Net Present Value Internal Rate of Return

5.5 Hasil dan Pembahasan

5.5.1 Unit Pengelolaan Pelepah Sawit

Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukkan seluruh kegiatan untuk pencapaian tujuan organisasi, hubungan antar fungsi-fungsi, serta wewenang dan tanggung jawabnya. Struktur organisasi tersebut terdiri dari hubungan antara pekerjaan dan kelompok pekerjaan yang relatif tetap dan stabil. Tujuan utama dari struktur organisasi adalah mempengaruhi perilaku individu dan kelompok guna mencapai prestasi yang efektif. Unit pengelola pelepah sawit di PT Agro Sinergi Nusantara Aceh Barat sebaiknya dibentuk dalam suatu organisasi tersendiri dalam kegiatan pengelolaan limbah perkebunan. Unit pengelolaan perlu dibentuk karena limbah di perkebunan sangat banyak dan membutuhkan penanganan tersendiri untuk dikelola menjadi unit usaha yang mampu memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Organisasi tersebut merupakan suatu organisasi yang dipimpin oleh seorang manager dibantu oleh staf yang dapat menangani bidang mekanisasi alat dan mesin pengelolaan dan bidang pengolahan pengomposan. Luas satu afdeling area perkebunan sawit adalah 576 ha ≈ 600 ha. Luasan afdeling tersebut terbagi menjadi 20 blok luasan tanaman kelapa sawit sehingga setiap blok memiliki luasan 30 ha. Berdasarkan Lampiran 18 satu afdeling perkebunan kelapa sawit menghasilkan potensi pelepah maksimum 781 pelepah per hari. Mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit yang didesain mampu bekerja dengan kapasitas rata- rata 207 pelepah per jam dan bekerja tujuh jam setiap hari. Kapasitas mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit untuk satu hari adalah 1,449 pelepah. Hal ini cukup menjadikan satu unit mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit di satu afdeling. Penempatan lokasi dua buah unit mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit ini dapat dijadikan skenario dalam menganalisis kelayakan finansial pengelolaan pelepah sawit. Model skenario pertama adalah menempatkan unit mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit di pusat afdeling Lampiran 31. Model skenario kedua adalah menempatkan unit mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit di dua tempat yang terpisah Lampiran 32.

5.5.2 Analisis Kelayakan Finansial Pemanfaatan Pelepah Sawit

Perencanaan suatu kegiatan usaha memerlukan analisis kelayakan finansial untuk memperoleh keyakinan pendapatan dari usaha yang menginvestasikan alat dan mesin. Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi, antara lain: NPV Net Present Value, Net Benefit Cost Net BC ratio, IRR Internal Rate of Return, PBP Payback Period, dan BEP Break Event Point. Implementasi kriteria investasi tersebut, memerlukan penyusunan cash flow untuk mengetahui besaran biaya dan manfaat dalam pelaksanaan usaha. Oleh karena itu, identifikasi biaya dan manfaat merupakan tahapan awal dalam penyusunan cash flow. Identifikasi biaya harus melibatkan semua komponen biaya, baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap dari setiap tahapan kegiatan. Komponen biaya tetap meliputi biaya asuransi. Komponen biaya tidak tetap antara lain biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya ban, biaya perawatan dan perbaikan dan biaya tenaga kerja. Analisis biaya dilakukan pada setiap tahapan kegiatan pengelolaan pelepah. Tahapan kegiatan tersebut, meliputi kegiatan pengumpulan limbah pada lahan perkebunan, transportasi limbah dari lahan ke unit pengolahan, kegiatan pencacahan daun dan pengempaan pelepah sawit, pencampuran dan pengadukan, penyusunan bahan dan biaya pengadukan kompos. Penerimaan yang diperoleh dari unit pengelolaan pelepah sawit merupakan hasil perkalian produksi kompos dengan harga kompos per kg. Harga kompos per kg sebesar Rp 1,000 dengan produksi kompos setiap tahunnya 2,877,633.2 kg. Penerimaan tersebut diperoleh mulai tahun tiga dengan asumsi tanaman sawit baru produktif pada tahun ketiga. Usia tanaman 21 tahun, pelepah sudah tidak dikelola lagi menjadi kompos karena akan memasuki masa replanting. Pelepah sawit diasumsikan hanya dapat diperoleh ketika panen buah sawit dilakukan. Penyusunan cash flow dilakukan selama 21 tahun mengikuti usia tanaman sawit. Model skenario pertama dan kedua tidak berbeda dalam besaran nilai penerimaan. Berdasarkan produksi kompos dengan harga jual sebesar Rp 1,000, maka diperoleh penerimaan sebesar Rp 2,877,633,163. 5.5.3 Luasan Lahan Pengelolaan Pelepah sawit Analisis luasan tempat pengomposan perlu dilakukan untuk mendapatkan kebutuhan minimal luas lahan untuk bangunan pengelolaan pelepah sawit. Luasan lahan yang harus disediakan untuk proses pengomposan diperuntukkan sebagai gudang penyimpanan pelepah, tempat pencacahan daun dan pengempaan pelepah, gudang simpan mulsa pelepah, gudang simpan cacahan, lapangan untuk pencampuran bahan, lapangan untuk fermentasi, gudang bahan baku dan gudang kompos Gambar 5.1. Kebutuhan tempat dan total luasan yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 5.1 untuk skenario pertama dan Tabel 5.2 untuk skenario kedua. Gudang penyimpanan pelepah sawit digunakan sebagai tempat penumpukan pelepah sawit dari lapangan. Diharapkan tidak terjadi penumpukan pelepah di gudang ini karena kapasitas mesin pencacah dan pengempa pelepah sawit sudah disediakan lebih besar dari pada potensi pelepah sawit maksimum harian 781 pelepah. Luas lahan yang dibutuhkan untuk gudang penyimpanan tergantung dari potensi maksimal pelepah yang datang ke gudang penyimpanan pada satu hari kerja. Potensi maksimal harian ini diambil agar gudang dapat menampung pelepah secara maksimal di gudang penyimpanan ketika potensi pelepah tinggi. Berdasarkan persamaan pada Lampiran 22 maka gudang penyimpanan yang dibutuhakan adalah seluas 30.74 m 2 untuk skenario pertama. Untuk skenario kedua kebutuhan gudang penyimpanan untuk dua tempat pengelolaan adalah masing-masing 30.74 m 2 dan 24.06 m 2 . Luas gudang yang sama besar pada skenario pertama dengan luas gudang skenario kedua tempat pengelolaan A disebabkan oleh potensi harian pelepah maksimal harian yang juga sama yaitu 781 pelepah. Pada tempat pengelolaan B pada skenario kedua potensi maksimal pelepah adalah 585 pelepah sehingga membutuhkan luasan gudang 24.06 m 2 .