Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM

DI KABUPATEN BOGOR

OLEH ERNI YULIARTI

H14102092

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(2)

RINGKASAN

ERNI YULIARTI, Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional.

Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tetapi disisi lain hal ini akan semakin mengurangi kesempatan kerja bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor Pada khususnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan upah minimum. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha, serta menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah) di Kabupaten Bogor.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004.

Hasil penelitian yang dilakukan dengan perhitungan Shift Share

menyebutkan bahwa adanya penurunan sebesar 2,15 persen pada pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, penurunan ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dari kebijakan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat yang mengalami penurunan sebesar 2,47 persen pasca kebijakan upah minimum.

Sektor usaha yang mengalami peningkatan pertumbuhan tertinggi adalah sektor usaha pertanian yang mengalami peningkatan sebesar 56,61 persen. sedangkan sektor usaha yang mengalami penurunan pertumbuhan kesempatan


(3)

kerja terbesar pasca kebijakan upah minimum adalah sektor usaha keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan yaitu sebesar 56,32 persen.

Keseluruhan nilai komponen Pertumbuhan Regional (PR) bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan nasional mengenai ketenagakerjaan memberikan pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat jika dilihat dari keseluruhan sektor usaha yang ada yaitu sebesar 1,15 persen. Pengaruh daya saing merupakan komponen ketiga dari perubahan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor yang setara dengan perubahan nasional, menyebabkan secara keseluruhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor menurun sebesar 1,34 persen.

Karena terjadinya penurunan pertumbuhan kesempatan kerja pasca kebijakan upah minimum, maka disarankan kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berorientasi pada usaha padat karya dan dapat menyerap pengangguran menjadi tenaga kerja baru di Kabupaten Bogor. Dalam penetapan Upah Minimum sebaiknya pemerintah menjadi pengambil keputusan yang tepat untuk melindungi kepentingan pekerja dan pengusaha agar kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tidak berdampak negatif terhadap kesejahteraan pekerja maupun terhadap pertumbuhan kesempatan kerja (menghindari bertambah banyaknya pengangguran yang ada). Selain itu pemerintah juga menjadi penindak hukum dengan kewenangan yang dimilikinya melalui Undang-undang sebagai dasar hukum bagi pihak yang berkaitan jika terbukti mengabaikan keputusan pemerintah tersebut.


(4)

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM

DI KABUPATEN BOGOR

Oleh : ERNI YULIARTI

H14102092

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Erni Yuliarti

Nomor Registrasi Pokok : H14102092 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Erni Yuliarti


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erni Yuliarti lahir pada tanggal 10 Juli 1985 di Bogor, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Suwarno dan Maemunah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Cibinong III, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Cibinong dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Judul proposal penelitian ini adalah “Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum Di Kabupaten Bogor”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikannya terhadap kebijakan upah minimum yang harus diambil pemerintah yang bertepatan dengan terjadinya krisis moneter. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah pada saat itu, berdampak langsung terhadap kesempatan kerja di Indonesia. Tetapi dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada satu wilayah yaitu Kabupaten Bogor. Dengan alasan Kabupaten memiliki potensi yang cukup besar dimasing-masing sektor perekonomiannya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi sumber informasi untuk pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi Jawa Barat dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota.

Adapun dalam proses penyusunannya, skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan bimbingan dan wawasannya baik secara teknis maupun teoritis yang sangat berharga bagi penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Jaenal Effendi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini.

4. Staf Disnaker Kabupaten Bogor, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.


(9)

6. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis atas kasih sayang, perhatian, semangat dan do’a yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta

sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Erni Yuliarti

H14102092


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penulisan... 7

1.4. Manfaat Penulisan... 7

1.5. Ruang Lingkup... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 9

2.1. Tinjauan Teori... 9

2.1.1. Ketenagakerjaan... 9

2.1.2. Kebijakan Upah Minimum... 10

2.1.3. Produktivitas dan Kesempatan Kerja ... 12

2.1.4. Hubungan Upah Minimum dan Penyerapan Tenaga Kerja... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 14

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

2.3.1. Teknik Analisis Shift Share... 16

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 19

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 20

2.3.4. Analisis Kesempatan Kerja ... 21

2.3.5. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten dan Propinsi Pada Sektor-sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra, Ri)... 22

2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 22

2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23


(11)

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM

DI KABUPATEN BOGOR

OLEH ERNI YULIARTI

H14102092

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(12)

RINGKASAN

ERNI YULIARTI, Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional.

Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tetapi disisi lain hal ini akan semakin mengurangi kesempatan kerja bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor Pada khususnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan upah minimum. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha, serta menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah) di Kabupaten Bogor.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004.

Hasil penelitian yang dilakukan dengan perhitungan Shift Share

menyebutkan bahwa adanya penurunan sebesar 2,15 persen pada pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, penurunan ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dari kebijakan tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat yang mengalami penurunan sebesar 2,47 persen pasca kebijakan upah minimum.

Sektor usaha yang mengalami peningkatan pertumbuhan tertinggi adalah sektor usaha pertanian yang mengalami peningkatan sebesar 56,61 persen. sedangkan sektor usaha yang mengalami penurunan pertumbuhan kesempatan


(13)

kerja terbesar pasca kebijakan upah minimum adalah sektor usaha keuangan, perbankan, dan jasa perusahaan yaitu sebesar 56,32 persen.

Keseluruhan nilai komponen Pertumbuhan Regional (PR) bernilai negatif, hal tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan nasional mengenai ketenagakerjaan memberikan pengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum, bernilai positif yang mengindikasikan bahwa terjadi pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat jika dilihat dari keseluruhan sektor usaha yang ada yaitu sebesar 1,15 persen. Pengaruh daya saing merupakan komponen ketiga dari perubahan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor yang setara dengan perubahan nasional, menyebabkan secara keseluruhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor menurun sebesar 1,34 persen.

Karena terjadinya penurunan pertumbuhan kesempatan kerja pasca kebijakan upah minimum, maka disarankan kepada pemerintah pusat maupun daerah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berorientasi pada usaha padat karya dan dapat menyerap pengangguran menjadi tenaga kerja baru di Kabupaten Bogor. Dalam penetapan Upah Minimum sebaiknya pemerintah menjadi pengambil keputusan yang tepat untuk melindungi kepentingan pekerja dan pengusaha agar kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tidak berdampak negatif terhadap kesejahteraan pekerja maupun terhadap pertumbuhan kesempatan kerja (menghindari bertambah banyaknya pengangguran yang ada). Selain itu pemerintah juga menjadi penindak hukum dengan kewenangan yang dimilikinya melalui Undang-undang sebagai dasar hukum bagi pihak yang berkaitan jika terbukti mengabaikan keputusan pemerintah tersebut.


(14)

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA

PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM

DI KABUPATEN BOGOR

Oleh : ERNI YULIARTI

H14102092

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Erni Yuliarti

Nomor Registrasi Pokok : H14102092 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum di Kabupaten Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

Erni Yuliarti


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erni Yuliarti lahir pada tanggal 10 Juli 1985 di Bogor, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Suwarno dan Maemunah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada tahun 1996 di SDN Cibinong III, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Cibinong dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 8 Bogor dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini. Judul proposal penelitian ini adalah “Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Pasca Kebijakan Upah Minimum Di Kabupaten Bogor”. Judul ini dipilih penulis karena rasa ketertarikannya terhadap kebijakan upah minimum yang harus diambil pemerintah yang bertepatan dengan terjadinya krisis moneter. Kebijakan upah minimum yang ditetapkan pemerintah pada saat itu, berdampak langsung terhadap kesempatan kerja di Indonesia. Tetapi dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada satu wilayah yaitu Kabupaten Bogor. Dengan alasan Kabupaten memiliki potensi yang cukup besar dimasing-masing sektor perekonomiannya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi sumber informasi untuk pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi Jawa Barat dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota.

Adapun dalam proses penyusunannya, skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan bimbingan dan wawasannya baik secara teknis maupun teoritis yang sangat berharga bagi penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Wiwiek Rindayanti selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berharga dalam proses penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Jaenal Effendi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam perbaikan skripsi ini.

4. Staf Disnaker Kabupaten Bogor, staf Badan Pusat Statistik serta para staf Perpustakaan LSI IPB yang telah membantu penulis dalam pengambilan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi serta staf akademik FEM IPB yang telah membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.


(19)

6. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis atas kasih sayang, perhatian, semangat dan do’a yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman penulis di Departemen Ilmu Ekonomi Angkatan 39 serta

sahabat-sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2006

Erni Yuliarti

H14102092


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penulisan... 7

1.4. Manfaat Penulisan... 7

1.5. Ruang Lingkup... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 9

2.1. Tinjauan Teori... 9

2.1.1. Ketenagakerjaan... 9

2.1.2. Kebijakan Upah Minimum... 10

2.1.3. Produktivitas dan Kesempatan Kerja ... 12

2.1.4. Hubungan Upah Minimum dan Penyerapan Tenaga Kerja... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 14

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

2.3.1. Teknik Analisis Shift Share... 16

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share... 19

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share... 20

2.3.4. Analisis Kesempatan Kerja ... 21

2.3.5. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten dan Propinsi Pada Sektor-sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra, Ri)... 22

2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 22

2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23


(21)

III. METODE PENELITIAN... 28

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.3. Metode Analisis ... 29

3.3.1. Analisis Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat ... 29

3.3.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten dan Kesempatan Kerja Propinsi (Nilai ri, Ra, Ri) ... 32

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 33

3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 37

3.3.5. Definisi Operasional Data... .. 38

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR ... .. 43

4.1. Geografi dan Pemerintahan... 43

4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 45

4.3. PDRB dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor... 47

4.4. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Bogor ... 50

V. ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA... 53

5.1. Analisis Pertumbuhan Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Jawa Barat Pasca Kebijakan Upah Minimum ... 53

5.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum (Nilai ri, Ra, Ri) ... 58

5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1. Kesimpulan ... 74

6.2. Saran... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di

Kabupaten Bogor Pra Kebijakan Upah Minimum (Jiwa) ... 2 1.2. Upah Minimum di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa

Barat... 4 1.3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di

Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum (Jiwa) ... 5 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun

2002-2004 (Jiwa) ... 44 4.2. Jumlah Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kabupaten

Bogor Tahun 2001-2004 (Jiwa)... 46 4.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Bogor

Tahun 2001-2005 (%)... 47 4.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Bogor Tahun

2001-2005 (Jiwa) ... 47 4.5. Perbandingan PDRB dan PAD Kabupaten Bogor Tahun 2000-2004 . 48 4.6. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

(Juta Rupiah) ... 49 4.7. Anggaran Pendapatan Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2004

(Rupiah) ... 50 4.8. Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2004 (Rupiah) ... 52 5.1. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pasca

Kebijakan Upah Minimum ... 53 5.2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pra

Kebijakan Upah Minimum ... 55 5.3. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat

Pasca Kebijakan Upah Minimum ... 56 5.4. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat

Pra Kebijakan Upah Minimum ... 57 5.5. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bagor dan Propinsi Jawa Barat

Pasca Kebijakan Upah Minimum (Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 59 5.6. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bagor dan Propinsi Jawa Barat

Pra Kebijakan Upah Minimum (Nilai Ra, Ri, dan ri)... 60 5.7. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor


(23)

5.8. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Tahun 1992-1997 .. 63 5.9. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1998-

2004 ... 64 5.10. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1992-

1997 ... 66 5.11. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun 1998-2004 ... 67 5.12. Analisis Shift Share Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor

Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun 1992-1998 ... 68 5.13. Pergeseran Bersih Kabupaten Bogor Tahun 1998 dan 2004 ... 68 5.14. Pergeseran Bersih Kabupaten Bogor Tahun 1992 dan 1997 ... 69


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 2.1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja... 14 2.2. Model Analisis Shift Share... 18 2.3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian... 23 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual... 27 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 1998-

2004 ... 71 5.2. Profil Pertumbuhan Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 1992-


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman 1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha

di Kabupaten Bogor Tahun 1992-1998 ... 79 2. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha

di Kabupaten Bogor Tahun 1999-2004 ... 80 3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha

di Propinsi Jawa Barat Tahun 1992-1998... 81 4. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha

di Propinsi Jawa Barat Tahun 1999-2004... 82 5. Formula Penghitungan ... 83


(26)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah umum dan mendasar yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia, antara lain terkait dengan masalah kesempatan kerja, tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang rendah. Masalah ini juga merupakan masalah yang kompleks dimana didalamnya mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial, kesejahteraan dan dimensi sosial politik (Tjiptoherijanto, 2000).

Secara umum, upah mempunyai kedudukan strategis, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi perusahaan maupun bagi kepentingan nasional. Bagi pekerja, upah diperlukan untuk membiayai hidup dirinya dan keluarganya serta sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi laba yang dihasilkan. Maka perusahaan berusaha untuk menekan upah tersebut sampai pada tingkat yang paling minimum sehingga laba perusahaan dapat ditingkatkan. Sedangkan bagi pemerintah, upah merupakan sarana pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 1.1 merupakan data tenaga kerja menurut sektor usaha di Kabupaten Bogor, jangka waktu yang digunakan merupakan masa sebelum diberlakukannya upah minimum. Dilihat dari total tenaga kerja, terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor sebelum kebijakan upah minimum diberlakukan. Sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor usaha


(27)

perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor usaha yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah sektor usaha listrik, gas, dan air bersih.

Tabel 1.1. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pra Kebijakan Upah Minimum

(jiwa)

No Sektor Usaha Tahun

1992 1993 1994 1995 1996 1997

1 Pertanian 287.280 276.552 309.109 198.615 251.100 180.873 2

Pertambangan dan

Penggalian 18.874 36.774 42.272 13.981 10.524 18.168 3 Industri Pengolahan 246.204 286.983 288.843 311.661 287.233 301.520 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 4.245 1.818 11.341 14.742 17.618 4.569 5 Bangunan /Konstruksi 70.613 82.170 111.515 137.594 130.807 103.600 6

Perdagangan,Hotel,dan

Restoran 317.268 272.646 252.810 375.997 363.632 430.526 7

Pengangkutan dan

Komunikasi 63.929 81.756 104.586 89.770 97.772 109.745 8

Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya 11.643 22.518 18.339 21.836 15.469 34.510 9 Jasa-jasa 175.180 280.566 270.972 278.372 314.754 310.247

Total 1.286.964 1.342.818 1.415.258 1.448.105 1.495.252 1.497.467 Sumber : BPS (Sakernas), 1992-1997.

Keseimbangan tingkat upah dengan kebutuhan hidup minimum pekerja dan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional Bab I Pasal 1 ayat (a) menyebutkan bahwa: Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap di wilayah tertentu dalam suatu Propinsi.

Mulai tahun 2001, tingkat Upah Minimum Regional dikenal dengan tingkat Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota (UMK). Penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Penetapan ini juga merupakan salah satu upaya pemerataan sekaligus sebagai salah satu jaring pengaman, agar upah yang diterima pekerja tidak lebih rendah dari pada


(28)

Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) (Tjiptoherijanto, 2000). Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-17/VII/2005 tentang komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka kebijakan upah minimum harus diberlakukan di Indonesia.

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom maka kewenangan untuk menetapkan upah minimum yang semula ditentukan pemerintah pusat melalui Departemen Tenaga Kerja dialihkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi. Sejak saat itu, tingkat upah minimum nominal dan riil (setelah diperhitungkan dengan tingkat inflasi) cenderung mengalami kenaikan yang cukup besar di tiap propinsi.

Propinsi Jawa Barat merupakan daerah otonom sehingga pemerintah daerahnya berhak melakukan kebijakan mengenai upah minimum untuk setiap kabupaten/kota yang berada diwilayahnya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Yang bertujuan untuk melindungi hak pekerja tanpa harus merugikan pihak perusahaan sehingga tidak akan berpengaruh buruk pada kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat.

Tabel 1.2 merupakan data upah minimum di beberapa kabupaten/kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Selain berdasarkan kabupaten/kota, upah minimum juga dapat ditentukan berdasarkan jenis usaha, yang juga memiliki angka berbeda di setiap kabupaten/kota. Upah minimum kabupaten/kota tertinggi berlaku di kota Depok yaitu sebesar Rp. 800.000,00 sedangkan upah minimum kabupaten/kota terendah berlaku di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten


(29)

Kuningan sebesar Rp. 450.000,00. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang berbeda- beda di setiap wilayah serta berdasarkan pada faktor-faktor yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan upah minimum. Tabel 1.2. Upah Minimum di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat

No Kabupaten/Kota Besarnya

1 Kota Sukabumi Rp. 550.000,00

2 Kota Depok Rp. 800.000,00

3 Kabupaten Sukabumi Rp. 450.000,00 4 Kabupaten Cianjur Rp. 470.000,00 5 Kabupaten Bogor Rp. 737.000,00 6 Kabupaten Kuningan Rp. 450.000,00 7 Kabupaten Subang Rp. 628.000,00 8 Kabupaten Karawang Rp. 750.000,00 9 Kabupaten Bandung Rp. 710.000,00 10 Kabupaten Sumedang Rp. 492.000,00

Sumber : Disnaker Kabupaten Bogor, 2006.

Kenaikan upah minimum bagi pekerja akan memperbaiki daya beli mereka yang akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja. Tapi, bagi pengusaha yang menganggap upah merupakan biaya, kenaikan ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan tingkat upah yang harus mereka berikan kepada pekerja dengan tingkat upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Apalagi kenaikan tersebut terjadi pada saat perekonomian di tiap daerah masih mengalami kelesuan setelah terjadinya krisis moneter pertengahan tahun 1997 silam. Sehingga dengan adanya kenaikan upah minimum ini, pengusaha cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka gunakan dalam proses produksi. Hal ini semakin mengurangi kesempatan kerja bagi angkatan kerja di tanah air pada umumnya dan wilayah Kabupaten Bogor Pada khususnya (Tabel 1.3), akan tetapi dilain pihak pekerja yang mendapat upah yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitasnya.


(30)

Tabel 1.3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Pasca Kebijakan Upah Minimum

(jiwa)

No Sektor Usaha Tahun

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

1 Pertanian 174.148 227.545 313.584 377.410 342.492 241.818 272.734 2

Pertambangan dan

Penggalian 8.884 20.770 26.919 19.102 13.166 3.214 10.131 3 Industri Pengolahan 249.564 353.980 294.702 252.670 186.949 275.618 301.786 4

Listrik, Gas dan Air

Bersih 7.942 5.255 7.448 1.420 3.538 8.367 5.570

5 Bangunan /Konstruksi 123.038 98.005 100.636 70.268 79.828 63.659 87.586 6

Perdagangan,Hotel,dan

Restoran 378.712 493.240 410.913 259.634 307.608 346.414 332.340 7

Pengangkutan dan

Komunikasi 116.012 118.935 137.347 88.568 120.180 100.914 121.761 8

Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya 29.144 36.070 15.828 23.934 24.769 24.458 12.729 9 Jasa-jasa 282.336 403.455 312.158 190.992 172.134 188.994 195.616

Total 1.369.780 1.759.525 1.619.535 1.283.998 1.251.513 1.256.496 1.340.253 Sumber : BPS (Sakernas), 1998-2004.

Tabel 1.3 diatas merupakan data tenaga kerja yang bekerja menurut sektor usaha di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum. Tahun 1998 merupakan tahun awal setelah diberlakukannya upah minimum pada tahun 1997 oleh pemerintah. Terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja dari tahun 1997 sebesar 1.497.467 jiwa (Tabel 1.1) menjadi 1.369.780 jiwa pada tahun 1998 (Tabel 1.3). Sedangkan dari tahun 1998 ke tahun 1999 terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja yang cukup signifikan, akan tetapi penurunan terjadi lagi dari tahun 1999 hingga tahun 2003. Dan dari tahun 2003 ke tahun 2004 terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 83.757 jiwa di Kabupaten bogor.

I.2. Perumusan Masalah

Kebijakan upah minimum yang diambil pemerintah daerah sejak diberlakukannya otonomi daerah dimaksudkan untuk mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan produktivitas kerja serta dapat mencukupi biaya hidup yang semakin tinggi bagi pekerja.


(31)

Perbedaan nilai nominal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk setiap wilayah dihitung berdasarkan kebutuhan hidup pekerja, biaya produksi perusahaan dan kondisi masing masing daerah (Tjiptoherijanto, 2000). Sehingga kebijakan yang diambil pemerintah daerah mengenai upah minimum diharapkan dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak, baik bagi pekerja dan keluarganya, bagi pengusaha, bagi kepentingan nasional dan regional, serta bermanfaat pada pertumbuhan kesempatan kerja di suatu wilayah.

Dari uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika

dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan Upah Minimum?

2. Bagaimana pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum?

3. Bagaimana pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (PR, PP, PPW) di Kabupaten Bogor?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis laju pertumbuhan kesempatan kerja di Kabupaten Bogor jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat pasca kebijakan upah minimum.

2. Menganalisis pertumbuhan kesempatan kerja persektor usaha di Kabupaten Bogor pasca kebijakan upah minimum.

3. Menganalisis pengaruh kebijakan upah minimum terhadap komponen pertumbuhan wilayah (PR, PP, PPW) di Kabupaten Bogor.


(32)

I.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi sebagai pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi Jawa Barat dalam menetapkan tingkat upah minimum kabupaten/kota. Selain itu juga, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau referensi untuk penelitian berikutnya bagi kalangan mahasiswa.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Kebijakan upah minimum yang dibahas dalam penelitian ini adalah kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) yang diberlakukan pemerintah pada tahun 1997. Dengan menggunakan data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 2004. Perubahan kesempatan kerja yang dianalisis mencakup sembilan sektor usaha yang ada di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Ketenagakerjaan

Untuk analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Tetapi sejak tahun 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 15 tahun atau lebih dan tanpa batas umur maksimum (Simanjuntak, 1998).

Tenaga kerja (man power) dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang sedang bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja ialah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (ibu-ibu dan bukan wanita karir), serta menerima pendapatan tapi bukan menerima imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan).

Selanjutnya, angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua kelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan (saat disensus atau disurvey) memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk


(34)

sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja (misalnya petani yang sedang menanti panen). Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah dan membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (seminggu sebelum pencacahan). Termasuk dalam batasan ini adalah pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

Pasar tenaga kerja di Indonesia dapat dibedakan atas sektor formal dan informal. Sektor formal atau sektor modern mencakup perusahaan-perusahaan yang mempunyai status hukum, pengakuan dan izin resmi serta umumnya berskala besar. Sebaliknya, sektor informal merupakan sektor yang memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Kegiatan usaha umumnya sederhana; (2) Skala usaha relatif kecil; (3) Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki izin usaha; (4) Untuk bekerja di sektor informal biasanya lebih mudah daripada di sektor formal; (5) Tingkat penghasilan umumnya rendah; (6) Keterkaitan antara sektor informal dengan usaha lain sangat kecil; (7) Usaha sektor informal sangat beraneka ragam, seperti pedagang kaki lima , pedagang keliling, tukang cukur, tukang loak serta usaha rumah tangga. Saat ini lebih dari 60 persen angkatan kerja Indonesia terserap di sektor informal, sedangkan sisanya terserap di sektor formal.

2.1.2. Kebijakan Upah Minimum

Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan


(35)

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Sedangkan menurut Tjiptoherijanto (2000) Upah merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Upah minimum merupakan upah yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional, maupun sub-sektoral, dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan.

Dewasa ini paling tidak ada lima faktor utama yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan upah minimum yaitu:

1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)

2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi 3. Perluasan Kesempatan Kerja

4. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional 5. Tingkat perkembangan perekonomian daerah setempat.

Tujuan pemerintah dalam mengatur masalah pengupahan adalah untuk: (1) Menjaga agar tingkat upah tidak merosot (berfungsi sebagai jaring pengaman); (2) Meningkatkan daya beli pekerja yang paling bawah, (3) Mempersempit kesenjangan secara bertahap antara mereka yang berpenghasilan tertinggi dan terendah.


(36)

2.1.3. Produktivitas dan Kesempatan Kerja

Dalam peningkatan produktivitas, perusahaan biasanya meningkatkan kualitas barang modal seperti dibelinya mesin-mesin baru yang menghasilkan nilai produksi lebih baik untuk mengganti mesin-mesin lama dan sudah tua.

Produktivitas tenaga kerja adalah ukuran untuk mengetahui berapa nilai produksi atau nilai tambah yang dapat dihasilkan oleh seseorang tenaga kerja dalam waktu tertentu. Petunjuk ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang atau kelompok tenaga kerja dalam tahap produksi atau dalam keseluruhan proses produksi (Ravianto, 1993).

Untuk menghitung produktivitas bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan menghitung perbandingan antara nilai output terhadap jumlah tenaga kerja, atau dapat pula dilakukan dengan menghitung perbandingan nilai tambah terhadap tenaga kerja.

Kesempatan kerja menurut Departemen Tenaga Kerja (1994) adalah jumlah lapangan kerja dalam satuan orang yang dapat disediakan oleh sektor ekonomi dalam kegiatan produksi. Dalam arti yang lebih luas, kesempatan kerja ini tidak saja menyangkut jumlahnya, tetapi juga kualitasnya. Sedangkan menurut Lipsey, et al. (1997) kesempatan kerja mengandung arti tenaga kerja dewasa (di Amerika Serikat, didefinisikan pekerja berumur lebih dari 16 tahun) yang bekerja penuh waktu.

Menurut Rusli (1995), yang didasarkan pada data sensus penduduk, jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan pekerjaan yang masih


(37)

terbuka, walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada di waktu yang akan datang.

Secara umum penciptaan kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu proses produksi dan pasar. Untuk adanya proses produksi diperlukan investasi, dan dalam produksi, masukan yang berupa bahan, energi alam, dan energi manusia, dengan menggunakan teknologi dikombinasikan untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemudian diperlukan pasar untuk mendistribusikan hasil produksi kepada yang menggunakannya serta agar produsennya memperoleh pendapatan. Selain itu, pasar diperlukan untuk menyediakan masukan bagi proses produksi (Suroto, 1992 dalam Fudjaja, 2002).

2.1.4. Hubungan Upah Minimum dan Penyerapan Tenaga Kerja

Penetepan nilai upah minimum akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara langsung. Besarnya penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan dapat dilihat pada penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan output yang dihasilkan oleh tenaga kerja. Dengan kesimpulan jika upah (w) mengalami peningkatan, maka perusahaan akan menurunkan penyerapan tenaga kerja (lihat Gambar 2.1).


(38)

Tenaga Kerja yang diminta dan ditawarkan E3

E2

W2

W1

Upah Minimum

DTK

STK

Upah, w

NTK2 NTK1 NTK3

E1

Sumber : Bellante, 1990.

Gambar 2.1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja

Pada gambar 2.1 terlihat bahwa keseimbangan pasar tenaga kerja berada pada titik keseimbangan E1 dengan tingkat upah adalah W1 dan tingkat penggunaan tenaga kerja NTK1 yang ditentukan oleh interaksi permintaan D dan penawaran S tenaga kerja. Adanya penetapan nilai upah minimum akan meningkatkan tingkat upah menjadi E2 dan permintaan tenaga kerja akan menurun NTK2. Penetapan nilai upah minimum mengakibatkan penawaran tenaga kerja yang lebih tinggi (E3) dibandingkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan (E2) sehingga akan terjadi pengangguran (NTK2-NTK3).

2.2. Penelitian Terdahulu

Safrida (1999) dengan model ekonometrikanya dalam “Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makro ekonomi Terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja Serta Keragaman Permintaan dan Penawaran Agregat” menyimpulkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap penawaran dan permintaan tenaga kerja sektor pertanian berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor industri pengaruhnya kecil dan tidak berpengaruh nyata. Melihat


(39)

keadaan ini, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan penetapan upah minimum sektor pertanian dan jasa dibandingkan peningkatan upah minimum sektor industri. Respon permintaan tenaga kerja pada masing-masing sektor terhadap upah minimum lebih baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Respon permintaan yang paling rendah adalah permintaan tenaga kerja sektor industri. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model makro ekonomi tenaga kerja dalam bentuk persamaan simultan. Model tersebut terdiri dari tiga kelompok besar yaitu: laju inflasi, permintaan agregat dan penawaran. Kelompok permintaan agregat terdiri dari persamaan pendapatan nasional, pendapatan disposibel, investasi asing, investasi dalam negeri, total investasi, konsumsi rumah tangga, tabungan swasta dan pajak. Sedangkan kelompok penawaran agregat terdiri atas penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Hasil simultan yang dilakukan dari model tersebut menyimpulkan bahwa adanya peningkatan pengeluaran pemerintah atau peningkatan ekspor impor akan meningkatkan seluruh variabel permintaan dan penawaran tenaga kerja.

Sandra (2004) dengan model persamaan simultannya dalam “Dampak Kebijakan Upah Minimum Terhadap Tingkat Upah dan Pengangguran di Pulau Jawa” menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja memiliki tingkat signifikasi kurang dari 15 persen yang berarti bahwa parameter-parameternya kurang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tetapi, model upah riil memiliki variabel-variabel yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap tingkat upah riil, seperti upah minimum propinsi (UMP), inflasi dan tingkat upah sebelumnya. UMP yang ditetapkan oleh pemerintah ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap


(40)

tingkat upah riil pekerja di Pulau Jawa. Dengan demikian adanya kebijakan upah minimum menyebabkan tingkat upah berubah.

Hasil simulasi kenaikan UMP sebesar 5 persen menunjukkan bahwa kenaikan UMP akan menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja yang dapat diserap dalam pasar tenaga kerja, menurunkan tingkat upah riil yang diterima pekerja, menaikkan jumlah penawaran tenaga kerja, dan menurunkan jumlah pengangguran. Sebaliknya, penurunan UMP sebesar 5 persen akan menyebabkan kenaikan upah riil, kenaikan penyerapan tenaga kerja, penurunan jumlah tenaga kerja dan kenaikan jumlah pengangguran.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.3.1. Teknik Analisis Shift Share

Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al pada tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan.

Teknik analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan:

1. Sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.

2. Sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya.


(41)

3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya

Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional.

Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk membandingkan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangan-penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan ekonomi seperti produksi dan kesempatan kerja di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yaitu komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Analisis Shift Share juga menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut. Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j


(42)

tergolong pertumbuhannya lambat. Hal ini dapat terlihat pada gambar 2.2 model analisis Shift Share.

Dalam rangka melihat perubahan kesempatan kerja teknik analisis Shift Share dibagi ke dalam tiga analisis. Ketiga analisis tersebut antara lain analisis kesempatan kerja, analisis komponen pertumbuhan wilayah serta analisis profil pertumbuhan wilayah dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian.

Sumber : Budiharsono, 2001.

Gambar 2.2. Model Analisis Shift Share

Analisis kesempatan kerja digunakan untuk melihat perubahan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian, sedangkan analisis komponen pertumbuhan wilayah dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian digunakan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah.

Komponen Pertumbuhan Nasional

Wilayah ke j

sektor ke i

Komponen Pertumbuhan

Proporsional

Komponen Pertumbuhan Pangsa

Wilayah

Wilayah ke j

sektor ke i

Lamban PP + PPW < 0 Maju


(43)

2.3.2. Kelebihan Analisis Shift Share

Teknik perhitungan Shift Share memiliki kelebihan-kelebihan. Menurut Soepono (1993) kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya dijadikan sebagai akhir analisis.

2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). 3. Berdasarkan komponen PN dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional.

4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor itu.

5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.

6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya


(44)

2.3.3. Kelemahan Analisis Shift Share

Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993), kelemahan-kelemahan dari metode Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi komponen-komponen. Persamaan hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan teknologi dan perubahan lokasi sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua

barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan


(45)

wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.

2.3.4. Analisis Kesempatan Kerja

Konsep analisis kesempatan kerja digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan perubahan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tertentu. Adapun konsep analisis kesempatan kerja terbagi atas perubahan kesempatan kerja dan persentase perubahan kesempatan kerja. Perubahan kesempatan kerja didasarkan pada selisih antara kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian pada tahun dasar analisis.

Konsep analisis kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat digunakan untuk mengetahui Kesempatan kerja menurut sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat secara keseluruhan. Adapun konsep analisis kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat menggunakan perhitungan dengan cara menjumlahkan keseluruhan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat.

2.3.5. Rasio Kesempatan Kerja di Kabupaten dan Kesempatan Kerja di Propinsi Pada Sektor- sektor Perekonomian (Nilai ri, Ra dan Ri)

Rasio kesempatan kerja digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan kesempatan kerja di wilayah Kabupaten Bogor. Sedangkan rasio kesempatan kerja propinsi digunakan untuk mengetahui kesempatan kerja secara keseluruhan di Propinsi Jawa Barat. Rasio kesempatan kerja terbagi atas nilai ri, Ra dan Ri.


(46)

Nilai ri mengidentifikasi selisih antara kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis dibagi dengan kesempatan kerja dari sektor i

pada wilayah tertentu pada tahun dasar analisis. Nilai Ra menunjukkan selisih antara kesempatan kerja propinsi pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja propinsi tahun dasar analisis dibagi kesempatan kerja propinsi tahun dasar analisis. Sedangkan Ri menunjukkan selisih antara kesempatan kerja propinsi tahun akhir analisis dari sektor i dengan kesempatan kerja propinsi tahun dasar analisis dari sektor i dibagi kesempatan kerja propinsi pada tahun dasar analisis dari sektor i.

2.3.6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana perkembangan suatu sektor pada wilayah yang bersangkutan dan mengidentifikasi bagaimana perkembangan suatu wilayah/ sektor yang bersangkutan jika dibandingkan dengan wilayah/sektor lainnya. Konsep ini dirumuskan berdasarkan tiga komponen pertumbuhan wilayah, yaitu: komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

2.3.7. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian

Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah yang bersangkutan pada kurun waktu yang telah ditentukan, dengan cara mengekspresikan persen perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PPij) dan pertumbuhan pangsa wilayah


(47)

(PPWij). Pada sumbu horizontal terdapat PP sebanyak absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

Kuadran IV Kuadran I

PP

Kuadran III Kuadran II

PPW

Sumber : Budiharsono, 2001.

Gambar 2.3. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian

(i) Kuadran I menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat, demikian juga daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah progresif (maju).

(ii) Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik. (iii) Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang

bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah lamban.


(48)

(iv) Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya. (v) Pada kuadran II dan IV terdapat garis miring yang membentuk sudut 45º dan

memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas garis tersebut menunjukkan bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan wilayah yang progresif

(maju), sedangkan dibawah garis berarti wilayah yang bersangkutan menunjukkan wilayah yang lamban.

2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai upah minimum pekerja di Indonesia pada tahun 1997, yang bertepatan dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sangat berdampak negatif terhadap kesempatan kerja, sehingga mengakibatkan kesempatan kerja di suatu wilayah, baik propinsi, kabupaten, kota dan sebagainya juga ikut mengalami penurunan.

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom maka kewenangan untuk menetapkan upah minimum yang semula ditentukan pemerintah pusat melalui Departemen Tenaga Kerja dialihkan kepada pemerintah daerah tingkat propinsi. Sejak saat itu, tingkat upah minimum nominal dan riil (setelah diperhitungkan dengan tingkat inflasi) cenderung mengalami kenaikan yang cukup besar di tiap propinsi.

Salah satu wilayah yang melaksanakan kebijakan tersebut di Indonesia adalah Propinsi Jawa Barat. Kebijakan Upah Minimum tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran, karena berkurangnya kesempatan kerja bagi


(49)

angkatan kerja sedangkan pertumbuhan jumlah penduduk semakin meningkat. Untuk memperluas kesempatan kerja, perlu dikembangkan sektor-sektor perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak.

Kawasan perekonomian yang berkembang di Jawa Barat diantaranya berada di Kabupaten Bogor. Sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB dan kesempatan kerja yang besar. Sehubungan dengan hal itu maka perlu dikaji tentang kesempatan kerja pada sektor–sektor perekonomian di Kabupaten Bogor sebelum dan pasca kebijakan upah minimum.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Shift Share, yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis mengenai perubahan kesempatan kerja pada dua titik waktu di wilayah Kabupaten Bogor dengan menggunakan data sebelum dan pasca kebijakan upah minimum kota. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah data kesempatan kerja Kabupaten Bogor maupun kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, untuk tahun sebelum kebijakan upah minimum yaitu tahun 1992-1997 dengan tahun dasar analisis tahun 1992 dan tahun akhir analisis tahun 1997. Sedangkan untuk tahun setelah kebijakan upah minimum data yang digunakan adalah data tahun 1998-2004 dengan tahun dasar analisis tahun 1998 dan tahun akhir analisis tahun 1998-2004. Analisis Shift Share terbagi atas analisis kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan analisis kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat, analisis komponen pertumbuhan wilayah dan profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan analisis kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan Propinsi Jawa Barat pada sektor-sektor perekonomian maka dapat diketahui pengaruh dari kebijakan


(50)

upah minimum kota terhadap perubahan kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor. Sedangkan analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk menganalisis pengaruh dari ketiga komponen pertumbuhan wilayah (PR, PP dan PPW) terhadap kesempatan kerja pada sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor (apakah dapat tumbuh cepat atau lamban) dan juga untuk melihat daya saing sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat.

Sedangkan profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat diketahui sektor-sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok pertumbuhan

progresif (maju) dan kelompok sektor yang pertumbuhannya lamban. Analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam melakukan penetapan kebijakan upah dengan tujuan memperluas kesempatan kerja.


(51)

Gambar 2.4. Kerangka pemikiran Konseptual Kondisi Kesempatan Kerja di

Kabupaten Bogor

Setelah kebijakan upah minimum Sebelum kebijakan

upah minimum

Sektor-sektor Perekonomian

Analisis Shift Share

Analisis Kesempatan Kerja di Kabupaten Bogor dan di Propinsi

Jawa Barat

Laju Pertumbuhan, Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian

Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi

Kelompok sektor

Progresif (Maju/ Lamban) Komponen

Pertumbuhan Wilayah

Pertumbuhan, Daya Saing Sektor-sektor

Perekonomian

Implikasi Proses Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian (Rekomendasi untuk penetapan Upah Minimum Kota untuk


(52)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Bogor pada bulan Februari-Juni 2006. Kabupaten Bogor dipilih karena: (1) Letak geografisnya yang berada diantara kota Jakarta dan kota Bogor sehingga di kota ini terdapat berbagai kegiatan ekonomi, (2) Kabupaten Bogor juga memiliki potensi yang baik di berbagai sektor ekonominya yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, selain itu juga di kabupaten ini telah menerapkan kebijakan upah minimum sejak diberlakukannya Upah Minimum Regional pada tahun 1997 pada setiap perusahaan yang terletak di kabupaten Bogor.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder ini berasal dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Pusat Jakarta, Dinas Tenaga Kerja (DISNAKER) Kabupaten Bogor, dan data-data pendukung yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti perpustakaan-perpustakaan di IPB maupun di luar lingkungan IPB.

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis Shift Share. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perubahan indikator kegiatan ekonomi (kesempatan kerja) di suatu wilayah dari suatu sektor jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lainnya, apakah bertumbuh cepat atau


(53)

lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana pengaruh dari perubahan indikator ekonomi (kesempatan kerja) tersebut dari suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.

Berdasarkan analisis kebijakan upah minimum, dapat diketahui perubahan kesempatan kerja dari sektor i pada suatu wilayah. Untuk mengetahui perubahan kesempatan kerja suatu wilayah dapat dikaji melalui analisis komponen pertumbuhan wilayah. Profil perubahan kesempatan kerja digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor dalam suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.

3.3.1. Analisis Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat

Analisis Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja di Propinsi Jawa Barat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan kesempatan kerja kabupaten, kesempatan kerja propinsi dan perubahan kesempatan kerja kabupaten sektor i pada wilayah j. Pada analisis Shift Share, apabila dalam suatu propinsi terdapat n wilayah/kabupaten ( j = 1, 2, 3, …m ) dan n sektor ( i = 1, 2, 3, …n ), maka kesempatan kerja di Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis, dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis

Yi. =

= m

i j

Yij

(3.1)

dimana :

Yi. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis,


(54)

Yij = Kesempatan kerja di Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis.

b. Kesempatan kerja propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis

Y’i. =

= m

i j

ij

Y'

(3.2)

dimana :

Y’i. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Y’i j = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis.

Sedangkan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berikut:

a. Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis

Y.. =

∑∑

= − n i m j Yij 1 1 (3.3) dimana :

Y.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis.

b. Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis

Y’.. =

∑∑

= − n i m j ij Y 1 1

' (3.4)

dimana :

Y’.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis, Y’ij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun


(55)

Perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔYij = Y’ij – Yij (3.5) dimana :

ΔYij = Perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Y’ij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis.

Sedangkan rumus persentase perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

%ΔYij =

Yij Yij ij

Y' )

( −

x 100% (3.6)

dimana :

%ΔYij = Presentase perubahan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Y’ij = Kesempatan kerja kabupaten/kota dari sektor i pada tahun akhir analisis.

3.3.2. Rasio Kesempatan Kerja Kabupaten Bogor dan Kesempatan Kerja Propinsi Jawa Barat (nilai ri, Ri dan Ra)

Rasio kesempatan kerja Kabupaten Bogor dan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat digunakan untuk melihat perbandingan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari berbagai sektor ekonomi, Rasio ini terbagi atas ri, Ri dan Ra.


(56)

a. ri

ri menunjukkan selisih antar kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi dengan kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis. Nilai ri dapat dirumuskan sebagai berikut:

ri =

Yij Yij ij Y' −

(3.7)

dimana :

Y’ij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis.

b. Ri

Ri menunjukkan selisih antara kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis dibagi kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis.

Adapun nilai rumus Ri adalah sebagai berikut:

Ri = .

. . '

Yi Yi i

Y

(3.8)

dimana :

Y’i. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis,

Yi. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis.


(57)

c. Ra

Ra menunjukkan selisih antara kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis dibagi dengan kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis. Nilai Ra dirumuskan sebagai berikut:

Ra = ..

.. '..

Y Y Y

(3.9)

dimana :

Y’.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis,

Y.. = Kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis.

3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasikan perubahan kesempatan kerja wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis, yang terbagi atas tiga komponen pertumbuhan, yaitu : komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut, apabila dijumlahkan akan didapatkan perubahan kesempatan kerja sektor i pada wilayah j.

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

PR merupakan perubahan kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Adapun komponen kesempatan kerja dirumuskan sebagai berikut:


(58)

PRij = (Ra) Yij (3.10)

dimana :

PRij = Komponen Pertumbuhan Regional di Kabupaten Bogor pada

sektor i,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis,

Ra = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat.

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PP tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan ekonomi dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Adapun PP dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPij = (Ri-Ra)Yij (3.11)

dimana :

PPij = Komponen Pertumbuhan Proporsional di Kabupaten Bogor

sektor i,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun

dasar analisis,

Ri = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i,

Ra = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat.

Apabila:

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lambat,


(59)

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPW timbul karena peningkatan/penurunan kesempatan kerja suatu sektor/wilayah lainnya. Menurut Budiharsono (2001) cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Rumus PPW adalah sebagai berikut :

PPWij = (ri – Ri) Yij (3.12)

dimana :

PPWij = Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah di Kabupaten Bogor

pada sektor i,

Yij = Kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i pada tahun dasar analisis,

ri = Rasio kesempatan kerja Kabupaten Bogor dari sektor i,

Ri = Rasio kesempatan kerja Propinsi Jawa Barat dari sektor i.

Apabila :

PPWij > 0, berarti sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik

dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i, PPWij < 0, berarti sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik

apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Adapun perubahan dalam kesempatan kerja dari sektor i wilayah ke-j

dirumuskan sebagai berikut:

Δ Yi = PNij + PPij + PPWij (3.13) Δ Yij = Y’ij – Yij (3.14) Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah adalah:

PNij = Yij (Ra) (3.15)


(1)

Lampiran 2. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Kabupaten Bogor Tahun 1999-2004

Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004

No Lapangan Usaha

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) % 1 Pertanian 227.545 12,93 313.584 19,36 377.410 29,40 342.492 27,36 241.818 19,24 272.734 20,35 2

Pertambangan dan

penggalian 20.770 1,18 26.919 1,66 19.102 1,48 13.166 1,05 3.214 0,25 10.131 0,75 3 Industri Pengolahan 353.980 20,11 294.702 18,20 252.670 19,67 186.949 14,94 275.618 21,94 301.786 22,51 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5.255 0,19 7.448 0,46 1.420 0,11 3.538 0,28 8.367 0,66 5.570 0,41 5 Bangunan / Konstruksi 98.005 5,57 100.636 6,12 70.268 5,47 79.828 6.,37 63.659 5,06 87.586 6,53 6

Perdagangan, Hotel dan

Restoran 493.240 28,03 410.913 25,37 259.634 20,22 307.608 24,58 346.414 27,57 332.340 24,80 7

Pengangkutan dan

Komunikasi 118.935 6,76 137.347 8,48 88.568 6,90 120.180 9,60 100.914 8,03 121.761 9,10 8

Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya 36.070 2,05 15.828 0,98 23.934 18,55 24.769 1,98 24.458 1,95 12.729 0,95 9 Jasa-jasa 403.455 22,93 312.158 19,27 190.992 14,87 172.134 13,75 188.994 15,94 195.616 14,60

10 Lainnya 2.270 0,13 - - - - 849 0,06 3.040 0,24 - -

Total 1.759.525 100,00 1.619.535 100,00 1.283.998 100,00 1.251.513 100,00 1.256.496 100,00 1.340.253 100,00

Sumber : BPS (Susenas), 1999-2004.


(2)

Lampiran 3. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat Tahun 1992-1997

Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997

No Lapangan Usaha

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) % 1 Pertanian 4.712.690 34,4 5.512.114 37,71 5.230.998 35,70 5.273.273 35,12 4.697.917 32,35 4.724.853 31,56 2

Pertambangan dan

Penggalian 128.757 0,94 247.333 1,69 199.463 1,36 176.067 1,17 152.934 1,05 115.228 0,77 3 Industri Pengolahan 2.328.175 17,01 2.178.599 14,90 2.293.684 15,70 2.292.656 15,27 2.249.062 15,49 2.519.702 16,18 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 78.902 0,58 71.951 0,49 90.374 0,62 94.686 0,63 87.005 0,59 75.740 0,51 5 Bangunan /Konstruksi 596.870 4,36 764.588 5,23 898.916 6,14 1.029.444 6,86 989.535 6,81 925.730 6,18 6

Perdagangan,Hotel,dan

Restoran 2.599.620 18,99 2.844.733 19,46 2.881.932 19,67 3.092.166 20,59 3.054.100 21,03 3.345.334 22,34 7

Pengangkutan dan

Komunikasi 765.657 5,59 627.638 4,29 779.878 5,32 768.135 5,12 895.675 6,17 1.008.081 6,73 8

Bank dan Lembaga

Keuangan Lainnya 132.621 0,97 100.852 0,69 120.667 0,82 128.088 0,85 131.778 0,91 155.013 1,04 9 Jasa-jasa 2.181.820 15,94 2.195.721 15,02 2.127.464 14,52 2.130.787 14,19 2.232.496 15,37 2.078.298 13,88 10 Lainnya 158.106 1,16 62.001 0,42 27.216 0,19 29.378 0,19 32.839 0,23 20.445 0,14

Total 13.683.218 100,00 14.615.530 100,00 14.650.592 100,00 15.014.680 100,00 14.523.341 100,00 14.968.424 100,00

Sumber : BPS (Susenas), 1992-1997.


(3)

Lampiran 4. Jumlah Tenaga Kerja Yang Bekerja Menurut Sektor Usaha di Propinsi Jawa Barat Tahun 1998-2004

Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

No

Lapangan Usaha

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja

(jiwa) %

Tenaga Kerja (jiwa) %

Tenaga Kerja (jiwa) %

Tenaga Kerja (jiwa) %

Tenaga

Kerja (jiwa) %

Tenaga Kerja (jiwa) % 1 Pertanian 4.898.469 32,19 5.203.953 31,70 4.865.547 29,69 5.128.660 35,01 4.599.956 30,20 5.158.605 37,39 4.353.604 29,82 2

Pertambangan

dan Penggalian 105.694 0,69 108.448 0,66 95.996 0,59 59.580 0,41 59.055 0,45 113.718 0,82 64.068 0,44 3

Industri

Pengolahan 2.493.047 16,38 2.711.995 16,52 2.835.160 17,30 2.486.944 16,98 3.259.447 21,40 2.361.807 17,12 2.569.523 17,60 4

Listrik, Gas dan

Air bersih 57.608 0,38 50.045 0,30 51.432 0.31 31.033 0,21 37.163 0,24 51.056 0,37 39.839 0,27 5

Bangunan /

Konstruksi 894.267 5,87 752.861 4,59 788.171 4.81 791.532 5,40 797.391 5,23 723.327 5,24 849.855 5,82

6

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 3.412.399 22,43 3.923.742 23,9 4.091.388 24.96 3.347.170 22,85 3.326.923 21,84 3.339.491 24,21 3.331.241 22,82 7

Pengangkutan

dan Komunikasi 1.092.382 7,18 1.100.472 6,70 1.282.488 7.82 1.002.234 6,84 1.104.835 7,25 1.067.487 7,74 1.284.381 8,80

8

Bank dan Lembaga Keuangan

Lainnya 155.281 1,02 204.596 1,25 107.413 0.66 226.934 1,55 229.929 1,51 197.584 1,43 271.575 1,86 9 Jasa-jasa 2.091.978 13,75 2.344.531 14,28 2.272.831 13.87 1.575.280 10,75 1.798.358 11,81 769.571 5,58 1.831.527 12,55 10 Lainnya 14.713 0,09 17.182 0,10 - 1.180 0,01 10.743 0,07 12.601 0,09 2.698 0,02

Total 15.215.838 100,00 16.417.827 100,00 1.16.390.426 100,00 14.649.647 100,00 14.346.300 100,00 14.795.247 100,00 14.598.311 100,00

Sumber : BPS (Susenas), 1998-2004.


(4)

Lampiran 5

FORMULA PENGHITUNGAN

Pada Tabel 5.1.

(1) Perubahan kesempatan kerja pada sektor usaha pertanian

272.734 – 174.148 = 98.586

(2) Persentase untuk sektor usaha pertanian

(98.586/ 174.148) * 100 % = 56,61 %

(3) Total Perubahan

1.340.253 – 1.369.780 = -29.527

(4) Persentase Total

(-29.527/ 1.369.780) * 100 % = -2,15 %

Pada Tabel 5.3.

(1) Perubahan untuk sektor usaha pertambangan dan penggalian

64.068 – 105.694 = -41.626

(2) Persen untuk sektor usaha pertambangan dan penggalian

(-41.626/ 105.694) * 100 % = -11,12 %

(3) Total Perubahan

14.598.311 – 14.968.424 = -370.113

(4) Persentase Total

(-370.113 – 14.968.424) * 100 % = -2,47 %

Pada Tabel 5.5.

(1) Dari Tabel 5.3. Nilai Ra untuk semua sektor usaha

(14.598.311 – 14.968.424) / 14.968.424 = -0,02

(2) Dari Tabel 5.3. Nilai Ri untuk sektor usaha bangunan

(849.855 - 925.730) / 925.730 = -0,08

(3) Dari Tabel 5.3. Total Nilai Ri


(5)

(4) Dari Tabel 5.1. Nilai ri untuk semua sektor usaha

(1.369.780 – 1.340.253) / 1.340.253 = -0,02

(5) Dari Tabel 5.1. Nilai ri untuk sektor usaha jasa-jasa

(195.616 - 282.336) / 282.336 = -0,30

Pada Tabel 5.7.

(1) PR dalam jiwa pada sektor usaha industri pengolahan

(dari Tabel 5.5. (Ra) dan Tabel 5.1)

(-0,02 * 249.564) = -4.991

(2) Persentase nilai PR pada sektor usaha industri pengolahan

(dari Tabel 5.1. dan Tabel 5.7.)

(-4.991/ 249.564) * 100% = -2,00 %

(3) Total nilai PR diperoleh dari penjumlahan semua sektor usaha

(4) Persentase Total nilai PR diperoleh dari (Tabel 5.1 dan Tabel 5.7)

(-27.396/ 1.369.780) * 100% = -2,00 %

Pada Tabel 5.9.

(1) Nilai PP dalam jiwa pada sektor usaha transportasi dan komunikasi

(dari Tabel 5.1 dan Tabel 5.5 (ri dan Ra))

(0,27 – (-0,02)) * 116.012 = 33.643

(2) Persentase nilai PP pada sektor usaha transportasi dan komunikasi

(dari Tabel 5.1 dan Tabel 5.9)

(33.643/ 116.012) * 100% = 28,99

(3) Total nilai PP diperoleh dari penjumlahan semua sektor usaha

(4) Persentase Total nilai PP diperoleh dari (Tabel 5.1 dan Tabel 5.9)


(6)

Pada Tabel 5.11.

(1) Nilai PPW dalam jiwa pada sektor listrik, gas, dan air bersih

(dari Tabel 5.1 dan 5.5 ( Ri dan ri))

(-0,29-(-0,47)) * 7.942 = 1.429

(2) Persentase nilai PPW pada sektor listrik, gas, dan air bersih

(dari Tabel 5.1 dan 5.11)

(1.429/ 7.942) * 100% = 17,99 %

(3) Total nilai PPW diperoleh dari penjumlahan semua sektor

(4) Persentase Total nilai PPW diperoleh dari (Tabel 5.1 dan Tabel 5.11)

(-18.345/ 1.369.780) * 100% = 1,34 %

Pada Tabel 5.13.

(1) Nilai PB dalam jiwa pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran

(dari Tabel 5.9 dan Tabel 5.11)

7.574 + (-45.445) = -37.871

(2) Persentase nilai PB pada sektor perdangan, hotel, restoran

(dari Tabel 5.1 dan Tabel 5.13)

(-37.871/ 378.712) * 100% = 9,99 %

(3) Total nilai PB diperoleh dari penjumlahan semua sektor

(4) Persentase Total nilai PB diperoleh dari ( Tabel 5.1 dan Tabel 5.13)

(61.425/ 1.369.780) * 100% = 4,48 %


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara

3 103 62

Analisis Kausalitas Antara Upah Minimum dan Tingkat Inflasi di Kota Medan

3 57 66

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Upah Minimum Provinsi Dan Krisis Ekonomi Terhadap Kesempatan Kerja Di Sumatera Utara

3 76 108

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009-2013

1 15 83

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2009-2013

0 31 84

Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makroekonomi terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja serta Keragaan Permintaan dan Penawaran Agregat

1 11 169

Dampak Kebijakan Upah Minimum dan Makroekonomi terhadap Laju Inflasi, Kesempatan Kerja serta Keragaan Permintaan dan Penawaran Agregat

0 8 159

ANALISIS PENGARUH PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA, UPAH MINIMUM, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP Analisis Pengaruh Produktivitas Tenaga Kerja, Upah Minimum, Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja(Di 35 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Pa

0 2 13

ANALISIS PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP KESEMPATAN KERJA SEKTOR INDUSTRI DENGAN PANEL DATA ANALYSIS

0 1 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja - Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi, Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi terhadap Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara

0 0 16