Pengertian Pegawai Negeri Sipil Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

36 c. Melaksanakan ide-ide baru dalam proses kerja sehari-hari di perusahaan. 5. Terbuka terhadap ide-ide baru Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap terbuka terhadap ide-ide baru tetapi bukan berarti tidak memiliki pendirian yang kuat bahkan selektif terhadap ide-ide tersebut sehingga dapat memilih ide-ide mana yang tepat buat dirinya. 6. Terbuka terhadap perubahan Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap tidak tertutup terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan internal ataupun eksternal perusahaannya, dan selektif menerima perubahan-perubahan tersebut sehingga dapat memilih dan menerima perubahan yang tepat untuknya. Berdasarkan pemaparan dimensi produktivitas diatas dapat disimpulkan seseorang dapat dikatakan produktif apabila memiliki sikap yang optimis, kreatif, inovatif, terbuka terhadap ide-ide baru, dan terbuka terhadap perubahan. Tentunya hal-hal ini harus sejalan dengan tujuan perusahaan.

1.5.4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Secara umum pegawai dapat dikatakan sekelompok manusia yang bekerja dalam suatu instansi pemerintahan maupun swasta untuk emndapatkan upahgaji dalam melaksanakan pekerjaan. Pegawai sangat berperan meningkatkan dan mengembangkan kerja yang baik dan efektif dalam instansinya. Karena itu, dalam suatu sebuah organisasi, kekurangan pegawai akan menghambat pelaksanaan suatu pekerjaan. 37 Menurut pasal 1 ayat 1 UU 431999 pegawai negeri sipil adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau dierahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pegawai negeri sipil terdiri atas : 1. Pegawai negeri sipil pusat PNS Pusat, yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal didaerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan. 2. Pegawai negeri sipil daerah PNS Daerah, yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja di pemerintah daerah dan gajinya dibebankan kepada APBD. PNS Daerah terdiri dari PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah KabupatenKota.

1.5.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

Sumber daya manusia yang produktif merupakan aspek penting dalam setiap aspek perubahan yang terjadi dalam organisasi. Tuntutan pelayanan yang lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap roda kegiatan. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan organisasi dapat memberikan prestasi dalam membentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. 38 Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang memiliki kesadaran akan pentingnya memperbaiki diri secara terus menerus dalam hal kualitas keterampilan dan keahlian yang dimilikinya dalam bekerja, karena apabila tidak, akan berakibat pada menurunnya produktivitas dan merugikan organisasi. Pada kondisi saat ini, sejak diberlakukannya otonomi daerah, hampir semua sektor mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, efisiensi dan efektivitas organisasi telah dilakukan. Sehingga budaya organisasi yang ada dapat menentukan optimalisasi pelaksanaan pekerjaan dalam mencapai produktivitas pegawai yang tinggi. Budaya organisasi yang kondusif antaralain ditunjukkan oleh sikap pegawai yang mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan baik eksternal maupun internal dan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman. Apabila budaya organisasinya baik, maka produktivitas pegawai akan tinggi. Dengan kata lain, budaya organisasi menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. B udaya suatu organisasi merupakan dasar atas pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, seperti bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah dan cara para anggota berperilaku. Termasuk dalam cara berkomunikasi antar sesama pegawai maupun antara atasan dan bawahan, dalam hal meningkatkan kemampuan memecahkan masalah organisasi, lebih memaknai hidup, dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugasnya 18 18 Stephen Robbins, Perilaku Organisasi jilid 2, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001, hal 62 . Hal ini mengarah pada komitmen setiap anggota perusahaan dalam memberikan hal yang terbaik dalam pekerjaannya. Meskipun ditemukan berbagai masalah 39 yang membingungkan, dapat dituntaskan bersama secara kekeluargaan. Oleh karena itu, hubungan yang intens perlu dibudayakan agar azas keterbukaan menjadi landasan dalam berpikir dan bersosialisasi dalam organisasi. Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan pada hakikatnya membawa berbagai macam-macam kebutuhan dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan dan harapan-harapan apabila terpenuhi maka akan membuat karyawan merasa puas yang kemudian akan menimbulkan perasaan senang dan akhirnya akan berdampak positif terhadap hasil kerja. Misalnya budaya organisasi yang terbentuk adalah adanya sikap menghargai atas pekerjaan yang dilakukan pegawai oleh sesama rekan kerja maupun atasan, tidak ada intimidasi yang menekan pegawai sehingga tidak ada beban mental dan pikiran yang membuatnya susah dalam bekerja. Sikap atau tanggapan karyawan yang terlihat selama ini menunjukkan gambaran bahwa budaya organisasi yang terbentuk di perusahaan bersifat mengikat ke arah yang positif, tetapi ada beberapa karyawan yang cenderung menganggap pedoman atau aturan-aturan yang telah dibuat dalam organisasinya tersebut hanya merupakan aturan yang biasa saja. Ada kemungkinan karyawan belum memahami secara mendalam budaya yang telah diterapkan. Namun, sejauh ini perbedaan pandangan dan kesalahpahaman, biasanya dapat langsung terselesaikan dan tidak sampai berlarut-larut. Hal ini mengindikasikan bahwa atasan perlu mengembangkan tingkah laku dan kepemimpinan dalam memberikan arah tentang bagaimana menyelesaikan suatu masalah dan cara anggota berperilaku. Senada dengan hal tersebut, Scvhein dalam A.S. Munandar 19 19 A.S Munandar, psikologi Industri dan Organisasi, Depok : UI-Press, 2001, hal 70 , mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dari asumsi- 40 asumsi dasar yang dipelajari ketika organisasi memecah masalah eksternal dan internal. Dikatakan lebih lanjut bahwa selama pemecahan masalah itu valid, perusahaan tidak akan mengalami masalah. Dengan kata lain, budaya organisasi suatu perusahaan akan menunjang cara kerja karyawannya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal tersebut dipertegas Siagian 2000, yang mengatakan bahwa perusahaanorganisasi yang memiliki budaya sangat kuat mampu meningkatkan produktivitasnya, menumbuh suburkan semangat kebersamaan dikalangan anggotanya, meningkatkan rasa “sense of belonging” terhadap perusahaanorganisasi, serta mampu memperbesar keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, budaya dalam suatu organisasi merupakan pengikat bagi semua karyawan secara bersama sekaligus pemberi arti dari maksud keterlibatan karyawan dari proses produksi 20 Setiap individu mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda intensitasnya. Karakter ini diduga mampu mempengaruhi munculnya semangat dalam diri individu untuk memperbaiki cara kerjanya. Semangat penyempurnaan inilah yang menjadi sumber utama dari munculnya perilaku produktif. Segala macam bentuk peningkatan produktivitas tidak akan memberikan hasil yang maksimal bila dalam diri pegawai tidak ada suatu semangat. Seseorang yang terdorong untuk memperbaiki suatu kekurangan yang dihadapinya di tempat kerja, biasanya menyadari bahwa jika kekurangan itu dibiarkan, maka yang dirugikan semua orang, termasuk dirinya sendiri. Begitu pula yang dapat dirasakan dan dilakukan oleh seorang pucuk pimpinan. Menurut Ndraha 1997, produktivitas . 20 Sondang P. Siagian, Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, hal. 41 41 pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi yang terbentuk melalui tindakan dan perilaku para pendiri sebagai strong leaders. Para eksekutif perusahaan yang sudah mapan pun mengakui, bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para pendirinya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa peranan pemimpin sangatlah besar dalam memberikan semangat dan motivasi bagi bawahannya untuk meningkatkan produktivitas masing-masing. Jika budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin bersifat kaku, pegawai akan berada di zona kurang nyaman dan seakan terpaksa untuk bekerja. Hubungan yang diciptakan oleh pimpinan dan bawahan akan menentukan sikap setiap anggota organisasi dalam bertindak. Jika sikap saling jalin-menjalin hubungan yang baik dipelihara, maka tidak ada lagi batas kaku antara atasan dan bawahan selain sikap menghormati dan menghargai posisi masing-masing. Jika bawahan diperlakukan dengan baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula pada proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. 21 Kompetisi yang dihadapi oleh bangsa-bangsa saat ini jauh lebih tajam dibanding pada masa lampau. Setiap instansi pemerintah maupun swasta dapat survive apabila mereka dapat melakukan improvement dalam budaya organisasinya sehingga setiap proses yang digunakan dapat menghasilkan produk dan jasa yang baik. Namun, produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel seperti etos kerja, kemakmuran, motivasi dan tentunya budaya perusahaan organisasi. 22 21 Edy Sutrisno. Op. Cit., hal. 210 22 Edy Sutrisno, Ibid, hal.223 Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menunjang karyawan dalam meningkatkan 42 produktivitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sutermeister dalam Edy, bahwa produktivitas kerja adalah mengindentifikasi dan menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang saling berpengaruh terutama dua faktor utama yaitu kemajuan teknologi dan motivasi kerja. Masing-masing faktor dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih banyak lagi, khususnya motivasi dipengaruhi oleh kondisi- kondisi sosial, fisik dan kebutuhannya. 23 Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan, sebaliknya produktivitas yang rendah menunjukkan lemahnya budaya mempengarhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan.

1.7 Hipotesis

24 a. Hipotesis Alternatif atau hipotesis kerja Ha Dengan demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan penulis adalah: Terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias. b. Hipotesis Nol Ho Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias. 23 Edy Sutrisni, Ibid, hal. 218 24 Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Jakarta:PT. Rieka Cipta, 2002, hal. 71.