akhirnya menyusul juga istrinya di usia 76 tahun meninggal dunia karena usia tua.
69
2. Karir Asrul Sani
Asrul Sani sosok seniman kawakan yang antara lain dikenal dan kariernya sebagai Sastrawan mulai menanjak, lewat Sajak Tiga Menguak Takdir bersama
Chairil Anwar dan Rivai Apin, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di tahun 1950. Dia adalah pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia.
Mereka bertiga bukan hanya menjadi pendiri “Gelanggang Seniman Merdeka”, malahan didaulat menjadi tokoh pelopor sastrawan Angkatan 45. Kumpulan puisi
ini sangat banyak tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw
ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya Mahkamah, mendapat pujian dari para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai,
bahkan penulis esai terbaik tahun 50-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu” sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda. Sesungguhnya bukan hanya bersastra, pada tahun 1945-an itu Asrul Sani
yang pernah duduk sebangku dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer sewaktu sekolah di SLTP Taman Siswa Jakarta, bersama kawan-kawan telah menyatukan
visi perjuangan revolusi kemerdekaan ke dalam bentuk “Lasjkar Rakjat Djakarta”. Masih di masa revolusi itu, di Bogor dia memimpin Tentara Pelajar, menerbitkan
suratkabar “Suara Bogor”, redaktur majalah kebudayaan “Gema Suasana”,
69
Ensiklopedi Tokoh Indonesia, http:www.tokohindonesia.comensiklopediaasrul- saniindex.shtm. diakses pada tanggal 18 Juni 2008.
anggota redaksi “Gelanggang”, ruang kebudayaan majalah “Siasat”, dan menjadi wartawan pada majalah “Zenith”.
Selain penyair Asrul adalah juga penulis cerita pendek, esei, penterjemah berbagai naskah drama kenamaan dunia, penulis skenario drama dan film, serta
sekaligus sutradara panggung dan film. Bahkan, sebagai politisi ia juga pernah lama mengecap aroma kursi parlemen sejak tahun 1966 hingga 1971 mewakili
Partai Nahdhatul Ulama, dan berlanjut hingga tahun 1982 mewakili Partai Persatuan Pembangunan PPP. Hal itu semua terjadi, terutama aktivitas
keseniannya, adalah karena keterpanggilan jiwa sebab meski telah menamatkan pendidikan sarjana kedokteran hewan pada Fakultas Kehewanan IPB Bogor dan
menjadi dokter hewan, pada sekitar tahun 1955 hingga 1957 Asrul Sani pergi ke Amerika Serikat justru untuk menempuh pendidikan dramaturgi dan
sinematografi di University of Southern California Selain karena pendekatan akademis dan romantisme kehidupan pertanian
di desa, totalitas jiwa berkesenian terutama film makin menguat pada dirinya setelah Asrul Sani bertemu Usmar Ismail, tokoh lain perfilman. Bahkan, keduanya
sepakat mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia ATNI yang melahirkan banyak sineas maupun seniman teater kesohor, seperti Teguh Karya, Wahyu
Sihombing, Tatiek W. Maliyati, Ismed M Noor, Slamet Rahardjo Djarot, Nano dan Ratna Riantiarno, Deddy Mizwar, dan lain-lain.
70
3. Karya-Karya Asrul Sani