Peranan BMT al-Kariim terhadap nasabah pembiayaan Nurabahah : studi kasus di bmt al- kariim cipulir jakarta

(1)

(Study Kasus di BMT Al-Kariim Cipulir Jakarta)

Oleh: Dwi Fitri Asih NIM 205.046.100.601

KONSENTRASI PERBANKAN

SYARI’AH

PROGRAM STUDY MUAMALAT NON REGULER

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M / 1432 H


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta : 27 Juni 2011 M

25 Rajab 1432 H


(3)

(4)

(5)

i

Segala puji dan syukur Penulis haturkan Kehadirat Allah SWT karena Rahmat serta Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PERANAN BMT AL-KARIIM TERHADAP NASABAH PEMBIAYAAN MURABAHAH (Study Kasus di BMT Al-Kariim Cipulir Jakarta)” ini dengan baik. Salawat serta salam tidak lupa Penulis sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat islam.

Dengan segenap ketulusan hati, Penulis menyadari bahwa dalam setiap kesuksesan selalu ada sisi lain dalam diri sendiri yang secara langsung atau pun tidak langsung telah menghantarkan Penulis ke gerbang kesuksesan tersebut. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terkira kepada semua pihak yang telah mendukung Penulisan skripsi ini. Pihak tersebut yakni:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staff yang telah memberikan tugas kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Euis Amelia, MA.g selaku Ketua Program Study Perbankan Syari’ah yang telah meluangkan waktunya bagi penulis, sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

ii

4. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada Penulis dalam penulisan skripsi ini dengan baik.

5. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Staff perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan dan meminjam buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

7. Bapak Andrie, S.Kom Selaku Departmen Support di BMT Al-Kariim Cipulir Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data di BMT Al-Kariim tersebut.

8. Ayah dan Mamah serta kakak dan adik-adikku tercinta yang senantiasa berusaha dan berdo’a serta mendidik penulis dengan penuh tanggung jawab dan selalu memberikan bantuan moril maupun materil. Semoga ilmu yang penulis peroleh dapat menjadi bekal untuk membalas budi dan pengorbanan yang telah mereka berikan.

9. Sanak family dan hadai tauladan serta rekan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dengan sukarela dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

iii

Fakultas Syari’ah dan Hukum Angkatan 2005 serta rekan-rekan kosan.

Semoga semua yang telah mereka berikan baik berupa bimbingan dan bantuan maupun pengorbanan dalam rangka penyusunan skripsi ini, mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin yarabbal’alamin.

Harapan Penulis kiranya skripsi ini dapat memberikan sedikit pencerahan yang memadai dan bermanfaat bagi pengembangan untuk kemajuan Ekonomi Islam dan BMT Al-kariim kedepannya.

Jakarta : 27 Juni 2011 M 25 Rajab 1432 H


(8)

iv

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 8

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : TINJAUAN TEORETIS MENGENAI MURABAHAH ... 13

A. Tinjauan Umum tentang Murabahah ... 13

1. Pengertian Murabahah ... 13

2. Rukun dan Syarat Murabahah ... 18

3. Jenis-jenis Murabahah ... 24

4. Manfaat dan Resiko ... 25

5. Pendapat Ulama Mengenai Murabahah ... 26

B. Pengertian Nasabah ... 29

BAB III : GAMBARAN UMUM BMT AL-KARIIM ... 30

A. Sejarah Ringkas BMT Al-Kariim ... 30


(9)

v

BMT AL-KARIIM ... 38

A. Tujuan Pembiayaan Murabahah di BMT Al-Kariim ... 38

B. Prinsip-prinsip Analisa Pembiayaan ... 39

C. Berdasarkan Aspek Kelayakan Usaha Yang Dinilai ... 42

1. Analisa Aspek Keuangan ... 43

2. Analisa Aspek Yuridis ... 43

3. Analisa Aspek Pemasaran ... 43

D. Pemilihan Terhadap Pendekatan (approach) Analisa ... 44

E. Proses Pengumpulan Informasi ... 46

BAB V : PENUTUP ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip

syari’ah sebenarnya telah dipraktekkan dan melembaga sejak lama, bahkan masyarakat Indonesia telah mengenal ekonomi syari’ah jauh sebelum

sistem kapitalis dikenal bangsa ini melalui para pedagang Eropa pada abad ke-17. Dalam perkembangannya, ekonomi syari’ah sempat memiliki peran secara nasional, terbukti dengan terbentuknya Serikat Dagang Islam pada tahun 19091.

Dalam perkembangannya, terkadang ekonomi syari’ah mengalami pasang surut. Pada saat ini, perkembangan ekonomi syari’ah

sangat diwarnai oleh perkembangan perbankan syari’ah, diawali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di Bandung, kemudian dilanjutkan dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 1 November 1991 dan beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. BMI merupakan Bank Umum pertama yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’ah. Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan sistem perbankan yang sesuai dengan syari’ah mendapat respon positif dari pemerintah, antara lain dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menetapkan bahwa Indonesia

1

Muhammad Luthfi Al-Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Senayan Abadi publishing, 2003), h. 80


(11)

menganut dual banking sistem yakni perbankan konvensional dengan perbankan syari'ah2.

Perbankan syari’ah merupakan salah satu unsur dari sistem keuangan syari’ah. Kesemarakan perkembangan perbankan syari’ah nasional juga diikuti dengan perkembangan lembaga-lembaga keuangan

syari’ah di luar sektor perbankan, salah satu di antaranya adalah dengan berdirinya Baitul Mal wat Tawil (BMT) di berbagai daerah yang menjadi penggerak perekonomian masyarakat lapisan bawah.

Baitul Mal berbeda dengan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Baitul Mal merupakan sebuah lembaga keuangan yang menjadi tulang punggung perekonomian Daulah Islamiyah dan masyarakat Islam, yang diselenggarakan oleh Khalifah Islamiyah dengan sumber-sumber pemasukan dari masyarakat untuk kemaslahatan umat Islam secara keseluruhan. Adapun Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan sebuah lembaga yang bisa saja dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang-orang muslim yang memiliki semangat untuk ikut membangun perekonomian umat islam3.

Belakangan ini Baitul Mal wat Tamwil (BMT) mulai popular di perbincangkan oleh insan perekonomian terutama dalam perekonomian Islam. Sejak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, BMT

2

Muhammad Luthfi Al-Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Senayan Abadi publishing, 2003), h. 84

3

Muhammad Luthfi, Wwasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), h. 212


(12)

telah mulai tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia. Istilah-istilah itu biasanya dipakai oleh sebuah lembaga khusus (dalam sebuah perusahaan atau instansi) yang bertugas menghimpun dan menyalurkan ZIS (Zakat, Infak, Shadaqah) dari para pegawai atau karyawannya. Kadang istilah tersebut dipakai pula untuk sebuah lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak di berbagai lini kegiatan ekonomi umat, yakni dalam kegiatan sosial, keuangan (simpan-pinjam), dan usaha pada sektor riil4.

BMT yang telah tersebar di Indonesia memiliki kegiatan mengembangkan, usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT bisa menerima zakat, infak dan shadaqah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT memiliki misi antara lain: melayani masyarakat Islam lapisan bawah yang tidak terjangkau oleh perbankan, dan kedua membebaskan masyarakat Islam dari jeratan rentenir5. BMT juga bisa didirikan di masjid-masjid kampung atau kompleks untuk melayani kebutuhan warga disekitarnya, bahkan kebutuhan para pedagang asongan dan pedagang keliling yang menjadi langganan perumahan disekitar masjid. Pengembangan BMT juga dapat dilakukan di masjid-masjid kantoran yang lokasinya memungkinkan6.

4

http://www.khalifah,1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id= 69&Itemid=47

5

Hertanto Widodo, Pedoman Akuntansi syari’ah; Panduan Praktis Operasional BMT, (Bandung; Mizan, 2000), h 7.

6

Karnaen A Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), h. 213


(13)

BMT dapat dikatakan sebagai lembaga ekonomi atau keuangan syari’ah

non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan formal lainnya7. KSM ini dibina oleh Bank Indonesia dalam Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK)8.

Peran BMT dalam memberikan kontribusi kepada bergeraknya roda ekonomi kecil jelas riil. Sementara perbankan dililit kelebihan dana yang tak mampu disalurkan, BMT langsung masuk ke pengusaha. Satu yang paling istimewa, BMT juga menjadi agen pengembangan dan penyantun masyarakat miskin9.

Dari segi permodalan, BMT memiliki dua unsur kegiatan, yakni menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah dalam Baitul Mal, dan menghimpun simpanan anggota dalam Baitut Tamwil. Dengan demikian, modal BMT dapat diperoleh dari simpanan anggota pendiri yang besarnya minimum Rp. 5 juta, sedangkan dari segi operasionalnya, BMT menyalurkan pinjaman dalam bentuk pembiayaan modal usaha dengan sistem bagi hasil (al-mudharabah dan al-musyarakah) dan sistem jual beli berjangka waktu (al-murabahah dan

bi’tsaman’ajil) sebagaimana yang dilakukan oleh bank syari’ah10

.

Menurut Muhammad Ridwan, agar dapat memaksimalkan pengelolaan dana maka manajemen BMT harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan, yakni:

7

Prof. H. A Jazuli dan Drs. Yadi Janwari, M.Ag, Lembaga-Lembaga Perkonomian Umat: Sebuah Perkenalan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 183.

8

Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, h. 213 9

Muhammad Luthfi Al-Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah, h.88 10

Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, h. 213-214


(14)

1. Amanah, yakni BMT mempunyai keyakinan bahwa dana yang telah dipinjamkan dapat dikembalikan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, maka BMT harus melakukan survey terlebih dahulu bahwa usaha yang dibiayainya layak.

2. Lancar, yakni BMT yakin bahwa dananya dapat berputar dengan lancar dan cepat. Semakin lancar dan cepat perputaran dananya, maka pengembangan BMT semakin baik.

3. Menguntungkan, yakni BMT harus mempunyai perhitungan dan proyeksi yang tepat untuk memastikan bahwa yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan11.

Pembiayaan yang selama ini menjadi dominan di dalam BMT adalah produk murabahah. Walaupun terdapat produk murabahah dan musyarakah, pada kenyataannya yang paling intensif digunakan adalah produk murabahah, karena produk murabahah ini lebih digunakan. Disisi lain, masyarakat tidak ingin tahu berapa cicilan yang akan dibayar tiap bulan secara pasti12.

Adapun yang dimaksud dengan bai’al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’al murabahah, penjual (dalam hal ini BMT) harus

11

Muhammad Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 151

12


(15)

memberitahukan kepada pembeli harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya13.

Konsepsi dari pembiayaan bai’al murabahah ini hakekatnya adalah ingin mengubah suatu bentuk bisnis dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli14. Karena melihat pengertian pinjaman pada bank konvensional sendiri adalah suatu pinjaman dengan pengembalian modal pokok beserta bunga, sedangkan dalam islam sendiri sudah jelas ketentuan tersebut adalah riba, maka diperlukan suatu tata cara

operasional secara syar’ah agar tidak terjerumus pada praktek-praktek ribawi. Dalam konsep murabahah ini landasan konsep akad jual beli ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Oleh karena itu, dasar hukumnya pun berpedoman pada kaidah-kaidah umum jual beli yang

berlaku dalam mu’amalah islamiyah15

.

Masih banyak nasabah yang memerlukan bantuan penyaluran dana dari BMT yang berdasarkan pada prinsip jual beli, apalagi perolehan dari pembiayaan jual beli (al-murabahah) bagi BMT dinilai cukup menjanjikan karena pembiayaan untuk pembalian barang-barang konsumsi banyak diminati nasabah. Disisi lain, pembiayaan ini juga dapat membantu

13

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 101

14

Muhammad Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 151

15Karnaen A Perwaatmadja dan M. Syafi’

I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf, 1992) h. 15


(16)

nasabah guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dalam berbagai masyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari mereka16.

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik dan mencoba untuk mengetengahkan topik yang berkaitan dengan peranan BMT terhadap pelaksanaan produk murabahah pada sebuah lembaga keuangan yang

beroperasi berdasarkan syari’ah, yakni BMT. Dalam hal ini penulis

meneliti BMT Al-Kariim Cipulir, atas dasar itu maka disusunlah skripsi ini dengan memberi judul : “Peranan BMT Al-Kariim Terhadap Nasabah Pembiayaan Murabahah (Study Kasus di BMT Al-Kariim Cipulir Jakarta)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efesien dalam mencapai tujuan, maka penulis akan memberikan batasan-batasan sekitar peranan BMT, khususnya pengguna produk pembiayaan murabahah pada BMT Al-Kariim Cipulir tahun 2010, disamping itu juga membahas potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat. Untuk mengarahkan pembahasan pada pokok persoalan, maka penulis akan merumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan BMT Al-Kariim terhadap pengguna produk pembiayaan murabahah pada tahun 2010?

16

Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha Kami, 1996), h. 217


(17)

2. Apakah pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim Cipulir telah berdiri dengan prinsip-prinsip syari’ah?

3. Bagaimana potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat?

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Sebelum melakukan penulisan skripsi ini penulis terlebih dahulu meninjau beberapa penelitian terdahulu, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. “Peran Baitul Mal wat Tamwil (BMT) Al-Kariim Cipulir dalam

Pengelolaan Zakat”. Oleh: Siti Solihah, tahun 2006, Jurusan Muamalah (Ekonomi Islam) Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan penelitian tersebut membahas bagaimana strategi pengelolaan zakat pada BMT Al-Kariim Cipulir, dan apa peran BMT Al-Kariim Cipulir dalam pengelolaan zakat.

2. “Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Murabahah dan Pengaruhnya terhadap Pendistribusian Dana BMT EL Syifa Ciganjur.” Oleh Siti Afifah, tahun 2006, Jurusan Muamalah (Ekonomi Islam) Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayuatullah Jakarta.


(18)

Dalam Penelitian tersebut membahas bagaimana strategi pemasaran produk pembiayaan murabahah serta pengaruhnya terhadap pendistribusian dana BMT EL Syifa Ciganjur.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pandangan dari masyarakat, khususnya nasabah BMT Al-Kariim terhadap pembiayaan murabahah di BMT tersebut.

2. Untuk mengetahui potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum

Islam (SEi) pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Muamalah Prodi Perbankan Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pembiayaan murabahah.

3. Untuk menambah wawasan bagi penulis secara khusus, dan masyarakat secara umum mengenai produk murabahah.


(19)

E. Metodologi Penelitian 1. Metodologi penelitian

Untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam memperoleh data yang lengkap dan objektif, maka penulis menggunakan dua metode sebagai berikut:

a. Metodologi penelitian kepustakaan (Library Research Method). Untuk mengumpulkan data-data yang bersifat teoritis, maka penulis menggunakan beberapa literatur yang mendukung. Literatur ini bersumber dari buku, kitab-kitab, internet, majalah, koran, dan sebagainya. Data-data pustaka ini dapat dijadikan sebagai penguat teori-teori yang ada.

b. Metode penelitian lapangan (Field Research Method). Untuk mendukung teori-teori yang bersumber dari literature-literatur kepustakaan, maka penulis mengadakan penelitian secara langsung di BMT Al-Kariim Cipulir. Untuk mengetahui kondisi BMT secara riil, maka dalam pengumpulan data di lapangan, penulis melakukan bentuk wawancara langsung kepada pengelola dan nasabah BMT Al-Kariim.

2. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah: a. Metode Deskriptif, yakni memaparkan dan menggambarkan


(20)

b. Metode Analisis, yakni menggunakan teknik analisis perbandingan terhadap data-data kualitatif yang diperoleh, baik data-data yang diperoleh di kepustakaan maupun di lapangan. c. Metode Evaluatif, yakni data yang telah terkumpul dianalisia

dan dinilai apakah telah sesuai dengan teori atau belum selesai.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun secara sistematis menjadi lima bab. Tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub dengan rincian sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan umum tentang murabahah dan nasabah, di dalamnya berisi tentang pengertian murabahah, rukun dan syarat murabahah, ketentuan umum mengenai murabahah, jenis-jenis murabahah, manfaat dan resiko murabahah, pendapat ulama fiqih mengenai murabahah serta pengertian respon dan nasabah secara umum dan khusus.

BAB III Gambaran umum mengenai BMT Al-Kariim yang berisi tentang sejarah ringkas BMT Al-Kariim, visi dan misi BMT Al-Kariim, struktur organisasi BMT Al-Kariim serta sistem operasional BMT Al-Kariim Cipulir.


(21)

BAB IV Analisis dan Pembahasan, yang memaparkan mengenai deskripsi data, serta analisis data.


(22)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG MURABAHAH

A. Tinjauan Umum Tentang Murabahah 1. Pengertian Murabahah

Salah satu skim yang paling popular digunakan oleh lembaga

keuangan syari’ah adalah skim jual beli murabahah. Murabahah berasal dari kata “Rabahah-Ribhan-Rabahan” yang menurut bahasa artinya

“keuntungan”1

. Adapun menurut istilah adalah sesuatu yang memberikan keuntungan kepadanya. Secara sederhana, mrabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati2. Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp. 15.000.000,00 kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp. 750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp. 15.750.000,00. Pedagang tersebut harus menjelaskan kepada pembeli harga pokok barang tersebut dan keuntungan yang diambil dan harus disepakati oleh kedua belah pihak.

Singkatnya, murabahah menurut Ir. Adiwarman Karim adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena dalam definisinya

1

A. Warson Munawwir, Kamus Arab – Indonesia Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif 2002), h. 463

2

Adiwarman Karim,BANK ISLAM Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 103


(23)

disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut3. Kedua belah pihak yakni penjual dan pembeli harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsamanajil ataumu’ajjal)4.

Menurut Karnaen Perwaatmaja, murabahah berarti pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan (1 bulan, 3 bulan, 1 tahun, dst) dan juga secara tunai5. Pembiayaan Murabahan biasanya jangka waktunya dibawah satu tahun.

Menurut Zainul Arifin, Murabahah adalah kontrak jual beli dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan segera, sedangkan harga (harga pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari sekaligus6.

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Jika murabahah dilakukan dengan cara pembayaran angsuran, maka yang timbul dari transaksi ini adalah piutang utang7.

3

Adiwarman Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 103 4

Adiwarman Karim, BANK ISLAM Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 88 5Karnaen A Perwaatmadja dan M. Syafi’i Antonio,

Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf, 1992) h. 25

6

Zainul Arifin, MEMAHAMI BANK SYARI’AH Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek, (Jakarta: Alvabet, 2000), h. 32

7Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indoneia,

Konsep,


(24)

Murabahah adalah transaksi jual beli dimana Bank Syari’ah (dalam hal ini BMT) bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari BMT adalah harga beli pemasok ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetapi yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan pelunasan8.

Dalam dunia perbankan syari’ah, pembiayaan murabahah dapat

digambarkan sebagai berikut:

a. Bank (dalam hal ini BMT Al-Kariim) bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen atau pabrik ditambah dengan keuntungan. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran.

b. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan jika telah disepakati maka tidak dapat berubah selama berlaku akad. Lazimnya murabahah dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi’tsaman ajil)

c. Dalam traksaksi ini, bila sudah ada barang maka barang dierahkan segera sedangkan pembayaran dilakukan sacara tangguh9.

8

http:www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/21/hikmah/manajemen 9

Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogakarta: EKONISIA, 2003), H. 104


(25)

(1) Negosiasi

(3) Akad jual beli

(6) Bayar (5)Terima

Barang & dokumen

(1) Beli barang (4) Kirim

Gambar 2.1

Dari beberapa pengertian murabahah yang telah dikemukakan para prediksi perbankan syari’ah diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga asal dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli baik secara tunai maupun kredit.

Adapun mengenai landasan hukum murabahah adalah:

1) Al-Qur’an Surah Al-Baqarah/2:275:



Artinya : “ Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba”.

Nasabah

Produsen Bank/BMT


(26)

Dengan demikian murabahah merupakan salah satu bentuk dari jual beli, di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli karena dengan jual beli berarti seseorang mendapatkan harta dengan jalan sukarela diantara mereka, dan Allah SWT mengharamkan riba. Riba itu tidak hanya yang berlipat ganda saja.

2) Al-Qur’an Surah An-Nisa’/4:29:

                              

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka

di antara kamu”

Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa di dalam berdagang tidak dibolehkan mengambill keuntungan terlalu banyak karena itu berarti memakan harta saudaranya dengan jalan yang bathil, dan hal itu dilarang oleh Allah SWT. Selain itu ayat ini juga menjelaskan agar di dalam jual beli harus ada kerelaan diantara kedua belah pihak .

3) Hadis Nabi yang berbunyi:

ع حم ب عل ا ع ث ح حم ب و رح ث ح قشم ل ا ا ل ا ب عل ا ث ح ها ل س ر ل ق ل ق ر لا عس ب أ ع س ل ق ب أ ع لا لا حل ص ب وا

ض ار ع ع لا ا ملس و لع ها لص

10

10


(27)

Artinya: “Dari Abu Sa’id Al-Khudry RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: sesunggunhnya jual beli itu harus dilakukan suka

sama suka”. (HR. Al-Baiqi dan Ibnu Majah dan dinilai shahih

oleh Ibnu Hibban).”

2. Rukun dan Syarat Murabahah

Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikin rukun-rukunnya pun sama dengan rukun jual beli, yaitu:

a. Adanya pihak yang melakukan akad, dalam hal ini yakni penjual ( ر ش ل ا ) dan pembeli ( ع ل ا)

b. Adanya objek yang diakadkan. Mengenai objek yang diakadkan ini ada dua macam, yakni:

1. Barang yang di perjual belikan ( ع م ) 2. Harga barang yang diperjual belikan ( ث ) c. Shigat akad yakni ijab qabul11.

Adapun syarat-syarat muarabahah yakni:

1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan

3. Kontrak harus bebas dari riba

4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

11


(28)

5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

Jika syarat pada pin 1, 4, dan 5 tidak terpenuhi, maka pembeli memiliki pilihan:

a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya

b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual

c. Membatalkan kontrak

Jual beli secara murabahah tersebut hanya untuk barang atau produk yang telah dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan pada waktu kontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki oleh penjual maka system yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Dinamaka murabahah KPP karena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya12.

Mengenai pihak-pihak yang berakad mempunyai syarat-syarat, yakni:

1. Mempunyai kecakapan hokum, yakni baligh dan berakal 2. Suka sama suka (ridha), tidak dalam keadaam dipaksa atau

terpaksa

12Muhammad. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, h. 146


(29)

3. Yang melakukan akad adalah dua orang yang berbeda atau tidak sama13.

Sedangkan mengenai syarat barang yang diperjual belikan (mabi’) dengan syarat harga barang (tsaman) para ulama membedakannya14. Menurut mereka, syarat harga barang adalah harga pasar yang berlaku ditengah masyarakat secara aktual. Adapun syarat-syarat barang menurut para ulama fiqih adalah sebagai berikut:

1. Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya

2. Uang dapat diserahkan pada waktu akad atau dibayarkan kemudian

3. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan, maka barang yang dijadikan nilai tukar

adalah bukan barang yang diharamkan syara’ seperti babi dan

khamr, karena kedua jenis ini tidak ternilai dalam syara’. Sedangkan syarat-syarat barang yang diperjual belikan yaitu: 1. Barang itu ada atau tidak ada di tempat akad tetapi penjual

menyatakan kesanggupannya untuk menyediakan barang tersebut

13

Siti Arfah, “Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Murabahah dan Pengaruhnya Terhadap Pendistribusian dana BMT El Syifa Ciganjur, (Skripsi S1

Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 25

14Dedi Hapidin, “

Aplikasi Murabahah di BMT al Fath Dalam Perspektif

Hukum Islam”(Skripsi S1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif


(30)

2. Barang tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia

3. Milik seseorang (penjual), bukan barang curian

4. Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi itu berlangsung

Adapun ketentuan umum mengenai murabahah adalah sebagai berikut:

1. Jaminan

Pada dasarnya jaminan bukanlah suatu rukun atau syarat yang mutlak untuk dipenuhi dalam ba’i al murabahah, namun jaminan dalam murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya. Jaminan dimaksudkan agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan.

2. Hutang dalam Murabahah KPP

Pada dasarnya, penyelesaian utang si pemesan (nasabah) dalam transaksi murabahah KPP ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut, apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan utangnya kepada si pembeli (dalam hal ini BMT)

Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Seandainya, penjualan asset tersebut merugi (seperti jika nasabah pedagang juga),


(31)

pemesan tetap harus menyelesaikan pinjamannya sesuai kesepaatan awal. Hal ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad al murabahah pertama dengan BMT.

3. Penundaan Pembayaran Oleh Debitor Yang Mampu

Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesaian hutangnya dalam ba’i al murabahah ini. Bila seorang pemesan (nasabah) menunda penyelesaian hutang tersebut, pembali (pihak BMT) dapat mengambil tindakan, yakni mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali hutang tersebut dan mengurangi kerugian financial yang terjadi akibat penundaan.

Rasulullah SAW mengingatkan penghutang yang mampu tetapi lalai dalam membayarnya dalam sebuah hadits yang berbunyi:

ض ر ر ر با ع ج رع ا ع لا ب ا ع كل م ر خا فس ب ها ع ث ح ل ق ملس و ل ها س ها س ر ا ع ها :

ملظ غلا لطم

15

. ( ك ر لا ا و ر

ا ا حلا ,

ل ا حلا ف عج ر ل و لا حل ب ).

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu adalah

zalim”. (HR. Bukhari)

Dewan Syari’ah Nasional (DSN) juga menetapkan aturan

sanksi atas nasabah yang mampu akan tetapi menunda-nunda pembayaran,

15 Ahmad Sunarno,

Tarjamah Shahih Bukhari. Penerjemah Bisri Mustafa, dkk (Semarang: CV As-Syifa’, 1991), h.


(32)

sebagaimana fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tertanggal 17 September 2000 yaitu:

a. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja. b. Nasabah yang tidak atau belum mampu membayar

disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. c. Nasabah mampu menunda-nunda pembayaran atau tidak

mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

d. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yakni bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

e. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

f. Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana sosial16.

4. Bangkrut

Jika pemesan yang berhutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya karena bena-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sementara ia mampu, kreditor harus menunda

16

---Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2000), h. 22


(33)

tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali. Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman dalam Surah al-Baqarah:280 yang berbunyi:



.

Artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu

mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:280)

3. Jenis-Jenis Murabahah

Pada pelaksanaan pembiayaan murabahah pada bank atau

lembaga keuangan syari’ah, terdapat dua jenis pembiayaan murabahah yaitu:

a. Pembiayaan murabahah produktif

Pembiayaan murabahan pada jenis ini bertujuan dalam rangka memperlancar kegiatan produksi ini mencangkup antara lain pembiayaan untuk pembelian bahan baku dan pembelian alat-alat produksi.

b. Pembiayaan murabahah konsumtif

Pembiayaan murabahah konsumtif adalah pembiayaan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan debitor dalam rangka membeli barang atau kebutuhan konsumtif, seperti pembiayaan untuk pembelian


(34)

rumah, kendaraan atau kebutuhan rumah tangga17. Intinya, pembiayaan murabahah kosumtif ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan pokok nasabahnya atau memenuhi kebutuhan sehari-hari.

4. Manfaat dan Resiko Murabahah

Ba’i al murabahah memberi banyak manfaat bagi lembaga

keuangan syar’ah, salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ba’i al murabahah juga sangat sederhana, sehingga

memudahkan penanganan administrasinya di lembaga syari’ah tersebut18

. Selain memberi manfaat, ba’i al murabahah ini juga memiliki bernagai resiko yang harus diantisipasi, diantaranya19:

1. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran

2. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank atau lembaga keuangan tersebut membeli untuk nasabah, dan bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut

3. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab, seperti: barang rusak dalam

17

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 109-110

Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, h. 151 18Muha ad Syafi’

i Antonio, Ba k Sya i’ah Suatu Pe ge ala U u , h. 151

19Muha ad Syafi’i A to io, Ba k Sya i’ah Suatu Pe ge ala U u

, h. 151-152


(35)

perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya, atau spesifikasinya barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Dalam hal ini bank atau lembaga keuangan tersebut telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya maka barang tersebut menjadi milik bank. Dengan demikian bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain. 4. Dijual, karena ba’i al murabahah bersifat jual beli dengan

hutang, maka ketika kontrak ditandatangani barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya, termasuk untuk menjualnya.

5. Pendapat Ulama Mengenai Murabahah

Jual beli dengan sistem murabahah merupakan jual beli yang berprinsip pada kejujuran (transparansi) dan kepercayaan (amanah). Agar kejujuran dan kepercayaan dalam murabahah dapat direalisasikan, maka penjual harus menjelaskan beberapa hal sebagai berikut:

a. Biaya-biaya yang bisa dianggap sebagai modal, dijadikan sebagai dasar laba, dan biaya yang tidak bisa dianggap sebagai modal tidak bisa djadikan sebagai dasar laba. Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang ini.

Menurut ulama mazhab Maliki (Al-Malikiah), keadaan ini dibagi menjadi tiga bagian: Pertama, bagian yang bisa dianggap sebagai pokok harga dan mempunyai bagian laba; Kedua, bagian yang bisa dijadikan sebagai pokok modal tetap tidak mempunyai bagian laba; Ketiga, bagian


(36)

yang tidak bisa dimasukkan dalam pokok modal dan juga tidak mempunyai bagian laba20.

Ulama mazhab Hambali (Hanabilah) berpendapat bahwa biaya-biaya tersebut (baik biaya-biaya langsung maupun tidak langsung) harus dibayarkan pada pihak ketiga dan akan berpengaruh terhadap nilai barang yang dijual, penjual boleh memasukkan biaya-biaya tersebut kedalam pokok harga dan membolehkan pada harga jual21.

Ulama mazhab Syafi’i (As-Syafi’iyah) membolehkan semua biaya yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual beli untuk dimasukkan kedalam pokok harga dan kemudian dapat dibebankan pada harga jual, selama biaya-biaya itu bermanfaat dan dapat menambah nilai barang yang dijual. Namun, mereka tidak membolehkan biaya-biaya tenaga kerja untuk dimasukkan ke dalam pokok harga, karena menurut mereka komponen ini sudah termasuk ke dalam keuntungan.

Sedangkan menurut ulama mazhab Hanafi (Hanafiyah), semua biaya yang dikeluarkan pedagang untuk mendatangkan barang dapat diperhitungkan dalam pokok harga22.

Inti dari pendapat keempat imam mazhab tersebut adalah untuk mempermudah penjual dalam penentuan harga pokok dan keuntungan

20 Abdurrahman Al Jaziri,Al Fi hu al al Madzahibi A ba’ah, (Kairo: Maktabah al

Bukhariyah al Kubra) Jilid II, h. 535

21

Abdurrahman Al Jaziri,Al Fi hu al al Madzahibi A ba’ah, h. 535

22


(37)

yang diharapkan maka penjual dapat membebankan semua biaya langsung dalam harga jual barang secara wajar, sehingga semua biaya tidak langsung yang timbul nantinya, diharapkan dapat ditutup dari selisih keuntungan yang diperoleh.

b. Cacat pada barang

Menurut jumhur ulama, suatu barang yang cacat tidak boleh dijual secara murabahah, sehingga dijelaskan tentang kecacatan yang ada, karena kecacatan yang melekat pada barang akan mengurangi nilai barang.

c. Cara pembayaran dalam Murabahah

Cara pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai (naqdan) atau pun dicicil bila akadnya bersifat tempo atau tangguh (ba’i bitsamani ajil), tergantung kesepakatan yang dibuat antara penjual dan pembeli. Dengan murabahah yang dilakukan secara ba’i bitsamani ajil biasanya akan menjadikan harganya lebih tinggi daripada murabahah yang dilakukan secara tunai (naqdan)23. Contohnya: bila seseorang menjual sesuatu dibayar tangguh harganya menjadi 100 dirham, sedangkan bila dibayar secara tunai harganya 50 dirham, dan sungguh tidak ada riba di dalamnya (menurut pendapat ulama mazhab Hanabilah dan Ibnu Qayim).

Menurut Ibnu Qadamah dan Imam Nawawi, membayar dengan harga yang lebih tinggi dalam jual beli secara tangguh atau tempo merupakan kebiasaan pedagang, sehingga atas dasar ini tidaklah mengapa

23


(38)

membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk barang yang dijual secara tangguh, namun Al Hanabilah menggarisbawahi bahwa kebiasaan para pedagang di suatu daerah tidaklah sama, sehingga dalam menerapkan cara pembayaran seperti ini perlu juga diperhatikan kebiasaan pedagang di daerarah yang bersangkutan.

B. Pengertian Nasabah

Dalam kamus istilah perbankan, nasabah adalah pemegang rekening suatu bank, konsumen, klien24. Sedangkan dalam kamus kata-kata serapan asing dalam bahasa Indonesia, nasabah adalah orang yang menjadi langganan sebuah bank karena uangnya diputarkan melalui bank itu25.

Adapun pengertian nasabah secara luas adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik itu untuk keperluannya sendiri maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain26.

Dari beberapa pengertian nasabah diatas, dapat disimpulkan bahwa nasabah dalam perspektif penulis adalah pihak yang mempunyai suatu kepentingan dalam suatu lembaga keuangan dengan tujuan untuk investasi dengan harapan dapat memperoleh suatu profit atau keuntungan dari pengelola keuangan tersebut.

24 Riduan Tobing dan Bil Nikholause Fanuel,

Kamus Istilah Perbankan (Jakarta: PT. Atalya Rileni Sudeco, 2003), h. 137

25

J.S.Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia

(Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara 2003), h. 239

26


(39)

BAB III

GAMBARAN UMUM BMT AL-KARIIM

A. Sejarah Singkat BMT Al-Kariim

Bermula dari diklat ZIS dan Ekonomi Syariah yang diadakan oleh Dompet Dhuafa Republika tanggal 11 s/d 15 Januari 1995 di Jogjakarta yang diikuti peserta dari berbagai daerah. Diantara peserta dari Jakarta tercatat nama seperti Deni Nuryadin.SE, M Ikhwan dan Sulaeman Hayyun yang kemudian mereka bertiga bertekad membantuk Baitul Maal awt Tamwil di Jakarta dan setelah itu mereka magang di BPRS Bina Amwalul Hasanah Cinere.

Ide pendirian BMT mendapat sambutan positif dari beberapa Remaja Masjid Pondok Indah diantaranya Iwan Setiawan. SMI, Febriyanti Husni. SE, Syafri Muharam. SE, M Zakarullah Zein. SE, serta simpatisan lain seperti seperti Ir. Engkus Kusnandar. M.Ed dan Dra. Ramiah. Kesepuluh remaja tersebut memproklamirkan berdirinya BMT Al Kariim yang bertempat di Masjid Raya Pondok Indah pada tanggal 15 Juli 1995. Pendirian ini dilatarbelakangi oleh semangat berjihad untuk membantu usaha mikro atau para pedagang disekitar Masjid Raya Pondok Indah dari jeratan rentenir yang pada saat itu banyak berkeliaran di sekitar Masjid Raya Pondok Indah dan di pasar-pasar tradisional sekitar Masjid Raya Pondok Indah.


(40)

Tahun 1995, BMT Al Kariim pindah menempati gedung baru yang dibangun dari 13 kios di Pasar Jaya Pondok Indah, Pondok Pinang Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan pada tahun 2006 BMT AL Kariim menempati gedung dalam bentuk ruko tiga tingkat yang lebih kondusif di Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan1.

Jika dilihat dari masyarakatnya, maka BMT kan sukses apabila didirikan di wilayah Cipulir. Pertimbangan ini didasarkan pada semakin jauhnya jangkauan pelayanan di wilayah tersebut, baik konvensional

maupun Syari’ah, bahkan BPRS sekalipun. Walaupun BPRS lebih

merakyat, namun perkembangannya lebih lambat, selain itu persyaratan teknis yang diajukan lebih sedikit memberatkan penngusaha kecil yang umumnya umat islam. Atas dasar itulah maka solusi pendirian BMT di Wilayah Cipulir diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut2.

B. Visi dan Misi BMT Al-Kariim Visi

Menjadi leader Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang berorientasi pada pemberdayaan dan penguatan masyarakat usaha mikro dan kecil sehingga menjadi pengusaha sukses yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

1

BMT Al-Kariim, Dokumentasi 2

Wawancara Pribadi Dengan Pak Andrie, S.Kom, Selaku Department Support BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010


(41)

Misi

1. Meningkatkan kesajahteraan para pihak yang terlibat di BMT Al-Kariim.

2. Berpartisipasi dalam menguatkan dan pengembangan ekonomi kerakyatan melalui pembiayaan dan pendampingan yang berkelanjutan. 3. Mengurangi beroperasinya informal lender (rente) yang menerapkan

bunga sangat tinggi kepada para pelaku usaha mikro dan kecil, terutama di wilayah kerja BMT.

4. Menjadi media efektif dalam membanngun silaturrahmi sesama anggota BMT Al-Kariim dan para pihak yang terkait.


(42)

C. Stuktur Organisasi BMT Al Kariim

STRUKTUR ORGANISASI BMT AL-KARIIM3

3

BMT Al-Kariim, Dokumentasi

RAPAT DIREKTUR AUDIT INTERNAL (Febriyanti Husni) DIREKTUR (Ibnu Hajar) PENGAWASAN (Task Force Team)

MANAGING DIRECTOR (Wina Alfazos) Manajer Operasional (Wina Alfazos) Manajer Penyehatan/Remedial (M. Yarmin)

Kas & Teller (Yuli Yanti) Customer Service (Ramiah) Akuntansi (Risawati) Manajer Marketing & Pembiayaan (Ibnu Hajar) Remedial Group (Wita, Hadi, Eko)

Departmen Support (Andrie) Product Development (Wina, Andrie) Pembiayaan (Wita, Hadi, Eko) Monitoring (Wita, Wina) Collecting Group (Fauzan, Luki) Financing Support (Nur Fajriyah)


(43)

D. Sistem Operasional BMT Al Kariim

Secara umum kegiatan operasional BMT Al-Kariim dibagi menjadi dua bagian, yaitu Baitul Mal (Lembaga Amil Zakat) dan Baitul Tamwil (Lembaga Keuangan Mikro). Masing-masing bagian tersebut melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana4.

1. Baitul Mal (Lembaga Amil Zakat)

Adapun kegiatan Baitul Mal BMT Al-Kariim antara lain: 1. Menghimpun dana zakat, Infaq dan Shadaqoh (ZIS) 2. Menyalurkan dana ZIS tersebut melalui program-program:

a. Pemberian santunan kepada anak yatim piatu dan janda miskin. b. Membantu anggota atau masyarakat yang terkena musibah seperti

sakit, kematian dana yang terkena bencana alam.

c. Memberikan bentuan untuk pembangunan atau renovasi masjid atau musholah.

2. Baitul Tamwil (Lembaga Keuangan Mikro)

Kegiatan utama Baitul Tamwil ini adalah usaha di bidang jasa simpanan (penghimpunan dana) dan pembiayaan (penyaluran dana). Adapun produk penghimpunan dana (jasa simpanan) Baitul Tamwil BMT Al-Kariim adalah:

a. Tabungan Amanah Mudharabah, yakni tabungan annggota yang disetorkan kepada pihak BMT dengan tidak ditentukan besarnya dan

4


(44)

dapat ditarik atau dicairkan setiap waktu selama kantor kas buka, namun dalam sehari hanya dibolehkan sekali untuk menariknya. b. Tabungan Pendidikan, yakni tabungan yang disetorkan setiap saat

(selama kantor kas buka) dengan tujuan untuk biaya pendidikan. Tabungan pendidikan ini hanya bisa diambil pada saat-saat tertentu saja, minimal tiga bulan sekali atau pada saat kenaikan kelas dan pembagian raport.

c. Tabungan Haji, yakni tabungan yang sengaja dilakukan oleh nasabah untuk biaya pemberangkatan haji.

d. Tabungan Hari Raya, yakni tabungan yang dapat ditarik ketika menjelang Idhul Fitri dan Idhul Adha (Idhul Qurban)

e. Tabunngan Walimah, yakni tabungan yang dapat ditarik ketika alkan melaksanakan walimah „ursyi (pernikahan) atau khitanan5.

Sedangkan produk penyaluran dana (pembiayaan) Baitul Tamwil BMT Al Kariim adalah:

1. Pembiayaan Mudharobah

Dalam pembiayaan ini BMT Al-Kariim dapat memberikan modal yang diperlukan peminjam untuk membiayai suatu usaha, dimana hasil dan keuntungan usaha tersebut dibagi secara seimbang sesuai dengan porsi jumlah dana atau kesepakatan bersama diawal perjanjian dalam bentuk nisbah tertentu dari keuangan.

2. Pembiayaan Murabahah

5


(45)

Dalam pembiayaan ini BMT Al-Kariim menyediakan barang-barang modal kerja dalam jangka pendek. BMT mendapat keuntungan dari harga barang yang dijual ditambah dengan keuntungan. Pembayaran dalam pembiayaan murabahah ini dapat dilakukan denngan sistem angsuran atau dengan menggunakan tempo. Namun, jangka waktunya tidak lebih dari satu tahun.

3. Pembiayaan Bai bi’tsaman „Ajil (BBA)

Pembiayaan BBA ini hampir sama dengan pembiayaan murabahah, namun pembayaran dalam pembiayaan BBA ini dapat dilakukan dengan mencicil dengan jangka waktu yang lebih panjang (bisa lebih dari satu tahun).

4. Pembiayaan non-profit (Qardhul Hasan)

Pembiayaan Qardhul Hasan pembiayaan yang khusus diberikan BMT Al-Kariim kepada delapan golongan (mustahiq) yang memerlukan modal kerja dan harus dikembalikan dengan mencicil tanpa dibebani bagi hasil. Pembiayaan ini diberikan dari dana Baitul Mal6.

Selain itu, BMT Al-Kariim juga melakukan kegiatan-kegiatan atau aktifitas kerja yang bersifat meningkatkan wawasan dan kemitraan usaha sesama lembaga keuangan syari’ah dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubunngan dengan kegiatan opersional usaha, antara lain:

1. Menghadiri undangan-undangan, seperti:

6


(46)

(a) Undangan “Temu Usaha Bisnis Eceran antara Pengusaha Besar,

Menengah dan Pengusaha Kecil” yang diselenggarakan oleh

Direktorat Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil dan Institut of Developing Entrepreneurship di Hotel Wisata Indonesia.

(b) Undangan “Tatap Muka dengan Pimpinan bagian Kredit

Menengah dan Kecil Bank DKI” yang diselenggarakan oleh

PINBUK DKI Jakarta yang bertempat di gedung ICMI.

2. Mengikuti acara “Sosialisasi Program Kerja Kemitraan BPRS Wakalumi dengan BMT se-Jabodetabek dalam rangka memperkuat

jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah (Syari’ah Financial Network)

yang bertempat di Islamic Village Tanggerang Jawa Barat7.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa BMT Al-Kariim selalu aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselanggarakan oleh BMT-BMT yang lain dalam rangka memajukan BMT Al-Kariim tersebut.

7


(47)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN PEMBIAYAAN

BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) AL-KARIIM

A. Tujuan Pembiayaan Murabahah di BMT Al-Kariim

Tujuan analisa pembiayaan adalah sebagai alat untuk memberikan jawaban pengambilan keputusan tentang masalah-masalah, seperti:

1. Kepada siapa dana dalam bentuk pembiayaan harus diberikan. 2. Untuk maksud usaha apa dana pembiayaan itu diberikan.

3. Apakah calon nasabah debitur yang akan menerima dana pembiayaan kiranya akan mampu mengembalikan pokok pembiayaan ditambah dengan bagi hasil atau mark-up.

4. Berapa jumlah uang yang layak diberikan.

5. Apakah dana pembiayaan yang akan diberikan tersebut cukup aman atau beresiko kecil.

Selain tujuan diatas dengan aksen pertanyaan, maka penulis pun menganalisa bahwa pembiayaan juga bertujuan:

1. Untuk menilai usaha calon debitur.

2. Untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan. 3. Untuk menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak.


(48)

Uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa BMT Al-Kariim dalam melakukan pembiayaan murabahah selalu mempertimbangkan dalam memberikan jawaban pengambilan keputusan yang bermaksud untuk menanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan operasional khususnya yang berkaitan dengan pengadministrasian dan pengelolaan kegiatan operasional perusahaan dan nasabah.

B. Prinsip-Prinsip Analisa Pembiayaan

Prinsip-prinsip analisa pembiayaan dipergunakan dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan. Seorang petugas bagian pembiayaan pada BMT harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon debitur. Di dalam lembaga perbankan atau BMT prinsip penilaian tersebut dikenal dengan unsur 5C, 7P dan 3 R yaitu:

5C terdiri dari: 1. Character

Penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon debitur, dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa nasabah pengguna dana atau anggota BMT yang mengajukan pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.

2. Capacity

Penilaian secara subyektif tentang kemampuan debitur untuk melakukan pembayaran. Kemampuan ini diukur dengan catatan


(49)

prestasi debitur masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapanngan atas usaha nasabah, cara berusaha ataupun tempat berusaha.

3. Capital

Penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon debitur, yang diukur dengan posisi usahanya secara keseluruhan melalui rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya.

4. Collateral

Collateral adalah jaminan milik calon debitur, penilaian untuk lebih meyakinkan jika suatu resiko kegagalan pembayaran terjadi, jika jaminan dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Tetapi collateral dalam BMT lebih ditekankan pada factor: kepercayaan, pendekatan hubungan dengan pengusaha dan kegiatan usahanya; saling mengenal karena daerah usahanaya tidak luas melalui tanggung renteng dan atau bersama tokoh setempat yang diiringi dengan pengajian bersama.

5. Conditions

Bagian pembiayaan BMT harus melihat kondisi perekonomian secara umum khususnya yang berkaitan dengan jenis usaha calon debitur. Hal tersebut dilakukan karena keadaan eksternal usaha yang dibiayai1.

1


(50)

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam menganalisis pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim memang memerlukan prinsip 5C dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan guna melakukan supervisi, koordinasi, dan arahan mengenai pengelolaan pencatatan transaksi keuangan nasabah secara tertib, teratur, sistematis dan benar yang dilakukan unit-unit kerja yang berada dibawah supervisinya.

7P terdiri dari:

1) Personality

Penilaian calon debitur dari kepribadian atau tingkah lakunya. 2) Party

Penilaian dengan mengklasifikasikan nasabah ke dalam golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

3) Purpose

Penilaian dengan mengetahui tujuan penggunaan pembiayaan. 4) Prospect

Penilaian terhadap ukuran prospek usaha calon debitur. 5) Payment

Penilaian terhadap ukuran cara calon debitur mengembalikan pembiayaan.

6) Profitability

Penilaian terhadap kemampuan calon debitur dalam mencari laba. 7) Protection


(51)

Penilaian terhadap kemampuan calon debitur dalam memberikan perlindungan usaha dan jaminan yang ada2.

Hasil uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa prinsip 7P merupakan salah satu program dan startegi operasionalnya yang berhubunngan dengan peningkatan kualitas kegiatan bidang pemasaran dan pembiayaan.

3R terdiri dari:

1) Return (Pengembalian)

Pengembalian dalam bentuk keuntungan atas penggunaan pembiayaan yang diberikan.

2) Repayment (Pembayaran)

Kemampuan dan kesanggupan untuk membayar kembali semua pinjaman pembiayaan yang diberikan.

3) Risk (Resiko)

Kemampuan untuk mengantisipasi resiko kegagalan3.

C. Berdasarkan Aspek Kelayakan Usaha yang Dinilai

Disamping mengunakan 5C, 7P, 3R, penilaian pembiayaan dilengkapi juga dengan penilaian aspek-aspek usaha sebagai berikut:

2

BMT Al-Kariim, Dokumentasi 3


(52)

1. Analisa Aspek Keuangan

Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usaha dan bagaimana menggunakan dana tersebut. Penialaian BMT dari aspek keuangan pada umumnya menggunakan alat ukur sebagai berikut:

a. Paybeck Period (PP) b. Net Present Value (NPV) c. Profitability Index (PI) d. Internat Rate of Return (IRR) e. Break Even Point (BEP)4. 2. Analisa Aspek Yuridis

Yang dinilai dari aspek ini adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang dimiliki perusahaan, yang terkait dengan aspek lagal pengajuan pembiayaan seperti:

a. Surat Izin Usaha, SIT, dll. b. Tanda Datar Perusahaan (TDP) c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d. Keabsahan surat-surat yang dijaminkan misalnya sertifikat tanah e. Hal-hal yang dianggap penting lainnya5

3. Analisa Aspek Pemasaran

4

BMT Al-Kariim, Dokumentasi 5


(53)

Dalam aspek ini yang dinilai adalah permintaan terhadap produk yang dihasilkan saat ini maupun dimasa yang akan datang; yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah:

a. Pemasaran produknya selama beberapa waktu yang lalu.

b. Rencana penjualan dan produk selama beberapa waktu dimasa yang akan datang.

c. Peta kekuatan pesaing yang ada. d. Prospek produk secara keseluruhan. e. Fluktuasi harga penjualan.

f. Program promosi. g. Daerah pemasaran.6

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian diatas merupakan arahan dalam penyelesaian permohonan nasabah dalam hubungannya dengan penjualan produk dan jasa dalam pelaksanaan layanan kepada nasabah agar hubungan yang telah terjalin berkesinambungan dan saling menguntungkan.

D. Pemilihan Terhadap Pendekatan (Approach) Analisa: 1. Pendekatan Karakter (character approach)

2. Pendekatan Kemampuan Pelunasan (repayment approach) 3. Pendekatan Jaminan (collateral approach)

6


(54)

4. Pendekatan atas dasar tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon nasabah (feasibility approach)

5. Pendekatan Capital (penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki) 6. Pendekatan terhadap kondisi perekonomian secara umum, khususnya yang

terkait dengan jenis usaha nasabah (condition approach)

7. Pendekatan fungsi BMT sebagai lembaga profit dan non profit. 8. Pendekatan budaya:

a. Pola hidup

b. Semangat juang dalam usaha c. Tingkah laku dan akhlak d. Tanggungan hidup e. Memiliki bakat usaha f. Pengalaman usaha g. Rumah tangga h. Keimanan i. Jarak7

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam melakukan pembiayaan murabahah di BMT perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang berkaitan dengan analisa-analisa yang berkaitan diatas guna melakukan pengawasan dan penelitian atas semua kegiatan di unit kerjanya agar sesuai dengan ketentuan, melakukan pencegahan timbulnya kesalahan dalam

7


(55)

pelaksanaan tugas di unit kerjanya serta membuat laporan atas hasil pengamatan yang dilakukan bila dipandang perlu.

E. Proses Pengumpulan Informasi

a. Data-data yuridis; yaitu mulai akte pendirian usaha, pemilikan badan usaha, bukti pemilikan jaminan, data curriculum vitae.

b. Data keuangan atau kegiatan usaha calon nasabah lainnya seperti neraca, perhitungan laba rugi, laporan kegiatan usaha lainnya, mulai dari data pemasaran, data produksi atau data pembelian grosir, sumber-sumber bahan buku atau sumber-sumber pembelian, segmen pasar.

c. Data teknis dari usaha calon nasabah; tempat usaha, kios, barang-barang dagangan.

d. Data-data manajemen, kepersonaliaan seperti stuktur organisasi perusahaan, jumlah kualitas tenaga kerja yang diperlukan, berapa yang dibiayai dari usaha tersebut.

e. Data-data ekonomis dan yuridis dari barang-barang yang akan dijaminkan. f. Lain-lain data yang diperlukan sesuai dengan proyek usaha calon

nasabah8.

Dari uraian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa BMT Al- Kariim dalam melakukan pembiayaan sangat selektif dan jika dilihat dari sasaran pemasaran produk pembiayaan BMT yang ditujukan terhadap sektor usaha mikro, dapat menjadi peluang besar bagi BMT untuk terus

8


(56)

berkembang. Hal ini terkait dengan jumlah usaha mikro yang terus berkembang dari tahun ketahun.

Dalam kaitannya hal ini peranan BMT Al-Kariim itu sendiri terhadap pengguna pembiayaan murabahah pada tahun 2010 sangat berperan besar dikarenakan dari jumlah nasabah dan pelemparan dananya cukup banyak dari tahun ketahun9.

Dengan adanya pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim Cipulir yang menerapkan pada prinsip-prinsip syari’ah ini terbukti dengan adanya misi dan visi yang diterapkan dan berorientasi pada pemberdayaan dan penguatan masyarakat usaha mikro dan kecil sehingga menjadi pengusaha sukses yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam10.

Dibawah ini adalah contoh pembuatan dari akad pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim:

Akad Pembiayaan Murabahah No. 109/P-MRBH/BMT-AK/VI/2010

Bismillaahirrahmaanirrahiim

“ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad atau perjanjian itu “

( QS. Al Maidah : 1 )

9

BMT Al-Kariim, Dokumentasi

10


(57)

Yang bertandatangan di bawah ini :

1. Ibnu Khajar, SE , Ketua Pengurus BMT Al Kariim dan berkantor di

Jakarta, dalam hal ini mewakili BMT Al Kariim dengan Alamat di Cipulir Center B-8 Jl. Ciledug Raya Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan, untuk selanjutnya disebut :---BMT AL KARIIM ---

2. Mahmudi, tempat tanggal lahir Brebes 12 Nopember 1977, pekerjaan

Karyawan, bertempat tinggal di Jl. Purwa III No.35 Kav. DKI RT.005/006 Cipedak Jagakarsa Jakarta Selatan dengan KTP No. 09.5306.121177.0406, dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri dan selanjutnya disebut :---PENERIMA PEMBIAYAAN ---

BMT AL KARIIM dan PENERIMA PEMBIAYAAN bilamana disebut secara bersama-sama untuk selanjutnya disebut PARA PIHAK. PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan sebagai berikut :

a. Bahwa PENERIMA PEMBIAYAAN dalam rangka untuk pembelian spare part (suku cadang) dan memerlukan dana untuk pembelian atau pembayaran tersebut dan meminta kepada BMT AL KARIIM untuk menyediakan pembiayaannya.

b. Bahwa atas permintaan tersebut, BMT AL KARIIM menyetujui memberikan pembiayaan dan mewakilkan untuk pembelian atau pembayaran barang kepada PENERIMA PEMBIAYAAN.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat

mengikatkan diri untuk mengadakan “ Perjanjian Murabahah ” dengan


(58)

Adapun mengenai ketentuan-ketentuannya di BMT Al-Kariim adalah:

1) Maksimum Pembiayaan

a. PENERIMA PEMBIAYAAN mengaku dengan sebenarnya dan secara sah telah menerima Pembiayaan Murabahah yang disediakan oleh BMT AL KARIIM dan oleh karena itu menyatakan berhutang kepada BMT AL KARIIM sejumlah uang yang disebutkan dalam Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan (SPRP).

b. Pembiayaan yang diberikan BMT AL KARIIM kepada PENERIMA PEMBIAYAAN adalah 100% dari harga perolehan ditambah margin keuntungan bagi BMT AL KARIIM yang telah disepakati dengan perincian sebagai berikut :

Harga Barang = Rp. 4,000,000,-

Profit Margin yang disepakati = Rp. 840,000,- +

Maksimum Pembiayaan = Rp. 4,840,000,- (empat juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah)

2) Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan adalah untuk membiayai pembelian spare part (suku cadang).


(59)

Bentuk pembiayaan adalah pembiayaan yang wajib dibayar PENERIMA PEMBIAYAAN secara angsur yang dibayarkan setiap bulan dengan cicilan sebagai berikut :

Pokok Rp. 666,700,-

Margin Rp. 140,000,-

Tabungan Wajib Rp. 50,000,- +

Total Rp. 856,700,- (delapan ratus lima puluh enam ribu tujuh ratus rupiah)

Angsuran atau cicilan tersebut dibayarkan untuk dimasukan ke dalam rekening simpanan terlebih dahulu. Pada saat jatuh tempo, pokok dan margin tersebut harus sudah lunas sebesar yang tertera pada Pasal 1 ayat 2.

4) Jangka Waktu Pembiayaan

Jangka waktu pembiayaan adalah 6 bulan terhitung mulai tanggal 11 Juni 2010, dan berakhir tanggal 11 Desember 2010.

5) Keuntungan Bagi BMT Al-Kariim

PARA PIHAK sepakat bahwa keuntungan (profit margin) bagi BMT AL KARIIM adalah sebesar Rp. 840,000,- (delapan ratus empat puluh ribu rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Perjanjian ini.


(60)

a. PENERIMA PEMBIAYAAN wajib melunasi atau menyelesaikan seluruh jumlah pembiayaan kepada BMT AL KARIIM sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Perjanjian ini, selambat-lambatnya pada tanggal berakhirnya jangka waktu pembiayaan sesuai Pasal 4. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran pada jadwal yang sudah ditentukan maka PENERIMA PEMBIAYAAN akan dikenakan denda biaya operasional sebesar 3% dari Outstanding (sisa pembiayaan) setiap bulannya.

b. Bilamana setelah berakhirnya jangka waktu pembiayaan ini, PENERIMA PEMBIAYAAN tidak menyelesaikan pembayaran atau pelunasan pembiayaan sebagaimana mestinya, maka BMT AL KARIIM akan mengambil tindakan awal dengan menempuh jalan musyawarah untuk mufakat guna penyelesaian kewajiban PENERIMA PEMBIAYAAN dalam jangka waktu yang disepakati. Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati tersebut PENERIMA PEMBIAYAAN belum juga dapat menyelesaikan kewajibannya, maka BMT AL KARIIM berhak untuk mengambil alih (eksekusi) dan menjual barang-barang jaminan yang telah disepakati oleh PENERIMA PEMBIAYAAN dalam pasal 7 ayat 1, atau mengambil tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyelesaikan pembiayaan yang dimaksud.


(61)

a) Guna lebih menjamin ketertiban pembayaran kembali dan keseriusan PENERIMA PEMBIAYAAN dalam menjalankan amanah pembiayaan ini, maka PENERIMA PEMBIAYAAN memberikan jaminan berupa :

a. BPKB Motor Yamaha 5MX tahun 2006 113cc warna silver No. Polisi B-6043-SGV a/n Mahmudi.

b. Simpanan di BMT Al Kariim dan barang-barang rumah tangga atau aset usaha pihak PENERIMA PEMBIAYAAN senilai pinjaman.

b) Jika pada perjanjian ini pihak PENERIMA PEMBIAYAAN melakukan wanprestasi atau pelanggaran tersebut di atas (pasal 6 ayat 3) maka pihak BMT AL KARIIM berhak mengeksekusi atau mengambil alih jaminan pihak PENERIMA PEMBIAYAAN. 8) Beban Biaya-Biaya

PENERIMA PEMBIAYAAN wajib membayar kepada BMT AL KARIIM secara bayar dimuka biaya-biaya sebagai berikut :

Biaya Administrasi pembiayaan Rp. 40,000,-

Biaya Materai Rp. 18,000,-

Biaya Infak Rp. 4,000,-

Biaya Asuransi Rp. 15,000,- Biaya Legalisasi/Notaris Rp. 0,- 9) Kewajiban Penerima Pembiayaan


(62)

PENERIMA PEMBIAYAAN berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a. Menjadi Anggota Luar Biasa BMT Al Kariim dengan membayar Simpanan Pokok sebesar Rp. 10,000,-

b. Membuka rekening Simpanan Mudharabah Al kariim.

c. Membayar angsuran pembiayaan secara tepat waktu sesuai dengan Pasal 3 perjanjian ini.

d. Mengembalikan seluruh jumlah pokok dan profit margin pembiayaan (sesuai pasal 1 ayat 2) pada saat tanggal jatuh tempo sesuai kesepakatan seperti yang tercamtum dalam pasal 4 perjanjian ini.

e. Tidak memindahtangankan pembiayaan ini atau meminjamkan kembali pembiayaan ini dalam bentuk apapun juga.

f. Melaksanakan usaha-usaha yang tidak melanggar Syariat Islam. g. Memberikan laporan sebelumnya sehubungan dengan adanya

perubahan alamat, usaha, kepemilikan dan lain-lain yang dapat melanggar perjanjian ini.

10) Addendum

Hal-hal yang belum diatur dan atau belum cukup diatur dan/atau diperlukan perubahan syarat-syarat dalam perjanjian ini, PARA PIHAK sepakat untuk menuangkan dalam suatu perjanjian tambahan (Addendum) yang ditandatangani oleh PARA PIHAK, yang merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.


(63)

Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 11 Juni 2010, bermaterai cukup dan mempunyai pembuktian yang kuat.

Setelah adanya akad pembiayaan murabahah beserta pasal-pasal nya, disertai pula adanya:

a. Surat persetujuan suami/istri/orang tua/anak b. Surat pengalihan hak kepemilikan atas jaminan c. Personal guaranty

d. Standing instruction

Peran BMT Al-Kariim memiliki kegiatan mengembangkan yang berpotensi besar dalam usaha-usaha produktif dan investasi guna meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya11.

Nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah di BMT Cipulir merasakan kenyamanan karena di BMT dapat memberikan modal yang diperlukan peminjam atau nasabah untuk membiayai suatu usaha, dimana hasil dan keuntungan usaha tersebut dibagi secara seimbang dengan proporsi jumlah dana atau kesepakatan bersama di awal perjanjian dalam bentuk nisbah tertentu dari keuntungan pendapatan12.

11

Wawancara Pribadi Dengan Pak Andrie, S.Kom, Selaku Department Support BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010

12

Wawancara Pribadi Dengan Salah Satu Nasabah di BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010


(64)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang sudah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: a. Secara umum peran BMT Al Kariim terhadap pembiayaan murabahah

cukup baik dari meningkatnya produk pembiayaan murabahah di BMT Al Kariim setiap tahunnya semakin bertambah .

b. Pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim Cipulir telah berdiri dengan prinsip-prinsip syari’ah.

c. Pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim berpotensi dalam memperbaiki ekonomi masyarakat sekitar BMT, khususnya wilayah Cipulir. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya para nasabah yang menggunakan pembiayaan murabahah tersebut untuk sektor perdagangan, sehingga dengan adanya pembiayaan murabahah tersebut dapat mengurangi pengangguran di wilayah terbut.

B. Saran

1. BMT Al Kariim harus sangat berhati-hati (prudent) dalam menglola dananya, khususnya dalam komitmen akan pembiayaan. Karena apabila terjadi penarikan dana yang cukup untuk memenuhi semua penarikan yang terjadi. Peran BMT sebagai regulator, Pembina dan


(65)

pengawas harus dapat memastikan bahwa setiap Bank (dalam hal ini BMT) telah menaati pengaturan-pengaturan dan ketentuan terutama tentang likuidasi. Sehingga BMT labih berhati-hati dan bijaksana dalam mengelola dananya.

2. Bagi pihak nasabah agar turut serta bergabung dengan lembaga

keuangan syari’ah, salah satunya adalah BMT.

3. Bagi pihak BMT Al-Kariim agar lebih mensosialisasikan produk usahanya salah satunya produk murabahah (pembelian), hal ini dilakukan karena persepsi nasabah tentang produk murabahah masih banyak yang tidak megetahui apa itu pembiayaan murabahah. Kalau hal ini dibiarkan akan meyebabkan ketidaktahuan yang berkelanjutan.


(66)

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Toha Putra, 1989.

Al-Asqolani, Hafidz bin Hajar. Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam, Semarang. Toha Putra, 1378 H.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: BI Bekerja sama dengan Tazkia Institute, 1999.

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 1999.

Arfah, Siti. “Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Murabahah dan Pengaruhnya Terhadap Pendistribusian Dana BMT El Syifa Ciganjur”, Skripsi S1 Fakultas

Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Barghasy, Said Ali. Dkk. Hukum Jual Beli Secara Kredit. Penerjemah Abu Umar Al-Maidani, dkk. Solo: At-Tibyan, 2002.

Badudu, J. S. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara Media Nusantara, 2003.

Brosur, BMT Al-Kariim Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta.

Djazuli, Ahmad. Prof. DR. dan Janwari, Yadi. Lembagaa-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Perkenalan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.


(67)

Al-Hamadi, Muhammad Luthfi. Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah, Jakarta: Senayan Abadi Publising, 2003.

Hapidin, Dedi. “Aplikasi Murabahah di BMT Al Fath Dalam Perspektif Hukum Islam,”

Skripsi S1 Fakultas Syaria’ah dan Hukum, Universitas Islam Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2004.

Haroen, H. Nasrun, DR, MA. Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Hoetomo, MA.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: PT. Mitra Pelajar, 2005.

Ibrahim, H. Muhammad Anwar. Norma-norma Akad dalan Fiqh Islam.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Al-Fiqh Al-Madzahibul Arba’ah, Kairo: Maktabah Al-Bukhariyah al Kubra.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Mazhab. Penerjemah H. Chatibul Umum dan Abu Hurairah, Jakarta: Darul Ulum Press, 2001.

Kamal, Mustafa. Wawasan Islamdan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997.

Karim, Adiwarman. BANK ISLAM Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: DSN, 2000.

Muhammad, Abi Abdillah. Sunan Ibnu Majah, Libanon: Dar Ibnu Hazm, 2001.

Muhammad. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2004.


(1)

Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 11 Juni 2010, bermaterai cukup dan mempunyai pembuktian yang kuat.

Setelah adanya akad pembiayaan murabahah beserta pasal-pasal nya, disertai pula adanya:

a. Surat persetujuan suami/istri/orang tua/anak b. Surat pengalihan hak kepemilikan atas jaminan c. Personal guaranty

d. Standing instruction

Peran BMT Al-Kariim memiliki kegiatan mengembangkan yang berpotensi besar dalam usaha-usaha produktif dan investasi guna meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya11.

Nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah di BMT Cipulir merasakan kenyamanan karena di BMT dapat memberikan modal yang diperlukan peminjam atau nasabah untuk membiayai suatu usaha, dimana hasil dan keuntungan usaha tersebut dibagi secara seimbang dengan proporsi jumlah dana atau kesepakatan bersama di awal perjanjian dalam bentuk nisbah tertentu dari keuntungan pendapatan12.

11

Wawancara Pribadi Dengan Pak Andrie, S.Kom, Selaku Department Support BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010

12

Wawancara Pribadi Dengan Salah Satu Nasabah di BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang sudah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: a. Secara umum peran BMT Al Kariim terhadap pembiayaan murabahah

cukup baik dari meningkatnya produk pembiayaan murabahah di BMT Al Kariim setiap tahunnya semakin bertambah .

b. Pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim Cipulir telah berdiri dengan prinsip-prinsip syari’ah.

c. Pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim berpotensi dalam memperbaiki ekonomi masyarakat sekitar BMT, khususnya wilayah Cipulir. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya para nasabah yang menggunakan pembiayaan murabahah tersebut untuk sektor perdagangan, sehingga dengan adanya pembiayaan murabahah tersebut dapat mengurangi pengangguran di wilayah terbut.

B. Saran

1. BMT Al Kariim harus sangat berhati-hati (prudent) dalam menglola dananya, khususnya dalam komitmen akan pembiayaan. Karena apabila terjadi penarikan dana yang cukup untuk memenuhi semua penarikan yang terjadi. Peran BMT sebagai regulator, Pembina dan


(3)

pengawas harus dapat memastikan bahwa setiap Bank (dalam hal ini BMT) telah menaati pengaturan-pengaturan dan ketentuan terutama tentang likuidasi. Sehingga BMT labih berhati-hati dan bijaksana dalam mengelola dananya.

2. Bagi pihak nasabah agar turut serta bergabung dengan lembaga

keuangan syari’ah, salah satunya adalah BMT.

3. Bagi pihak BMT Al-Kariim agar lebih mensosialisasikan produk usahanya salah satunya produk murabahah (pembelian), hal ini dilakukan karena persepsi nasabah tentang produk murabahah masih banyak yang tidak megetahui apa itu pembiayaan murabahah. Kalau hal ini dibiarkan akan meyebabkan ketidaktahuan yang berkelanjutan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Toha Putra, 1989.

Al-Asqolani, Hafidz bin Hajar. Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam, Semarang. Toha Putra, 1378 H.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: BI Bekerja sama dengan Tazkia Institute, 1999.

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syari’ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Jakarta: Alvabet, 1999.

Arfah, Siti. “Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Murabahah dan Pengaruhnya Terhadap Pendistribusian Dana BMT El Syifa Ciganjur”, Skripsi S1 Fakultas

Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.

Barghasy, Said Ali. Dkk. Hukum Jual Beli Secara Kredit. Penerjemah Abu Umar Al-Maidani, dkk. Solo: At-Tibyan, 2002.

Badudu, J. S. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara Media Nusantara, 2003.

Brosur, BMT Al-Kariim Cipulir Kebayoran Lama, Jakarta.

Djazuli, Ahmad. Prof. DR. dan Janwari, Yadi. Lembagaa-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Perkenalan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.


(5)

Dokumentasi Hasil Wawancara, BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta.

Al-Hamadi, Muhammad Luthfi. Jejak-Jejak Ekonomi Syari’ah, Jakarta: Senayan Abadi Publising, 2003.

Hapidin, Dedi. “Aplikasi Murabahah di BMT Al Fath Dalam Perspektif Hukum Islam,”

Skripsi S1 Fakultas Syaria’ah dan Hukum, Universitas Islam Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2004.

Haroen, H. Nasrun, DR, MA. Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Hoetomo, MA.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: PT. Mitra Pelajar, 2005.

Ibrahim, H. Muhammad Anwar. Norma-norma Akad dalan Fiqh Islam.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Al-Fiqh Al-Madzahibul Arba’ah, Kairo: Maktabah Al-Bukhariyah al Kubra.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Fiqh Empat Mazhab. Penerjemah H. Chatibul Umum dan Abu Hurairah, Jakarta: Darul Ulum Press, 2001.

Kamal, Mustafa. Wawasan Islamdan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997.

Karim, Adiwarman. BANK ISLAM Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: DSN, 2000.

Muhammad, Abi Abdillah. Sunan Ibnu Majah, Libanon: Dar Ibnu Hazm, 2001.

Muhammad. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, 2004.


(6)

Mujieb, Muhammad Abdul. Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Puataka Firdaus, 1994.

Perwataatmadja, Karnaen A. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami,1996.

Perwataatmadja, Karnaen A dan Antonio, Muhammad Syafi’i. Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf, 1992.

Ridwan, Muuhammad. Manajemen Baitul Mal wa Tamwil, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Sudarso, Heri. Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta: EKONISA, 2003.

Sumirno, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Sudarso, Ahmad. Tarjamah Shahih Bukhari, Semarang: CV. As-Syifa, 1991.

Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk, da Implementasi Operasional Bank Syari’ah, Jakarta: Djambatan, 2003.

Tobing, Riduan dan Fanuel, Bill Nikholus. Kamus Istilah Perbankan, Jakarta: PT. Atalya Rileni Sudeco, 2003.

Widodo, Hertanto. Pedoman Akuntansi Syari’ah, Bandung: Mizan, 1999.

Widodo, Hertanto. Pedoman Akuntansi Syari’ah: Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung: Mizan, 2000.