yang diharapkan maka penjual dapat membebankan semua biaya langsung dalam harga jual barang secara wajar, sehingga semua biaya tidak
langsung yang timbul nantinya, diharapkan dapat ditutup dari selisih keuntungan yang diperoleh.
b. Cacat pada barang
Menurut jumhur ulama, suatu barang yang cacat tidak boleh dijual secara murabahah, sehingga dijelaskan tentang kecacatan yang ada,
karena kecacatan yang melekat pada barang akan mengurangi nilai barang. c.
Cara pembayaran dalam Murabahah Cara pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai
naqdan atau pun dicicil bila akadnya bersifat tempo atau tangguh ba’i
bitsamani ajil, tergantung kesepakatan yang dibuat antara penjual dan pembeli. Dengan murabahah yang dilakukan secara
ba’i bitsamani ajil biasanya akan menjadikan harganya lebih tinggi daripada murabahah yang
dilakukan secara tunai naqdan
23
. Contohnya: bila seseorang menjual sesuatu dibayar tangguh harganya menjadi 100 dirham, sedangkan bila
dibayar secara tunai harganya 50 dirham, dan sungguh tidak ada riba di dalamnya menurut pendapat ulama mazhab Hanabilah dan Ibnu Qayim.
Menurut Ibnu Qadamah dan Imam Nawawi, membayar dengan harga yang lebih tinggi dalam jual beli secara tangguh atau tempo
merupakan kebiasaan pedagang, sehingga atas dasar ini tidaklah mengapa
23
Abdurrahman Al Jaziri, Al Fi hu al al Madzahibi A ba’ah, h. 537
membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk barang yang dijual secara tangguh, namun Al Hanabilah menggarisbawahi bahwa kebiasaan para
pedagang di suatu daerah tidaklah sama, sehingga dalam menerapkan cara pembayaran seperti ini perlu juga diperhatikan kebiasaan pedagang di
daerarah yang bersangkutan.
B. Pengertian Nasabah
Dalam kamus istilah perbankan, nasabah adalah pemegang rekening suatu bank, konsumen, klien
24
. Sedangkan dalam kamus kata- kata serapan asing dalam bahasa Indonesia, nasabah adalah orang yang
menjadi langganan sebuah bank karena uangnya diputarkan melalui bank itu
25
. Adapun pengertian nasabah secara luas adalah pihak yang
menggunakan jasa bank, baik itu untuk keperluannya sendiri maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain
26
. Dari beberapa pengertian nasabah diatas, dapat disimpulkan
bahwa nasabah dalam perspektif penulis adalah pihak yang mempunyai suatu kepentingan dalam suatu lembaga keuangan dengan tujuan untuk
investasi dengan harapan dapat memperoleh suatu profit atau keuntungan dari pengelola keuangan tersebut.
24
Riduan Tobing dan Bil Nikholause Fanuel, Kamus Istilah Perbankan Jakarta: PT. Atalya Rileni Sudeco, 2003, h. 137
25
J.S.Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara 2003, h. 239
26
http:www.pikiran-rakyat.comcetak2005080521hikmahmanajemen
BAB III GAMBARAN UMUM BMT AL-KARIIM
A. Sejarah Singkat BMT Al-Kariim
Bermula dari diklat ZIS dan Ekonomi Syariah yang diadakan oleh Dompet Dhuafa Republika tanggal 11 sd 15 Januari 1995 di
Jogjakarta yang diikuti peserta dari berbagai daerah. Diantara peserta dari Jakarta tercatat nama seperti Deni Nuryadin.SE, M Ikhwan dan Sulaeman
Hayyun yang kemudian mereka bertiga bertekad membantuk Baitul Maal awt Tamwil di Jakarta dan setelah itu mereka magang di BPRS Bina
Amwalul Hasanah Cinere. Ide pendirian BMT mendapat sambutan positif dari beberapa
Remaja Masjid Pondok Indah diantaranya Iwan Setiawan. SMI, Febriyanti Husni. SE, Syafri Muharam. SE, M Zakarullah Zein. SE, serta simpatisan
lain seperti seperti Ir. Engkus Kusnandar. M.Ed dan Dra. Ramiah. Kesepuluh remaja tersebut memproklamirkan berdirinya BMT Al Kariim
yang bertempat di Masjid Raya Pondok Indah pada tanggal 15 Juli 1995. Pendirian ini dilatarbelakangi oleh semangat berjihad untuk membantu
usaha mikro atau para pedagang disekitar Masjid Raya Pondok Indah dari jeratan rentenir yang pada saat itu banyak berkeliaran di sekitar Masjid
Raya Pondok Indah dan di pasar-pasar tradisional sekitar Masjid Raya Pondok Indah.
Tahun 1995, BMT Al Kariim pindah menempati gedung baru yang dibangun dari 13 kios di Pasar Jaya Pondok Indah, Pondok Pinang
Kebayoran Lama Jakarta Selatan dan pada tahun 2006 BMT AL Kariim menempati gedung dalam bentuk ruko tiga tingkat yang lebih kondusif di
Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan
1
. Jika dilihat dari masyarakatnya, maka BMT kan sukses apabila
didirikan di wilayah Cipulir. Pertimbangan ini didasarkan pada semakin jauhnya jangkauan pelayanan di wilayah tersebut, baik konvensional
maupun Syari’ah, bahkan BPRS sekalipun. Walaupun BPRS lebih merakyat, namun perkembangannya lebih lambat, selain itu persyaratan
teknis yang diajukan lebih sedikit memberatkan penngusaha kecil yang umumnya umat islam. Atas dasar itulah maka solusi pendirian BMT di
Wilayah Cipulir diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut
2
.
B. Visi dan Misi BMT Al-Kariim
Visi
Menjadi leader Lembaga Keuangan Mikro Syariah LKMS yang berorientasi pada pemberdayaan dan penguatan masyarakat usaha
mikro dan kecil sehingga menjadi pengusaha sukses yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
1
BMT Al-Kariim, Dokumentasi
2
Wawancara Pribadi Dengan Pak Andrie, S.Kom, Selaku Department Support BMT Al-Kariim Cipulir, Jakarta, 23 juli 2010