Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

telah mulai tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia. Istilah-istilah itu biasanya dipakai oleh sebuah lembaga khusus dalam sebuah perusahaan atau instansi yang bertugas menghimpun dan menyalurkan ZIS Zakat, Infak, Shadaqah dari para pegawai atau karyawannya. Kadang istilah tersebut dipakai pula untuk sebuah lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak di berbagai lini kegiatan ekonomi umat, yakni dalam kegiatan sosial, keuangan simpan-pinjam, dan usaha pada sektor riil 4 . BMT yang telah tersebar di Indonesia memiliki kegiatan mengembangkan, usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. BMT bisa menerima zakat, infak dan shadaqah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya. BMT memiliki misi antara lain: melayani masyarakat Islam lapisan bawah yang tidak terjangkau oleh perbankan, dan kedua membebaskan masyarakat Islam dari jeratan rentenir 5 . BMT juga bisa didirikan di masjid-masjid kampung atau kompleks untuk melayani kebutuhan warga disekitarnya, bahkan kebutuhan para pedagang asongan dan pedagang keliling yang menjadi langganan perumahan disekitar masjid. Pengembangan BMT juga dapat dilakukan di masjid-masjid kantoran yang lokasinya memungkinkan 6 . 4 http:www.khalifah,1924.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid= 69Itemid=47 5 Hertanto Widodo, Pedoman Akuntansi syari’ah; Panduan Praktis Operasional BMT, Bandung; Mizan, 2000, h 7. 6 Karnaen A Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996, h. 213 BMT dapat dikatakan sebagai lembaga ekonomi atau keuangan syari’ah non perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat KSM yang berbeda dengan lembaga keuangan formal lainnya 7 . KSM ini dibina oleh Bank Indonesia dalam Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat PHBK 8 . Peran BMT dalam memberikan kontribusi kepada bergeraknya roda ekonomi kecil jelas riil. Sementara perbankan dililit kelebihan dana yang tak mampu disalurkan, BMT langsung masuk ke pengusaha. Satu yang paling istimewa, BMT juga menjadi agen pengembangan dan penyantun masyarakat miskin 9 . Dari segi permodalan, BMT memiliki dua unsur kegiatan, yakni menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah dalam Baitul Mal, dan menghimpun simpanan anggota dalam Baitut Tamwil. Dengan demikian, modal BMT dapat diperoleh dari simpanan anggota pendiri yang besarnya minimum Rp. 5 juta, sedangkan dari segi operasionalnya, BMT menyalurkan pinjaman dalam bentuk pembiayaan modal usaha dengan sistem bagi hasil al-mudharabah dan al- musyarakah dan sistem jual beli berjangka waktu al-murabahah dan bi’tsaman’ajil sebagaimana yang dilakukan oleh bank syari’ah 10 . Menurut Muhammad Ridwan, agar dapat memaksimalkan pengelolaan dana maka manajemen BMT harus memperhatikan tiga aspek penting dalam pembiayaan, yakni: 7 Prof. H. A Jazuli dan Drs. Yadi Janwari, M.Ag, Lembaga-Lembaga Perkonomian Umat: Sebuah Perkenalan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 183. 8 Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, h. 213 9 Muhammad Luthfi Al-Hamidi, Jejak- Jejak Ekonomi Syari’ah, h.88 10 Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, h. 213- 214 1. Amanah, yakni BMT mempunyai keyakinan bahwa dana yang telah dipinjamkan dapat dikembalikan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, maka BMT harus melakukan survey terlebih dahulu bahwa usaha yang dibiayainya layak. 2. Lancar, yakni BMT yakin bahwa dananya dapat berputar dengan lancar dan cepat. Semakin lancar dan cepat perputaran dananya, maka pengembangan BMT semakin baik. 3. Menguntungkan, yakni BMT harus mempunyai perhitungan dan proyeksi yang tepat untuk memastikan bahwa yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan 11 . Pembiayaan yang selama ini menjadi dominan di dalam BMT adalah produk murabahah. Walaupun terdapat produk murabahah dan musyarakah, pada kenyataannya yang paling intensif digunakan adalah produk murabahah, karena produk murabahah ini lebih digunakan. Disisi lain, masyarakat tidak ingin tahu berapa cicilan yang akan dibayar tiap bulan secara pasti 12 . Adapun yang dimaksud dengan bai’al murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’al murabahah, penjual dalam hal ini BMT harus 11 Muhammad Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, h. 151 12 Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, h. 215 memberitahukan kepada pembeli harga produk yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya 13 . Konsepsi dari pembiayaan bai’al murabahah ini hakekatnya adalah ingin mengubah suatu bentuk bisnis dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli 14 . Karena melihat pengertian pinjaman pada bank konvensional sendiri adalah suatu pinjaman dengan pengembalian modal pokok beserta bunga, sedangkan dalam islam sendiri sudah jelas ketentuan tersebut adalah riba, maka diperlukan suatu tata cara operasional secara syar’ah agar tidak terjerumus pada praktek-praktek ribawi. Dalam konsep murabahah ini landasan konsep akad jual beli ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Oleh karena itu, dasar hukumnya pun berpedoman pada kaidah-kaidah umum jual beli yang berlaku dalam mu’amalah islamiyah 15 . Masih banyak nasabah yang memerlukan bantuan penyaluran dana dari BMT yang berdasarkan pada prinsip jual beli, apalagi perolehan dari pembiayaan jual beli al-murabahah bagi BMT dinilai cukup menjanjikan karena pembiayaan untuk pembalian barang-barang konsumsi banyak diminati nasabah. Disisi lain, pembiayaan ini juga dapat membantu 13 M uhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 101 14 Muhammad Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, h. 151 15 Karnaen A Perwaatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf, 1992 h. 15 nasabah guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dalam berbagai masyarakat dan dalam kehidupan sehari-hari mereka 16 . Dari uraian diatas, maka penulis tertarik dan mencoba untuk mengetengahkan topik yang berkaitan dengan peranan BMT terhadap pelaksanaan produk murabahah pada sebuah lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan syari’ah, yakni BMT. Dalam hal ini penulis meneliti BMT Al-Kariim Cipulir, atas dasar itu maka disusunlah skripsi ini dengan memberi judul : “Peranan BMT Al-Kariim Terhadap Nasabah Pembiayaan Murabahah Study Kasus di BMT Al-Kariim Cipulir Jakarta ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efesien dalam mencapai tujuan, maka penulis akan memberikan batasan-batasan sekitar peranan BMT, khususnya pengguna produk pembiayaan murabahah pada BMT Al-Kariim Cipulir tahun 2010, disamping itu juga membahas potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat. Untuk mengarahkan pembahasan pada pokok persoalan, maka penulis akan merumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan BMT Al-Kariim terhadap pengguna produk pembiayaan murabahah pada tahun 2010? 16 Karnaen A Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok: Usaha Kami, 1996, h. 217 2. Apakah pembiayaan murabahah di BMT Al-Kariim Cipulir telah berdiri dengan prinsip- prinsip syari’ah? 3. Bagaimana potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat?

C. Tinjauan Review Kajian Terdahulu

Sebelum melakukan penulisan skripsi ini penulis terlebih dahulu meninjau beberapa penelitian terdahulu, yang diantaranya adalah sebagai berikut: 1. “Peran Baitul Mal wat Tamwil BMT Al-Kariim Cipulir dalam Pengelolaan Zakat”. Oleh: Siti Solihah, tahun 2006, Jurusan Muamalah Ekonomi Islam Fakultas Syari ’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan penelitian tersebut membahas bagaimana strategi pengelolaan zakat pada BMT Al-Kariim Cipulir, dan apa peran BMT Al-Kariim Cipulir dalam pengelolaan zakat. 2. “Strategi Pemasaran Produk Pembiayaan Murabahah dan Pengaruhnya terhadap Pendistribusian Dana BMT EL Syifa Ci ganjur.” Oleh Siti Afifah, tahun 2006, Jurusan Muamalah Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayuatullah Jakarta. Dalam Penelitian tersebut membahas bagaimana strategi pemasaran produk pembiayaan murabahah serta pengaruhnya terhadap pendistribusian dana BMT EL Syifa Ciganjur.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pandangan dari masyarakat, khususnya nasabah BMT Al-Kariim terhadap pembiayaan murabahah di BMT tersebut. 2. Untuk mengetahui potensi murabahah dalam memperbaiki ekonomi masyarakat. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Islam SEi pada Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Muamalah Prodi Perbankan Syari’ah Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pembiayaan murabahah. 3. Untuk menambah wawasan bagi penulis secara khusus, dan masyarakat secara umum mengenai produk murabahah.