EFEKTIFITAS MODEL BLENDED LEARNING DENGAN MOODLE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA : Studi Pemanfaatan E-Learning di Kelas X SMA Cakra Buana Kota Depok.

(1)

i DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ……… i

PERNYATAAN ……….. ii

ABSTRAK ……….. iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMA KASIH ……… v

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… x

DAFTAR TABEL ……… xii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 15

C. Batasan Masalah ……… 16

D. Tujuan Penelitian ……….. 17

E. Manfaat Penelitian ………. 18

F. Variabel Penelitian ………. 19

G. Hipotesis Penelitian ………... 20

H. Definisi Operasional ……….. 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 22

A. Hakikat Kurikulum ……… 22

1. Pengertian Kurikulum ………. 22

2. Kurikulum dan Pembelajaran .……… 30

B. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ……… 37

1. Belajar ………. 37

2. Pembelajaran ……….. 43

C. Hakikat Pembelajaran Fisika ………... 45

1. Makna dan Fungsi Pembelajaran Fisika …… 45


(2)

ii

D. Hakikat E-learning ………. 50

1. Konsep Model Blended Learning ……… 53

2. Dukungan Teoritis dan Empiris ……….. 69

3. Langkah-Langkah Blended Learning ………. 71

E. Penelitian Yang Relevan ………..………. 74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 77

A. Metode Penelitian ………. 77

B. Desain Penelitian ……….. 78

C. Populasi dan Sampel Penelitian ..………. 79

D. Teknik Pengumpulan Data ……… 80

1. Jenis Penilaian .……… 80

2. Persyaratan Instrumen Penilaian .……… 81

a. Uji Validitas Instrumen ………. 81

b. Uji Reliabilitas Instrumen .……… 82

E. Pengolahan dan Analisa Data ……… 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 84

A. Hasil Penelitian ……… 84

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian …………. 84

2. Analisis Deskriptif ………. 91

3. Pengujian Hipotesis .……….. 117

B. Pembahasan ……….. 126

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 130

A. Simpulan ……….. 130

B. Rekomendasi ……… 131

1. Bagi Guru ……… 131

2. Bagi Sekolah ……….. 132

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….. 133

DAFTAR PUSTAKA ……… 134


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang begitu cepat, sehingga menuntut sumber daya manusia yang bisa tanggap akan perkembangan tersebut. Dalam dunia pendidikan, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi akan sebuah pola dan model pembelajaran yang berdasarkan teori-teori belajar yang ada. Dalam proses pembelajaran, guru sebagai salah satu sumber daya manusia tentunya memegang peranan penting akan keberhasilan dan keefektifan sebuah pendidikan. Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuannya (komptensi guru) dalam menguasai materi yang akan disampaikan. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dikuasainya sehingga ia mampu menyampaikan materi secara profesional dan efektif. Faktor-faktor tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 Bab IV Bagian Kesatu Pasal 10 yakni, “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.” Kompotensi-kompotensi tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007. Dalam kompetensi pedadogik, salah satunya poinnya adalah seorang guru harus menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Penguasaan meliputi kompetensi guru dalam menerapkan berbagai


(4)

pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu.

Pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran tidak begitu saja diterapkan dalam suatu pembelajaran. Semua itu tentunya didasari oleh teori belajar yang dianut mereka. Teori belajar muncul dari definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli. Salah satunya definisi belajar yang diungkapkan oleh Hilgard dalam Sanjaya (2009:235-235): “Learning is the process by which an activity originates or changed

through training procedures (whether in the laboratory or in the natural enviroment) as distinguished from change by factors not atributable and training”. Menurutnya

belajar adalah sebuah proses dimana terdapat perubahan perilaku dari seseorang melalui latihan baik itu latihan di lab (tempat yang dikhususkan untuk proses belajar mengajar, kelas) maupun latihan di lingkungan alamiahnya. Beranjak dari konsep belajar yang menjelaskan tentang perilaku, ada dua kelompok/aliran teori belajar, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif.

Salah satu teori belajar dari aliran kogntif yang menjadi terkenal saat ini untuk menghasilkan efektifitas dan keberhasilan guru di kelas adalah teori belajar konstruktivis. Menurut teori ini belajar bukanlah hanya sekedar menghafal akan tetapi belajar sebagai proses mengkonstruksi atau membangun pengetahuan melalui pengalaman. Seperti yang dikemukakan oleh Trianto (2010:74) bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang manyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan


(5)

aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Teori lain tentang konstruktivisme dikemukakan oleh Casas (2006) bahwa, “Construtivism

is an approach to teaching and learning that acknowledge that information can be conveyed but understanding is dependent upon the learner”. Selanjutnya Chang

(2001) mengatakan bahwa, “from the viewpoint of recently developed constructivist

learning theory, knowledge should not be accepted passively, it should be actively constructed by cognition.”

Teori-teori belajar tersebut awalnya dilakukan dalam sebuah pembelajaran langsung atau tradisional yang belum menggunakan alat atau media pembelajaran melalui aplikasi ICT (Information and Communication Technology). ICT dalam konteks bahasa Indonesia dikenal dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Menurut Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia dalam Rusman (2009:3) bahwa TIK sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian informasi Dalam dunia pendidikan, TIK sangat membantu mereka-mereka yang dulunya tersisihkan karena miskin sehingga tak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang diinginkan, tersisih karena alasan budaya dan sosial, minoritas, perempuan, penyandang cacat, lanjut usia (lansia) serta mereka-mereka yang tinggalnya terpencil. Teknologi dalam TIK yang dimaksud mencakup komputer, internet, teknologi penyiaran (radio dan televisi), serta perteleponan.


(6)

Salah satu sifat dari TIK (Rusman, 2009:5) adalah kemampuannya untuk melintasi ruang dan waktu, artinya dimana saja dan kapan saja bisa digunakan, misalnya materi belajar online bisa diakses dimana saja. Pendapat Rusman didukung oleh Robyler et.al (1997:28) yang menyatakan, “common sense rationale for using

technology is based on two major points: (1) technology is everywhere and (2) technology has been shown to be effective”.

Pembelajaran secara online atau materi belajar online yang menggunakan fasilitas internet mengundang banyak istilah dalam pembelajaran. Istilah-isitlah pembelajaran tersebut diantaranya online learning, distance learning, web-based learning,

e-learning (Luik, 2010). Hal tersebut banyak membuat orang menjadi bingung dengan

istilah-isitlah tersebut, akan tetapi Tsai dan Machado (2010) memberikan definisi berdasarkan pendekatan terminologi, “Our approach to defining these terms involves

two complementary methods. The terminology is analyzed based on the individual meaning of the constituting terms, and the meaning of related concepts.” Berdasarkan

hal tersebut, maka mereka memberikan definisi untuk masing-masing istilah di atas sebagai berikut:

E-learning sebagian besar berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan komputer

dan jaringan interaktif secara bersamaan. Artinya, komputer tidak perlu menjadi elemen pusat dalam kegiatan atau menyediakan isi pembelajaran, tetapi komputer dan jaringan harus memegang keterlibatan besar dalam kegiatan pembelajaran.


(7)

Online learning dihubungkan dengan konten yang siap diakses pada komputer.

Konten tersebut mungkin di Web atau internet, atau hanya diinstal pada CD-ROM atau hard disk komputer.

Distance learning melibatkan interaksi pada jarak jauh antara instruktur dan

peserta didik, dan memungkinkan reaksi instruktur tepat waktu pada peserta didik. Dengan cukup memposting atau menyiarkan materi pembelajaran untuk peserta didik bukan merupakan pembelajaran jarak jauh. Instruktur harus terlibat dalam menerima umpan balik dari peserta didik.

Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan

dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain.

Dalam sistem pembelajaran jarak jauh (distance learning) adalah metode pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Sebagian besar karena siswa bertempat tinggal jauh atau terpisah dari lokasi lembaga pendidikan. Sebagian karena alasan sibuk sehingga siswa yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut.

Sebagaimana sistem pembelajaran langsung atau konvensional, sistem pembelajaran jarak jauh juga membutuhkan sarana prasarana penunjang pendidikan, agar tujuan umum pendidikan bisa diwujudkan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Salah satu sarana yang yang penting dalam menunjang pembelajaran tersebut adalah


(8)

sesuatu berbasis ICT. Tidak seperti sistem pembelajaran langsung, sistem pembelajaran jarak jauh membutuhkan pengelolaan dan manajemen pembelajaran yang “khusus”, baik dari sisi siswa (pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional siswa) maupun guru sebagai instrukturnya agar tujuan pendidikan bisa terwujud.

Dari sisi instruktur (guru), beberapa faktor yang penting untuk keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh adalah perhatian, percaya diri guru, pengalaman, mudah menggunakan peralatan, kreatif, active learning, dan kemampuan menjalin interkasi dan komunikasi jarak jauh dengan siswa. Juga memperhatikan hambatan teknis yang mungkin terjadi, sehingga pembelajaran jarak jauh bisa berlangsung efektif. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Munir (2010:2), “Pengajar (guru) hendaknya mengenali pembelajarnya dengan baik melalui interaksi dan komunikasi yang lebih baik sehingga pembelajar dapat mengembangkan kemampuannya.”

Dari sisi siswa, salah satu faktor yang penting adalah keseriusan mengikuti proses belajar mengajar di saat instruktur (guru) tidak berhadapan langsung dengan siswa. Pada level ini, keterlibatan dan kehadiran ‘orang-orang’ di sekitar, termasuk anggota keluarga memegang peranan penting dan strategis. Kehadirannya bisa mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar secara efektif, tapi sebaliknya bisa juga menjadi penghambat. Faktor yang lainnya adalah active learning dan komunikasi yang efektif. Partisipasi aktif siswa pembelajaran jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.


(9)

Keberhasilan sistem pembelajaran jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi dan komunikasi yang efektif dan maksimal antara intstruktur (guru) dan siswa, interaksi antara siswa dengan berbagai fasilitas pembelajaran seperti kreatif mencari materi-materi penunjang dari sumber-sumber lain seperti internet atau digital-library melalui web. Selain itu keaktifan dan kemandirian siswa dalam pendalaman materi (eskplorasi), mengerjakan soal-soal latihan dan soal-soal ujian.

Pembelajaran jarak jauh secara definisi dan metode berbeda dengan pembelajaran berbasis web (web-based learning). Akan tetapi banyak kesamaan dalam beberapa hal, seperti sarana penunjang dalam proses pembelajaran (penggunaan ICT), pengelolaan khusus (berbeda dengan pembelajaran konvensional) baik untuk siswa maupun instruktur (guru). Pembelajaran berbasis web materi pembelajaran disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswanya dalam pembelajaran berbasis web dimediasi oleh web, sehingga interaksi yang terlihat sepertinya hanya antara siswa dan web atau CD (sekarang DVD).

Istilah web-based learning terkadang dikatakan sama dengan online learning seperti definisi yang diungkapkan oleh Tsai dan Machado di atas, oleh karena itu dalam beberapa artikel keduanya istilah tersebut bersinonim. Hal ini juga diungkapkan oleh Trombley & Lee dalam Luik (2006) dimana,

” web based learning and online learning are used as synonim and web-based

learning is defined as learning that is delivered wholly or in part via the Internet or an Intranet. Web-based learning is only one form of e-learning and only one form of distance learning. E-learning covers all learning with


(10)

electronic technology and distance learning is all learning when students are not required to be physically present at a specific location during the term.”

Istilah lain dalam pembelajaran yang menggunakan aplikasi TIK dikenal dengan nama Blended Learning. Model Blended Learning ini salah satunya muncul ketika Kerres dan Witt dalam Luik (2006) menyatakan bahwa web-based learning dapat dikombinasikan dengan face-to-face learning. Sejalan dengan definisi Web-based

learning sudah dijelaskan sebelumnya, Hung (2007:5) juga berpendapat, “different people define web-based learning differently.” Sementara itu menurut Alessi and

Trollip dalam Luik (2006) face-to-face learning atau web-based courses atau on-site

learning adalah pembelajaran menggunakan sumber belajar web dengan tatap muka

antara guru dan siswanya yang dilakukan di ruang kelas.

Pembelajaran berbasis web dikatakan bermakna karena menurut Rivai dan Murni (2009: 449), salah satu dari empat komponen penting dalam membangun budaya belajar dengan penggunaan model pembelajaran dengan web adalah murid dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang sesuai agar murid mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam pembelajaran.

Berdasarkan beberapa studi yang ada, penggunaan web dalam pembelajaran umumnya diterapkan di sekolah-sekolah tinggi atau universitas untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif dan bermakna. Akan tetapi model pembelajaran berbasis web juga bisa diterapkan di tingkat sekolah dasar dan menengah. Seperti yang diungkapkan oleh Passey dalam Luik (2006), “...web based learning is used often as


(11)

examples of materials produced by teacher for specific information gathering excercises or to offer information on primary and secondary level.

Karena Blended ini merupakan kombinasi dari pembelajaran berbasis web dan pembelajaran tatap muka, maka pembelajaran ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun, termasuk mata pelajaran fisika yang salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi yang pesat. Seperti yang diungkapkan oleh Arends (2007:7),

“perubahan besar yang terjadi dalam cara menyimpan dan mengakses informasi dengan komputer dan teknologi digital akan mengubah aspek pendidikan. Saat ini dan di masa mendatang, internet berpotensi untuk menghubungkan siswa ke berbagai sumber yang sebelumnya tidak tersedia. Banyak yang percaya bahwa internet akan menjadi, bila saat ini belum, medium pertama untuk informasi dan akan mengubah secara substansial bentuk-bentuk publikasi cetakan maupun visual. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan para pendidik untuk meredifinisikan banyak pelajaran dan tugas-tugas yang mereka berikan kepada siswa.”

Trianto (2010:137) menyatakan bahwa Fisika merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan serta penemuan teori dan konsep.

Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/MA baik itu di kelas X atau di kelas XI dan XII yang mengambil jurusan IPA. Walaupun materi Fisika sudah diajarkan di tingkat SMP, akan tetapi di tingkat tersebut bisa dikatakan sebagai materi pengenalan. Materi yang lebih dalam pembahasannya terdapat di tingkat SMA. Hal ini diungkapkan dalam BSNP Tahun


(12)

2006, “Mata pelajaran Fisika di SMA/MA merupakan pengkhususan IPA di SMP/MTs yang menekankan pada fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak…”.

Berdasarkan wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana, masih ada siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimal yakni 76, rata-rata dari siswa baru mencapai ketuntasan 61. Jika kondisi tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik dari status Sekolah yang dalam kategori RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional).

“Sebagai salah satu sekolah yang ditujuk oleh Departemen Pendidikan Nasional untuk menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), SMA Cakra Buana mengembangkan Kurikulum Nasional yang diperkaya dengan lebih progresif dengan adaptasi Kurikulum Internasional, penggunaan system pengajaran yang dikemas secara Active Learning dipadukan dengan pendekatan

Multiple Intelligences yang bertujuan mengeksplorasi setiap potensi peserta didik

untuk membantu secara komprehensif pengembangan Intelektual, emosional, serta Spiritualitas peserta didik. SMA Cakra Buana memiliki program ciri khas, yang dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan diri peserta didik serta membantu mereka berkolaborasi dengan sesama peserta didik dan memupuk jiwa kepemimpinan, sehingga diharapkan peserta didik memiliki karakter yang santun dalam bersikap namun tegar dalam menghadapi tuntutan zaman, serta memiliki kepedulian sosial tinggi.”

(Sumber: Profil RSBI SMA Cakra Buana 2011) Fisika adalah salah satu pelajaran yang menuntut siswanya untuk lebih mengeksplor pengetahuan bukan hanya dari sebuah buku yang ada di sekolah, akan tetapi siswa dituntut untuk mengembangkan pengetahuan secara luas, khususnya untuk pengetahuan konsep dan teori di samping praktiknya di lapangan. “... proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, terori-teori dan sikap ilmiah


(13)

siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan” (Trianto, 2010:143). Dalam wawancara dengan guru Fisika di SMA Cakra Buana Depok, selama ini pembelajaran fisika masih menggunakan model konvensional dimana penggunaan komputer dengan program power point dijadikan media untuk menyampaikan informasi, proses bimbingan umumnya dilakukan dengan metode ceramah saja, dan latihan soal serta tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa masih disampaikan secara manual (baik itu ditulis di papan tulis atau pun diketik di atas selembar kertas). Padahal SMA Cakra Buana Depok, sebagai salah satu sekolah swasta di Depok yang sudah berkategori Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI); memiliki fasilitas yang cukup lengkap baik fasilitas teknologi seperti ruang multimedia, komputer, dan jaringan internet maupun fasilitas lainnya. Selain itu SMA Cakra Buana merupakan sekolah swasta dengan jumlah siswa tiap kelas yang kecil dibatasi maksimal 24 siswa (dengan 2 guru di kelas) jauh lebih kecil dibandingkan sekolah negeri yang bisa mencapai 40 siswa (dengan 1 guru di kelas) dan mobilitas siswa di luar sekolah sangat tinggi disebabkan sering mengikuti kegiatan atau aktivitas orang tuanya.

Karakterisitk sekolah di atas sebagain merupakan karkateristik dari RSBI, seperti yang dikemukakan oleh mantan menteri pendidikan, Bambang Sudibyo dalam Ahmadi dan Amari (2010:25). Menurutnya, “suatu sekolah akan dirintis menjadi sekolah internasional harus terakreditasi A secara nasional dan indikator tambahan lainnya adalah harus menerapkan sistem akademik berbasis teknologi informasi dan komunkasi (TIK).” Berdasarkan hal tersebut, RSBI bukan hanya untuk sekolah


(14)

perkotaan akan tetapi sekolah pedesaan yang sudah mempunyai fasilitas yang lengkap dan memadai bisa jadi berstatus RSBI. Namun bagi sekolah pedesaan, untuk mendapatkan fasilitas tersebut perlu sekali bantuan dari pemerintah seperti yang diungkapkan oleh Paul Suparno dalam surat kabar The Jakarta Post edisi Saturday,

July, 16, 2011 page 7,

“Centralization should be done not only for teacher placement, but also for

improving facilities and teacher quality. Since poor provinces cannot improve their own school, the central government must help them, especially in proving school facilities. Some poor schools cannot meet the national standard without the central government’s assistance.”

RSBI merupakan satuan pendidikan sebelum mencapai SBI (Sekolah Berstandar Internasional). Untuk itu di Indonesia SNBI (Sekolah Nasional Berstandar Internasional) dirancang agar memenuhi tiga indikator penting seperti berikut (Ahmadi dan Amari, 2009:24), yaitu:

1. Mencirikan wawasan kebangsaan.

2. Memberdayakan seluruh potensi kecerdasan (multiple intelligencies). 3. Meningkatkan daya saing global.

Selain masalah-masalah di atas, ada juga permasalahan umum yang mengakibatkan nilai fisika siswa rendah, yakni,

• Prof. Dr. Mundilarto pada pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), di Yogyakarta. Menurut dia, “fisika yang sebenarnya mudah dipelajari berubah menjadi mata pelajaran yang sulit dipahami dan


(15)

tidak disenangi sebagian besar siswa. Itu, sambungnya, bisa terjadi karena guru tidak menggunakan pendekatan atau strategi pembelajaran yang tepat.”

• Ani Rusilowati (2006), “Kesulitan belajar Kelistrikan (salah satu materi fisika kelas X) antara lain disebabkan oleh rendahnya penguasaan konsep, lemahnya kemampuan matematis, dan kekurangmampuan mengkonversi satuan.”

• Sudibyo dkk. (2008), “salah satu penyebab rendahnya motivasi siswa terhadap pelajaran fisika adalah adanya pola pembelajaran yang terlalu menekankan kepada pendekatan keilmuan (scientific approach). Kegiatan berlangsung tanpa memperhatikan tingkat perkembangan kognitif siswa, kebutuhan siswa, dan pra-konsepsi siswa yang diperoleh dari lingkungannya.”

Beranjak dari permasalahan di atas peneliti memandang bahwa dengan guru menerapkan model Blended Learning dalam pembelajaran Fisika akan meningkatkan hasil belajar siswa dengan memperhatikan kognitif siswa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan oleh Bersin (2004:58),

“This simple blend solve many problems: first, you have forced people to

come prepared, making the classroom experience far more efficient. Second, you have made the classroom experience more relevant because the instructor knows the level of competency of the students before they arrive. Third, you have save money (if the audience is large enough to offset the cost of the web-base module) because the total time in classroom reduced. Finally, in most examples, you have improved the learning result because the program is now more aligned to the specific needs of the learners.”


(16)

Model ini yang terdiri dari atas 4 tahapan instruksional dari Alessi dan Trollip (2002), yakni tahapan satu (presenting information) dan tahapan kedua (guiding the

learner) menggunakan pembelajaran tatap muka (face to face learning), sedangkan

tahapan ketiga (practicing) dan tahapan keempat (assessing learning) menggunakan pembelajaran berbasis web (web-based learning). Tahapan ini digabungkan dengan adopsi solusi Blended Learning yang diimplementasikan pada tahun 2004 dan 2007 oleh Marco et.el (2009).

Penerapan Blended Learning ini di dalamnya termasuk penggunaan media komputer dalam pembelajarannya. Tujuan kognitif dari pemakaian komputer dalam kegitan pembelajaran menurut Setiawan dalam Hidayat dkk. (2010), adalah komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri. Dalam penelitian sebelumnya, ada beberapa penemuan yang mendukung penggunaan media tersebut untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yakni penelitian yang dilakukan oleh Wikidi (http://pps.uny.ac.id/index.php?pilih=pustaka&mod=yes&aksi=lihat&id=57) dengan judul Pengembangan Media Pembelajaran Berbantuan Komputer untuk Mata Pelajaran Fisika SMA. Menurut hasil penelitiannya adalah ditemukan mampu menaikkan rata-rata tes fisika siswa sebesar 31,10%. Penelitian lainnya dilakukan oleh Widha Sunarno sebagai Dosen Pendidikan Fisika P.MIPA FKIP UNS (http://perpustakaan.uns.ac.id/jurnal/upload_file/115-fullteks.pdf) dengan judul


(17)

Pembelajaran Fisika Dengan Media Komputer, Audio Visual, dan Konvensional Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Siswa. Hasil penelitiannya menemukan bahwa pembelaran fisika dengan menggunakan media komputer mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan pemasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas model Blended Learning dengan Moodle dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Fisika di kelas X SMA Cakra Buana Kota Depok?”.

Rumusan masalah tersebut diuraikan lebih jauh pada variabel hasil belajar berdasarkan revisi taksonomi Bloom pada tujuan pembelajaran (educational

objectives) yang dikemukakan oleh Anderson, et al. (2001) dalam bukunya A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Uraian pertanyaan penelitiannya sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam ranah kognitif level mengingat (remember)?

2. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam ranah kognitif level memahami (understand)?


(18)

3. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam ranah kognitif level menerapkan (apply)?

4. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan model Blended Learning dibanding hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional dalam ranah kognitif level menganalisa (analyze)?

C. Batasan Masalah

Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, maka penelitian ini dibatasi pada, 1. Penerapan model ini hanya dibatasi pada Mata Pelajaran Fisika Kelas X Semester

2 di SMA Cakra Buana Depok.

2. Materi Fisika yang dipilih dalam penelitian ini adalah Suhu dan Kalor.

3. Hasil belajar yang akan diteliti hanya pada ranah kognitif saja (tidak untuk ranah afektif dan psikomotor). Ranah tersebut dipecah berdasarkan revisi taksonomi Bloom. Dari 6 dimensi atau level yang ada hanya empat (4) level yang akan diteliti yakni level mengingat (remember), level memahami (understand), level menerapkan (apply), dan level menganalisa (analyze). Sedangkan level mengevaluasi (evaluate) dan level menciptakan (create) tidak dilibatkan dalam penelitian ini karena disesuaikan dengan kompetensi dasar (KD) yang ada yang hanya sampai pada tingkatan menganalisa.


(19)

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah,

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model

Blended Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam level mengingat (remember). Dalam level ini siswa diharapkan bisa mengenal (recognizing) dan atau menyebutkan kembali (recalling) teori-teori dan konsep-konsep dasar tentang materi suhu dan pemuaian; kalor dan perubahan wujud; dan perpindahan kalor. Teori-teori dan konsep-konsep tersebut sebagai dasar untuk menginjak pada level selanjutnya yakni level memahami (understand).

2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model

Blended Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam level memahami (understand). Setelah siswa dapat mengingat teori-teori di atas, maka siswa dituntut bisa memahami materi-materi misalnya dengan menginterpretasikan (interpretating) atau menerangkan dengan contoh (exemplifying) atau mengklasifikasikan (classifying) atau (summarizing) atau berpendapat (infering) atau membandingkan (comparing) atau menjelaskan (explaining) prinsip-prinsip yang ada dalam suhu dan pemuaian; kalor dan perubahan wujud; dan perpindahan kalor.

3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model

Blended Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model


(20)

menerapkan (apply), maka siswa diharapkan bisa menerapkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada dalam kehidupan sehari-hari melalui eksekusi (execute) atau implementasinya di lapangan. Dalam hal ini siswa mampu menentukan kejadian-kejadian yang ada hubungannya dengan materi Suhu dan Kalor ke dalam konsep yang tepat.

4. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model

Blended Learning dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional dalam level menganalisa (analyze). Dalam level ini siswa diharapkan dapat:

a. Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat melalui analisa pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda; analisa pengaruh perubahan suhu terhadap ukuran benda (pemuaian); dan analisa pengaruh kalor terhadap perubahan wujud benda; dan

b. Menganalisis cara perpindahan kalor melalui analisa konduksi, konveksi, dan radiasi kalor serta penerapannya dalam pemecahan masalah yang terjadi; dan analisa prinsip pertukaran kalor, Asas Black dan kalor jenis zat.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman yang berharga karena dapat merealisasikan pengetahuan, keilmuan yang telah peneliti dapatkan selama masa studi.


(21)

2. Bagi SMA Cakr pembelajaran Fisi pada umumnya. 3. Sebagai bahan m

proses pembelajar 4. Sebagai bahan ma

F. Variabel Peneliti Penelitian ini mer eksperimen. Berdasa penelitian ini memilik model Blended Learn

Keterangan:

Pada variabel hasi dibagi lagi ke dalam (C2), level menerapka

kra Buana Depok sebagai masukan dalam isika khususnya dan pembelajaran sains dan

masukan bagi rekan-rekan guru yang lain jaran Fisika di tingkat SMA/MA.

masukan bagi penelitian lebih lanjut.

litian

erupakan penelitian kuantitatif dengan metod asarkan metode penelitian dan rumusan

iliki dua variabel yang dibagi atas satu variab

rning, dan satu lagi variabel terikat yaitu hasil b

X : Model Blended Learning yang diterapka Y: Hasil belajar fisika

asil belajar fisika (Y) yang dibatasi hanya pada m sub-sub variabel yakni level mengingat (C1 pkan (C3), dan level menganalisa (C4).

X Y

m perbaikan proses an pembelajaran lain

n dalam pelaksanaan

tode penelitian kuasi n masalahnya, maka iabel bebas (X) yaitu il belajar fisika (Y).

kan

da ranah kognitif saja C1), level memahami


(22)

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diajukan pada penelitian adalah:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level mengingat dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level memahami dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level menerapkan dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level menganalisa dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

H. Definisi Operasional


(23)

1. Blended learning adalah pembelajaran yang mengkombinasikan antara web-based learning dengan face-to-face learning. (Kerres and De Witt, 2003). Web-based learning dihubungkan dengan materi pembelajaran yang disampaikan dalam Web browser, termasuk ketika materi dikemas dalam CD-ROM atau media lain. (Tsai

dan Machado, 2010). Dalam hal ini materi disimpan dalam salah satu aplikasi LMS yang open source yakni Moodle. Face-to-face learning adalah pembelajaran tatap muka antara guru dan siswa yang dilakukan di ruang kelas atau Luik (2006) mensiratkan itu dengan “direct contact with the teacher.”

2. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. (Sanjaya, 2008: 13). Hasil belajar ini diukur dengan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes awal adalah tes yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh siswa telah memiliki kemampuan mengenai hal-hal yang akan dipelajari, sedangkan tes akhir adalah tes yang digunakan untuk mengukur apakah siswa telah menguasai kompetensi tertentu seperti yang dirumuskan dalam indikator hasil belajar (Sanjaya, 2009b:236).


(24)

77 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen. Dalam penelitian ini, siswa dibedakan atas dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kedua kelas ini diberi perlakuan yang berbeda. Pada kelas kontrol digunakan pembelajaran konvensional, sedangkan kelas eksperimen digunakan model Blended Learning.

Pembelajaran konvensional yang dimaksud di sini adalah pembelajaran yang biasa digunakan di SMA Cakra Buana, dimana pembelajaran dalam Mata Pelajaran Fisika belum menggunakan media pembelajaran yang mutakhir, dalam hal ini belum menggunakan pembelajaran berbasis web. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini bukan model pembelajaran dimana siswa melakukan kegiatan pembelajaran bersifat individual, komunikasi satu arah, kegiatan dominan mencatat, menghafal, menerima instruksi guru, akan tetapi di SMA Cakra Buana pembelajaran fisika sudah menggunakan media komputer. Akan tetapi komputer tersebut umumnya hanya digunakan sebagai media untuk menampilkan bahan presentasi dalam format

power point.

Sementara itu model Blended Learning akan diterapkan pembelajaran dengan menggunakan web, baik berbentuk local host maupun online. Web yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu dari Learning Managment System


(25)

(LMS), yakni Moodle. Moodle ini sudah dianjurkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) kepada semua sekolah yang sudah berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), termasuk SMA Cakra Buana, pada acara Pelatihan Manajemen Pembelajaran Berbasis TIK Tahun 2010 (MPB TIK 2010) di Bogor tahun 2010.

B. Desain Penelitian

Disain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk nonequivalent Control Group Design. Desain ini hampir sama dengan metode penelitian

pretest-postest control group design, hanya pada desain ini kelompok ekperimen maupun

kontrol tidak dipilih secara acak atau random. Artinya responden yang dilibatkan dalam penelitian berdasarkan kelompok yang sudah ada, yakni dari tiga kelas yang ada hanya dua kelas yang dijadikan responden. Dari dua kelas tersebut ada yang dijadikan kelas kontrol, dan yang satunya dijadikan kelas eksperimen. Untuk lebih jelas tentang desain penelitiannya dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Eksperimen

Group Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 - O4

Sumber : Sarwono (2006 : 88) Keterangan:


(26)

O2 : Posttest pada kelas eksperimen O3 : Pretest pada kelas kontrol O4 : Posttest pada kontrol

X : Perlakuan dengan penggunaan model Blended Learning

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Menentukan sampel baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dari seluruh kelas X yang menjadi populasi penelitian.

2. Mengadakan pretest yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen.

3. Memberikan perlakuan terhadap kelas kontrol (pembelajaran konvensional) dan perlakuan kepada kelas eksperimen (Blended Learning).

4. Memberikan posttest yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian yang bersifat kuantittaif ditujukan untuk meperoleh kesimpulan yang digeneralisakan pada kelompok yang besar dalam ruang lingkup yang luas, tetapi hanya dengan meneliti kelompok yang kecil dalam lingkup yang sempit. Kelompok besar dan wilayah yang yang menjadi ruang lingkup penelitian disebut populasi (Sukmadinata, 2009:250). Sejalan dengan pendapat Sukmadinata, Arikunto (2008:130) menyatakan bahwa,”populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.”


(27)

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas X SMA Cakra Buana Kota Depok. Seluruh siswa berjumlah 65 siswa yang dibagi ke dalam tiga (3) lokal, X1 sebanyak 20 siswa, X2 sebanyak 22 siswa dan X3 sebanyak 22 siswa artinya masing-masing lokal tidak lebih dari 24 siswa.

Selanjutnya, sampel dalam sebuah penelitian harus mewakili populasi baik dalam karakteristik ataupun jumlahnya, karena berdasarkan sampellah kita menarik kesimpulan (Sukmadinata, 2009:250). Berdasarkan hal tersebut dan berdasarkan jenis penelitian (kuasi eksperimen), maka sampel diambil dari kelompok/kelas yang sudah ada tetapi cara penentuan kelas dilakukan dengan undian. Pengundian ini dimaksudkan bahwa dari tiga kelas yang ada, kelas manapun bisa berkesempatan menjadi kelas kontrol atau kelas eksperimen. Dari hasil undian yang dilakukan di dapat sampel untuk kelas eksperimen jatuh pada kelas X3 dan sampel untuk kelas kontrol jatuh pada kelas X1.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Penilaian

Pengumpulan data diperoleh hanya dengan tes penguasaan materi (pretest dan

postest) untuk penilaian hasil belajar dalam ranah kognitif baik level mengingat,

memahami, menerapkan dan menganalisis. Tes ini kadang-kadang disebut juga tes prestasi belajar, yakni mengukur hasil belajar yang dicapai siswa selama kurun waktu tertentu (Sukmadinata, 2009:223). Dalam hal ini pretest akan diberikan hanya sekali sebelum materi disampaikan, begitu juga untuk posttest akan diberikan pada akhir


(28)

materi pelajaran selesai disampaikan. Materi fisika yang akan disampaikan adalah tentang Suhu dan Kalor dengan sub-bab Suhu dan Pemuaian; Kalor dan Perubahan Wujud; dan yang terakhir Perpindahan Kalor. Soal-soal tersebut akan diberikan kepada responden untuk kelompok eksperimen melalui LMS Moodle (untuk kelas eksperimen), sedangkan pada responden dalam kelas kontrol akan diberikan secara konvensional, yakni dengan selembar kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Soal-soal tersebut berbentuk pilihan ganda dan bertujuan pemberian Soal-soal ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kognitf siswa sebelum dan setelah materi diajarkan, dan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh siswa tersebut.

2. Persyaratan Instrumen Penelitian a. Uji Validitas Instrumen

Suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mampu mengukur apa yang harus diukur (Nasution, 2008 :74), validitas ada beberapa macam, yaitu validitas isi, konstruk dan kriteria. Senada dengan yang dikemukakan oleh Arikunto (1998:160) bahwa, “sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan mengungkapkan data yang hendak diteliti secara tepat. Apabila keduanya dinyatakan sudah betul, maka peniliti boleh berharap telah memperoleh instrumen yang memiliki validitas logis.” Mengacu pada pendapat Juliandi (2007), perhitungan validitas bisa dilakukan dengan menggunakan program excel dan atau program SPSS (Statistical


(29)

Pada penelitian ini dibuat butir soal sebagai alat ukur untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Soal-soal tersebut berbentuk pilihan ganda dan jawaban peserta didik yang salah diberi nilai 0 (nol), sedangkan nilai yang benar diberik nilai 1 (satu). Misalkan jumlah responden ada 35 siswa, maka nilai korelasi tabel (rtabel) pada taraf signifikansi 5% adalah 0,334. Supaya butir soalnya valid, maka nilai korelasi hitung (rhitung) harus lebih besar dari nilai korelasi tabel (rhitung > rtabel).

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Instrumen dikatakan reliabel bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama (Nasution, 2008, 77). Untuk menentukan reliabilitas tes digunakan program excel dan atau program SPSS mengacu pada pendapat Juliandi (2007). Setelah proses uji reliabilitas, maka akan di dapat nilai reliabilitas. Menurut Iman Ghozali dalam Juliandi (2007) “instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,600.”

Interpretasi untuk besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Kategori Reliabilitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80< rxy 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,60< rxy 0,80 tinggi (baik)

0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang) 0,20< rxy 0,40 rendah (kurang) 0,00< rxy 0,20 sangat rendah (sangat kurang)


(30)

E. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan statistik menggunakan program SPSS versi 13.00. Hal tersebut dilakukan karena menurut Hasan, Iqbal (2009:30-31),

“penggunaan statistik dalam analisa data memiliki beberapa kelebihan, yaitu (1) memungkinkan mendeskripsikan tentang sesuatu secara eksak, (2) memungkinkan seseorang untuk bekerja secara eksak dalam proses dan cara berpikir, (3) peneliti dapat memberikan rangkuman hasil penelitian dalam bentuk yang lebih berarti dan lebih ringkas, karena memberikan aturan-aturan tertentu, (5) dapat menarik keseimpulan umum (membentuk konsep-konsep dan generalisasi), dan (5) memungkinkan untuk mengadakan ramalan.

Data primer dianalisa dengan cara membandingkan nilai hasil pretest dan posttest responden pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu dianalisa tentang perbedaan antara hasil pretest dan posttest tersebut.

Uji statisitk yang dipakai dalam penelitian ini adalah Independent-Sampel T Test (Uji T) karena ingin melihat perbedaan antara model pembelajaran konvensional dan model Blended Learning. Uji T dengan program SPSS versi 13.00 dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pretest dan posttest (hasil belajar) dari responden baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol.


(31)

130 BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:

Model pembelajaran yang biasa digunakan di SMA Cakra Buana Kota Depok yang berlangsung saat ini masih bersifat konvesional dimana teknologi internet belum dimanfaatkan secara maksimal dan belum dijadikan sumber belajar yang bisa membantu mengembangkan pengetahuan siswa secara luas dan terbuka. Dengan

Blended Learning siswa tidak hanya belajar di kelas pada waktu yang telah

ditentukan (synchronous), akan tetapi siswa bisa belajar dimana saja dan waktu kapanpun (asynchronous). Model ini menggabungkan atau mencampurkan model pembelajaran berbasis web (web-based learning) dengan model pembelajaran tatap muka di kelas (face-to-face learning). Untuk kedua pembelajaran tersebut peniliti menggunakan salah satu aplikasi LMS (Learning Managment System) yang open

source yakni Moodle.

Dari hasil eksperimen yang dilakukan di SMA Cakra Buana Kota Depok ditemukan bahwa:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level mengingat dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended


(32)

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level memahami dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level menerapkan dalam mata pelajaran fisika yang menggunakan model Blended

Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran konvensional pada tingkat kepercayaan.

4. Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa pada ranah kognitif level menganalisa dalam mata pelajaran Fisika yang menggunakan model

Blended Learning dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan

model pembelajaran konvensional.

B. Rekomendasi

Berdasarkan simpulan di atas, peneliti memberikan rekomendasi untuk berbagai pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Guru

Peningkatan mutu belajar siswa salah satunya bergantung pada model pembelajaran yang digunakan guru atau pendidik dalam proses pembelajaran. Di SMA Cakra Buana, guru harus mampu mengoperasikan komputer, minimalnya


(33)

mengoperasikan microsoft office seperti excel, words dan power point. Kemampuan ini bisa mendukung model Blended Learning yang sudah terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan. Karena penelitian ini hanya dilakukan pada mata pelajaran fisika untuk kelas X di SMA Cakra Buana Depok, maka direkomendasikan bagi guru lain pada mata pelajaran lain baik itu kelas X, XI atau XII untuk menerapkan model ini yang disesuaikan dengan karakteristik materinya dan bagi guru di sekolah lain disesuaikan dengan karakteristik lingkungan sekolahnya.

2. Bagi Sekolah

SMA Cakra Buana merupakan salah satau SMA swasta yang berstatus RSBI, untuk itu direkomendasikan lebih memperhatikan pada infrastruktur di sekolah. Dalam hal ini, perbaikan jaringan internet yang ada di lingkungan sekolah, baik itu WIFI maupun jaringan antar komputer yang lainnya.

Menurut tim IT sekolah tersebut, bandwith 256 Kbps masih cukup rendah dan idealnya hanya bisa digunakan oleh 24 PC (Personal Computer), sementara PC yang ada di sekolah tersebut lebih dari itu. Karena sekolah ini berada dalam lembaga pendidikan satu atap Sekolah Cakra Buana, mulai dari Play Group, Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), maka jika ingin akses internet berjalan normal di SMA Cakra Buana, maka SMA


(34)

Cakra Buana harus memiliki bandwith sendiri, atau cara lain peningkatan bandwith menjadi 3 – 4 Mbps.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini hanya dilakukan di tingkat SMA dan hanya di SMA Cakra Buana Kota Depok saja. Untuk itu direkomendasikan dilakukan penelitian pada ranah afektif dan psikomotor di SMA lain baik di Kota Depok maupun luar Kota Depok, baik sekolah swasta maupun sekolah negeri.


(35)

134

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiri dan Amri, Sofan (2010). Strategi Pembelajaran Sekolah

Berstandar Internasional dan Nasional. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Anderson et.al (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A

Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Longman. New

York.

Arends, Richard (2008), Learning To Teach. Mc Graw Hill Companies. New York. Arikunto, Suharsimi (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta. Jakarta.

Arsyad, Azhar (2010), Media Pembelajaran. Rajawali Pers. Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah. Jakarta.

Boettcher, Judith, V. dan Conrad, Rita-Marie (2010). The Online Teaching Survival

Guiding. Jossey-Bass. San Fransisco.

Bungin, Burhan (2004). Metode Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta.

Bersin, Josh (2004). The Blended Learning Book: Best practices, proven

methodologies, and lesson learned. Pfeiffer. San Fransisco.

Djamarah, Syaiful B. Dan Zain, Aswam (2006). Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono (2009). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dziuban Charles D.; Hartman, Joel L.; dan Moskal, Patsy D. (2004). Blended

Learning. Tersedia [online]


(36)

Flinders, David J. et. al. (2009). The Curriculum Studies Reader. Third Edition. Routledge. New York.

Graham, Charles R. (2005), Blended Learning Systems. Tersedia [online] http://media.wiley.com/product_data/excerpt/86/07879775/0787977586.pdf [24 November 2010].

Hamalik, Oemar (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Hasan, Iqbal (2009). Analisa Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hidayat, Taufik dkk (2010). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan

Pembelajaran MIPA dalam Kontek Indonesia. Fakultas Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA). UPI. Bandung.

Hung, Chang Chew (2007). Engaging Learning Through the Internet, Prentice Hall Pearson Education South Asia Pte Ltd, Singapore.

International Federation of Surveyor (FIG), (2010), Enhancing Surveying Education

Through E-Learning. Tersedia [online]

www.fig.net/pub/figpub/pub46/figpub46.pdf [26 November 2010].

Joyce. B, Weil. M dan Calhoun. E. 2009. Model-Model Pengajaran (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Juliandi, Azuar (2007). Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas. Tersedia [online] http://www.azuarjuliandi.com/elearning/ [10 April 2010].

Keow, Choong Lean (2008). Philosophy and Education in Malaysia. Kumpulan Budiman SDN BHD. Kuala Lumpur.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2005). Pembelajaran Fisika Belum

Optimal. Republika (19 September 2005). Tersedia [online]

[http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1174823769 [12 Agustus 2011]


(37)

Luik, Piret (2006), Web Based-Learning or Face-to-Face Teaching – Preferences of

Estonian Students. Tersedia [online] www.aare.edu.au/06pap/lui06159.pdf [12 Oktober 2010].

Macdonald, Janet (2008). Blended Learning and Online Tutoring: Planning learner

Support and Activity Design. 2nd Edition. Gower Publishing Limited.

England.

Marco, Di Silvia; Maneira, Antonio; Riberio, Paulo; dan Maneira, M.J.P. (2009).

Blended-Learning in Science and Technology: A Collaborative Project-Based

Course in Experimental Physics. Tersedia [online]

http://www.elearningeuropa.info/files/media/media20250.pdf [13 November 2010].

Munir (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi. Alfabeta. Bandung.

Nam, Chang S. Dan Jackson Tonya L. Smith (2007), Web-Based Learning

Environment: A Theory-Based Design Process for Development and

Evaluation. Tersedia [online]

http://informingscience.org/jite/documents/Vol6/JITEv6p023-043Nam145.pdf [13 Oktober 2010]

Nasution (2008). Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta.

Prawiradilaga, Dewil Salma (2009). Prinsip Desain Pembelajaran. Kencana. Jakarta. Pantmanthara, Syaad (2007). Pembelajaran e-learning di Perguruan Tinggi sebagai

Media Pembelajaran Efektif. Teknologi Pendidikan: Kawasan dan

Penerapannya. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.

Parkay, Forrest W. et. al. (2010). Curriculum Leadership: Reading for developing

quality educational program, ninth edition. Pearson. Boston. USA.

Purwanto, Andik(2010). Pelatihan Manajemen Pembelajaran Berbasis TIK Tahun


(38)

Moodle. Kementrian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan SMA.

Pusdiklat Direktorat TIK, Univeristas Pendidikan Indonesia (2010), Membangun

Kelas Virtual dengan Moodle.UPI. Bandung.

Rivai, Veithzal dan Murni, Sylviana (2009). Education Management. Rajawali Pers, Jakarta.

Roblyer, M.D., Edward, J., Havriluk, M.A. (1997). Integrating Educational

Technology into Teaching. Prentice Hall. New Jersey.

Rusilowati, Ani (2006). Profil Kesulitan Belajar Fisika Pokok Bahasan Kelistrikan

Siswa SMA Di Kota Semarang. Jurnal Pend. Fisika Indonesia Vol. 4, No. 2,

Juli 2006. Tersedia [online]

http://journal.unnes.ac.id/index.php/JPFI/article/download/163/168 [12 Agustus 2011]

Rusman (2009). Teknologi Informasi dalam Komunikasi Pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Indonesia.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran. Mulia Mandiri Pers. Bandung.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesoionalisme

Guru. Rajawali Pers. Jakarta

Sanjaya, Wina (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009a). Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009b). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009). Strategi Pembelajaran Beorientasi Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.


(39)

Sarwono, Jonathan (2006), Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sudibyo, Elok dkk. (2008). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi

dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong. Jurnal Pendidikan Dasar,

Vol. 9 No. 1, Maret 2008. Sidoarjo. Tersedia [online]

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/9108715.pdf [12 Agustus 2011] Sudjana, Nana dan Ibrahim (2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru

Algensindo. Bandung.

Sukmadinata, Nana Syaodih (2009) Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosda karya, Bandung.

Suparno, Paul (2011). Key problem of education in RI: Teacher centralization. The Jakarta Post. Yogyakarta.

Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2006). Seri Belajar Praktis:

Menguasai SPSS 13 untuk Statistik. Salemba Infotek. Jakarta.

Trianto (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trianto (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Tobin, Lucy (2011). Distance Learning: It’s all in the mix for busy students. The Guardian Weekly 27.05.11.Inggris.

Tsai, Susana dan Machado, Paula (2010), E-Learning, Online Learning, Web-Based

Learning or Distance Learning Unveiling the Ambiguity in Current

Terminology. Tersedia [online]

http://www.elearnmag.org/subpage.cfm?section=best_practices&article=6-1 [15 Oktober 2010].


(1)

133

Cakra Buana harus memiliki bandwith sendiri, atau cara lain peningkatan bandwith menjadi 3 – 4 Mbps.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini hanya dilakukan di tingkat SMA dan hanya di SMA Cakra Buana Kota Depok saja. Untuk itu direkomendasikan dilakukan penelitian pada ranah afektif dan psikomotor di SMA lain baik di Kota Depok maupun luar Kota Depok, baik sekolah swasta maupun sekolah negeri.


(2)

134

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Iif Khoiri dan Amri, Sofan (2010). Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Anderson et.al (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Longman. New York.

Arends, Richard (2008), Learning To Teach. Mc Graw Hill Companies. New York. Arikunto, Suharsimi (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta. Jakarta.

Arsyad, Azhar (2010), Media Pembelajaran. Rajawali Pers. Jakarta.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Boettcher, Judith, V. dan Conrad, Rita-Marie (2010). The Online Teaching Survival Guiding. Jossey-Bass. San Fransisco.

Bungin, Burhan (2004). Metode Penelitian Kuantitatif. Kencana. Jakarta.

Bersin, Josh (2004). The Blended Learning Book: Best practices, proven methodologies, and lesson learned. Pfeiffer. San Fransisco.

Djamarah, Syaiful B. Dan Zain, Aswam (2006). Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono (2009). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Dziuban Charles D.; Hartman, Joel L.; dan Moskal, Patsy D. (2004). Blended

Learning. Tersedia [online]


(3)

135

Flinders, David J. et. al. (2009). The Curriculum Studies Reader. Third Edition. Routledge. New York.

Graham, Charles R. (2005), Blended Learning Systems. Tersedia [online] http://media.wiley.com/product_data/excerpt/86/07879775/0787977586.pdf [24 November 2010].

Hamalik, Oemar (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Hasan, Iqbal (2009). Analisa Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hidayat, Taufik dkk (2010). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Kontek Indonesia. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA). UPI. Bandung.

Hung, Chang Chew (2007). Engaging Learning Through the Internet, Prentice Hall Pearson Education South Asia Pte Ltd, Singapore.

International Federation of Surveyor (FIG), (2010), Enhancing Surveying Education

Through E-Learning. Tersedia [online]

www.fig.net/pub/figpub/pub46/figpub46.pdf [26 November 2010].

Joyce. B, Weil. M dan Calhoun. E. 2009. Model-Model Pengajaran (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Juliandi, Azuar (2007). Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas. Tersedia [online] http://www.azuarjuliandi.com/elearning/ [10 April 2010].

Keow, Choong Lean (2008). Philosophy and Education in Malaysia. Kumpulan Budiman SDN BHD. Kuala Lumpur.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (2005). Pembelajaran Fisika Belum Optimal. Republika (19 September 2005). Tersedia [online] [http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1174823769 [12 Agustus 2011]


(4)

Luik, Piret (2006), Web Based-Learning or Face-to-Face Teaching – Preferences of Estonian Students. Tersedia [online] www.aare.edu.au/06pap/lui06159.pdf [12 Oktober 2010].

Macdonald, Janet (2008). Blended Learning and Online Tutoring: Planning learner Support and Activity Design. 2nd Edition. Gower Publishing Limited. England.

Marco, Di Silvia; Maneira, Antonio; Riberio, Paulo; dan Maneira, M.J.P. (2009). Blended-Learning in Science and Technology: A Collaborative Project-Based Course in Experimental Physics. Tersedia [online] http://www.elearningeuropa.info/files/media/media20250.pdf [13 November 2010].

Munir (2009). Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Alfabeta. Bandung.

Nam, Chang S. Dan Jackson Tonya L. Smith (2007), Web-Based Learning Environment: A Theory-Based Design Process for Development and

Evaluation. Tersedia [online]

http://informingscience.org/jite/documents/Vol6/JITEv6p023-043Nam145.pdf [13 Oktober 2010]

Nasution (2008). Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta.

Prawiradilaga, Dewil Salma (2009). Prinsip Desain Pembelajaran. Kencana. Jakarta. Pantmanthara, Syaad (2007). Pembelajaran e-learning di Perguruan Tinggi sebagai

Media Pembelajaran Efektif. Teknologi Pendidikan: Kawasan dan Penerapannya. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.

Parkay, Forrest W. et. al. (2010). Curriculum Leadership: Reading for developing quality educational program, ninth edition. Pearson. Boston. USA.

Purwanto, Andik(2010). Pelatihan Manajemen Pembelajaran Berbasis TIK Tahun 2010 (MPB TIK 2010): Membangun LMS Berbasis Web dengan Aplikasi


(5)

137

Moodle. Kementrian Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan SMA.

Pusdiklat Direktorat TIK, Univeristas Pendidikan Indonesia (2010), Membangun Kelas Virtual dengan Moodle.UPI. Bandung.

Rivai, Veithzal dan Murni, Sylviana (2009). Education Management. Rajawali Pers, Jakarta.

Roblyer, M.D., Edward, J., Havriluk, M.A. (1997). Integrating Educational Technology into Teaching. Prentice Hall. New Jersey.

Rusilowati, Ani (2006). Profil Kesulitan Belajar Fisika Pokok Bahasan Kelistrikan Siswa SMA Di Kota Semarang. Jurnal Pend. Fisika Indonesia Vol. 4, No. 2,

Juli 2006. Tersedia [online]

http://journal.unnes.ac.id/index.php/JPFI/article/download/163/168 [12 Agustus 2011]

Rusman (2009). Teknologi Informasi dalam Komunikasi Pembelajaran. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Indonesia.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran. Mulia Mandiri Pers. Bandung.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesoionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta

Sanjaya, Wina (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009a). Kurikulum dan Pembelajaran. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009b). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana. Jakarta.

Sanjaya, Wina (2009). Strategi Pembelajaran Beorientasi Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.


(6)

Sarwono, Jonathan (2006), Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sudibyo, Elok dkk. (2008). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMPN 3 Porong. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9 No. 1, Maret 2008. Sidoarjo. Tersedia [online]

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/9108715.pdf [12 Agustus 2011] Sudjana, Nana dan Ibrahim (2007). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru

Algensindo. Bandung.

Sukmadinata, Nana Syaodih (2009) Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosda karya, Bandung.

Suparno, Paul (2011). Key problem of education in RI: Teacher centralization. The Jakarta Post. Yogyakarta.

Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2006). Seri Belajar Praktis: Menguasai SPSS 13 untuk Statistik. Salemba Infotek. Jakarta.

Trianto (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Prestasi Pustaka. Jakarta.

Trianto (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.

Tobin, Lucy (2011). Distance Learning: It’s all in the mix for busy students. The Guardian Weekly 27.05.11.Inggris.

Tsai, Susana dan Machado, Paula (2010), E-Learning, Online Learning, Web-Based Learning or Distance Learning Unveiling the Ambiguity in Current

Terminology. Tersedia [online]

http://www.elearnmag.org/subpage.cfm?section=best_practices&article=6-1 [15 Oktober 2010].


Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

Pengaruh Model Pembelajaran Blended Learning Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas 8 Di SMP Negeri 37 Jakarta

4 16 196

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN E LEARNING BERBASIS MOODLE DALAM PEMBELAJARAN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DI SMA 5 SEMARANG

0 15 198

IMPLEMENTASI ACTIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MUTU BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH KELAS X Implementasi Active Learning Dalam Meningkatkan Mutu Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fikih Kelas X Di MAN 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 2 18

IMPLEMENTASI ACTIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN MUTU BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIKIH KELAS X Implementasi Active Learning Dalam Meningkatkan Mutu Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fikih Kelas X Di MAN 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.

0 2 15

PENERAPAN MODEL BLENDED LEARNING PADA MATA PELAJARAN TIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

2 8 7

EFEKTIVITAS MEDIA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL E-LEARNING BERBASIS MOODLE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA : Studi Kasus Pada Mata Pelajaran Dasar-Dasar Elektronika Di SMK Negeri 2 Kota Cimahi.

0 0 47

PENERAPAN MODEL BLENDED LEARNING BERBANTUAN EDMODO UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KMKE KELAS X TMA SMK N 5 SURAKARTA.

0 0 17

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BLENDED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SIMULASI DIGITAL KELAS X AUDIO VIDEO I SMK NEGERI 3 WONOSARI.

0 1 141

PENERAPAN MODEL BLENDED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANSI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN EKONOMI DI SMA Yuni Pratiwi, Parijo, Warneri

0 0 10