetahui dan


(29)

mengevaluasi kinerjanya secara keseluruhan.

Berbagai teknik dan metode yang sudah ada dikembangkan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja perusahaan secara finansial. Dengan perkembangan tersebut orang mulai berpikir untuk melakukan pengembangan teknik dan metode pengukuran kinerja non finansial, yang patut diperhatikan adalah bahwa pengukuran tersebut haruslah jelas dan alat ukur yang digunakan harus dapat mengukur keberhasilan perusahaan dalam menerjemahkan tujuan dan strateginya sehingga perusahaan dapat bertahan dalam jangka panjang.

Dalam persaingan bisnis global ini, perubahan paradigma yang ada harus dilandasi dengan suatu pemikiran baru bahwa competitiveness dan efektivitas organisasi dapat dicapai dengan memperluas faktor-faktor yang dianggap bisa mempengaruhi peningkatan produktivitas dan melakukan koordinasi dalam menghasilkan keuntungan kompetitif. Kemampuan perusahaan dalam menciptakan keunggulan kompetitif ini merupakan tanggung jawab yang kompleks yang harus dipikul oleh setiap perusahaan untuk bisa bertahan dalam jangka panjang.

Konsep Balanced Scorecard telah lama dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2000). Konsep Balanced Scorecard ini dikembangkan untuk melengkapi pengukuran kinerja finansial (atau dikenal dengan pengukuran kinerja tradisional) dan sebagai alat yang cukup penting bagi organisasi perusahaan untuk merefleksikan pemikiran baru dalam era competitiveness dan efektivitas organisasi. Konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut


(30)

sebenarnya merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahaan dalam jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu

1. Perspektif finansial, yaitu Bagaimana berorientasi pada para pemegang saham.

2. Perspektif customer, yaitu Bagaimana bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer.

3. Perspektif proses, bisnis internal, yaitu Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus dilakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer. 4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, yaitu Bagaimana dapat

meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus, terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan. (Kaplan, 2000:30)

Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat.


(31)

Gambar 2. 1

Hubungan Antara Empat Perspektif Balanced Scorecard

Sumber: Kaplan (2009:31)

2.2.3 Balanced Scorecard

2.2.3.1Pengertian Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Adapun beberapa pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli:

a. Menurut Kaplan dan Norton (2000) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:

Scorecard: Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.

ROCE

Customer Loyality

On Time Delivery

Process Quality Process Cycle Time

Employee Skills Financial

Customer

Internal/

bussines Process Learning and growth


(32)

Balanced: Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.

b. Menurut Yuwono, dkk (2002)

Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis.

c. Menurut Hansen dan Mowen (2004: 521)

Balanced menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tujuan ukuran operasional. Scorecard adalah system manajemen strategi yang Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

d. Menurut Mulyadi (2001)

Balanced Scorecard adalah alat manajemen pada saat ini yang digunakan melipatgandakan kemampuan untuk mendongkarak dalam melipatgandakan kinerja keuagannya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Balanced Scorecard merupakan alat ukur manajemen yang mampu mengimplementasikan tujuan strategik organisasi organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan performa organisasi dalam jangka panjang.


(33)

2.2.3.2Karakteristik Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang, sehingga suatu organisasi menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard dalam rangka untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu:

a. Menterjemahkan Visi Dan Misi Organisasi

Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang dan merupakan penjabaran lebih lanjut visi perusahaan yang mana menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk merumuskannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini dijabarkan ke dalam sasaran- sasaran strategik dengan ukuran-ukuran pencapaiannya.

b. Komunikasi dan Hubungan

Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para


(34)

pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:

1. Comunicating and educating 2. Setting Goals

3. Linking Reward to Performance Measures c. Rencana Bisnis

Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara menyeluruh.

d. Umpan Balik dan Pembelajaran

Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat system perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu:


(35)

konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi.

Gambar 2. 2

Balanced Scorecard sebagai Strategi dalam Suatu Manajemen

Sumber: Kaplan dan Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.

Memperjelas dan Menerjemahkan visi dan strategi

 Memperjelas Visi  Menghasilkan konsensus

Mengkomunikasikan dan menghubungkan

 Mengkomunikasi kan dan mendidik  Menetapkan

tujuan  Mengaitkan

imbalan dengan ukuran tonggak

Merencanakan dan menetapkan sasaran

 Menetapkan sasaran

 Memadukan

inisiatif strategis  Mengalokasikan

sumberdaya  Menetapkan

tonggak-tonggak penting

Umpan balik dan pembelajaran strategis

 Mengartikulasikan visi bersama

 Memberikan umpan balik strategis

 Memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategis

BALANCED SCORECARD


(36)

Balanced Sorecard merupakan sekelompok tolok ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung strategi perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya merupakan suatu teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, manajemen puncak menjabarkan strateginya kedalam tolak ukur kinerja sehingga karyawan memahaminya dan dapat melaksanakan sesuatu untuk mencapai strategi tersebut (Wijaya, 2003).

2.2.3.3Desain dasar dan Penerjemahan Balanced Scorecard dalam Strategi

Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang menter-jemahkan visi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan dan ukuran operasional (Hansen dan Mowen 2004). Tujuan dan ukuran operasional tersebut kemudian dinyatakan dalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, pelanggan (customers), proses bisnis internal (internal business process), serta pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) (Kaplan dan Norton 2000).

Perspektif finansial menggambarkan keberhasilan finansial yang dicapai oleh organisasi atas aktivitas yang dilakukan dalam 3 perspektif lainnya. Perspektif pelanggan menggambarkan pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi berkompetisi. Perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan proses-proses yang penting untuk melayani pelanggan dan pemilik organisasi. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menggambarkan kemampuan organi-sasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang.


(37)

mengintegrasikan visi, strategi dan keempat perspektif secara seimbang ditunjukkan dalam gambar 2.3.

Gambar 2. 3

Desain Dasar dari Sistem Kinerja Balanced Scorecared

Sumber: Rohm (2004:46)

Visi dan strategi diterjemahkan kedalam 4 perspektif yang kemudian oleh masing-masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi, ukuran (measures) dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang serta inisiatif–inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan-tujuan strategis. Proses menterjemahkan visi dan strategi dapat dilihat pada gambar 2.3

financial

customer Internal Bussiness

Process

Learing and Growth Vision &


(38)

Gambar 2. 4

Proses Penterjemahan Strategi dalam Balanced Scorecard

Sumber: Hansen and Mowen, 2004:121

Menurut Kaplan dan Norton (2000 :9) Balanced Scorecard - diartikan sebagai berikut :

" .... a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of business includes financial measures that tell the result of action already taken complements the financial measures with operasional measures on customer satisfaction, internal process and the organizations innovation that are driven of future financial performance."

Balanced Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja yang dimaksudkan untuk mempermudah manajer melihat bisnis dengan cara lebih

Vision & Strategy

Financial customer process infrastructur

Objectives

Measures

Targets


(39)

cepat dan komprehensif karena selain memasukkan ukuran keuangan sebagai hasil yang telah dicapai, juga dilengkapi oleh ukuran operasional, yaitu berupa kepuasan pelanggan, proses bisnis internal dan proses pembelajaran dan pertumbuhan dalam organisasi sebagai pemicu dari kinerja keuangan di masa mendatang. Balanced Scorecard memasukkan aspek keuangan dan non keuangan untuk mengukur kinerja perusahaan, sehingga Balanced Scorecard tidak hanya mengukur hasil akhir (outcome) tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir tersebut (drivers). Dengan menambahkan ukuran kinerja non keuangan seperti kepuasan customers, produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan, maka manajemen dipacu -untuk- memperhatikan dan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya (The real drivers) untuk mewujudkan kinerja keuangan. Itulah sebabnya mengapa Balanced Scorecard disebut sebagai "measures that drive performance" (Mulyadi, 2001:5).

2.2.3.4Perspektif Pengukuran dalam Balanced Scorecard

Menurut Hansen dan Mowen (2004:509) Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi operasional ke dalam tujuan operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi, diantaranya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan di suatu organisasi. Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard memiliki


(40)

cakupan yang cukup luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial tetapi juga aspek nonfinansial.

Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat hal utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut.

Pengukuran kinerja dalam balanced scorecard menggunakan empat perspektif sebagai berikut (Hansen dan Mowen, 2004:513-519):

1. Perspektif keuangan

Dalam perspektif finansial oraganisasi merumuskan tujuan finansial yang ingin dicapai organisasi dimasa yang akan datang. Selanjutnya tujuan finansial tersebut dijadikan dasar bagi ketiga perspektif lainnya dalam menetapkan tujuan dan ukurannya. Tujuan finansial suatu organisasi bisnis biasanya berhubungan dengan profitabilisas yang bisa diukur berdasarkan laba operasi, return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan lainnya. Ukuran finansial menggambarkan apakah implementasi strategi organisasi memberikan kontribusi atau tidak terhadap keberhasilan finansial organisasi.

2. Perspektif Pelanggan


(41)

segmen pasar dimana organisasi akan bersaing. Tujuan yang bisa ditetapkan dalam perspektif ini adalah pemuasan kebutuhan pelanggan. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perspektif ini antara lain retensi pelanggan, kepuasan pelanggan, profitabilitas pelanggan, akuisisi pelanggan baru, market share, dan lainnya. Dalam perspektif ini organisasi menyusun strategi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang pada akhirnya memberikan keuntungan finansial bagi organisasi.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Perspektif proses bisnis internal ini berkaitan dengan bagaimana usaha perusahaan dalam memenuhi harapan-harapan pelanggan. Oleh karena itu manajer harus bisa mengidentifikasi proses-proses internal yang ada dalam perusahaan. Fokus bisnis internal akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan konsumen yang pada akhirnya akan memperbesar pencapaian pada sasaran keuangan. Sebab melalui proses-proses internal bisnis memungkinkan perusahaan menyampaikan value proposition yang akan menarik dan mempertahankan pelanggan dalam pasar yang ditargetkan.

4. Perspektif Pembelajaran dam Pertumbuhan

Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Tujuan dalam perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur bagi perspektif finansial, pelanggan, dan proses bisnis internal, agar tujuan dari perspektif-persepektif tersebut tercapai. Perspektif ini bertujuan meningkatkan kemampuan karyawan, meningkatkan kapabilitas sistem informasi, dan peningkatan keselarasan dan motivasi.


(42)

Ukuran yang bisa digunakan antara lain kepuasan karyawan, retensi karyawan, banyaknya saran yang diberikan oleh karyawan, dan lainnya.


(43)

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3

3.1 Definisi Variabel Dan Definisi Operasional

3.1.1 Definisi Variabel

variabel penelitian ini dapat di definisikan sebagai berikut adalah sebagai berikut:

1. Kinerja

Kinerja adalah prestasi atau pencapaian atas beberapa tugas dan tanggungjawab yang telah dilakukan oleh management dalam rentang periode tertentu sesuai dengan tujuan perusahaan.

2. Balanced Scorecard

Balanced scorecard adalah sistem pengukuran kinerja yang mengukur berbagai aspek komprehensif baik perspektif keuangan maupun non keuangan yang terdiri dari perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.

3.1.2 Definisi Operasional

Secara operasional variabel penelitian ini dapat didefinisikan: 1. Kinerja

Kinerja diukur dengan membandingkan rasio kinerja dalam empat perspektif balanced scorecard dari tahun ke tahun (analisa trend). Kinerja yang baik diukur dari peningkatan ataupun tidak terjadinya penurunan kinerja dari


(45)

pengamatan satu tahun ke tahun berikutnya. Sedangkan kinerja buruk jika terjadi penurunan kinerja dari tahun yang di teliti dibandingkan tahun sebelumnya.

2. Balanced Scorecard

Secara operasional balanced scorecard diukur berdasarkan empat perspektif, yaitu:

a. Analisa berdasarkan perspektif keuangan. 1) Mengukur rentabilitas usaha

- ROI (Return On Investment) yaitu kemampuan perusahaan dalam mengembalikan investasi, yang diukur dari rasio laba terhadap total aktiva.

- NPM (Net Profit Margin) merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dengan menggunakan pembanding besarnya penjualan.

2) Mengukur tingkat pertumbuhan usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk meningkatkan penetrasi pasar untuk memacu pertumbuhan penjualan.

b. Analisa berdasarkan perspektif pelanggan

1) Retensi Pelanggan, yaitu kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada.

2) Pelanggan Baru yaitu kemampuan perusahaan untuk membuka pasar dengan mendapatkan pasar baru atau pelanggan baru.


(46)

3) Keluhan pelanggan yaitu kemampuan perusahaan untuk meminimalkan keluhan pelanggan dengan mamaksimalkan pelayanan. c. Analisa berdasarkan perspektif bisnis internal

1) SCE (Service Cycle Effectiveness), yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan proses operasional layanan secara efektif.

2) Yield Rate, adalah rasio dari jumlah kapasitas layanan terpakai terhadap kapasitas maksimum yang ada.

3) Tingkat Kehilangan Air, yaitu ukurang yang mengukur sejauh mana perusahaan mampu menekan jumlah air yang hilang.

d. Analisa Berdasarkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

1) Produktivitas petugas, adalah rasio antara output yang dihasilkan dengan input.

2) Perputaran petugas dan staff, adalah kinerja pengelolaan sumberdaya manusia sehingga dapat mengurangi jumlah karyawan yang keluar. 3) Pelatihan petugas dan staff, adalah upaya perusahaan untuk

menghasilkan karyawan dengan kemampuan yang memadai sehingga dapat memaksimalkan produktifitas kerja.

4) Absensi, adalah tingkat Kehadiran petugas dan pegawai dalam melakukan aktivitas dan tanggungjawabnya.

3.2 Jenis Penelitian


(47)

mengukur dan menjelaskan tentang kinerja yang telah dicapai management dari berbagai sudut aspek, sesuai permasalahan penelitian.

3.3 Jenis data

Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berupa nominal terukur yang didapatkan baik dari laporan keuangan, maupun dari pemasaran, produksi, maupun yang lainnya. Selain itu penelitian ini juga menggunakan data kualitatif yaitu data yang tidak terukur secara nominal berupa hasil wawancara, penelitian terdahulu atau lainnya.

3.4 Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diambil dari laporan keuangan, maupun dokumentasi dari bagian lain seperti pemasaran, personalia maupun bagian layanan (operasi).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data melalui sumber-sumber publikasi ataupun catatan-catatan arsip yang dimiliki oleh perusahaan atau pihak lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Observasi


(48)

mengetahui keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti.

3.6 Teknik Analisa Data

3.6.1 Analisa Kuantitatif

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisa data secara kuantittif yaitu:

1. Melakukan perhitungan kinerja management berdasarkan empat perspektif bisnis (Nany, Rahardjo dan Handini, 2008):

a. Analisa berdasarkan perspektif keuangan. 1) Mengukur rentabilitas usaha

- ROI (Return On Investment)

ROI = 100

Aktiva

total x

EAT

- NPM (Net Profit Margin)

NPM = x100

Penjualan EAT

2) Mengukur tingkat pertumbuhan usaha

Growth = 100

1) -(n sales 1) -(n sales -(n) sales x

b. Analisa berdasarkan perspektif pelanggan (Nany, Rahardjo dan Handini, 2008)

1) Retensi Pelanggan

Retensi Pelanggan = 100

pelanggan Total

Lama Pelanggan


(49)

Pelanggan baru= 1 -n baru tahun pelanggan 1 -n baru tahun pelanggan -n baru th pelanggan x100

3) Keluhan pelanggan

Keluhan Pelanggan =

Pelanggan Total

Komplain Pelanggan

x 100

c. Analisa berdasarkan perspektif bisnis internal 1) SCE (Service Cycle Effectiveness)

SCE = 100

an Penyelesai Waktu layanan waktu x

2) Yield Rate

Yield rate = 100

Maksimum layanan Kapasitas erpakai layannan t Kapasitas x

3) TKA (Tingkat Kehilangan Air)

TKA = 100

Produksi Total

Air Kehilangan

x

d. Analisa Berdasarkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 1) Produktivitas karyawan

Produktivitas = 100

kerja jam total pasien total x

2) Perputaran karyawan

LTO = 100

tinggal yang Karyawan keluar Karyawan x

3) Pelatihan karyawan

Rasio pelatihan = 100

karyawan Total Terlatih Karyawan x 4) Absensi


(50)

Absensi = 100 Efektif Kerja

Hari Jumlah

absensi Jumlah

x

2. Menyajikan laporan kinerja masing-masing perspektif dalam tabulasi.

3.6.2 Menghitung rata-rata kinerja

Melakukan perhitungan rata-rata kinerja untuk masing-masing prespektif selama 5 tahun, untuk digunakan patokan menilai kinerja saat ini.

3.6.3 Membandingkan kinerja tahun terakhir dengan kinerja rata-rata dan

kinerja tahun historis.

Yaitu melakukan analisa penilaian kinerja baik secara historis ataupun menilai kinerja yang baik dan lemah pada masing-masing perspektif, dan membuat solusi pemecahan masalah.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1 Sejarah PDAM Delta Sidoarjo

PDAM Delta Sidoarjo dirunut berdasarkan sejarah berdirinya merupakan perusahaan yang tergolong tua. Perusahaan ini telah ada semenjak Jaman Hindia Belanda dalam bentuk usaha pelayanan air bersih yang diselenggarakan oleh Waterleiding Bedrijven. Pada masa kemerdekaan kepengurusan pelayanan air bersih dilimpahkan kepada Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur. Namun pada tahun 1976 berdasarkan Perda Propinsi Dati I: No. 4/1976 tertanggal 10 Juli 1976, pemerintah Kabupaten Sidoarjo menerima penyerahan sebanyak 1.904 unit pelanggan yang meliputi wilayah Larangan, Candi, Candi Selatan, Buduran Utara, Tanggulangin, Sepanjang, Kedurus, Driyorejo, Krian, Prambon dan Watu Tulis.

Setelah penyerahan pelanggan tersebut, pada tahun 1978 dengan diterbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Sidoarjo No. 5/1978 maka dibentuklah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian disahkan oleh Gubernur Jawa timur dengan Nomor: HK/498/1978.

4.1.2 Visi dan Misi Strategis Perusahaan

Saat ini dalam menjalankan dan mengelola layanan air bersih PDAM Delta Sidoarjo menggunakan visi “Menjadikan PDAM ‘Delta Tirta’ Sidoarjo sebagai percontohan tingkat nasional”. Sementara misi usahanya adalah


(52)

“menjadikan PDAM sehat dan pelayanan prima” dengan mengusung motto “Mengalir terus dan Jernih selalu”.

Secara administrative PDAM Tirta Sidoarjo dibagi menjadi 7 wilayah kantor cabang dengan 1 kantor pusat. Wilayah cabang tersebut meliputi Sepanjang dengan jumlah pelanggan mencapai 18.592 SR, Krian dengan jumlah pelanggan mencapai 1.026 SR, Waru II dengan jumlah pelanggan sebesar 14.496SR, Waru I dengan jumlah pelanggan sebesar 17.644 SR, Sidoarjo dengan jumlah pelanggan mencapai 25.042 SR, dan Porong dengan jumlah pelanggan mencapai 3.019 SR. Total pelanggan mencapai 88.014 SR.

4.1.3 Area dan Prestasi PDAM Delta Sidoarjo

Sumber Air baku yang digunakan dalam memenuhi permintaan pelanggan sebanyak 88.014 SR itu, PDAM Tirta Sidoarjo menggunakan 5 sumber air baku, yaitu ABT Wonoayu, Sungai Pelayaran, Kedunguling, Kanal Porong, dan Afvoer Buduran. Instalasai Pengolahan Air (IPA) yang digunakan sebanyak 8 buah dengan total produksi sebanyak 1.426,5 l/detik, yaitu Mata Air, IPA Wonoayu, IPA Siwalanpanji, IPA Porong, IPA Kdunguling, IPA T. Sari II & II, dan IPA Krian.

Dengan visi sebagai project percontohan nasional, saat ini telah ditunjukkan dengan keberhasilan perusahaan ini dalam meraih penghargaan, antara lain:

a. Penghargaan terbaik nasional dari USAID dalam pelayanan sambungan baru melalui program kredit mikro BRI, tahun 2008.


(53)

b. Merupakan 30 besar PDAM terbaik nasional pada tahun 2009.

c. Pilot Project sebagai percontohan nasional dalam menekan tingkat kehilangan air.

d. Percontohan nasional penggalian Potensi swadana masyarakat untuk pengembangan system penyediaan air minimum.

e. PDAM yang mampu 2 tahun mencapai full cost recovery.

f. Perpamsi Award tahun 2010 karena berhasil menciptakan kerjasama dan respon pemkab Sidoarjo dalam pengembangan PDAM.

g. Pilot Project Public Private Partnership. Skala nasional dan internasional. h. Penghargaan Bupati Sidoarjo sebagai pelayan publik terbaik 2010. i. Nominasi Otonomi Award 2010 oleh Jawa Pos Institute Pro Otonomi. j. Nominasi BUMD Award.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Deskripsi perspektif keuangan

Sebagai perusahaan BUMD PDAM Delta Tirta Sidoarjo telah memiliki Asset yang cukup besar. Pertumbuhan perusahaan juga cukup baik, hal ini dapat dilihat dari nilai Total Asset perusahaan pada tahun 2007 sebesar Rp. 60,4 milyar, pada tahun 2008 tumbuh hampir 100% menjadi Rp. 117,9 milyar. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2009 dimana pada tahun tersebut perusahaan mampu menekan angka kehilangan air dengan sangat signifikan, yang mampu menyumbang laba cukup signifikan. Tahun 2009 asset perusahaan meningkat sebesar Rp. 194,3 milyar. Walaupun pada tahun 2010 tidak mengalami


(54)

pertumbuhan yang signifikan dimana asset perusahaan hanya tumbuh 3 milyar, yaitu Rp. 197,6 milyar. Pada Tahun 2011 Total Asset perusahaan telah mencapai Rp. 205,2 milyar.

Tabel 4. 1

Ringkasan Neraca PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011

Pos Neraca 2007 2008 2009 2010 2011

Aktiva

Aktiva Lancar 22.348.430.399 43.657.562.525 71.923.230.561 73.126.178.623 75.931.571.535 Aktiva Tetap 38.052.732.841 74.335.849.705 122.463.879.064 124.512.141.980 129.288.892.074

Total Aktiva 60.401.163.240 117.993.412.230 194.387.109.625 197.638.320.603 205.220.463.609

Hutang Lancar 5.647.263.230 9.039.621.728 31.532.060.008 24.144.816.072 34.408.221.443 Hutang Tetap 18.906.055.161 31.496.798.579 38.383.815.842 50.146.925.688 47.516.115.327 Total Kewajiban 24.553.318.390 40.536.420.307 69.915.875.850 74.291.741.760 81.924.336.770 Ekuitas 35.847.844.850 77.456.991.923 124.471.233.775 123.346.578.843 123.296.126.839

Total Kewajiban

dan Ekuitas 60.401.163.240 117.993.412.230 194.387.109.625 197.638.320.603 205.220.463.609

Sumber: Bagian Keuangan

Total pendapatan perusahaan pada tahun 2007 mencapai Rp. 37 milyar. Jumlah tersebut meningkat signifikan, sehingga pada tahun 2011 penjualan perusahaan telah mencapai Rp. 133,6 milyar. Laba kotor pada tahun 2007 mencapai Rp. 9,2 milyar. Laba ini terus tumbuh hingga pada tahun 2011 telah mencapai Rp. 54,1 milyar. Pembukuan laba bersih pada tahun 2007 mencapai Rp. 6,7 milyar, naik signifikan pada tahun 2008 sehingga menjadi Rp. 10,6 milyar. Pada tahun 2009 laba bersih perusahaan telah meningkat menjadi Rp. 14,6 milyar, naik menjadi Rp. 16,1 milyar pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 telah mencapai Rp. 18,1 milyar.


(55)

Tabel 4. 2

Ringkasan Laba Rugi PDAM Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011

Pos Rugi Laba 2007 2008 2009 2010 2011

Penjualan 37.146.715.400 67.846.212.100 102.539.200.400 121.102.881.000 133.634.435.400 Harga Pokok

Penjualan

27.860.036.550 50.884.659.075 65.112.392.254 78.716.872.650 79.512.489.063

Laba Kotor 9.286.678.850 16.961.553.025 37.426.808.146 42.386.008.350 54.121.946.337

Biaya Operasional 1.514.730.116 4.044.140.335 15.313.087.563 17.640.047.200 24.409.347.002

Biaya administrasi 649.170.050 1.733.203.001 6.562.751.813 7.560.020.228 10.461.148.715 Total biaya operasi

& Adm

2.163.900.166 5.777.343.335 21.875.839.376 25.200.067.428 34.870.495.717 Laba sebelum bunga

dan pajak

7.122.778.684 11.184.209.690 15.550.968.770 17.185.940.922 19.251.450.620

Biaya bunga 294.639.821 486.437.044 838.990.511 891.500.902 983.092.042

Pajak 44.161.228 69.342.101 96.416.007 106.552.834 119.358.994

Laba bersih 6.783.977.635 10.628.430.545 14.615.562.252 16.187.887.186 18.148.999.584

Sumber: Bagian keuangan

4.2.2 Deskripsi perspektif pemasaran

Tarif PDAM Delta Tirta Sidoarjo dibedakan menurut kelas pelanggan, serta per quota pemakaian. Kelompok pelanggan dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok 1 terdiri dari 1A dan 1B, kelompok pelanggan 2 yang terdiri dari 2A, 2B, 2C dan 2D. Sementara pada kelompok 3 dibedakan menjadi kelompok 3A dan 3B. Kelompok empat terdiri dari kelas 4A dan 4B. Adapun quote pemakaian yaitu antara 0-10 m3, 11-20 m3, 21-30 m3 dan diatas 30 m3. Berikut rincian tarif penjualan air minum Delta Tirta Sidoarjo berdasarkan kelompok pelanggan dan quote pemakaian air per meter kubik. Tarif terendah pada kelompok 1A untuk penggunaan antara 0 hingga 10 kubik adalah Rp. 850 per meter kubik. Sedangkan tarif tertinggi pada kelas pelanggan ini adalah Rp. 2700 per meter kubik untuk kuota diatas 30 meter kubik. Pada kelas 2 tarif


(56)

terendah adalah Rp. 1400 per meter kubik, Sementara tertinggi sebesar Rp. 6300 per meter kubik. Kelas ketiga hanya pada kelas 3 A dimana ada kuota pemakaian 0-10 meter kubik dengan tarifk Rp. 3200. Sementara pada kelas 3B dan 3C kuota adalah 0-20 meter kubik. Pada pelanggan kelompok khusus tariff yang berlaku adalah Rp. 13000 per meter kubik. Tarif ini berlaku untuk bandara.

Tabel 4. 3

Tarif Air PDAM Delta Tirta Berdasarkan Kelompok Pelanggan

Tarif air (RP / m3) No.

Kelompok

pelanggan 0-10 11-20 21-30 > 30

1 1A 850 1100 1400 1800

1B 1100 1600 2200 2700

2 2A 1400 2100 2600 3000

2B 1600 2300 2800 3600

2C 2100 3400 4400 5300

2D 2400 4000 5500 6300

3 3A 3200 4500 6000 6900

3B 6000 6900 7900

3C 6400 7325 8000

4 4A 7300 8300 8800

4B 7800 8700 9300

Khusus 13000

Sumber: PDAM Delta Tirta (Eksekutif Summary)

Proporsi pelanggan dari keseluruhan kelompok pelanggan terbesar adalah pada kelas 2D. Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 4.1 tampak bahwa jumlah persentase pelanggan kelas 2D mencapai 93% dari 90.987 saluran pelanggan yang dimiliki oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo. Kelompok terbesar kedua adalah kelas 3B yang mencapai 3% dari keseluruhan pelanggan.


(57)

Gambar 4. 1

Proporsi Kelompok Pelanggan PDAM Delta Tirta Sidoarjo

Sumber: data diolah

Gambar 4. 2

Pertumbuhan Jumlah Saluran Pelanggan Delta Tirta Sidoarjo Tahun 2007-2011


(58)

Total pelanggan pada tahun 2007 mencpai 76.345 saluran pemasangan pelanggan. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 2008 menjadi 79.298 saluran pelanggan. Pada tahun 2009 mencapai 84.424 saluran pelanggan. Tahun 2010 telah mencapai 88.014 saluran pelanggan. Hingga pada akhir tahun 2011 pemasangan saluran pelanggan telah mencapai 90.987 saluran pelanggan.

Tabel 4. 4

Perbandingan Jumlah Pelanggan Tahun 2010-2011

No. Golongan 2010 2011

1 IA 230 250 2 IB 112 136

3 IC 1 1

4 2A 7 10

5 2B 133 140 6 2C 453 657

7 2D 82,277 84,277

8 3A 1,232 1,432

9 3B 2,569 2,756

10 3C 304 352 11 4A 625 679 12 4B 296 296

13 KHUSUS 1 1

88,240 90,987

Sumber: Delta Tirta Sidioarjo (Eksekutif Summary)

4.2.3 Deskripsi perspektif proses bisnis

Secara administrative wilayah PDAM Delta Tirta Sidoarjo dibedakan menjadi 1 kantor pusat dan 7 kantor Cabang. Tujuh kantor cabang tersebut meliputi daerah Krian, Sepanjang, Waru II, Waru I, Sidarjo, Porong dan Gedangan.


(59)

Gambar 4. 3

Peta Area dan 7 Kantor Cabang PDAM Delta Tirta Sidoarjo

Untuk melayani permintaan pelanggan sebanyak 90.987 saluran pelanggan pada tahun 2011 perusahaan menggunakan 5 sumber air baku. Kelima sumber air baku tersebut antara lain ABT Wonoayu, sumber air sungai pelayaran, sumber air kedunguling, sumber air kanal porong, dan sumber air afvoer Buduran.


(60)

Gambar 4. 4

Insatalasi Pengalahan Air yang digunakan oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo

Sumber: PDAM Delta Tirta Sidoarjo (Eksekutif Summary)

Tabel 4. 5

Kapasitas Produksi Instalasi Pengolahan Air Milik PDAM Delta Tirta Sidoarjo

NO IPA Sumber Air Produksi

(L/dtk) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 Mata Air IPA Wonoayu IPA Siwalanpanji IPA Porong IPA Kedunguling IPA T. Sari (HTB) IPA T. Sarti (TTS) IPA Krian Umbulan Air Tanah Afvoer Buduran Kanal Porong Afvoer Kedunguling Sungai pelayaran Mangetan kanal 170 1,5 165 25 100 475 250 240

Beli dr SBY Milik Milik Milik Milik Beli PT. HTB

Beli PT. TTS Milik


(61)

Dalam produksinya PDAM Delta Tirta Sidoarjo memanfaatkan 3 sumber air yaitu mata air, air tanah dan air permukaan. Ada 8 instalasi pengolahan air yang digunakan oleh PDAM Delta Tirta, yaitu Mata air, Wonoayu, Siwalanpanji, Porong, Kedunguling, Talangsari (HTB), Talangsari (TTS) dan Krian. Kapasitas produksi saat ini untuk mata air Umbulan mencapai 170 liter per detik, IPA ini merupakan beli dari PDAM Surabaya. IPA Wonoayu mampu mensuplai 1,5 liter per detik. Sementara kapasitas terbesar berasal dari IPA Talangsari yang mencapai 475 liter per detik. Total kapasitas air yang dihasilkan mencapai 1.426,5 liter per detik.

Tabel 4. 6

Jumlah Produksi dan Tingkat Kehilangan Air Tahun 2007-2008

Kapasitas Produksi

Tahun Sendiri Beli Total Terjual Air Hilang TKA

2007 10,887,479.49 12,091,183.02 29,425,620.23 19,192,354.00 10,233,266.23 34.78% 2008 11,459,401.68 11,789,455.00 30,156,320.22 19,015,250.00 11,141,070.22 36.94% 2009 10,214,386.20 13,203,446.52 30,042,312.34 20,005,222.00 10,037,090.34 33.41% 2010 12,293,279.84 13,682,446.40 31,521,230.35 22,430,240.00 9,090,990.35 28.84% 2011 11,194,835.49 13,795,147.60 31,985,244.25 21,223,304.00 10,761,940.25 33.65%

Sumber: Delta Tirta (Eksekutif Summary)

Permasalahan utama perusahaan air minum adalah besarnya tingkat kehilangan air. PDAM Delta Tirta pada tahun 2009-2010 mampu menekan kehilangan air hingga 29%. Dari prestasi ini perusahaan dapat penghargaan sebagai perusahaan PDAM terbaik yang mampu menekan kehilangan air ditingkat nasional.


(62)

4.2.4 Deskripsi perspektif Manajemen SDM

Tahun 2010 jumlah total karyawan perusahaan mencapai 454 orang. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 496 orang. Dari jumlah tersebut mayoritas berpendidikan SLTA. Tahun 2010 karyawan dengan pendidikan SLTA mencapai 370 orang Sementara tahun 2011 mencapai 385 orang. Peningkatan cukup besar pada tahun 2011 pada jumlah karyawan dengan pendidikan S1, tahun 2010 sebanyak 35 orang pada tahun 2011 meningkat menjadi 55 orang.

Tabel 4. 7

Karyawan PDAM Delta Tirta Sidoarjo Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tahun 2010 – 2011

Pendidikan 2010 2011

SD 18 18

SLTP 24 26

SLTA 370 385

D3 5 9

S1 35 55

S2 2 3

454 496

Sumber: Eksekutif Summary

Mayoritas karyawan berstatus karyawan tetap. Tahun 2010 jumlah karyawan tetap perusahaan mencapai 348 orang. Tahun 2011 jumlah karyawan tetap meningkat signifikan menjadi 396 orang. Sementara calon pegawai pada tahun 2010 mencapai 48, rekruitmen baru pada tahun 2011 menjadikan jumlah calon pegawai meningkat menjadi 52 orang. Jumlah karyawan honorer tetap konstan antara tahun 2010 hingga tahun 2011 yaitu sebanyak 12 orang tidak ada perubahan. Sementara jumlah karyawan subkontrak mengalami penurunan pada tahun 2011, tahun 2010 jumlah karyawan kontrak mencapai 46 orang tapi pada tahun 2011 turun menjadi 36 orang.


(63)

Tabel 4. 8

Karyawan PDAM Delta Tirta Sidoarjo Berdasarkan Status

Status 2010 2011

Tetap 348 396

Capeg 48 52

Hontap 12 12

Kontrak 46 36

Jumlah 454 496

Sumber: Eksekutif Summary

4.3 Analisis dan Pembahasan

4.3.1 Analisis data

Dalam pengukuran kinerja PDAM Delta Tirta Sidoarjo berdasarkan pengukuran balanced scorecard disajikan pengukuran pada empat prespektif antara lain:

a. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan

Pengukuran kinerja berdasarkan perspektif keuangan di dasarkan pada faktor fundamental keuangan, seperti indikator rasio profitabilitas/rentabilitas perusahaan dan tingkat pertumbuhan.

1) Mengukur rentabilitas usaha

Rasio rentabilitas perusahaan berguna dalam menilai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan return atau profit.

- ROI (Return On Investment)

ROI atau return on Investment merupakan ukuran dari tingkat perbandingan laba bersih yang dihasilkan dalam operasi usaha terhadap total aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini berguna


(64)

dalam menggambarkan rentabilitas usaha terhadap besaran investasi yang dikeluarkan oleh pemilik perusahaan. Untuk menghitung ROI digunakan rumus sebagai berikut:

ROI = 100

Aktiva

total x

EAT

Tabel 4. 9

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Return On Investment

Tahun EAT TA ROI Kinerja* KET

2007 6,783,977,635 60,401,163,240 11.2% Baik

2008 10,628,430,545 117,993,412,230 9.0% Baik Turun

2009 14,615,562,252 194,387,109,625 7.5% Kurang Turun

2010 16,187,887,186 197,638,320,603 8.2% Kurang Naik

2011 18,148,999,584 205,220,463,609 8.8% Kurang Naik

Rata-rata 13,272,971,440 155,128,093,861 9.0%

Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dengan menggunakan pendekatan trend tampak bahwa rasio ROI untuk tahun 2007-2011 mengalami trend penurunan. Ini artinya dengan menggunakan interval pengukuran kinerja selama lima tahun menyeluruh kinerja perusahaan tampak menurun. Hal itu dapat dilihat dari penilaian kinerja berdasarkan pertumbuhan, dimana kenaikan balik dari penurunan kinerja hanya terjadi pada tahun 2007.

Sedangkan jika mengukur kinerja saat ini yaitu tahun 2007 terjadi peningkatan yang cukup baik. Dengan menggunakan standar kinerja rata-rata selama lima tahun dengan ROI sebesar 9 persen, maka tahun 2007 dengan kinerja ROI sebesar 11,2 persen merupakan peningkatan


(65)

kinerja dengan rasio ROI yang kurang dari standar rata-rata maka membuat Manajemen membuat upaya efektifitas dan efesiensi, sehingga menghasilkan laba yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 capaian kinerja ROI masih masuk kategori baik dengan nilai 9%. Namun pada tahun 2009 kinerja ROI hanya 7,5%, dan meningkat kembali pada kisaran 8,2% hingga 8,8% pada tahun berikutnya.

- NPM (Net Profit Margin)

Net profit margin merupakan ukuran dari kemampuan Manajemen untuk Mengelola biaya seefektif mungkin sehingga memberikan kontribusi positif pada laba bersih bagi perusahaan. Kinerja ini sangat ditentukan perusahaan dalam menekan seefektif mungkin pada pos biaya-biaya administrasi dan umum. Pengukuran rasio ini menggunakan rumus:

NPM = x100

Penjualan EAT

Tabel 4. 10

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Net Profit Margin

Tahun EAT Sales NPM Kinerja* KET

2007 6,783,977,635 37,146,715,400 18.3% Baik

2008 10,628,430,545 67,846,212,100 15.7% Baik Turun

2009 14,615,562,252 102,539,200,400 14.3% Kurang Turun

2010 16,187,887,186 121,102,881,000 13.4% Kurang Turun

2011 18,148,999,584 133,634,435,400 13.6% Kurang Naik

Rata-rata 13,272,971,440 92,453,888,860 15.0%

Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun


(66)

Kinerja keuangan dengan indikator net profit margin secara trend menunjukkan trend yang turun. Pada tahun 2007 kinerja NPM mencapai 18,3% dari penjualan. Ini artinya perusahaan mampu menekan biaya operasi dan non operasi sampai 82%. Ini jelas lebih efektif bila dibandingkan dengan kinerja NPM pada tahun 2011 dimana rasio NPM mencapai 13,6% sehingga kemampuan manajemen dalam menekan biaya baik biaya HPP, biaya yang timbul dari beban operasi dan administrasi berkurang sehingga proporsi biaya mencapai 86,1%.

Bila menggunakan patokan standar kinerja selama lima tahun dengan rata-rata rasio NPM sebesar 15,0 persen, maka kinerja Manajemen dalam menekan biaya seefektif mungkin masih kurang. Ini dapat dilihat bahwa rasio NPM masih dibawah standar 15,0 persen atau hanya 13,6 persen pada tahun 2011.

2) Mengukur tingkat pertumbuhan usaha.

Tingkat pertumbuhan penjualan merupakan ukuran dari perusahaan untuk melakukan penetrasi dan upaya untuk meningkatkan volume penjualan, sehingga meningkatkan potensi laba bagi perusahaan. Rasio ini diukur:

Growth = 100

1) -(n sales

1) -(n sales -(n) sales


(67)

Tabel 4. 11

Kinerja Berdasarkan Perspektif Keuangan Growth Sales

Tahun Sales (n) Sales (n-1) naik (turun) % Kinerja* Pertumbuhan

2007 37,146,715,400 - -

2008 67,846,212,100 37,146,715,400 30,699,496,700 82.64% Baik

2009 102,539,200,400 67,846,212,100 34,692,988,300 51.13% Baik Naik

2010 121,102,881,000 102,539,200,400 18,563,680,600 18.10% Kurang Turun

2011 133,634,435,400 121,102,881,000 12,531,554,400 10.35% Kurang Turun

Rata-rata

92,453,888,860 65,727,001,780 19,297,544,000 29.36% Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Dari tabel diatas rata-rata penjualan tiap tahun mencapai Rp. 92,4 milyar epr tahun. Kenaikan tiap tahun rata-rata mencapai Rp. 65,7 milliar. Berdasarkan pengukuran kinerja pertumbuhan penjualan pada akhir tahun 2011 menunjukkan prestasi peningkatan yang kurang positif. Peningkatan penjualan dari tahun 2007 sebesar Rp. 37,1 milyar naik sebesar Rp. 30,699 milliar. Pertumbuhan pada tahun 2011 mencapai 10,7% dari penjualan tahun 2010. kinerja ini dalam kategori kurang baik, karena berdasarkan standard rata-rata pertumbuhan dalam 5 tahun tiap tahunnya naik 29%. Kinerja tahun terakhir menunjukkan capaian yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya.

b. Pengukuran Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan merupakan ukuran dari kinerja perusahaan dalam mengelola hubungan, dan menciptakan loyalitas pelanggan. Dalam pemasaran pelanggan merupakan asset penting. Manajemen pemasaran kontemporer lebih menekankan orientasi konsumen daripada orientasi penjualan, salah satu


(68)

alasannya karena pelanggan merupakan sumber pendapatan dan investasi penting perusahaan. Oleh Sebab itu perlu diukur sejauh mana perusahaan peduli dengan kepuasaan dan pemiliharaan konsumen.

1) Retensi Pelanggan

Retensi merupakan ukuran kinerja yang mengukur tingkat kehandalan Manajemen untuk mempertahankan pelanggan setianya, sehingga menjadi pelanggan yang potensial dan memberikan kontribusi bagi peningkatan penjualan. Pengukuran retensi pelanggan dengan rumus sebagai berikut:

Retensi Pelanggan = 100

pelanggan Total

Lama Pelanggan

x

Tabel 4. 12

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan Tingkat Retensi Pelanggan

Tahun Pelanggan Lama Total Pelanggan

Retensi

Pelanggan Kinerja* KET

2007 71,870 76,345 94.1% Kurang 2008 76,345 79,298 96.3% Baik Naik 2009 79,298 84,424 93.9% Kurang Turun 2010 84,424 88,014 95.9% Baik Naik 2011 88,014 90,987 96.7% Baik Naik

Rata-rata 79,990 83,814 95.4%

Ket:

* patokan nilai rata-rata selama lima tahun

Sumber: data diolah

Retensi pelanggan pada tahun 2007-2011 pada kisaran 93,9 persen untuk tingkat terendah, dan 96,7 persen untuk tertinggi. Secara umum selama lima tahun kinerja perusahaan dalam mempertahankan kepercayaan pelanggan cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari peningkatan rasio retensi pelanggan.


(69)

Pada Penilaian kinerja perusahaan saat ini, menunjukkan bahwa tahun 2011 merupakan kinerja tertinggi yang dicapai oleh perusahaan dalam memeprtahankan konsumennya. Sebanyak 88,014 pelanggan dari total pelanggan sebesar 90.987 pelanggan atau mencapai 96,7 persen pelanggan tetap mampu dipertahankan oleh perusahaan, menjadi pelanggan setianya. Dengan ukuran kinerja tingkat retensi standard berdasarkan rata-rata yaitu 95,4 persen, maka dapat dilihat bahwa kemampuan perusahaan dalam membina hubungan pelanggan dan mempertahankan loyalitasnya adalah sangat baik.

2) Pelanggan Baru

Dalam orientasi pasar, penetrasi pasar harus terus dilakukan untuk mencapai pangsa pasar tertinggi dan menjadi leader dalam persaingan bisnis tersebut. Oleh Sebab itu perusahaan perlu meningkatkan usaha pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan potensial yang baru. Ukuran kinerja berdasarkan perspektif ini diukur dengan:

Pelanggan baru= 1 -n baru tahun pelanggan 1 -n baru tahun pelanggan -n baru th pelanggan x100

Tabel 4. 13

Kinerja Berdasarkan Perspektif Pelanggan Rasio Pelanggan Baru

Tahun

Pelanggan Baru th ke-n

Pelanggan Baru th n-1

Naik

(Turun) Rasio Kinerja* Ket

2007 4,475 - - Baik

2008 2,953 4,475 (1,522) -34,01% Kurang Turun 2009 5,126 2,953 2,173 73,59% Baik Naik 2010 3,590 5,126 (1,536) -29,96% Kurang Turun 2011 2,973 3,590 (617) -17,19% Kurang Naik

Rata-rata 3,823 3,229 (300) -9,30%

Ket:


(1)

pengembalian atas investasi, namun menghasilkan kinerja yang kurang pada pertumbuhan laba perusahaan. NPM menunjukkan kinerja 15% diatas nilai rata-rata 13,6% begitu juga pada ROI yang masih menunjukkan moderat karena mencapai kinerja 8,8% atau tidak jauh berbeda dengan rata-rata lima tahunan ukuran ROI. Namun Growth hanya menghasilkan capaian 10,3% jauh dibawah rata-rata yang mencapai 29,4%. Bila dianalisis Nampak bahwa masih ada kelemahan dibididang pelanggan, sehingga menyebabkan pertumbuhan pendapatan perusahaan menjadi kurang positif.

Pada perspektif pelanggan kinerja perusahaan pada tahun 2011 kurang baik pada tingkat rekruitmen pelanggan baru dengan penurunan mencapai 17,2% padahal rata-rata kinerjanya hanya turun 9,3%. Ini artinya bahwa sumber kelemahan yang terjadi bisa berasal dari kebijakan manajemen pemasaran khususnya pada agen pemasaran dalam melakukan pendekatan ke pelanggan baru. Selain itu kelemahan tersebut juga bisa disebabkan oleh lemahnya pada orientasi pelayanan. Oleh Sebab itu sangat penting pengoptimalan peranan dari bagian marketing untuk memaksimalkan pemasaran dengan menentukan target pemasaran yang tepat. Tujuannya adalah agar bagian marketing mempunyai orientasi pasar yang jelas, dan mempunyai data riset pasar, dan riset pesaing sehingga dapat mengetahui kelemahan-kelemahan sisi pemasaran selama ini.

Kelemahan kedua terjadi pada kapasitas yang belum maksimal pada indikator yield rate instalasi pengolahan air (IPA). Kurangnya pemanfaat kapasitas yang ini juga bergantung pada sisi lain dari fungsi dalam perusahaan yaitu sisi pemasaran. Permintaan yang rendah terhadap produk memungkinkan


(2)

70

berkurangnya volume produksi, sehingga mengakibatkan kapasitas terpakai juga turun. Akibatnya yield rate ikut menurun pula. Oleh Sebab itu yang perlu diperhatikan dengan kaitan kinerja ini, yaitu membenahi secara komprehensif fungsi-fungsi yang lain yang terkait, seperti pemasaran dan personalia.

Kinerja pada perspektif proses bisnis internal juga menunjukkan dua indikator yang baik ataupun moderat yaitu MCE atau tingkat efektivitas produksi dan tingkat kehilangan Air (TKA). Sementara yield rate masih rendah, dengan capaian hanya 72,1% lebih rendah bila dibandingkan rata-rata 5 tahun yang bisa mencapai 76,4%. Kelemahan pada yield rate ini kemungkinan rendahnya penetrasi pasar yang disebabkan penurunan jumlah pelanggan baru. Akibatnya kapasitas yang masih besar banyak yang belum terpakai. Namun dari dua indikator tampak kinerjanya masih diapreasasi karena efektivitas produksi dan kemampuan mencagah kebocoran air, karena tidak menunjukkan kinerja yang jatuh.

Pengukuran kinerja pembelajaran dan pertumbuhan yang menilai kemampuan karyawan apakah SDM yang ada merupakan SDM yang telah bekerja seperti yang diharapkan. Tampak dari empat indikator pada perspektif pertumbuhan pembelajaran hanya produktivitas kerja yang bernilai negatif atau kurang, sementara kinerja lainnya menunjukkan hasil yang positif dalam artian baik ataupun moderat. Produktivitas karyawan hanya mencapai 25,03 sementara rata-ratanya mampu mencapai 26,89. Capaian LTO amat rendah yaitu 0,2%. Sementara pelatihan pada karyawan telah mencapai 85,7%. Sementara tingkat absensi masih moderat.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5

5.1 Kesimpulan

Dari analisa data dan interpretasi dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan pokok-pokok hasil penelitian:

1. Balanced Scorecard merupakan ukuran kinerja yang komprehensif, yang mengukur bukan hanya perspektif keuangan, namun perspektif non keuangan. Dalam Balanced Scorecard pengukuran dilakukan pada empat perspektif yaitu, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

2. Dengan menggunakan ukuran standard kinerja rata-rata selama lima tahun, di dapatkan kesimpulan bahwa PDAM Delta Tirta Sidoarjo mempunyai kinerja yang kurang baik dalam perspektif baik keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, maupun pembelajaran dan pertumbuhan. Indikator NPM, retensi pelanggan, MCE, LTO maupun pelatihan menunjukkan nilai positif dengan kualitas kinerja yang baik.

3. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa PDAM Delta Tirta Sidoarjo lemah dan kurang pada empat perspektif keuangan, pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Indikator dari masing-masing perspektif tersebut yang kurang antara lain Growth, Yield Rate, dan produktivitas.


(4)

72

5.2 Saran

Dari kesimpulan tersebut maka perlu diajukan beberapa saran penelitian ini antara lain:

1. Perlu pembenahan dalam kebijakan sumberdaya manusia, khususnya masalah pengembangan sumberdaya manusia. Kebijakan ini bisa dilaksanakan jika pandangan manajemen terhadap fungsi karyawan juga berubah, dimana karyawan tidak dipandang sebagai fungsi produksi namun asset yang bisa diberdayakan. Karyawan yang terlatih akan sangat membantu perusahaan dalam meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi tingkat kesalahan, dan mengurangi biaya operasi.

2. Perlunya pengukuran dengan ukuran yang komprehensif pada perusahaan. Pengukuran yang terpisah dan tidak menyeluruh akan menyulitkan bagi koordinasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan keputusan yang akan diambil akan di dasarkan pada informasi yang parsial. Akibatnya hasil yang dicapai sering kurang maksimal dan tidak sesuai dengan perencanaan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amin Widjaja Tunggal, Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard.

Harvarindo, Jakarta. 2008.

Dessy, A. I. 2009. Pengukuran kinerja perbankan berdasarkan analisis balanced scorecard pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Skripsi. Universitas Gunadarma.

Hansen, Don R and Mowen, Maryanne M, 2004. Management Accounting, sixth edition, South-Western, America.

Imelda R.H.N. 2004. Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi

Publik. Jurnal Akuntasi dan Keuangan. Vol. 6 No. 2. Uk. Petra.

Nopember 2004.

Putrayasa, I. M. A. 2011. Pengukuran kinerja ditinjau dari Balanced Scorecard pada koperasi Mertha Yasa di desa Panarungan. Jurnal Bisnis dan

Kewirausahaan. Vol. 7. No 3. Nopember 2011.

Kaplan, S. Robert, dan David, P. Norton,. 2000. The Balanced Scorecard:

Translating Strategy into Action, Edisi satu, Boston, United States of

America: Harvard Business School Press.

Nany, M. Raharjo, L. dan Handini, K. W. 2008. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Pengukur Kinerja Manajemen Rumah Sakit Umum Inderamayu. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan. LIPI.

Malina, Mary, A. dan Selto, Frank, H., 2004”Communicating and Controlling Strategy: an Emperical Study of the Effectiveness of the Balanced

Scorecard. 8 Februari 2004.

Mardiasmo, 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi , Yogyakarta.

Mattson, Beth,. 2007. Executives learn how to keep score : Balanced Scorecard gets all employees focusing on vision, http://www.ianalliot.com.

Mavrinac, Sarah, dan Michael, Vitale, 2007. The Balanced Scorecard,

http://www.research.com.

Monika Kassusetya Ciptani, 2008. Balanced Scorecard Sebagai Pengukuran

Kinerja Masa Depan : Suatu Pengantar. Jurnal akuntasi dan

Keuangan Vol. 2 No. 1 UK. Petra. Mei 2008.


(6)

74

Kedua, YKPN, Yogyakarta.

Usman, R. 2011. Pengaruh biaya kualitas terhadap kinerja balanced scorecard perusahaan manufaktur berskala besar. Jurnal Ekonomi Bisnis. Vol. 16 No. 2 2011.

Robert S. Kaplan and David P. Norton. 2008. Balanced Scorecard Menerapkan

Strategi Menjadi Aksi. Alih bahasa oleh Peter R. Yosi Paslah, Editor

Wisnu Chandra K. Erlangga. Jakarta.

Rohm, Howard. 2004 “Improve Public Sector results With A Balanced Scorecard:

Nine Steps To Succcess”, http:\\www.balancedscorecard.org. 25

Agustus 2004.

Srimindarti,Ceacilia. 2004. Balance Scorecard Sebagai Mengukur Kinerja. Fokus

Ekonomi, Vol. 3 No. 1.

Thomas Secakusuma. 2007. Perspektif Internal Bisnis dalam Balanced

Scorecard. Usahawan No. 06. Tahun XXVI, Juni Hal. 8-13, 2007.

Yuwono, Teguh. 2002. Menggagas Kinerja Birokrasi Publik. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS.

Widianingsih, M. 2009. Implementasi balanced scorecard pada organisasi sektor publik. Percikan. Vol 102 Edisi Juli 2009.