Pengembangan Sistem Mekanisasi Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit Untuk Mulsa Dan Kompos

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM MEKANISASI PEMANFAATAN

PELEPAH KELAPA SAWIT UNTUK MULSA

DAN KOMPOS

RAMAYANTY BULAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan Sistem Mekanisasi Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit untuk Mulsa dan Kompos adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Ramayanty Bulan


(4)

RINGKASAN

RAMAYANTY BULAN. Pengembangan Sistem Mekanisasi Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit untuk Mulsa dan Kompos. Dibimbing oleh TINEKE MANDANG, WAWAN HERMAWAN dan DESRIAL.

Pendekatan secara sistem mekanisasi dalam penanganan limbah pelepah kelapa sawit mampu memberikan output positif. Penanganan limbah tersebut dapat menjadikan lahan perkebunan sawit terbebas dari tumpukan pelepah sawit. Saat ini, tumpukan pelepah tersebut menjadikan satu jalur diantara pohon sawit menjadi gawangan mati. Tumpukan pelepah tersbut sangat menggangu dalam penerapan alat mekanisasi pertanian diperkebuan sawit. Sebagai contoh alat mekanisasi yang terganggu adalah penerapan mesin transpostasi dan mesin perawatan kelapa sawit.

Pelepah kelapa sawit secara umum terdiri dari 3 bagian yaitu daun, rachis

dan petiole. Daun yang menempel pada pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengomposan dapat dilakukan pengecilan ukuran melalui pencacahan. Rachis dan petiole pada pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai mulsa organik. Rachis dan petiole dapat dimanfaatkan melalui mekanisme pengempaan. Pengempaan menyebabkan jaringan ikat dalam rachis dan petiole

menjadi rusak sehingga lebih mudah terurai ditanah dan dapat membantu asupan hara bagi tanaman.

Sifat fisik dari daun dan pelepah sawit diantaranya adalah panjang pelepah 675.89 cm dengan berat pelepah 9.5 kg. Dimensi lebar maksimum dan minimum pelepah adalah 180 mm dan 11 mm, tinggi maksimum dan minimum pelepah adalah 64.5 mm dan 23.5 mm. Panjang daun di pangkal pelepah dan ujung pelepah adalah 103.89 cm dan 23.83 cm dengan berat daun per pelepah 3 kg. Diameter lidi, tebal daun dan lebar daun adalah 2.2 mm, 0.2 mm dan 27.22 mm. Kekuatan tekan dari pelepah sawit pada usia tanaman 20 tahun adalah 8134.62 N. Kekuatan tekan usia tanaman 5 tahun adalah 4839.52 N. Tahanan potong daun sawit maksimum 67.67 N per daun pada pangkal daun.

Daun sawit potensial dikonversi menjadi pupuk organik melalui proses pengomposan. Metode pengomposan bokashi dianggap lebih baik dari pada metode lainnya berdasarkan pertimbangan pengurangan massa dan kadungan N, P, K dan rasio C/N. Dimensi cacah daun sawit berukuran lebih kecil lebih direkomendasikan terkait dengan kemampuan mikroorganisme yang lebih baik dalam mengurai bahan organik yang berukuran lebih kecil. Kombinasi proses pengomposan dengan metode bokashi dengan ukuran cacahan daun sawit 2 cm dan durasi pengomposan 10 minggu dipilih sebagai kombinasi kondisi proses pengomposan yang optimal.

Mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit telah berhasil dirancangan dengan tiga unit utama yaitu unit penggunting daun sawit, pengempa pelepah sawit dan pencacah daun sawit. Kapasitas mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit adalah 207 pelepah/jam. Unit penggunting akan bekerja menggunting daun yang masih melekat pada limbah pelepah sawit. Pelepah yang sudah tidak memiliki daun lagi akan diteruskan ke unit pengempa pelepah. Unit pengempa pelepah akan mengempa pelapah hingga ketebalan 20 mm. Daun yang tergunting akan menuju unit pencacah untuk dicacah menjadi ukuran cacahan 2


(5)

cm. Keseluruhan mesin penangan pelepah sawit menjadi pelepah yang terkempa dan daun yang tercacah menggunakan sumber tenaga penggerak mesin diesel 10 hp.

Analisis finansial dari penggunaan mekanisasi dalam penanganan pelepah sawit menjadi mulsa dan daun sawit menjadi kompos memberikan dampak positif. Biaya pengelolaan pelepah sawit merupakan fungsi dari biaya pengumpulan pelepah sawit, transportasi pelepah sawit, proses pengomposan dan aplikasi kompos ke lapangan. Ada dua skenario yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial penggunaan mekanisasi dalam penanganan pelepah sawit. Skenario pertama adalah tempat pengolahan kompos berada di titik pusat afdeling. Skenario kedua adalah membangun dua unit pengolahan limbah pelepah sawit dalam satu afdeling.

Analisis finansial dari kedua skenario tersebut menunjukkan bahwa sama-sama layak untuk diusahakan. Perbandingan antar parameter analisis finansial dari skenario yang dicoba menunjukkan bahwa skenario pertama lebih unggul dari pada skenario kedua. Jumlah biaya yang diinvestasikan pada skenario pertama adalah sebesar Rp 3,842,031,932 dengan nilai NPV, Net B/C, IRR, PBP, BEP

masing-masingadalah Rp 766,518,333, 1.25, 25%, 8.09 tahun, 23,290.72 ton. Model pengelolaan yang dirancang dapat dijalankan dengan baik untuk menghitung biaya dan pendapatan yang diperoleh dalam pengelolaan pelepah sawit secara mekanis secara menyeluruh. Model pengelolaan pelepah sawit terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen-komponen yang terlibat dalam pengelolaan pelepah sawit. Perubahan nilai input atau masukan dari setiap komponen akan mempengaruhi nilai komponen yang lain. Model pengelolaan pelepah sawit secara mekanis merupakan suatu kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan pelepah sawit pada perkebunan kelapa sawit. Model pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa yang dibangun menunjukkan bahwa pengelolaan pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa dapat dipersiapkan dari periode penanaman dan akan berakhir 5 tahun sebelum periode replanting.

Kata kunci: mekanisasi, mesin pencacah, mesin pengempa, model dinamis, pelepah sawit

ULAN. Development of Utilization Machinery System for Mulching and Composting in Oil Palm Frond Waste Management. Supervised by TINEKE

Eugenia polyantha known alam in Indonesia is widely used as herbal medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of 57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins were the chemical constituents of the active fraction.


(6)

SUMMARY

RAMAYANTY BULAN. Mechanization System Development for Utilizing Oil Palm Waste to Produce Mulch and Compost. Supervised by TINEKE MANDANG, WAWAN HERMAWAN and DESRIAL.

Mechanization systems approach, applied in oil palm waste handling were able to provide a positive outcome from which this system management can make oil palm plantation free from bunches and piles of palm stems or fronds. Currently, these piles tends to make path among palm trees and thus become a barrier. These piles and bunches of palm fronds greatly interfere in the application of agricultural mechanization such as transportation and maintenance machine in oil palm plantation.

Palm stems or palm fronds generally consists of three parts, namely the leaves, rachis and petioles. Leaves attached to the stem of the palm oil can be used as raw material for composting through size reduction process. On the other hand, rachis and petiole can be used as organic mulch through compression mechanism. Compression causes the bond tissue in the rachis and petioles become fracture and damaged; thus make it easier to unravel and can help nutrient uptake in plants.

Physical properties of leaves and palm fronds: 675.89 cm of length with a mass of 9.5 kg. Maximum and minimum width dimension are 180 mm and 11 mm respectively, height of 64.5 mm (maximum) and 23.5 mm (minimum). The length of leaves at base of frond and the end of midrib is 103.89 cm and 23.83 cm respectively, with a mass of leaves per stem is 3 kg. Stick diameter, thick and width leaves are 2.2 mm, 0.2 mm and 27.22 mm. The compressive strength of the palm fronds at the age of 20 years is 8134.62 N whilst at 5 year age of plant is 4839.52 N. Moreover, cut palm leaves endurance is maximum of 67.67 N per leaf at the leaf base.

Palm leaves potentially be converted into organic fertilizer through the composting process. Bokashi composting methods are considered better than the other methods based on the mass reduction, N, P, K nutrient content and C / N ratio. Smaller chopped dimension of palm leaves is more recommended due to a better ability of microorganisms in decomposing organic matter. The combination of composting and Bokashi method with chopped dimension of 2 cm and 10 weeks composting duration was selected as an optimum composting process condition.

Leaf palm thrasher and stem palm compression machine have been successfully designed and assembled with three major units, namely leaves shearing unit, palm stems compressor and palm leaves thrasher units with loading capacity of 207 stems/hour. Shearing unit will cut the leaves attached to the palm stem. Then, they will be forwarded to compression unit and compressed till 20 mm thick. Chopped leaves will be shredded to a size of 2 cm in thrasher unit. This overall machine requires and operates using a source of propulsion diesel engine of 10 HP.

Economically, the use of mechanization system in palm fronds handling and converting into mulch and compost generate a positive impact. Palm frond management fees are a function of collecting palm fronds cost, transporting cost, composting and applying cost in the field. There are two scenarios that are used in


(7)

analyzing the feasibility of mechanization system application in palm fronds management handling. The first scenario is where composting is located at the center section. While the second scenario is to build two sewages treatment plant in a single section.

Economic analyzes of both scenarios shows that they equally deserve to be pursued and applied. Judging from economic analysis parameters of both tested scenarios show that the first scenario is superior another one. The amount of money invested in the first scenario is IDR 3,803,453,367 with NPV, Net B / C, IRR, PBP and BEP are IDR 766,518,333, 1.25, 25%, 8.09 year, 23,290.72 ton respectively.

Designed management model can be performed well to calculate the total costs required and income earned through the application mechanization system. There is an influenced relationship among components involved in palm fronds management. As a results, some changes in the input component will affect the other ones. Palm frond management model based on the application of mechanization system is an engineering study that could be used to design a management efforts of palm fronds handling in the palm plantations. The overall results of the present study demonstrated that the system can be prepared from the beginning of planting period and will complete in five years before replanting period.

Keywords: mechanization, palm fronds, thrasher, compression machine, dynamic model

Keywords: alkaloids, -amylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem, ipsum


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

PENGEMBANGAN SISTEM MEKANISASI PEMANFAATAN

PELEPAH KELAPA SAWIT UNTUK MULSA

DAN KOMPOS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng Dr Ir Agussabti, MSi

Penguji pada Sidang Promosi: Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng Dr Ir Agussabti, MSi


(11)

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Pengembangan Sistem Mekanisasi Pemanfaatan Limbah Pelepah Sawit untuk Mulsa dan Kompos.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS, Bapak Dr Ir Wawan Hermawan, MS dan Bapak Dr Ir Desrial, MEng selaku pembimbing. Selanjutnya penghargaan penulis sampaikan kepada ketua Jurusan Teknik Pertanian Hendrisyah, STP MSi, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Aceh dan rekan-rekan FORKUP dan IKAMAPA yang telah membantu selama proses penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami tercinta, ananda Latifa, Fatila, kakanda Dr Ir Rina Sriwati Bulan, MSi, adinda Letnan Kolonel Roby Bulan dan Richard Bulan, SE serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian studi doktor, khususnya kepada rekan-rekan Program Magister Sains, program doktor TEP, Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian (TEP) dan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penghargaan juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng dan Dr Ir Agussabti, MSi selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan sidang promosi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Kebaruan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 3

2 Karakteristik Fisik Mekanik Pelepah Dan Daun Sawit 6

2.1 Pendahuluan 6

2.2 Bahan dan Metode Penelitian 7

2.3 Prosedur Penelitian 7

2.4 Hasil dan Pembahasan 8

2.5 Simpulan 11

3 Karakterisasi Pengomposan Daun Sawit Sebagai Bahan Dasar Pupuk Kompos 12

3.1 Pendahuluan 12

3.2 Bahan dan Metode Penelitian 13

3.3 Hasil Dan Pembahasan 14

3.4 Simpulan 20

4 Desain Mesin Pencacah Daun Dan Pengempa Pelepah Sawit 21

4.1 Pendahuluan 21

4.2 Bahan dan Metode Penelitian 21

4.3 Tahapan Desain 23

4.4 Rancangan Fungsional dan Struktural 26

4.5 Hasil dan Pembahasan 27

4.6 Simpulan 34

5 Analisis Kelayakan Finansial Pengelolaan Pelepah Sawit Menjadi Mulsa dan

Kompos 36

5.1 Pendahuluan 36

5.2 Biaya dan Manfaat Usaha 36

5.3 Studi Kelayakan Finansial Pengelolaan Pelepah Sawit 37

5.4 Bahan dan Metode Penelitian 39

5.5 Hasil dan Pembahasan 42


(14)

6 Model Usaha Mekanisasi Pengelolaan Pelepah Sawit Menjadi Mulsa Dan

Kompos 55

6.1 Pendahuluan 55

6.2 Pendekatan Sistem 56

6.3 Pemodelan 57

6.4 Metode Penelitian 58

6.5 Hasil Dan Pembahasan 60

6.6 Simpulan 65

7 Pembahasan Umum 66

Simpulan 69

DAFTAR PUSTAKA 70

LAMPIRAN 74


(15)

DAFTAR TABEL

1 Dimensi pelepah dan daun sawit 8

2 Faktor perlakukan komposisi bahan kompos 14

3 Hasil pengukuran kandungan unsur NPK dan rasio C/N pada produk

kompos 19

4 Analisis teknik desain mesin 25

5 Spesifikasi komponen mesin 25

6 Kapasitas mesin pada berbagai kecepatan putar masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit (pelepah/jam) 30 7 Persentase daun terpotong pada berbagai kecepatan putar

masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit 31 8 Persentase pengurangan tinggi pelepah pada berbagai kecepatan putar

masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 32

9 Persentase pertambahan lebar pelepah pada berbagai kecepatan putar masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 32

10 Panjang cacahan daun sawit pada berbagai kecepatan putar masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit (cm) 33 11 Lebar cacahan daun sawit pada berbagai kecepatan putar

masing-masing unit mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit (mm) 34 12 Kebutuhan luas lahan minimal untuk pengelolaan pelepah sawit

skenario pertama 44

13 Kebutuhan luas lahan minimal untuk pengelolaan pelepah sawit

skenario kedua 44

14 Blok panen dan potensi pelepah sawit harian skenario pertama 47 15 Biaya investasi unit pengelolaan pelepah sawit skenario pertama 48

16 Rincian biaya tenaga kerja skenario pertama 49

17 Kelayakan finansial pengelolaan pelepah sawit skenario pertama 49 18 Blok panen dan potensi pelepah sawit harian skenario kedua 49 19 Biaya investasi unit pengelolaan pelepah sawit skenario kedua 50

20 Rincian biaya tenaga kerja skenario kedua 51

21 Kelayakan finansial pengelolaan pelepah sawit model skenario kedua 51 22 Alat dan mesin dalam pengelolaan pelepah sawit 53


(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Pelepah sawit dan penampang melintang pelepah kelapa sawit 7 2 Skema pengujian karakteristik mekanik (a) pelepah sawit (b) daun

sawit 8

3 Kadar air pada durasi penyimpanan pelepah sawit 9

4 Kadar air pada durasi penyimpanan daun sawit 9

5 Hasil uji tekan pelepah pada berbagai durasi penyimpanan 10 6 Hasil uji tahanan potong daun sawit pada berbagai durasi

penyimpanan 11

7 Cacahan daun sawit pada masing-masing ukuran 13

8 Suhu tumpukan kompos (a) dimensi cacah 2 cm (b) dimensi cacah 4

cm (c) dimensi cacah 6 cm 15

9 Persentase penurunan berat kompos (a) dimensi cacah 2 cm (b)

dimensi cacah 4 cm (c) dimensi cacah 6 cm 17

10 Pupuk kompos berbahan dasar daun sawit (a) vermikompos (b)

bokashi (c) natural 20

11 Diagram alir perancangan mesin pencacah pelepah sawit 23 12 Ilustrasi konsep desain mesin (a) unit pengempa pelepah (b) unit

pencacah daun (c) unit pemotong daun 24

13 Ilustrasi desain mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit 26 14 Mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit 27 15 Unit penggunting pada mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 28

16 Unit pencacah daun pada mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 29

17 Unit pengempa pada mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 29

18 Pengamatan daun sawit yang tidak terpotong 31

19 Penampang pelepah sebelum dan sesudah dikempa 33

20 Sample cacahan daun sawit 34

21 Layout tempat pengelolaan pelepah sawit 44

22 Bentuk tempat pengomposan di ruang terbuka (NRAES-54 1992) 46 23 Prosedur penelitian model pengelolaan pelepah sawit 59 24 Diagram input-output model pengelolaan pelepah sawit 60 25 Diagram sebab akibat model pengelolaan pelepah sawit 61 26 Model sistem dinamik pengelolaan pelepah sawit 62

27 Simulasi produksi pelepah dan jumlah kompos 63

28 Simulasi pendapatan dan pengeluaran pengelolaan pelepah sawit

skenario pertama 64

29 Simulasi pendapatan dan pengeluaran pengelolaan pelepah sawit


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pengujian kapasitas mesin pencacah daun dan pengempa pelepah

sawit 76

2 Data persentase jumlah daun perpotong mesin pencacah daun dan

pengempa pelepah sawit 77

3 Data persentase pengurangan tinggi pelepah sawit mesin pencacah

daun dan pengempa pelepah sawit 79

4 Data persentase pertambahan lebar pelepah sawit mesin pencacah

daun dan pengempa pelepah sawit 81

5 Panjang cacahan daun sawit mesin pencacah daun dan pengempa

pelepah sawit 83

6 Lebar cacahan daun sawit mesin pencacah daun dan pengempa

pelepah sawit 84

7 Hasil uji statistik terhadap perlakuan dari unit mesin pencacah daun

dan pengempa pelepah sawit 85

8 Persamaan untuk menghitung kebutuhan ukuran diameter poros

masing-masing unit mesin 87

9 Perhitungan desain poros penggunting 88

10 Perhitungan desain poros pencacah 89

11 Perhitungan desain poros pengempa 90

12 Hasil uji tekan pelepah sawit pelepah dari pohon berumur 20 tahun 91 13 Hasil uji tekan pelepah sawit pelepah dari pohon berumur 5 tahun 92

14 Hasil tahanan potong daun sawit 94

15 Kadar air (%bb) pelepah sawit 96

16 Karakteristik bagian pelepah sawit 97

17 Kandungan NPK dan C/N pupuk kompos berbahan baku daun

cacahan mesin 98

18 Potensi pelepah sawit 100

19 Layout blok panen 101

20 Waktu tempuh traktor dan truk 102

21 Data dan jumlah kompos yang diproduksi 103

22 Data analisis kebutuhan luas lahan untuk pengomposan 104 23 Kebutuhan luas lahan untuk pengelolaan pelepah sawit skenario

pertama 105

24 Kebutuhan luas lahan untuk pengelolaan pelepah sawit skenario kedua 106 25 Layout unit pengelolaan pelepah menjadi mulsa dan kompos 107 26 Biaya pokok pengoperasian traktor dan trailer 108 27 Biaya pokok pengumpulan pelepah sawit dengan truk 109

28 Biaya pokok pengoperasian chopper 110

29 Biaya pokok pengoperasian mesin pencampur 111

30 Biaya pokok pengoperasian mesin pengaduk 112

31 Layout perkebunan dalam pengangkutan pelepah sawit skenario

pertama 113

32 Layout perkebunan dalam pengangkutan pelepah sawit skenario kedua 114 33 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model


(18)

34 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario pertama 117

35 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario pertama inflasi 9% 119

36 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario pertama inflasi 9% 121

37 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario pertama penurunan harga 10% 123

38 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario pertama penurunan harga 10% 125

39 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario kedua 127

40 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

alternatif kedua 129

41 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario kedua inflasi 9% 131

42 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

alternatif kedua inflasi 9% 133

43 Biaya investasi kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

skenario kedua penurunan 10% 135

44 Biaya operasional kegiatan pengelolaan limbah pelepah sawit model

alternatif kedua penurunan 10% 137

45 Spesifikasi kereta sorong 139

46 Spesifikasi mesin jahit karung 140

47 Spesifikasi mesin pencampur kompos 141

48 Spesifikasi mesin pengaduk kompos 142

49 Spesifikasi dump truk 143

50 Harga solar Non-Subsidi dan Jam Kerja tahun 2016 144

51 Analisa bahan bakar truk skenario pertama 145

52 Analisa bahan bakar truk skenario kedua 146

53 Biaya pembangunan gudang 147

54 Produksi TBS Varietas Tenera PT. Agro Sinergi Nusantara 148 55 Analisis model sistem dinamik pengelolaan pelepah sawit skenario

pertama 149

56 Analisis model sistem dinamik pengelolaan pelepah sawit skenario

kedua 150

57 Harga material bangunan 151

58 Persamaan matematis model dinamik skenario pertama 152 59 Persamaan matematis model dinamik skenario kedua 153 60 Data inflasi konsumen 5 tahun terakhir dari Bank Indonesia 154

61 Penentuan indeks terbobot 155

62 Perhitungan subsitusi kompos dengan pupuk Urea 158


(19)

DAFTAR SIMBOL

Km adalah kapasitas mesin (pelepah/jam)

JP adalah jumlah pelepah (pelepah)

t adalah waktu proses (jam)

Dt adalah persentase daun terpotong (%)

Dak adalah jumlah daun setelah melewati mesin

Daw adalah jumlah daun awal

Lt adalah persentase pertambahan lebar pelepah (%)

Lak adalah lebar pelepah setelah melewati mesin (mm)

Law adalah lebar pelepah awal (mm)

Tk adalah persentase pengurangan tinggi pelepah (%)

Taw adalah tinggi pelepah awal (mm)

Tak adalah tinggi pelepah setelah melewati mesin (mm)

Pdc adalah panjang cacahan daun (mm) 

dc

P adalah panjang rata-rata cacahan daun (mm)

Ldc adalah lebar cacahan daun (mm) 

dc

L adalah lebar rata-rata cacahan daun (mm) ηd adalah efisiensi penyaluran daya (%)

Pd adalah daya rencana (kW)

fc adalah faktor koreksi daya

T adalah momen puntir rencana (kg.mm)

Sf1, Sf2 adalah faktor keamanan

a adalah tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

Kt adalah faktor koreksi untuk momen puntir

Cb adalah faktor lenturan

ds adalah diameter poros (mm)

fl adalah jari-jari filet (mm)

D adalah diameter poros bagian bantalan

τ adalah tegangan geser (kg/mm2)

α, β adalah faktor konsentrasi tegangan

INB adalah penyusutan nilai manfaat (incremental net benefit)

BWB adalah manfaat saat dilakukan kegiatan bisnis

BNB adalah manfaat saat tidak dilakukan bisnis

Bplp adalah biaya pengelolaan limbah pelepah sawit (Rp)

Bpps adalah biaya pengumpulan pelepah sawit (Rp)

Btps adalah biaya transportasi pelepah sawit (Rp)

Bpp adalah biaya proses pengomposan (Rp)

Bak adalah biaya aplikasi kompos(Rp)

Bp adalah biaya pokok (Rp/jam)

Bt adalah biaya tetap (Rp/tahun)

X adalah jam kerja per tahun (jam/tahun)

Bv adalah biaya tidak tetap (Rp/jam)

Bt adalah penerimaan (benefit) tahun ke-t (Rp/Tahun)

Ct adalah biaya (Cost) tahun ke-t (Rp/tahun)


(20)

i adalah tingkat suku bunga (discount rate) (%)

i1 adalah discount rate yang menghasilkan NPV positif (%)

i2 adalah discount rate yang menghasilkan NPV negatif (%)

NPV1 adalah NPV yang bernilai positif

NPV2 adalah NPV yang bernilai negatif

p adalah waktu pengembalian investasi/payback period (tahun)

V adalah jumlah keseluruhan modal investasi (Rp)

I adalah manfaat hasil bersih rata-rata per tahun (Rp/tahun)

BEP adalah harga minimum yang tidak merugi (Rp)

TFC adalah total biaya tetap produksi barang/jasa (Rp)

P adalah harga barang/jasa di pasar (Rp)


(21)

1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Minyak kelapa sawit dapat memenuhi kebutuhan lemak nabati bagi penduduk dunia dengan jumlah produksi lebih dari 32 juta ton pada tahun 2010 dan telah diproduksi lebih dari 44 negara di dunia (Khalil, et al. 2012). Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas lahan 6.78 ha dan jumlah produksi CPO mencapai 17.37 juta ton (LPPM IPB, 2013). Menurut Sarwono (2008), pencapaian produksi yang tinggi harus diimbangi dengan pengelolaan dan pengendalian limbah yang bertanggung jawab agar terciptanya lingkungan kerja yang sinergis dan berwawasan lingkungan. Produksi bersih (clean production) merupakan salah satu strategi dalam melaksanakan kebijakan nasional terhadap lingkungan hidup. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan pada sumbernya atau mengurangi pencemaran lingkungan dengan mendaur ulang limbah yang dihasilkan sehingga terciptanya kelestarian lingkungan.

Produksi minyak kelapa sawit memberikan potensi dan kontribusi yang cukup besar terhadap pencemaran lingkungan. Corley dan Tinker (2003) melaporkan bahwa 96 % dari total limbah biomassa yang dihasilkan berasal dari lahan perkebunan kelapa sawit (on farm). Limbah padat yang dihasilkan dari lahan perkebunan kelapa sawit terdiri dari pelepah kelapa sawit (oil palm fronds/OPF), batang kelapa sawit (oil palm trunk/OPT) dan tandan kosong (empty fruit bunches/EFB). Pelepah kelapah sawit dihasilkan selama proses pemeliharaan tanaman dengan cara penunasan pelepah (prunning), proses pemanenan buah dengan cara melepaskan pelepah disekitar buah dan proses peremajaan tanaman dengan cara rmenebang batang beserta pelepah dari tanaman kelapa sawit. Setiap batang kelapa sawit memiliki jumlah pelepah lebih dari 60 pelepah dengan panjang mencapai 120 cm (Aholoukpe et al. 2013).

Rata-rata umur ekonomis tanaman kelapa sawit mencapai 20-25 tahun (Rupani et al. 2010). Pelepah akan terakumulasi dalam jumlah yang cukup banyak sebagai limbah biomassa diperkebunan kelapa sawit sehingga perlu adanya usaha pemanfaatan kembali. Mathius et al. tahun 2004 telah melaporkan bahwa pelepah sebagai limbah biomassa yang dihasilkan dari proses produksi kelapa sawit di Indonesia. Lahan kelapa sawit seluas 1 ha dalam setahun akan menghasilkan 5,214 kg pelepah kering dan jumlah persentase bahan kering sebesar 46.18 %. Limbah pelepah kelapa sawit dapat diolah menjadi mulsa organik dan kompos. Mulsa organik digunakan dalam usaha konservasi lahan dan kompos dapat digunakan sebagai bahan substitusi pupuk anorganik dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit (land application) (Sarwono, 2008). Pendekatan secara sistem akan memberikan gambaran secara menyeluruh (holistik) dan fokus terhadap faktor-faktor yang terkait dalam usaha pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit.

1.2 Perumusan Masalah

Penanganan limbah pelepah kelapa sawit secara konvensional dilahan perkebunan biasanya diangkut dari lahan dan dilakukan pembakaran di dalam


(22)

2

incenerator (tungku pembakaran). Pembakaran pelepah kelapa sawit dapat mengakibatkan pencemaran udara terutama disekitar lingkungan kerja. Salah satu upaya efektif dalam pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk organik (kompos) dan mulsa organik. Pendekatan secara sistem dalam penanganan limbah pelepah kelapa sawit diharapkan mampu memberikan output positif dalam penghematan penggunaan pupuk anorganik, pengurangan biaya pengolahan limbah, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, meningkatkan produktivitas dan penghematan biaya produksi dapat diperoleh dengan penanganan limbah pelepah kelapa sawit secara tepat dan efisien.

Pendekatan secara sistem mekanisasi dalam penanganan limbah pelepah kelapa sawit mampu memberikan output positif. Penanganan limbah tersebut dapat menjadikan lahan perkebunan sawit terbebas dari tumpukan pelepah sawit. Saat ini, tumpukan pelepah tersebut menjadikan satu jalur diantara pohon sawit menjadi gawangan mati. Tumpukan pelepah tersebut sangat menggangu dalam penerapan alat mekanisasi pertanian di perkebuan sawit. Sebagai contoh alat mekanisasi yang terganggu adalah penerapan mesin transpostasi dan mesin perawatan kelapa sawit.

Metode yang dapat diterapkan untuk penanganan limbah pelepah sawit tersebut adalah menjadikannya sebagai mulsa dan pupuk kompos. Penerapan limbah pelepah sawit menjadi mulsa dan pupuk kompos dapat menghemat penggunaan pupuk kimia dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat dari penggunaan pupuk kimia. Limbah pelepah sawit yang dijadikan mulsa dan kompos diharapkan dapat mengurangi dan bahkan menghilangkan tumpukan pelepah sawit yang juga dapat menjadi sarang hama penyakit bagi tanaman sawit. Pelepah kelapa sawit secara umum terdiri dari 3 bagian yaitu daun, rachis

dan petiole. Daun yang menempel pada pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pengomposan dapat dilakukan pengecilan ukuran melalui pencacahan. Rachis dan petiole pada pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai mulsa organik. Rachis dan petiole dapat dimanfaatkan melalui mekanisme pengempaan. Pengempaan menyebabkan jaringan ikat dalam rachis dan petiole

menjadi rusak sehingga lebih mudah terurai ditanah dan dapat membantu asupan hara bagi tanaman.

Penggunaan teknologi melalui mesin pengempa dan pencacah pelepah kelapa sawit dapat membantu meningkatkan produktivitas sumberdaya manusia dalam mengolah limbah pelepah dan menghasilkan kualitas hasil olahan limbah yang memiliki nilai tambah. Permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai akibat dari penanganan pelepah untuk mulsa dan kompos di perkebunan kelapa sawit antara lain:

1. Teknologi yang akan digunakan dalam penanganan pelepah kelapa sawit diperkebunan kelapa sawit

2. Sistem penanganan limbah pelepah kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit 3. Kinerja mesin untuk menangani limbah pelepah kelapa sawit

4. Analisis finansial dalam pengelolaan pelepah kelapa sawit secara mekanis diperkebunan kelapa sawit


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan pengembangan sistem mekanisasi pemanfaatan pelepah kelapa sawit pada perkebunan kelapa sawit. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik fisik dan mekanik pelepah kelapa sawit 2. Menganalisis metode pengomposan daun sawit

3. Mendesain mesin pencacah daun dan pengempa pelepah kelapa sawit

4. Menganalisis usaha kelayakan finansial pengelolaan pelepah sawit secara mekanis pada perkebunan kelapa sawit

5. Merancang model usaha pengelolaan pelepah kelapa sawit untuk mulsa dan kompos secara mekanis pada perkebunan kelapa sawit.

1.4 Kebaruan Penelitian

1. Model sistem pengelolaan limbah pelepah sawit untuk pemanfaatan limbah pelepah perkebunan kelapa sawit menjadi mulsa dan kompos. Konsep yang dikembangkan adalah dengan memanfaatkan daun sawit hasil panen menjadi kompos dan menjadikan pelepah sebagai mulsa.

2. Didesain mesin penggunting daun sawit, pencacah daun sawit dan pengempa pelepah sawit dalam satu unit yang terintegrasi untuk penanganan limbah pelepah sawit.

1.5 Manfaat Penelitian

Pemanfaatan limbah sawit tersebut diharapkan nantinya dapat diterapkan sehingga lahan perkebunan sawit bebas dari tumpukan pelepah sawit di gawangan mati. Kompos dan mulsa yang diterapkan kembali ke perkebunan sawit dapat menurunkan penggunaan pupuk kimia. Dengan demikian perkebunan dapat menjadi lebih ramah lingkungan karena memanfaatkan kembali limbah hasil perkebunan sekaligus penggunaan kompos dan mulsa dapat memperbaiki struktur tanah di perkebunan sawit.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Berbagai penelitian telah banyak dilaporkan mengenai pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit seperti yang dilakukan oleh Wan rosli et al. tahun 2004 mengenai pelepah kelapa sawit menjadi pulp dan paper, Haliza (2006) mengenai

biodegrable film dari pelepah kelapa sawit, Sulaiman (2011) mengenai downdraft gasifier dari pelepah kelapa sawit, Simanihuruk et al. (2007) mengenai pemberian pakan ternak dari pelepah kelapa sawit.

Purba et al. (2012) melakukan penelitian mengenai kajian mesin pencacahan pelepah kelapa sawit untuk pengolahan pakan ternak. Dalam penelitian tersebut, Purba et al. (2012) menjelaskan bahwa mesin pencacah pelepah kelapa sawit yang ada di kelompok tani menggunakan kombinasi 1 unit pisau statis, 3 unit pisau dinamis dan 36 unit pemukul (hummer mill) memberikan hasil cacahan yang masih panjang dan tidak sesuai dengan lambung ternak sehingga perlu dimodifikasi dan uji kinerja mesin. Teknologi pencacahan pelepah kelapa sawit


(24)

4

sebagai pakan ternak umumnya menggunakan mekanisme pencacahan dan pemukulan.

Penelitian mengenai teknologi mesin pengolahan limbah pelepah kelapa sawit untuk mulsa organik dan kompos belum pernah dilaporkan. Mekanisme pencacahan daun serta pengempa rachis dan petiole pada pelepah pada mesin pengolahan limbah pelepah kelapa sawit akan menghasilkan bahan pengomposan dari daun serta mulsa organik dari rachis dan petiole bagi usaha konservasi lahan perkebunan.

Pengecilan ukuran pelepah memudahkan dalam proses pemanfaatan kembali (daur ulang) secara biologis untuk pembuatan kompos. Ukuran partikel sangat menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Pori yang cukup akan memungkinkan udara dan air tersebar lebih merata dalam tumpukan. Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut, dimana ukuran partikel yang optimal untuk pengomposan adalah 2-10 cm. Partikel yang berukuran besar akan menghambat aerasi dan kinerja mikroba sehingga proses pematangan akan membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu, semakin meningkatnya kontak antara mikroba dengan bahan maka proses penguraian juga akan semakin cepat.

Tekanan hingga tingkat tertentu pada pelepah dapat memecahkan atau merusak komponen penyusun pelepah secara fisik terutama rachis dan petiole. Komponen jaringan penyusun pelepah berdasarkan penampang pemotongan terdiri dari epidermis, sklerenkim, kolenkhim dan parenkim (Intara et al. 2005). Hasil pemecahan jaringan penyusun pelepah kelapa sawit (rachis dan petiole) selanjutnya dapat disebar pada lahan kelapa sawit perkebunan sebagai mulsa tanaman.

Mulsa dapat memperbaiki kesuburan, struktur dan cadangan air tanah. Mulsa juga dapat menghalangi pertumbuhan gulma dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin (WAC, 2013). Peletakan pelepah secara utuh tanpa penanganan lebih lanjut menyebabkan proses konservasi tanah berlangsung secara tidak optimal karena tinggi mulsa tidak merata menutupi tanah.

Perancangan model pengelolaan limbah biomassa berupa serasah tebu pada lahan perkebunan gula telah dilakukan oleh Iqbal et al. (2011). Hasil penelitian menjelaskan bahwa model pengelolaan serasah tebu secara mekanis merupakan kajian rekayasa yang dapat digunakan untuk merancang usaha pengelolaan serasah tebu pada budidaya lahan kering. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam model pengelolaan serasah tebu terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antar komponen yang terlibat dalam pengelolaan serasah tebu, baik komponen on farm maupun off farm.

Selanjutnya Iqbal et al. (2012) melakukan penelitian mengenai aspek teknologi dan analisis kelayakan pengelolaan limbah serasah tebu pada perkebunan tebu lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kompos untuk lahan perkebunan sendiri akan mengurangi biaya produksi di lahan dan dengan dosis pemupukan urea 600 kg/ha, maka pemberian kompos 15 ton/ha dapat menghemat pupuk urea hingga 17.8%.

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian dengan fokus pada pengembangan sistem mekanisasi pemanfaatan limbah pelepah kelapa sawit yang dihasilkan selama proses produksi dilahan perkebunan. Penelitian ini dilakukan


(25)

diperkebunan kelapa sawit PT Agro Sinergi Nusantara Aceh Barat. Permasalahan yang terjadi pada perkebunan tersebut diantaranya adalah pembakaran pelepah yang menyebabkan pencemaran udara dan tumpukan pelepah yang menggunung pada gawangan mati. Penumpukan limbah pelepah sawit di gawangan dapat menghambat aktifitas penerapan mekanisasi di lahan perkebunan sawit dan dapat juga sebagai penyebab timbulnya serangan hama penyakit pada perkebunan sawit.


(26)

2

Karakteristik Fisik Mekanik Pelepah Dan Daun Sawit

2.1 Pendahuluan

Luas perkebunan kelapa sawit menurut laporan internasional dalam Oil Worl Annual tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 12.6 juta ha dengan produksi mencapai 32 juta ton CPO (Germer dan Sauerborn, 2008). Mielke (2011) memprediksi permintaan global dari CPO akan terus meningkat hingga mencapai 63 juta ton pada tahun 2015. Perkebunan kelapa sawit yang luas tersebut juga menghasilkan biomassa sebesar 96% dalam bentuk pelepah sawit, batang sawit dan tandan kosong sawit (Corley dan Tinker, 2003). Biomassa dari perkebunan kelapa sawit dalam bentuk pelepah sawit yang dihasilkan dari proses kastrasi, penunasan (pruning) dan pemanenan belum dimanfaatkan secara baik. Pelepah sawit hanya ditumpuk sebagai limbah pada antar baris tanaman sawit (gawangan mati).

Hartmann (1991) menyebutkan bahwa biomassa hasil penunasan diperkirakan menghasilkan 10 ton per ha per tahun. Tanaman kelapa sawit menghasilkan 30-40 pelepah sawit per tahun (2.4 ton·ha-1·tahun-1) pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) dan 18-24 pelepah sawit per tahun (52 ton·ha-1·tahun-1) pada fase tanaman menghasilkan (TM) (Aholoukpe, 2013, Morel

et al. 2011). Hasil penelitian lainnya oleh Zahari et al. (2002) menyebutkan bahwa dalam satu siklus hidup tanaman kelapa sawit menghasilkan 26 juta ton pelepah sawit. Besarnya potensi pelepah sawit yang dihasilkan tersebut maka diharapkan pemanfaatan pelepah sawit untuk berbagai keperluan perlu dikembangkan.

Salah satu potensi pemanfaatan limbah pelepah sawit adalah dijadikannya sebagai pupuk organik dan mulsa organik. Sarwono (2008) menyebutkan bahwa pupuk organik dan mulsa organik dapat digunakan sebagai substitusi pupuk anorganik dalam usaha konservasi lahan. Hal tersebut tidak mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit dimana pupuk organik dan mulsa organik yang digunakan berbahan dasar limbah tandan kosong sawit. Potensi pupuk organik dan mulsa organik berbahan dasar limbah dari kelapa sawit dapat ditambah dengan memanfaatkan pelepah sawit sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik.

Pelepah kelapa sawit secara umum terdiri dari 3 bagian yaitu daun, rachis

dan petiole (Gambar 2.1). Daun yang menempel pada pelepah kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos dengan terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran melalui pencacahan. Rachis dan petiole dapat dimanfaatkan sebagai mulsa organik dengan proses pengempaan (pemipihan) terlebih dahulu. Limbah biomassa dalam bentuk batang dan pelepah diperoleh pada masa produksi di lahan perkebunan kelapa sawit (Wanzhari et al. 2002). Penanganan limbah pelepah sawit memerlukan mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit. Daun sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku kompos dan pelepah sawit dapat dijadikan sebagai mulsa organik. Oleh sebab sebelum melakukan desain mesin maka terlebih dahulu menentukan karakteristik teknik pelepah dan daun sawit sebagai dasar perancangan mesin pengempa dan pencacah pelepah sawit.


(27)

Rachis Daun

Petiole Parenkim

Skelerenkhim Epidermis

Lebar

T

in

g

g

i

2.2 Bahan dan Metode Penelitian

Bahan uji adalah pelepah sawit (varietas tenera) yang diambil dari tanaman berumur 5 dan 20 tahun dari perkebunan kelapa sawit AGH Cikabayan IPB. Pengujian karakteristik pelepah disiapkan pelepah yang segar (baru dipotong) dan yang telah disimpan pada 3, 5, 7, 9 hari setelah dipotong dari tanaman sawit.

Peralatan yang digunakan untuk pengujian kekuatan tekan adalah mesin instron type 3369P7905. Untuk pengujian sifat fisik pelepah sawit dan daun sawit digunakan jangka sorong (Nankai ±0.02, timbangan digital (DLE-200), oven dan desikator.

2.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap penelitian. Tahap pertama melakukan pengukuran karakteristik fisik pelepah sawit dan daun sawit. Sifat fisik yang diukur yaitu dimensi dan kadar air dari pelepah sawit dan daun sawit. Dimensi pelepah yang diukur adalah pada bagian pangkal, tengah dan ujung pelepah. Dimensi daun yang diukur yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung daun sawit. Kadar air pada pelepah diukur pada bagian parenkim dan kulit pelepah.

Tahap kedua melakukan pengukuran karakteristik mekanik dari pelepah sawit dan daun sawit. Karakteristik mekanik pelepah sawit yang diukur adalah kekuatan tekan dengan skema pada Gambar 2.1a. Pengujian kekuatan tekan pada pelepah dilakukan pada pangkal, tengah dan ujung dari pelepah sawit. Karakteristik mekanik daun sawit yang diukur adalah tahanan potong. Tahanan potong daun sawit menggunakan metode gunting (Gambar 2.1b). Tahanan potong pada daun dilakukan pada pangkal, tengah dan ujung dari daun sawit.


(28)

8

2.4 Hasil dan Pembahasan 2.4.1 Sifat Fisik Daun dan Pelepah Sawit

Hasil pengukuran sifat fisik pelepah dan daun pada Tabel 2.1 akan dijadikan sebagai dasar dalam menentukan dimensi dari mesin pengempa pelepah dan pencacah daun sawit. Salah contoh pada unit pengempa akan menggunakan pengempa tipe roll dengan jarak antar roll maksimum 20 mm. Hal ini didasarkan pada bahwa tinggi pelepah minimum adalah sebesar 23.5 mm.

Tabel 2.1 Dimensi pelepah dan daun sawit

Sample Parameter Keterangan

Pelepah

Panjang pelepah 675.89 cm

Berat pelepah 9.5 kg

Lebar maksimum 180 mm

Lebar minimum 11 mm

Tinggi maksimum 64.5 mm

Tinggi minimum 23.5 mm

Daun

Panjang daun di pangkal pelepah 103.89 cm

Panjang daun di ujung pelepah 23.83 cm

Berat daun pada pelepah 3.0 kg

Diameter lidi 2.2 mm

Tebal daun 0.2 mm

Lebar daun 27.2 mm

Hasil pengujian kadar air pada pelepah ditunjukkan pada Gambar 2.3. Hasil pengukuran kadar air tersebut menunjukkan bahwa kulit memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan kadar air pada parenkhim. Hal ini disebabkan oleh struktur serat kulit lebih rapat dibandingkan struktur serat parenkhim sehingga air yang tersimpan dalam kulit lebih sedikit dibandingkan air yang tersimpan dalam parenkhim. Kulit pada pelepah tanaman usia 20 tahun memiliki kandungan air lebih sedikit dibandingkan usia tanaman 5 tahun karena serat telah mengalami Gambar 2.2 Skema pengujian karakteristik mekanik (a) pelepah sawit (b) daun

sawit

Plat penekan

Pelepah sawit Pembacaan pada PC Ftarik

fulcrum

Daun sawit

Timbangan gantung digital


(29)

perkembangan dan memiliki struktur yang jauh lebih rapat. Hasil pengujian juga menunjukkan cenderung terjadi penurunan kadar air pada pelepah dan daun (Gambar 2.4) terhadap lama waktu penyimpanan. Hal ini diduga terjadinya pelepasan kadar air tidak terikat pada daun dan pelepah.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ka

da

r

air

(%

bb)

Lama penyimpanan (hari) 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ka

da

r

air

(%

bb)

Lama penyimpanan (hari)

Parekim U 5 Th Parekim U 20 Th Kulit U 5 Th Kulit U 20 Th

Gambar 2.3 Kadar air pada durasi penyimpanan pelepah sawit


(30)

10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ke

kua

tan

teka

n

(

kN)

Lama penyimpanan (hari)

Pangkal 20 Tengah 20 Ujung 20 Pangkal 5 Tengah 5 Ujung 5

2.4.2 Sifat Mekanik Pelepah Sawit

Hasil uji penekanan pelepah yang diambil dari tanaman berusia 20 tahun dan berusia tanaman 5 tahun pada berbagai umur simpan dapat dilihat pada Gambar 2.5. Hasilnya menunjukkan bahwa cenderung terjadi penurunan nilai kekuatan tekan terhadap lama waktu penyimpanan. Pelepah segar membutuhkan nilai uji tekan yang lebih besar dibandingkan pelepah yang telah disimpan. Pelepah pada bagian pangkal memberikan nilai uji tekan yang paling besar dari bagian tengah dan ujung pelepah. Hal ini disebabkan oleh struktur serat pelepah bagian pangkal lebih padat sehingga menghasilkan nilai uji tekan yang lebih besar agar terjadi pemipihan. Perubahan bentuk yang lebih pipih mengakibatkan kerusakan struktur kulit dan parenkhim pelepah. Pada kondisi ini, pelepah dapat dijadikan mulsa tanaman.

Kekuatan tekan yang dibutuhkan untuk menekan pelepah paling besar yang dihasilkan dari tanaman berusia 5 tahun adalah pada bagian pangkal yaitu sebesar 4,893.52 N. Pelepah yang dihasilkan tanaman yang berusia 20 tahun, kekuatan tekan yang paling besar terdapat pada bagian pangkal yaitu sebesar 8,134.62 N. Sebagai perbandingan menurut Lakkad dan Patel (1981), bambu memiliki kekuatan tekan sebesar 164,160 N. Besarnya kekuatan tekan untuk mengempa pelepah pada umur tanam 20 tahun ini akan dijadikan sebagai dasar untuk menentukan daya yang harus disediakan dalam perancangan mesin pencacah dan pengempa limbah panen sawit.

Besarnya tahanan potong daun sawit dengan metode gunting (Gambar 2.6) adalah sebesar 67.67 N pada bagian pangkal daun pada durasi penyimpanan 3 hari. Besarnya tahanan potong pada bagian pangkal daun sawit ini diduga disebabkan oleh besarnya diameter dari lidi pada bagian pangkal sawit. Besarnya


(31)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

T

aha

na

n

potong

(N

)

Lama penyimpanan (hari)

Pangkal Daun Tengah Daun Ujung Daun

diameter lidi ini menyebabkan tahanan potong yang dibutuhkan untuk memotongnya semakin besar. Besarnya tahanan potong daun sawit dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan metode pencacahan. Metode pencacahan daun sawit yang akan dipilih akan mentukan kualitas cacahan untuk proses pengomposan. Bernal et al. (2009) menyebutkan bahwa dimensi bahan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme pengomposan.

2.5 Simpulan

1. Panjang pelepah adalah 675.89 cm dengan berat pelepah 9.5 kg. Dimensi lebar maksimum dan minimum pelepah adalah 180 mm dan 11 mm, tinggi maksimum dan minimum pelepah adalah 64.5 mm dan 23.5 mm. Panjang daun di pangkal pelepah dan ujung pelepah adalah 103.89 cm dan 23.83 cm dengan berat daun per pelepah 3 kg. Diameter lidi, tebal daun dan lebar daun adalah 2.2 mm, 0.2 mm dan 27.22 mm.

2. Kekuatan tekan pelepah pada usia tanaman 20 tahun adalah 8,134.62 N dan pada usia tanaman 5 tahun adalah 4,839.52 N. Tahanan potong daun sawit maksimum 67.67 N per daun pada pangkal daun.

3. Hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanik pelepah sawit digunakan sebagai dasar peracangan mesin pencacah yang terdiri dari tiga unit yaitu unit pengempa, penggunting dan pencacah.

4. Direkomendasikan dalam mendesain mesin pengempa pelepah dan pencacah daun sawit mengikuti karakteristik yang telah diperoleh dari hasil penelitian bab ini.

Gambar 2.6 Hasil uji tahanan potong daun sawit pada berbagai durasi penyimpanan


(32)

3

Karakterisasi Pengomposan Daun Sawit Sebagai Bahan Dasar

Pupuk Kompos

3.1 Pendahuluan

Perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang cukup berkembang di negara penghasil utama (Indonesia dan Malaysia) selain mendorong perekonomian, juga menyisakan permasalahan lingkungan (Rupani et al. 2010). Limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit dapat berupa limbah padat seperti tandan kosong, pelepah sawit dan daun sawit. Guna mengatasi berbagai permasalahan yang timbul terkait limbah padat kelapa sawit seperti pelepah sawit dan daun sawit, dimunculkanlah beberapa gagasan pemanfaatan yang kesemuanya bertujuan sebagai upaya pengurangan dampak limbah tersebut. Beberapa penelitian yang telah dilakukan guna memanfaatkan limbah kelapa sawit, yaitu sebagai bahan dasar panel komposit (Khalid et al. 2015), bubur kertas (Hussin et al. 2014), bioetanol (Boateng dan Lee 2014) dan gas bakar dengan proses gasifikasi (Guangul et al. 2014). Namun demikian, pemanfaatan-pemanfaatan tersebut tampak rumit dengan melibatkan proses yang panjang dengan biaya investasi yang tidak sedikit.

Pemanfaatan yang lebih sederhana dari limbah kelapa sawit salah satunya adalah dengan mengkonversinya menjadi pupuk organik. Hal ini lebih memungkinkan mengingat proses yang cukup mudah dan biaya relatif murah. Selain itu, produk hasil konversinya dapat langsung dimanfaatkan di areal kebun sebagai tambahan zat hara pada tanah. Namun, pemanfaatan menjadi pupuk organik di lapangan belum banyak dilakukan pada perkebunan milik rakyat maupun industri (Kala et al. 2009).

Penelitian terkait pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit menjadi pupuk organik telah banyak dilakukan sebelumnya. Seperti penelitian oleh Ermadani dan Muzar (2011) yang melakukan kajian pengaplikasian limbah cair pada tanaman kedelai. Rupani et al. (2010) juga melakukan kajian pra-perlakuan berupa pengomposan dengan metode vermikompos pada limbah cair sebelum diaplikasikan pada lahan. Kajian oleh Ahmad et al. (2011) terkait pemanfaatan daun sawit yang didekomposisi dengan bantuan sludge limbah cair pabrik kelapa sawit. Beberapa penelitian yang telah disebutkan, pengkonversian limbah padat umumnya dilakukan dengan bantuan limbah cair pabrik kelapa sawit. Hal ini dipandang kurang menguntungkan dari perspektif aplikasi, mengingat lokasi pabrik yang umumnya berjauhan dengan lokasi kebun sebagai sasaran penggunaan pupuk organik. Guna mengatasi permasalahan tersebut, metode pengomposan dapat dilakukan dengan sistem bak tumpukan (bin method) yang dapat ditempatkan di beberapa titik di dalam kebun. Metode tersebut juga memungkinkan terakomodasinya potensi bahan organik lain yang cukup melimpah di sekitar kebun seperti kotoran sapi.

Penelitian ini adalah untuk menentukan teknik dan mengkarakterisasi proses pengomposan limbah daun sawit dengan sistem bak tumpukan (bin method) sebagai bahan dasar pupuk organik potensial dengan dua faktor perlakuan, sekaligus guna mengetahui interaksi antar faktor perlakuan yang diberikan. Faktor perlakuan yang dimaksud meliputi komposisi bahan katalisator kompos dan


(33)

ukuran cacahan daun sawit. Adapun proses pengomposan dilakukan selama 10 dan 20 minggu.

3.2 Bahan dan Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan kotak kayu sebagai bak tumpukan dengan dimensi 75 × 50 × 40 cm. Bak tumpukan diberi lapisan plastik berlubang untuk masing-masing variasi perlakuan. Bahan campuran pada tiga faktor komposisi bahan katalisator ditunjukkan pada Tabel 1. Bahan utama berupa daun sawit (Varietas Tenera) dari perkebunan kelapa sawit AGH Cikabayan IPB. Daun sawit dipotong-potong dengan ukuran 2, 4 dan 6 cm yang sebelumnya telah diperam selama 2 minggu sebagaimana tampak pada Gambar 3.1.

Bahan campuran pada masing-masing komposisi dicampurkan dan ditempatkan di dalam bak penampung. Proses pencampuran bahan untuk komposisi bokasihi meliputi pencampuran cacahan daun sawit dengan kotoran sapi dengan proporsi seperti pada Tabel 3.1. Gula merah dan EM4 yang telah dilarutkan dengan air kemudian dicampurkan dengan merata ke dalam tumpukan. Sebelumnya digunakan, larutan tersebut diperam selama 24 jam. Campuran bahan dan larutan kemudian ditempatkan dalam kotak yang telah disiapkan. Komposisi vermikompos dibuat dengan mencampurkan cacahan daun sawit dengan kotoran sapi cair secara merata. Bahan campuran yang telah merata kemudian diberi cacing Lumbricus rubellus. Tumpukan dengan komposisi ini diberi cairan kotoran sapi 0.2 kg setiap 6 hari. Komposisi kompos natural dibuat dengan mencampurkan dengan merata antara potongan daun sawit dengan kotoran sapi. Campuran tersebut ditempatkan pada bak yang telah disediakan. Setiap komposisi dibuat dengan tiga tumpukan sebagai ulangan.

Bak penampung kompos ditempatkan di bawah naungan dan dibiarkan terbuka tanpa penutup dengan suhu lingkungan 30°C. Selama proses pengomposan, dilakukan pengukuran suhu dan massa tumpukan yang dilakukan setiap hari. Pengukuran unsur hara NPK dan rasio C/N dilakukan pada durasi proses pengomposan 10 minggu dan 20 minggu. Data harian yang didapatkan selama proses pengomposan dianalisis dan disajikan dalam bentuk grafik. Data unsur hara NPK dan rasio C/N pada masing-masing durasi proses pengomposan dianalisis statistik guna mendapatkan interaksi antar faktor perlakuan yang diberikan.


(34)

14

Tabel 3.1 Faktor perlakukan komposisi bahan kompos Jenis Kompos Bahan penyusun Cacahan

2cm (kg)

Cacahan 4cm (kg)

Cacahan 6cm (kg) Vermikompos

Kotoran sapi 4.0 4.0 4.0

Daun sawit 1.0 1.0 1.0

Cacing Lumbricus rubellus 1.0 1.0 1.0

Bokashi

Kotoran sapi 0.3 0.3 0.3

Daun sawit 2.2 2.2 2.2

Abu sekam 0.1 0.1 0.1

EM4 + gula merah 0.1 0.1 0.1

Natural Kotoran sapi 4.0 4.0 4.0

Daun sawit 1.0 1.0 1.0

3.3 Hasil Dan Pembahasan 3.3.1 Fluktuasi Suhu Selama Proses Pengomposan

Proses pengomposan menurut Oviasogie et al. (2010) memiliki tahapan yaitu tahap awal, tahap aktif, tahap panas berlebih dan tahap peram. Setiap tahapan tersebut diindikasikan dengan suhu tumpukan yang berbeda. Sebagaimana tampak pada Gambar 3.2, suhu tumpukan pada masing-masing kombinasi komposisi dan ukuran daun sawit berfluktuasi seiring berjalannya proses pengomposan. Pada tahap awal pengomposan, suhu tumpukan naik jika dibandingkan dengan suhu awal pengomposan dan suhu lingkungan. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa komposisi bokashi mengalami peningkatan suhu tertinggi jika dibandingkan dengan komposisi kompos lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Francou et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada tahapan awal, suhu tumpukan akan mendekati suhu 41°C. Kajian tersebut juga menyebutkan, peningkatan suhu disebabkan bakteri mesofilik yang sedang aktif bekerja mendekomposisi dan aktif melepaskan panas dari bahan organik yang diurai.


(35)

Gambar 3.2 Suhu tumpukan kompos (a) dimensi cacah 2 cm (b) dimensi cacah 4 cm (c) dimensi cacah 6 cm

0 10 20 30 40 50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

S

uhu (

°

C)

Durasi pengomposan (hari)

Bokashi Vermikompos Natural

0 10 20 30 40 50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

S

uhu (

°

C)

Durasi pengomposan (hari)

Vermikompos Natural Bokashi

0 10 20 30 40 50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

S

uhu (

°

C)

Durasi pengomposan (hari)

Vermikompos Natural Bokashi (a)

(b)


(36)

16

Tahapan selanjutnya yakni tahap aktif dan tahap panas berlebih ditandai dengan suhu tumpukan yang mulai menurun dari suhu tertingginya seiring waktu. Penurunan suhu seiring waktu tersebut dimungkinkan karena bahan organik sebagai energi dari aktivitas bakteri telah menurun jumlahnya. Penurunan bahan organik berimbas pada menurunnya jumlah populasi bakteri karena menurunnya nutrisi, sehingga tumpukan kembali mendingin ke fase mesofilik. Tumpukan kompos pada penelitian ini yang ditempatkan pada bak terbuka tanpa insulasi panas memungkinkan suhu pada tahap aktif dan tahap panas berlebih tidak terlalu tinggi dan berlangsung relatif singkat. Rynk dan Richard (2001) berpendapat bahwa keberadaan dan besarnya saluran ventilasi udara berpengaruh langsung terhadap suhu tumpukan kompos.

Tahap peram dari proses pengomposan ditandai dengan penurunan suhu secara bertahap oleh karena berkurangnya populasi bakteri fase mesofolik dan menjadi awal tahap peram. Selama tahap peram berlangsung, tumpukan kompos akan mulai didominasi actinomycetes dan jamur, serta pupulasi bakteri terus menurun (Ingham 1999). Actinomycetes dan jamur berperan mengurai bahan organik yang sulit diurai yang masih tersisa seperti chitin, selulosa dan lignin. Bahan organik tersebut sulit diurai karena tidak larut dalam air dan ukuran dan struktur kimia yang kompleks. Pada penelitian ini, jamur mulai tampak pada permukaan tumpukan pada hari ke-28 setelah dimulainya proses pengomposan.

Jika dibandingkan antar komposisi, fluktuasi suhu pada komposisi bokashi paling jauh rentang perubahannya. Hal ini disebabkan oleh populasi bakteri yang diinisiasi oleh cairan EM4 cukup besar jika dibandingkan dengan dua komposisi lainnya yang tidak melibatkan starter bakteri.

3.3.2 Penyusutan Massa Selama Proses Pengomposan

Selama proses pengomposan, adanya energi panas yang dihasilkan oleh mikroorganisme berakibat mudah teruapnya uap air dan gas-gas lain ke udara bebas yang dihasilkan selama proses pengomposan. Gas-gas tersebut meliputi karbon dioksida (CO2), nitrogen monoksida (NO) dan gas-gas lainnya (Oviasogie

et al. 2010). Hasil penelitian, sebagaimana tampak pada Gambar 3.3, menunjukkan bahwa faktor perlakuan ukuran cacahan daun sawit terkecil (2 cm) memberikan reduksi massa terbesar, yakni 34.07% pada komposisi bahan katalisator kompos Bokashi. Hasil pengukuran pada data massa harian juga menunjukkan bahwa komposisi kompos bokashi mengalami persentase reduksi massa paling tinggi jika dibandingkan dengan dua komposisi kompos lainnya.


(37)

Gambar 3.3 Persentase penurunan berat kompos (a) dimensi cacah 2 cm (b) dimensi cacah 4 cm (c) dimensi cacah 6 cm

0 2 4 6 8 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Massa

(

Kg

)

Durasi pengomposan (hari)

0 2 4 6 8 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Massa

(

kg

)

Durasi pengomposan (hari)

0 2 4 6 8 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Massa

(

kg

)

Durasi pengomposan (hari)

Vermikompos Natural Bokashi

Vermikompos Natural Bokashi

Vermikompos Natural Bokashi (a)

(b)


(38)

18

Penelitian oleh Bernal et al. (2009) menyatakan bahwa besarnya partikel kompos dan distribusinya merupakan faktor yang sangat penting guna menyeimbangkan luas permukaan partikel untuk pertumbuhan mikroorganisme dan mempertahankan aerasi udara yang cukup untuk proses pengomposan. Partikel kompos yang lebih besar mengakibatkan menurunnya rasio luas permukaan terhadap massa. Kompos dengan partikel yang lebih besar tidak terdekomposisi dengan baik karena bagian dalam dari partikel sulit dijangkau oleh mikroorganisme. Namun demikian, partikel kompos yang terlalu kecil akan mengakibatkan produk kompos yang padat dan porositasnya berkuran. Porositas dari produk kompos yang dihasilkan, masih oleh peneliti yang sama, ditentukan oleh faktor-faktor yang terkait bahan penyusun kompos, meliputi ukuran partikel dan distribusinya, bentuk, kepadatan, serta kadar air.

3.3.3 Kandungan Zat Hara Hasil Proses Pengomposan

Hasil pengukuran zat hara berupa unsur NPK dan rasio C/N ditampilkan pada Tabel 3.2. Hasil analisa statistik berupa sidik ragam faktorial pada data yang diperoleh menunjukkan bahwa unsur hara NPK pada dua kali pengukuran (10 dan 20 minggu) tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kombinasi kedua faktor perlakuan yang diberikan. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh rasio C/N pada pengukuran 10 minggu, dimana paduan kedua faktor perlakuan mempengaruhi signifikan terhadap rasio C/N yang terkandung pada produk kompos. Pada pengukuran rasio C/N 20 minggu, diketahui bahwa interaksi antar faktor perlakuan tidak signifikan.

Hasil penelitian ini memiliki kecenderungan yang sama terkait unsur NPK dan rasio C/N dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhaimi dan Ong (2001) yang melakukan proses pengomposan dengan bahan dasar tandan kosong sawit (fruit empty bunch). Hasil uji statistik kandungan NPK memberikan indikasi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan yang digunakan. Namun, kandungan unsur NPK secara nilai terlihat kenaikannya. Suhaimi dan Ong (2001) juga menemukan hal yang sama saat melakukan pengomposan tandan kosong sawit dimana kandungan unsur NPK pada produk kompos cenderung naik seiring dengan berjalannya waktu pengomposan. Kecenderungan yang berbeda terdapat pada rasio C/N, dimana seiring dengan berjalannya waktu pengomposan, nilai rasio C/N akan menurun. Penelitian tersebut juga menyebutkan faktor lain selama proses pengomposan, seperti pengomposan terbuka atau tertutup serta pemberian pengadukan pada tumpukan bahan akan mempengaruhi nutrisi yang terkandung pada produk kompos yang dihasilkan. Adapun hasil kompos berbahan dasar daun sawit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Dari hasil kajian yang telah dilakukan, tampak bahwa kombinasi proses pengomposan dengan komposisi kompos bokashi dengan ukuran cacahan daun 2 cm dengan durasi pengomposan 10 minggu, merupakan kombinasi proses yang optimal. Hal ini mengingat unsur hara NPK yang tidak dipengaruhi secara nyata oleh kombinasi faktor perlakuan yang diberikan. Selain itu, komposisi kompos bokashi dengan ukuran cacahan daun sawit 2 cm lebih dipilih karena lebih mudah dari sisi ekonomi dan kepraktisan pembuatan.


(39)

Tabel 3.2 Hasil pengukuran kandungan unsur NPK dan rasio C/N pada produk kompos

Lama

pengomposan Jenis pupuk

Kandungan N Cacahan 2 cm Cacahan 4 cm Cacahan 6 cm 10 Minggu

Bokashi 0.93 0.87 0.80

Natural 0.82 0.75 0.65

Vermikompos 0.84 0.82 0.72

20 Minggu

Bokashi 0.99 0.95 0.92

Natural 0.89 0.85 0.83

Vermikompos 0.92 0.90 0.87

Lama

pengomposan Jenis pupuk

Kandungan P Cacahan 2 cm Cacahan 4 cm Cacahan 6 cm 10 Minggu

Bokashi 1.18 1.13 1.02

Natural 0.89 0.85 0.82

Vermikompos 0.95 0.89 0.85

20 Minggu

Bokashi 1.37 1.34 1.31

Natural 1.27 1.27 1.18

Vermikompos 1.29 1.25 1.22

Lama

pengomposan Jenis pupuk

Kandungan K Cacahan 2 cm Cacahan 4 cm Cacahan 6 cm 10 Minggu

Bokashi 0.29 0.27 0.23

Natural 0.27 0.21 0.17

Vermikompos 0.27 0.26 0.24

20 Minggu

Bokashi 0.35 0.32 0.31

Natural 0.29 0.28 0.22

Vermikompos 0.31 0.30 0.28

Lama

pengomposan Jenis pupuk

Rasio C/N Cacahan 2 cm Cacahan 4 cm Cacahan 6 cm 10 Minggu

Bokashi 13.37a 13.90b 14.40c

Natural 18.30a 18.67b 18.67c

Vermikompos 14.73a 15.85b 18.24c 20 Minggu

Bokashi 11.05 11.65 12.09

Natural 12.72 12.98 13.24

Vermikompos 12.21 12.58 13.15

Keterangan: Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%


(40)

20

Penggunaan pupuk kompos dengan metode bokashi dari daun sawit berdasarkan kandungannya dapat mensubsitusi 44.9% penggunaan pupuk urea. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 62. Limbah pelepah sawit yang dihasilkan sebanyak 18 pelepah setiap tahun dapat dikelola untuk menghasilkan 414 g N/pohon sawit setiap tahun. Subsitusi ini dapat menjadi nilai tambah pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit berbasis ramah lingkungan.

3.4 Simpulan

Daun sawit merupakan limbah padat perkebunan yang potensial guna dikonversi menjadi pupuk organik melalui proses pengomposan. Proses pengomposan dengan komposisi bokashi dianggap lebih baik dari komposisi lainnya berdasarkan pertimbangan pengurangan massa dan kadungan N, P, K dan rasio C/N. Selain itu, dimensi cacah daun sawit berukuran lebih kecil lebih direkomendasikan terkait dengan kemampuan mikroorganisme yang lebih baik dalam mengurai bahan organik yang berukuran lebih kecil. Kombinasi proses pengomposan dengan komposisi kompos bokashi dengan ukuran cacahan daun sawit 2 cm dengan durasi pengomposan 10 minggu, direkomendasikan sebagai kombinasi kondisi proses pengomposan yang optimal untuk daun sawit.

Durasi

Pengomposan 10 minggu

Durasi

Pengomposan 20 minggu

(a) (b) (c)

Gambar 3.4 Pupuk kompos berbahan dasar daun sawit (a) vermikompos (b) bokashi (c) natural


(41)

4

Desain Mesin Pencacah Daun Dan Pengempa Pelepah Sawit

4.1 Pendahuluan

Karakteristik fisik mekanik dari limbah pelepah sawit digunakan untuk mendesain mesin penanganan limbah pelepah sawit. Mesin tersebut diharapkan mampu menjadikan pelepah sawit sebagai mulsa dan daun sawit sebagai pupuk kompos. Pelepah sawit yang dijadikan mulsa dilakukan proses perusakan struktur jaringannya terlebih dahulu untuk mempercepat proses dekomposisi. Daun sawit dilakukan proses pencacahan untuk memperkecil ukuran sehingga proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat. Sifat fisik pelepah dan daun sawit digunakan untuk menentukan batasan dimensi mesin yang akan dirancang. Menurut Intara et al. (2005), pengetahuan akan karakteristik fisik dan mekanik pelepah sawit sangat diperlukan dalam menganalisis mekanisme pada mesin penanganan pelepah sawit. Karakteristik mekanik pelepah dan daun sawit digunakan dalam menentukan kekuatan bahan dan jenis bahan yang akan digunakan dalam merancang mesin. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji mesin pengempa pelepah dan pencacah daun sawit.

4.2 Bahan dan Metode Penelitian 4.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian perancangan dan pengujian mesin dilaksanakan di CV Daud Teknik Maju, Kabupaten Bogor, Jawa barat pada bulan Desember 2014 sampai Desember 2015.

4.2.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah (1) bahan pembuatan mesin dan (2) bahan untuk proses pengujian mesin. Bahan pembuatan mesin terdiri dari besi kanal, besi siku, plat besi, poros S45C, pillow block (P205, T211 FBJ),

gearbox (1:10, 1:30), motor diesel 10 hp, rantai, pulley, V-belt, baut dan mur. Bahan untuk pengujian mesin adalah pelepah sawit (varietas tenera umur 20 tahun) yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit AGH Cikabayan IPB dan bahan bakar.

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah (1) peralatan perancangan, (2) peralatan pembuatan konstruksi mesin dan (3) peralatan untuk pengujian kinerja mesin. Peralatan untuk perancangan antara lain komputer dan aplikasi CAD. Peralatan pembuatan konstruksi mesin adalah peralatan manufaktur mesin, alat ukur perbengkelan dan peralatan bengkel lainnya. Peralatan untuk pengujian kinerja mesin antara lain tachometer digital (DT-2234L), stopwatch, timbangan digital (DLE-200) dan jangka sorong digital (Nankai ±0.02).

4.2.3 Analisis Data

Pengujian mesin dilakukan untuk memperoleh data berupa kinerja dari mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit. Pengujian juga dilakukan untuk menentukan kecepatan putar dari masing-masing unit yang optimum terhadap parameter yang diamati. Kecepatan putar yang optimum didapatkan dengan memberikan perlakuan pada masing-masing unit. Unit penggunting


(42)

22

diberikan perlakuan kecepatan putar 480, 640, 800 rpm. Unit pencacah diberikan perlakuan kecepatan putar 800, 1200, 1600 rpm. Unit pengempa diberikan perlakuan kecepatan putar 70, 90, 110 rpm. Data yang diperoleh selanjutnya di analisis menggunakan statistik dengan racangan acak lengkap dengan tiga faktor perlakuan dan masing-masing perlakuan di ulang tiga kali.

Parameter yang diamati selama uji kinerja mesin adalah :

1. Kapasitas mesin, kapasitas mesin diperoleh dengan cara mengoperasikan mesin hasil rancangan. Kapasitas mesin merupakan hasil dari ketiga unit mesin yang bekerja secara terintegrasi. Kapasitas mesin dihitung menggunakan Persamaan 1.

t J

KMP (1)

2. Persentase daun yang terpotong, persentase daun yang terpotong diperoleh dengan cara membandingkan jumlah daun sebelum dilakukan proses pengguntingan dengan mesin dengan sesudah melewati mesin unit penggunting. Persentase daun yang terpotong dihitung menggunakan Persamaan 2. % 100   aw k a t D D

D (2)

3. Persentase pengurangan atau pertambahan dimensi pelepah, persentase pengurangan atau pertambahan dimensi pelepah diperoleh dengan cara membandingkan dimensi pelepah sebelum dilakukan proses pengempaan dengan mesin dengan sesudah melewati mesin unit pengempa. Persentase pengurangan atau pertambahan dimensi pelepah dihitung menggunakan Persamaan 3-4. % 100    aw aw ak t L L L

L (3)

% 100    aw ak aw k T T T

T (4)

4. Dimensi cacahan daun sawit, dimensi cacahan daun sawit diperoleh dengan mengambil hasil cacahan daun sawit dari unit pencacah. Sampel yang digunakan untuk mengukur dimensi cacahan adalah sebanyak 20 sample. Dimensi cacahan daun sawit dihitung menggunakan Persamaan 5-6.

20

  dc dc P P (5) 20

  dc dc L L (6)

Kriteria pemilihan perlakuan atau kombinasi kecepatan komponen mesin yang terbaik dilakukan dengan menggunakan metode yang disarankan oleh Dieter (1987). Tahapan pemilihan kriteria metode indeks kinerja dengan pembobotan yang disarankan oleh Dieter (1987) adalah :

1. Menentuakan bobot dari setiap faktor yang menjadi kriteria 2. Menentukan indeks kinerja setiap kombinasi perlakuan

3. Menghitung indeks kinerja setiap kombinasi perlakuan dengan pembobot


(43)

Identifikasi masalah Mulai

Perumusan konsep desain

Analisis perancangan

Pembuatan gambar kerja

Manufaktur mesin

Uji fungsional mesin

Berhasil ?

Uji kinerja mesin

Pengukuran karakteristik bahan

Selesai

Berhasil ?

Modifikasi Informasi

pendukung lainnya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Variasi kecepatan putar mesin

4. Menentukan kombinasi perlakuan terbaik yaitu dengan nilai indeks terbobot yang paling tinggi.

Kriteria yang akan dipilih adalah memiliki kapasitas mesin yang tinggi, jumlah daun terpotong yang tinggi, pengurangan tinggi pelepah yang besar, pertambahan lebar pelepah yang besar, panjang daun cacahan yang terpendek dan lebar daun cacahan yang terpendek.

4.3 Tahapan Desain

Desain mesin penanganan limbah pelepah sawit dilakukan melalui pendekatan perancangan mesin. Tahapan proses desain mesin dilakukan seperti pada Gambar 4.1 Tahapan proses dimulai dari identifikasi unit-unit mesin yang akan dirancang yang akan menghasilkan metode dari masing-masing unit tersebut. Metode yang dipilih pada masing-masing unit selanjutnya akan dianalisis sesuai dengan karakteristik pelepah dan daun sawit.


(44)

24

4.3.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dilakukan dalam melakukan penanganan dan pemanfaatan limbah pelepah sawit. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa limbah pelepah sawit dapat dimanfaatkan menjadi mulsa dan kompos. Limbah pelepah sawit yang diperoleh dari perkebunan masih dalam kondisi pelepah dan daun yang menyatu. Bagian yang dijadikan mulsa adalah bagian pelepah sawit. Bagian tersebut dilakukan perusakan jaringan agar mudah terdekomposisi. Daun sawit dijadikan bahan utama dalam proses pengomposan sehingga sehingga diperlukan pengecilan ukurannya.

4.3.2 Perumusan Konsep Desain

Konsep desain mesin dirumuskan berdasarkan hasil indentifikasi masalah. Kondisi limbah pelepah sawit yang dihasilkan perkebunan yang masih menyatu maka diperlukan unit pemisah atara daun dan pelepah sawit. Unit pemisah ini dirumuskan menggunakan tipe gunting (Gambar 4.2c). Bagian mesin yang akan melakukan proses perusakan jaringan pelepah adalah unit pengempa tipe roll yang terdiri dari dua pasang pengempa (Gambar 4.2a). Daun yang telah terpisah dari pelepah akan dicacah menggunakan unit pencacah tipe reel bedknife (Gambar 4.2b).

Gambar 4.2 Ilustrasi konsep desain mesin (a) unit pengempa pelepah (b) unit pencacah daun (c) unit pemotong daun

(a) (b)


(45)

4.3.3 Analisis Perancangan

Analisis perancangan dilakukan untuk mencari dan menentukan dimensi dari komponen mesin. Komponen mesin tersebut terkait dengan jenis bahan yang akan digunakan. Kesesuaian antara penggunaan dimensi dan jenis bahan yang digunakan akan sangat menentukan keberhasilan dari perancangan mesin tersebut. Analisis perancangan meliputi perhitungan kebutuhan daya mesin, dimensi poros, kecepatan transmisi dan perhitungan panjang sabuk transmisi. Analisis perancangan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8-11. Hasil analisis (Tabel 4.1) dan spesifikasi komponen mesin (Tabel 4.2) digunakan sebagai acuan pembuatan gambar kerja dan manufaktur mesin .

Tabel 4.1 Analisis teknik desain mesin

Komponen Analisis Desain Unit Pengempa Unit Penggunting Unit Pencacah

Kekuatan tekan/tahanan potong (N) 8134.62 67.67 67.67

Torsi (N.m) 804.44 116.76 58.38

Diameter unit (mm) 160 180 100

Putaran maksimum (rpm) 110 800 1600

Kebutuhan daya (hp) 9.27 0.1 0.58

Diameter poros (mm) 39.24 18.01 21.63

Tabel 4.2 Spesifikasi komponen mesin

Unit Mesin Dimensi Keterangan

Unit penggunting daun 1.Diameter poros 2.Diameter gunting 3.Jumlah penggunting 4.Jarak antar gunting

25 mm 180 mm 2 unit 180 mm

Dimensi mesin dari unit penggunting dirancang menggunakan data karakteristik fisik daun (Tabel 2.1) dan hasil uji tahanan potong daun (Gambar 2.6)

Unit pengempa pelepah 1.Poros silinder pengempa 2.Diameter roll

3.Panjang roll

4.Jarak antar roll

50 mm 160 mm 400 mm 20 mm

Dimensi dari unit pengempa dirancang menggunakan data karakteristik fisik pelepah (Tabel 2.1) dan hasil uji tekan pelepah (Gambar 2.5)

Unit pencacah daun 1.Poros pisau pencacah 2.Kecepatan putar pisau 3.Panjang pisau pencacah 4.Jumlah pisau

25 mm 1200 rpm 500 mm 2

Dimensi dari unit pencacah dirancang menggunakan data karakteristik fisik daun (Tabel 2.1) dan hasil pengukuran NPK C/N rasio pengomposan daun (Tabel 3.2)

4.3.4 Pembuatan Gambar Kerja

Hasil analisis perancangan digunakan untuk pembuatan gambar kerja sesuai dengan konsep yang dipilih. Konsep tersebut menyangkut model dan konstruksi dari bagian utama mesin. Solusi dari konsep mesin yang dikembangkan akan diterapkan dalam desain mesin pencacah daun dan pengempa pelepah sawit. Gambar kerja secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 63.


(1)

158

Lampiran 62 Perhitungan subsitusi kompos dengan pupuk Urea Jumlah panen TBS dalam satu tahun : 9 kali

Satu pohon kelapa sawit setiap dipanen menghasilkan : 2 pelepah

Berat satu pelepah : 9.5 kg

Berat daun dalam satu pelepah : 3 kg

Kebutuhan kotoran sapi : 25 % dari bahan baku Susut bobot dalam pengomposan : 34.07 %

Kandungan N pada kompos daun sawit : 0.93 % bobot

Dalam 1 tahun akan menghasilkan : (9 × 2) 18 pelepah sawit Berat daun sawit dalam satu tahun : (18 × 3) 54 kg

Kebutuhan kotoran sapi : (54 × 25%) 13.5 kg Berat total pengomposan : (54 + 13.5) 67.5 kg

Berat kompos yang dihasilkan : (67.5×(1-34.07%)) 44.50 kg Kandungan N dari kompos daun sawit dalam satu tahun : (44.50 × 0.93%)

0.414 kg N/pohon·tahun

Kandungan N pupuk urea : 46%

Pupuk urea diaplikasikan : 2 kali/tahun Dosis satu kali aplikasi : 1 kg urea

Kandungan N yang diberikan ke pohon sawit dalam satu tahun : (2× 46%) 0.92 kg Kandungan N yang dapat disubsitusi oleh kompos: (0.92 – 0.414) 0.506 kg

atau (44.90%) Jumlah kompos yang diaplikasikan : (0.414/0.93%)


(2)

Diperiksa

Prof Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Dr. Ir. Wawan Hermwan, MS Dr. Ir. Desrial, M.Eng

Digambar Ramayanty Bulan Skala 1: 15

Tanggal : 1 Desember 2015

A4 Hal : 01 Keterangan SPs

TEP-IPB

Mesin Pencacah Pelepah Sawit

Satuan: mm


(3)

1902

1567

1964

292 640 850

Diperiksa

Prof Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Dr. Ir. Wawan Hermwan, MS Dr. Ir. Desrial, M.Eng

Digambar Ramayanty Bulan Skala 1: 25

Tanggal : 1 Desember 2015

A4 Hal : 02 Keterangan SPs

TEP-IPB

Mesin Pencacah Pelepah Sawit

Satuan: mm


(4)

7 8

3 2 1

2

4 5

3

6

No Keterangan Bahan Jumlah

1 Unit Pengempa Besi 2 2 Unit Penggunting Besi 1 3 Rangka Besi Kanal U 1

4 Engine 10 hp - 1

5 Gearbox 1:30 - 1

6 Rantai 80 - 1

7 Unit Pencacah Besi 1

8 Gearbox 1:10 - 1

Diperiksa

Prof Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Dr. Ir. Wawan Hermwan, MS Dr. Ir. Desrial, M.Eng

Digambar Ramayanty Bulan Skala 1: 25

Tanggal : 1 Desember 2015

A4 Hal : 03 Keterangan SPs

TEP-IPB

Mesin Pencacah Pelepah Sawit

Satuan: mm


(5)

210

300

860

250

640

1820

815

400

630

640

292

Diperiksa

Prof Dr. Ir. Tineke Mandang, MS Dr. Ir. Wawan Hermwan, MS Dr. Ir. Desrial, M.Eng

Digambar Ramayanty Bulan Skala 1: 25

Tanggal : 1 Desember 2015

A4 Hal : 04 Keterangan SPs

TEP-IPB Rangka Mesin Pencacah Pelepah Sawit Satuan: mm


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa 8 April 1971 merupakan anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Rasyidin Bulan dan Ibu Badri Sulawaty. Penulis menempuh pendidikan S1 di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH) tahun 1990 dan lulus tahun 1997. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) lulus tahun 2004 dengan beasiswa BPPS DIKTI. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS DIKTI. Penulis bekerja sebagai dosen sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB penulis telah mempublikasikan sebagian dari disertasi pada jurnal ilmiah yaitu;

1) Jurnal Nasional Terakreditasi Dikti. Jurnal Keteknikan Pertanian JTEP, Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia bekerjasama dengan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Volume 4 No 2 pada bulan Oktober 2016, dengan judul Pertimbangan Sifat Mekanik Pelepah Sawit Terhadap Proses Pengomposan sebagai Acuan Desain Mesin Pencacah.

2) Jurnal Internasional. International Journal of Scientific & Engineering Research Volume 6 Issue 2 February-2015 P:117-120 ISSN 2229-5518 IJSER © 2015 dengan judul “Physical and Mechanical Properties of Palm Frond for the Development of Palm Oil Waste Chopper and Pressing Mechine Design ”.

3) Penyajian Poster pada Forum Ikatan Profesor Indonesia Malaysia (IPIMA) pada bulan November 20013 kerjasama IPB dengan UPM dengan judul Karakteristik Limbah Pelepah Panen Kelapa Sawit Untuk Pengempaan Pencacahan Pembuatan Mulsa Dan Kompos.

4) Jurnal Nasional ISSN 2301-8119. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan Biosistem Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) Cabang Nusa Tenggara Barat bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pangan Dan Agroindustri Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat Volume 3 Nomor 1 pada bulan Maret 2015 dengan judul Perancangan Mesin Pengempa dan Pencacah pelepah Kelapa sawit.