8
selaku instansi pemerintahan yang melaksanakan tugas dalam memberikan pelayanan dalam pengelolaan, pemanfaatan, perizinan pengembangan kawasan
wisata, serta pemberdayaan manusia di Kabupaten Nias.
1.2 Perumusan Masalah
Kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana pegawai memahami kultur organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak.
penelitian mengenai kultur organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka : apakah mendorong kerja tim? Apakah
menghargai inovasi? Apakah menekan inisiatif? Apakah mempengaruhi produktivitas? Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan dari uraian latar
belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : “Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap
produktivitas kerja pegawai Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Nias.”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui budaya organisasi pada Dinas Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias 2. Untuk mengetahui produktivitas kerja pegawai Dinas Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nias 3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap produktivitas
pegawai Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Nias dalam Memaksimalkan Potensi Wisata.
9
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir dalam menganalisa setiap gejala dan permasalahan
mengenai budaya organisasi dan produktivitas kerja. 2. Bagi instansi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan atau
informasi tentang budaya organisasi dan produktivitas kerja. 3. Bagi FISIP USU, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi
penelitian di bidang ilmu sosial dan ilmu politik pada umumnya, dan pada ilmu administrasi negara pada khususnya.
1.5 Kerangka Teori
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep. Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat
membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti
dalam memahami masalah yang diteliti
2
2
Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 2008, hal. 37
10
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Pengertian Budaya Organisasi 1.5.1.1 Pengertian Budaya
Dalam bahasa inggris, kebudayaan disebut culture. Berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan
mengembankan terutama mengolah atau bertani. Atau bisa juga diartikan sebagai segala daya dan aktifitas untuk megolah dan mengubah alam. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan
bersama yang diikuti dan dihormati, dan menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya
juga diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat- istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara
genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa
budaya itu sebenarnya dipelajari. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh yang bersifat
kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif yang berkaitan dengan perilaku manusia. Dengan demikian,
budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
11
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkan meramal perilaku orang lain.
Budaya adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman kodrat, dan masyarakat merupakan bukti kejayaan hidup
manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai. Budaya merupakan manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola kehidupan itu sangat luas, sebab semua tingkah laku
dan perbuatan mencakup didalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk didalamnya perasaan, karena perasaan juga merupakan maksud
dan pikiran
3
Budaya merupakan suatu sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk- bentuk simbolis berupa kata, benda, tingkah laku,serta lukisan, nyanyian, musik,
kepercayaan mempunyai kaitan erat dengan konsep-konsep yang mendasar dari masyarakatnya. Pentingnya peranan budaya sudah sejak lama dirasakan untuk
mempertahankan citra kerja. Budaya juga dapat diartikan sebagai suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Budaya sering dikenal sebagai suatu
suatu hal yang telah melekat dan menjadi suatu kebiasaan yang sering dilakukan sehingga untuk merubah sebuah budaya yang ada haruslah juga merubah
paradigma yang telah melekat pada masyarakat. Tujuan fundamental budaya adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar
.
3
Supartono, Ilmu Budaya Dasar, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hal. 31
12
bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta
menggembirakan
4
Organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan perorangan atau
perkelompok yang dikoordinasikan secara sadar . Jadi, budaya adalah seperangkat nilai, yaitu norma-norma
yang mengarahkan keyakinan.
1.5.1.2 Pengertian Organisasi
Kata organisasi berasal dari istilah Yunani yaitu oragon dan isitilah latin organum yang berarti alat, bagian, anggota atau badan.
5
4
Triguno, Budaya Kerja: Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, Edisi ke – 6, Jakarta: Golden Terayon Press, 2004, hal. 6.
5
Moh. Tika Pabundu, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006, hal. 37
. Organisasi sesungguhnya merupakan suatu koneksitas manusia yang kompleks dan dibentuk untuk tujuan
tertentu, dimana hubungan antar anggotanya bersifat resmi, dan ditandai oleh aktifitas kerjasama, integrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan
pelayanan dan produk tertentu dan tanggungjawab kepada hubungan dengan lingkungannya.
Organisasi memiliki ciri-ciri pembagian kerja, kekuasaan dan tanggungjawab, berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk
mempertinggi realisasi tujuan khusus, adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan
pengawasan, serta memiliki pengaturan personil dalam mengatur anggotanya dalam melaksanakan tugas organisasi. Sehingga bisa dikatakan bahwa organisasi
adalah bentuk kerjasama manusia untuk pencapaian tujuan bersama.
13
1.5.1.3 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan dan kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua organisasi dan yang
dipegang oleh sebuah organisasi dari sejak organisasi tersebtu dibentuk, tumbuh dan berkembang. Budaya organisasi menjadi dasar bersarma dalam organisasi.
Budaya organisasi juga dapat diartikan sebagai suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi,
struktur organisasi, dan sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku. Budaya organisasi juga sebagai suatu sistem atau perangkat nilai yang memiliki
simbol, orientasi nilai, keyakinan, pengetahuan, dan pengalaman kehidupan yang terealisasikan kedalam pikiran, seperangkat nilai yang diaktualisasikan ke dalam
sikap, tingkah laku dan perbuatan yang dilakukan oleh setiap anggota dari sebuah organisasi.
Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian budaya organisasi ialah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan
norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan
integrasi internal.
1.5.1.4 Karakteristik Budaya Organisasi
Stephen P. Robbins dalam Tika menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicocokkan akan menjadi budaya organisasi, yaitu:
1. Inisiatif Individu Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan ataupun independensi yang
dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu
14
tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan
organisasi. 2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota atau para pegawai untuk dapat bertindak agresif
dan inovatif untuk memajukan organisasi serta berani mengambil resiko terhadap apa yang dilakukan.
3. Pengarahan Yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. 4. Integrasi
Integrasi yang dimaksud sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan manajemen Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi dan pengarahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan sangat
membantu kelancaran kinerja suatu organisasi
15
6. Kontrol Alat kontrol yang dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan.untuk itu dibutuhkan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas yang dapat digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawaikaryawan dalam suatu organisasi.
7. Identitas Identitas yang dimaksudkan adalah sejauh mana para anggotakaryawan
suatu organsasiperusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai suatu kelompok kerja
tertentu atau keahlian profesional tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen dalam mencapai
tujuan dan sasaran organisasi. 8. Sistem Imbalan
Sejauh mana alokasi imbalan kenaikan gaji, promosi dan sebagainya didasarkan atas dasar prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas
senioritas, sikap pilih kasih dan lainnya. 9. Toleransi terhadap konflik
Sejauh mana para pegawai atau karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan
fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi ataupun perusahaan. Namun perbedaan tersbut bisa digunakan untuk melakukan perbaikan dan
perubahan untuk mencapai tujuan organisasi
16
10. Pola komunikasi Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
1.5.1.5 Fungsi Budaya Organisasi
Moh. Pabundu dalam bukunya “Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan” menyatakan ada 10 fungsi budaya organisasi, yaitu:
1. Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain.
Batas pembeda ini adalah karena adanya identitas tertentu yang dimiliki organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki oleh kelompok lain.
2. Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi.
Karyawan ataupun pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan tanggungjawab atas kemajuan organisasiperusahaan
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial Hal ini tergambar dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung
dan konflik serta perubahan diatur secara efektif. 4. Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta
perilaku anggota atau karyawan 5. Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan sebagai integrator
karena adanya sub-sub budaya baru. 6. Membentuk perilaku bagi karyawan. Fungsi seperti ini dimaksudkan agar
para karyawan dapat memahami bagaimana mencapai tujuan organisasi.
17
7. Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya orgnaisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap
lingkungan eksternal dan integrasi internal 8. Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan
9. Sebagai alat komunikasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang
bersifat material dan perilaku. 10. Sebagai penghambat organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi
penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabalia budaya organisasi tidak mampu untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut
lingkungan eksternal dan integrasi internal.
1.5.1.6 Pembentukan Budaya Organisasi
Ada beberapa unsur yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya organisasi, yaitu:
1. Lingkungan usaha Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan organisasi
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan
terhadap apa yang harus dilakukan oleh organisasi agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang terpengaruh antaralain meliputi produk yang
dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.
18
2. Nilai-nilai Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi.
Setiap organisasi mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan atau misi organisasi.
Nilai-nilai inti yang diantu bersama oleh anggota organisasi antaralain berupa slogan atau motto yang berfungsi sebagai jati diri orang yang
berada dalam organisasi karena adanya rasa istimewa yang berbeda dengan organisasi lainnya dan dapat dijadikan harpaan konsumen untuk
memperoleh kualitas pelayanan yang baik. 3. Panutan atau keteladanan
Panutan bisa berasal dari pendiri perusahan, manajer, kelomok organisasi, atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. Panutan
ini bisa menumbuhkan idealismem semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi.
4. Ritual Ritual adalah deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat
dikorbankan. Acara-acara rutin ini diselenggarakan oleh organisasi- organisasi dalam rangka memberikan penghargaan kepada anggotanya.
5. Jaringan budaya Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi
19
dan memberi interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan informal, kehebatan perusahaan diceritakan dari waktu ke waktu.
1.5.1.7 Budaya Kuat dan Budaya Lemah
Budaya organsasi yang kuat adalah budaya organisasi yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas pelaku
6
6
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, Edisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, hal. 122
. Organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat memiliki anggota-anggota loyal kepada organisasi,
tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak. pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi
digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak
hanya sekedar slogan saja, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi.
Jadi, budaya organisasi yang kuat membantu organisasi atau perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada dalam organisasi untuk
berkembang bersama termasuk dalam usaha meningkatkan kegiatan usaha untuk menghadapi persaingan. Sedangkan budaya organisasi yang lemah adalah
organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan serta memberi pengaruh negatif pada organisasi karena akan
memberikan arah yang salah kepada para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi yang lemah mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan
satu sama lain, kesetian kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi dan anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi
untuk kepentingan kelompok atau kepentingan sendiri.
20
1.5.2 Budaya Organisasi Masyarakat Nias
Pulau Nias merupakan salah satu pulau yang penduduknya memiliki proses pembentukan budaya yang sangat panjang. Berbagai bentuk kebudayaan
dengan unsur-unsurnya merupakan hasil dari proses masa prasejarah yang memberikan pengaruh bagi kebudayaan Nias. Dengan panjangnya periode
hegemoni manusia di wilayah Pulau Nias, maka berbagai nilai sosial juga tentu terlah berlangsung sejak adanya manusia pada masa prasejarah hingga masa
sekarang. Nilai-nilai yang disepakati dan masih sesuai dengan kondisi sekarang tersebut merupakan kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut menjadi suatu landasan
bagi masyarakat Nias dalam beraktifitas. Salah satu contohnya adalah upaya adaptasi terhadap lingkungan melalui berbagai cara hidup dan pemanfaatan bahan
baku di lingkungannya. Karakter masyarakat yang adaptif itu sangat jelas terekam dalam budaya dimasa selanjutnya yaitu dalam bentuk tradisi perubahan nilai-nilai
yang tidak hanya terkait dengan aspek lingkungan semata tetapi juga aspek sosial yaitu perubahan sosial.
7
a. Inisiatif yang tinggi Untuk mendukung penelitian ini, peneliti turut menyajikan beberapa data
karakteristik masyarakat Nias dalam berorganisasi, serta cakupan budaya yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam melakukan suatu
pekerjaan. Beberapa diantaranya adalah:
Berbagai tradisi megalitik yang ditandai dengan berbagai patung dari batu yang diletakkan di depan rumah maupun didalam adalah simbol
status sosial penghuninya. Status sosial juga ditunjukkan dari besar-
7
Hammerle, P. Johannes, 2004. Asal usul masyarakat Nias: Suatu interpretasi. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias, hal. 21
21
kecilnya rumah adat, tinggi rendahnya bangunan megalitik, pola hias, pahatan, perhiasan dan alat musik yang dimiliki. Semua hal tersebut
dapat dimiliki melalui pesta adat. Pesta yang memerlukan sejumlah biaya seperti emas dan beberapa ekor babi sesuai takaran adat.
Pengorbanan tersebut dapat mengancam perekonomian dari keluarga yang mengadakan pesta. Namun, demi penghargaan dan harga diri di
mata masyarakat, semua itu rela untuk dilakukan. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Nias memiliki inisiatif
yang sangat tinggi dalam meraih suatu pencapaian meskipun hal itu diperoleh untuk keuntungan pribadi. Inisiatif juga sudah diajarkan
sejak dulu oleh leluhur Nias, termasuk dalam iniatif melakukan pekerjaan yang dilakukan tanpa menunda-nunda. Pepatah Nias yang
mengatakan hal tersebut adalah “Alawa luo afeto duo’ aleu dawuo, aiso nidano mbanio”. Yang artinya adalah jangan menunda-nunda
penyelesaian pekerjaan. Semakin ditunda-tunda semakin tidak akan selesai.
b. Harga diri dan kemauan mengambil tindakan yang beresiko Berbicara mengenai harga diri, kebudayaan yang berkembang di Nias
adalah “Sokhi mate moroi aila” yang artinya lebih baik mati daripada menanggung malu. Suatu kejadian yang berbentuk penindasan atau
merendahkan harga diri akan dibalas setimpal dengan cara apapun. Tradisi ini dilaksanakan turun temurun dimana pada masa dahulu,
seorang pria sangat dihargai jika ia mampu memenggal kepala musuhnya. Termasuk dalam hal meminang seorang gadis. Sang pria
22
akan dihormati dan diterima dalam keluarga mertuanya jika berhasil membawakan kepala orang lain yang dianggap musuh atau dikenal
dengan istilah mangai hogo. Kenyataan ini dapat diindikasikan sebagai budaya nias dalam mengambil tindakan yang sangat beresiko
demi tujuan yang ingin dicapai.
c. Kemampuan beradaptasi dalam kelompok dan membina kerjasama Kemampuan adaptasi masyarakat Nias dalam suatu organisasi telah
ada sejak dahulu. Ada beberapa kali perubahan adaptasi yang disesuaikan dengan musim. Pada masa mesolitik, terdapat strategi
pemenuhan bahan makanan dari jenis makanan moluska, hingga mampu memperoleh bahan makanan seperti suidae babi, boaidae
ular, vanaridae, biawak, chanidae ikan dan sebagainya. Hal tersebut mengalami adaptasi dari manusia yang tinggal di gua hingga
keluar untuk melaut dan berburu. Beberapa strategi lainnya seperti pemenuhan peralatan hidup hingga kemampuan bercocok tanam
merupakan hal yang dilakukan bersama-sama dalam lingkup organisasi berkelompok
8
d. Kreatifitas . Hal itu menandai bahwa rasa tolong
menolong antar masyarakat telah terbina sejak dahulu. Sama seperti yang terdapat di dalam pantun Nias: “Aoha noro nilului wahea, aoha
noro nilului waoso. Alisi tafadaya-daya, hulu tafaewolo-wolo” yang artinya suatu pekerjaan akan ringan jika dikerjakan bersama-sama.
8
Ketut Wiradnyana, Kearifan Lokal Masyarakat Nias dalam Arkeologi, Medan, 2010, hal. 74
23
Kreatifitas masyarakat Nias tercermin dari budaya megalitikum yang dimiliknya. Arca, eksofagus, dan benda-benda peninggalan zaman
dulu adalah bukti bahwa masyarakat Nias memiliki seni dalam memahat. Rumah adat yang hanya mengandalkan batu dan kayu-kayu
besar tanpa penggunaan paku, mampu tahan dari gempa dan dirancang untuk menghindari banjir dan binatang buas. Hal ini
menunjukkan identitas masyarakat Nias yang mampu menciptakan suatu sistem kebudayaan yang memperhatikan keselamatan dan
kenyamanan dalam hidup. Selain itu, kreatifitas masyarakat Nias mampu ditunjukkan melalui Hoho atau syair yang berisikan tentang
ngenu-ngenu atau ungkapan hati, ungkapan kekaguman dan sebagainya. Tarian adat yang membutuhkan kerja sama tim seperti
tari moyo yang beranggotakan seorang yang berperan sebagai ratu dan dayang-dayangnya, tari perang yang beranggotakan sejumlah
besar kelompok pria, dan masih banyak lagi. e. Watak yang agresif
Jika saat ini masih ditemukan watak yang agresif ditengah masyarakat Nias, hal ini dipengaruhi oleh karena sejak dahulu mereka selalu
hidup dalam suasana perang. Siasat perang dan ketangkasan menjadi warisan turun temurun. Sudah lebih 1.000 tahun yang lalu orang
berhasil mengayau, baru bisa kawin.
9
9
P. Johanes M. Hammerle, Pendidikan Karakter Berperspektif Budaya Lokal. Yayasan Pusaka Nias
24
f. Budaya mengharapkan imbalan Budaya ini adalah budaya yang sangat kental terlihat dari pelaksanaan
Owasa atau pesta adat yang besar, dimana tercipta sistem berapa banyak hi’e bawi atau daging babi yang pernah kuberikan padamu
saat kamu berpesta adat sesuai dengan adat maka sebanyak itulah yang harus dikembalikan saat saya berpesta. Kebudayaan tersebut
sering ditemukan dalam pesta pernikahan. Secara umum, adat istiadat ini dikenal dalam istilah Nias sebagai tolo-tolo. Dimana kebudayaan
ini merupakan kewajiban antara kerabat atau keluarga. g. Kontrol perilaku
Bahwasanya Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Kontrol perilaku
masyarakat Nias dapat dilihat melalui Hukum adat Nias yang secara umum disebut fondrakö. Fondrako adalah suatu aturan yang mengatur
segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Kontrol biasanya dilakukan oleh si’ulu atau salawa kaum bangsawan yang
diberi nasehat oleh kaum si’ila cendekiawan dan ere pemuka agama atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh ono mbanua
sato rakyat biasa dan sawuyu budak. Hal ini menandakan bahwa terdapat tradisi hukum yang kuat yang melandasi kehidupan
masyarakat dalam menjalankah kehidupannya secara pribadi maupun saat bergaul dalam kelompok. Selain itu, terdapat juga pepatah dalam
Bahasa Nias yaitu : “Kauko ba hili lewuo ba ndraso, faolo goi ndraugo ba ufaolo goi ndra’o, fa’a’ozu ita fao-fao”. Artinya adalah
25
harus saling menghormati antara sesama. Saling menghargai sehingga dapat hidup rukun dalam kebersamaan. Ibaratkan dua jenis bambu,
yang satu tumbuh di bukit dan yang satu tumbuh di dataran. Akan tetapi mereka saling menunduk satu sama lain sebagai tanda saling
menghormati dan menghargai. Semua budaya tersebut menunjukkan bahwa pada zaman dahulu,
masyarakat Nias telah mengenal sistem organisasi serta menciptakan sendiri budaya yang khas. Sehingga mempengaruhi karakteristik masyarakat Nias secara
umum. Keadaan tersebut dipertegas melalui penelitian Eduard Fries seorang misionaris dari Jerman yang menganalisis budaya kehidupan masyarakat Nias
yang berwatak keras, berinisiatif kuat namun tidak begitu memperhatikan keadaannya di masa depan. Pernyataan tersebut dilandasi dari pengamatan Eduard
terhadap pesta adat owasa yang menghabiskan materil seseorang dalam sekejap tanpa tahu impact yang dirasakan setelah pesta selesai. Terdapat kondisi
mengutang ke pihak lain, bahkan menjual harta kekayaannya hanya demi sebuah gelar dan penghargaan. Namun, secara keseluruhan, karakteristik masyarakat Nias
dalam berorganisasi yang telah peneliti sajikan dalam kerangka teori ini dapat digunakan sebagai tambahan teori dalam mengetahui pengaruh dari budaya
organisasi terhadap produktifitas manusia.
1.5.3 Produktivitas Kerja Pegawai 1.5.3.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Filosofi mengenai produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha setiap manusia untuk selalu mengingkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.
Padangan filosofis ini memberikan arti dan semangat yang cukup mendalam.
26
Pandangan ini juga memungkinkan setiap orang yang memahaminya untuk memandang kerja, baik secara individual maupun berkelompok dalam suatu
organisasi sebagai suatu keutamaan. Dunia usaha saat ini semakin dituntut untuk selalu mengutamakan produktivitasnya. Melalui produktivitas tinggi, produk
sebagai hasil dari suatu usaha kerja akan mempunyai kualitas yang kompetitif di pasaran konsumen. Menurut jurnal internasional, penelitian membuktikan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya organisasi terhadap produktivitas kerja karyawan.
Produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel, dan pembicaraan tentang produktivitas sering dikaitkan dengan etos
kerja, budaya perusahaan, kemakmuran, motivasi dan sebagainya. Dalam sebuah studi organisasi manfaktur, menemukan bahwa aspek dari iklim organisasi seperti
kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan akan menyebabkan kepuasan yang lebih tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas.
Produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas
berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada
umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan
dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk
berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan
27
pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerjasama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem
10
Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling
strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia
.
11
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah: “kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan
prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal.” Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa
produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviours dari para pekerja yang ada dalam organisasi sehingga banyak
program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi- asumsi dasarnya
. Oleh karena itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas.
Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk
pengadaan produk atau jasa dan karena masukan pada faktor-faktor lain seperti modal.
12
10
Pandji Anoraga dan Sri Suyati, Perilaku Keorganisasian, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995, hal. 85
11
Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hal. 56
12
Sondang P. Siagian, Ibid, hal. 88
.
28
Peningkatan produktivitas dapat berpengaruh terhadap berbagai bidang, misalnya : meningkatkan laba perusahaan, peningkatan pendapatan karyawan,
meningkatkan pendapat negara pajak, harga pokok menjadi lebih rendah, harga jual dapat diturunkan, hasil produksi menjadi lebih tersebar, lebih banyak
konsumen yang dapat menikmati, perusahaan penghasil menjadi lebih kompetitif, menimbulkan lebih banyak waktu senggang, meningkatkan kemakmuran dan
ketahanan negara. Jika kita ingin memperbaiki produktivitas, maka pertama-tama yang diperlukan ialah melakukan perubahan fundamental budaya perusahaan.
Pertumbuhan manusia itu dapat dicapai secara efektif, apabila orang-orang dilibatkan dalam mengembangkan dan mengurus perusahaan. Langkah ini
melibatkan diskusi-diskusi mengenai arti dan maksud bisnis, dengan tujuan untuk memperoleh konsensus mengenai tujuan organisasi. Organsiasi yang menerapkan
cara ini menjadi organisasi yang metanoik, yaitu suatu organisasi yang dapat mengubah pandangan dan pikiran secara fundamental. Ia juga mengatakan bahwa
organisasi yang metanoik menghasilkan produktivitas dan motivasi pribadi secara luar biasa. Semakin para individu itu bekerja untuk mencapai tujuan dan misi
mereka sendiri, maka mereka semakin meningkat kerjanya untuk mencapai kepentingan bersama, yaitu tujuan dan misi organisasi.
1.5.3.2 Indikator Produktivitas Kerja
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para pegawai yang ada dalam suatu organisasi. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan
pekerjaan akan terlaksana secara efektif dan efisien, sehingga pada akhirnya dapat
29
mencapai tujuan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator. Ada 5 indikator produktivitas kerja
13
1. Kemampuan , yaitu :
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan seorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang dimiiki serta
profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah
satu hal yang dapat dirasakan oleh yang mengerjakan maupun orang yan gmenikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, ada usaha untuk memanfaatkan
produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat kerja Ini merupakan suaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dpat
dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.
4. Pengembangan diri Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.
Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat tantangannya,
pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga harapan untuk menjadi
13
Eddy Sutrisno, op.cit., hal. 211
30
lebih baik pada gilirannya akan sangat berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan.
5. Mutu Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang sebelumnya.
Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan
hasil yang terbaik yang apda gilirannya akan sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
1.5.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat kemajuan suatu organisasi. Baik organisasi profit maupun organisasi non profit.
Produktivitas yang tinggi baik melalui angka statistika merupakan salah satu wujud dari kemajuan organisasi itu. Sehingga, kita dapat berasumsi bahwa
produktivitas yang rendah merupakan cerminan dari lambannya kemajuan organisasi. Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki
mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu
sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap, dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan
sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan prestasi
14
14
J. Ravianto, Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: Lembaga SIUP, 1986, hal. 135
31
Menurut Simanjuntak 1993, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja pegawai
15
1. Pelatihan , yaitu:
Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan
kerja. Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap, akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar
pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat
memperkecil atau meningkatkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan Stoner, 1991, mengemukakan bahwa peningkatan
produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan karyawan yang paling utama. Dari hasil penelitian,
beliau menyebutkan 75 peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan, dan
alokasi tugas. 2. Mental dan kemampuan fisik pegawai
Keadaan mental dan fisik pegawai merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan
mental karyawan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produktivitas kerja karyawan
15
Payaman J Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hal. 63
32
3. Hubungan antara atasan dan bawahan Hubungan atasan dan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang
dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan
tujuan. Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian, jika
karyawan diperlakukan secara baik, makan karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik dalam seluruh proses perusahaan sehingga
akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja. Sedangkan Tiffin dan Cormick dalam Siagian, mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik individu, kelemahan dan motivasi.
b. Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara, penerangan, waktu, istrahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi,
lingkungan sosial, dan keluarga. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik oleh atasan
atau adanya hubungan karyawan yang baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dalam proses pencapaian tujuan organisasi,
sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.
1.5.3.4 Ciri – Ciri Karyawan Produktif
Orang sering kali mengabaikan bahwa yang paling menentukan dari upaya peningkatan produktivitas adalah munculnya perilaku produktiv karyawan.
33
Rekayasa dalam bentuk apapun apabila tidak menghasilkan perilaku produktif dari karyawan, tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun terhadap
perusahaan dan terhadap pekerja. Munculnya perilaku seseorang termasuk perilaku produktif ditentukan oleh dua sebab yaitu individu dan lingkungan.
Perilaku produktif pada dasarnya terbentuk dari dua jenis perilaku secara bersamaan, yakni perilaku yang efektif dan efisien. Sebagai perilaku efektif,
perilaku ini menghasilkan kinerja yang seseuai dengan rencana. Sebagai perilaku efisien, perilaku produktif dinilai sampai seberapa jauh kinerja yang dihasilkan
dibandingkan dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan kinerja tersebut. Produktivitas berhubungan pula dengan sikap mental, pandangan hidup,
etika kerja yang baik dan kemauan yang kuat secara terus-menerus menuju suatu mutu kehidupan yang lebih baik. Sehingga karyawan yang produktif adalah
karyawan yang cekatan, dapat menghasilkan barang dan jasa sesuai mutu yang ditetapkan dalam waktu relatif singkat.
Adapun ciri-ciri pegawai produktif
16
1. Cerdas dan dapat belajar dengan cepat , adalah:
2. Kompeten secara profesional atau teknis yaitu selalu memperdalam pengetahuan dalam bidangnya
3. Kreatif dan inovatif dengan memperlihatkan kecerdikan dan keanekaragaman.
4. Memahami pekerjaannya 5. Bekerja dengan cerdik, yaitu menggunakan logika, mengorganisasikan
pekerjaannya dengan efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan. Selalu
16
Dale Timpe, Produktivitas. Jakarta: PT. Elex Media Computindo, 1992, hal. 54
34
memperhatikan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan, keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan jadwal.
6. Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakannya.
7. Dianggap bernilai oleh atasannya. 8. Memiliki prestasi yang berhasil.
9. Selalu meningkatkan diri. Dengan adanya ciri-ciri pegawai produktif dan definisi produktivitas yaitu
sikap mental untuk selalu melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bekerja dan dalam penghidupan pada umumnya, cara kerja hari ini harus lebih baik dari
kerja hari kemarin, dan tingkat penghidupan besok harus lebih baik dari tingkat penghidupan hari ini. Sikap produktif adalah komitmen untuk maju, dan motivasi
untuk berbuat lebih baik lagi. Sikap demikian mendorong seseorang untuk menjadi lebih dinamis, kreatif, inovatif serta terbuka terhadap kritik-kritik, ide-ide
baru, dan perubahan-perubahan
17
1. Sikap mental optimis . Dari kedua hal tersebut didapatkan adanya
dimensi-dimensi dari produktivitas yakni:
Yaitu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik
dari hari ini. Cara kerja hari ini harus lebih baik dari cara kerja hari kemarin, dan hasil yang dicapai besok harus lebih banyak atau lebih baik
dari yang diperoleh hari ini. Sikap yang demikian membuat seseorang
17
Ramelan Rahadi, Konsepsi dan Strategi Peningkatan Produktivitas Nasional, Jakarta: Lembaga SIUP, hal. 37
35
selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan dan menjadikannya lebih produktif.
2. Dinamis Merupakan kemampuan untuk secara berani dan bertanggungjawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntan dengan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam suatu
organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya mereka tidak perlu takut
dengan perubahan tersebut. Dan dalam kasus tertentu, karyawan harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim
kerja yang sudah dibangun. 3. Kreatif
Berhubungan dengan ide, inspirasi spontan, pemikiran baru, sesuatu yang tidak biasa dan dengan membuat sesuatu yang baru itu menjadi
kenyataan. Jadi orang yang kreatif itu adalah orang-orang yang memiliki ide-ide baru, unik, atau sesuatu yang tidak biasa dan dapat melaksanakan
ide baru yang unik tersebut secara nyata dalam pekerjaan. 4. Inovatif
Suatu proses mendapatkan ide baru dan menempatkan ide-ide tersebut dalam proses kerja yang dilakukan pada pekerjaan sehingga didapatkan
hasil yang baik. Orang yang memiliki inovasi adalah : a. Orang yang selalu mencari ide baru dari lingkungan dalam maupun
luar perusahaan b. Memodifikasi ide-ide baru agar cocok dengan kebutuhan perusahaan
36
c. Melaksanakan ide-ide baru dalam proses kerja sehari-hari di perusahaan.
5. Terbuka terhadap ide-ide baru Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap terbuka
terhadap ide-ide baru tetapi bukan berarti tidak memiliki pendirian yang kuat bahkan selektif terhadap ide-ide tersebut sehingga dapat memilih
ide-ide mana yang tepat buat dirinya. 6. Terbuka terhadap perubahan
Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap tidak tertutup terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan internal ataupun eksternal
perusahaannya, dan selektif menerima perubahan-perubahan tersebut sehingga dapat memilih dan menerima perubahan yang tepat untuknya.
Berdasarkan pemaparan dimensi produktivitas diatas dapat disimpulkan seseorang dapat dikatakan produktif apabila memiliki sikap yang optimis, kreatif,
inovatif, terbuka terhadap ide-ide baru, dan terbuka terhadap perubahan. Tentunya hal-hal ini harus sejalan dengan tujuan perusahaan.
1.5.4. Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Secara umum pegawai dapat dikatakan sekelompok manusia yang bekerja dalam suatu instansi pemerintahan maupun swasta untuk emndapatkan upahgaji
dalam melaksanakan pekerjaan. Pegawai sangat berperan meningkatkan dan mengembangkan kerja yang baik dan efektif dalam instansinya. Karena itu, dalam
suatu sebuah organisasi, kekurangan pegawai akan menghambat pelaksanaan suatu pekerjaan.
37
Menurut pasal 1 ayat 1 UU 431999 pegawai negeri sipil adalah setiap warga Negara RI yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau dierahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku. Pegawai negeri sipil terdiri atas :
1. Pegawai negeri sipil pusat PNS Pusat, yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga
non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal didaerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.
2. Pegawai negeri sipil daerah PNS Daerah, yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja di pemerintah daerah dan gajinya dibebankan kepada APBD. PNS
Daerah terdiri dari PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah KabupatenKota.
1.5.5 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Produktivitas Kerja Pegawai
Sumber daya manusia yang produktif merupakan aspek penting dalam setiap aspek perubahan yang terjadi dalam organisasi. Tuntutan pelayanan yang
lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap roda
kegiatan. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan organisasi
dapat memberikan prestasi dalam membentuk produktivitas kerja yang tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
38
Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang memiliki kesadaran akan pentingnya memperbaiki diri secara terus menerus
dalam hal kualitas keterampilan dan keahlian yang dimilikinya dalam bekerja, karena apabila tidak, akan berakibat pada menurunnya produktivitas dan
merugikan organisasi. Pada kondisi saat ini, sejak diberlakukannya otonomi daerah, hampir semua sektor mengalami perubahan yang signifikan. Peningkatan
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, efisiensi dan efektivitas organisasi telah dilakukan. Sehingga budaya organisasi yang ada dapat menentukan
optimalisasi pelaksanaan pekerjaan dalam mencapai produktivitas pegawai yang tinggi. Budaya organisasi yang kondusif antaralain ditunjukkan oleh sikap
pegawai yang mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan baik eksternal maupun internal dan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman. Apabila
budaya organisasinya baik, maka produktivitas pegawai akan tinggi. Dengan kata lain, budaya organisasi menjadi pengarah perilaku pegawai
untuk mencapai tujuan organisasi.
B
udaya suatu organisasi merupakan dasar atas pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, seperti
bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah dan cara para anggota berperilaku. Termasuk dalam cara berkomunikasi antar sesama pegawai maupun antara atasan
dan bawahan, dalam hal meningkatkan kemampuan memecahkan masalah organisasi, lebih memaknai hidup, dan pengabdian sebagai aparatur negara
dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugasnya
18
18
Stephen Robbins, Perilaku Organisasi jilid 2, Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001, hal 62
. Hal ini mengarah pada komitmen setiap anggota perusahaan dalam memberikan
hal yang terbaik dalam pekerjaannya. Meskipun ditemukan berbagai masalah
39
yang membingungkan, dapat dituntaskan bersama secara kekeluargaan. Oleh karena itu, hubungan yang intens perlu dibudayakan agar azas keterbukaan
menjadi landasan dalam berpikir dan bersosialisasi dalam organisasi. Karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan pada hakikatnya membawa
berbagai macam-macam kebutuhan dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan dan harapan-harapan apabila terpenuhi maka akan membuat karyawan
merasa puas yang kemudian akan menimbulkan perasaan senang dan akhirnya akan berdampak positif terhadap hasil kerja. Misalnya budaya organisasi yang
terbentuk adalah adanya sikap menghargai atas pekerjaan yang dilakukan pegawai oleh sesama rekan kerja maupun atasan, tidak ada intimidasi yang menekan
pegawai sehingga tidak ada beban mental dan pikiran yang membuatnya susah dalam bekerja. Sikap atau tanggapan karyawan yang terlihat selama ini
menunjukkan gambaran bahwa budaya organisasi yang terbentuk di perusahaan bersifat mengikat ke arah yang positif, tetapi ada beberapa karyawan yang
cenderung menganggap pedoman atau aturan-aturan yang telah dibuat dalam organisasinya tersebut hanya merupakan aturan yang biasa saja. Ada
kemungkinan karyawan belum memahami secara mendalam budaya yang telah diterapkan. Namun, sejauh ini perbedaan pandangan dan kesalahpahaman,
biasanya dapat langsung terselesaikan dan tidak sampai berlarut-larut. Hal ini mengindikasikan bahwa atasan perlu mengembangkan tingkah laku dan
kepemimpinan dalam memberikan arah tentang bagaimana menyelesaikan suatu masalah dan cara anggota berperilaku. Senada dengan hal tersebut, Scvhein dalam
A.S. Munandar
19
19
A.S Munandar, psikologi Industri dan Organisasi, Depok : UI-Press, 2001, hal 70
, mengatakan bahwa budaya organisasi adalah pola dari asumsi-
40
asumsi dasar yang dipelajari ketika organisasi memecah masalah eksternal dan internal. Dikatakan lebih lanjut bahwa selama pemecahan masalah itu valid,
perusahaan tidak akan mengalami masalah. Dengan kata lain, budaya organisasi suatu perusahaan akan menunjang cara kerja karyawannya, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal tersebut dipertegas Siagian 2000, yang mengatakan bahwa
perusahaanorganisasi yang memiliki budaya sangat kuat mampu meningkatkan produktivitasnya, menumbuh suburkan semangat kebersamaan dikalangan
anggotanya, meningkatkan rasa “sense of belonging” terhadap perusahaanorganisasi, serta mampu memperbesar keuntungan perusahaan. Oleh
karena itu, budaya dalam suatu organisasi merupakan pengikat bagi semua karyawan secara bersama sekaligus pemberi arti dari maksud keterlibatan
karyawan dari proses produksi
20
Setiap individu mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda intensitasnya. Karakter ini diduga mampu mempengaruhi munculnya semangat
dalam diri individu untuk memperbaiki cara kerjanya. Semangat penyempurnaan inilah yang menjadi sumber utama dari munculnya perilaku produktif. Segala
macam bentuk peningkatan produktivitas tidak akan memberikan hasil yang maksimal bila dalam diri pegawai tidak ada suatu semangat. Seseorang yang
terdorong untuk memperbaiki suatu kekurangan yang dihadapinya di tempat kerja, biasanya menyadari bahwa jika kekurangan itu dibiarkan, maka yang dirugikan
semua orang, termasuk dirinya sendiri. Begitu pula yang dapat dirasakan dan dilakukan oleh seorang pucuk pimpinan. Menurut Ndraha 1997, produktivitas
.
20
Sondang P. Siagian, Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, hal. 41
41
pegawai dipengaruhi oleh budaya organisasi yang terbentuk melalui tindakan dan perilaku para pendiri sebagai strong leaders. Para eksekutif perusahaan yang
sudah mapan pun mengakui, bahwa keberhasilan perusahaan sekarang berawal dari kepemimpinan para pendirinya. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat
dikatakan bahwa peranan pemimpin sangatlah besar dalam memberikan semangat dan motivasi bagi bawahannya untuk meningkatkan produktivitas masing-masing.
Jika budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin bersifat kaku, pegawai akan berada di zona kurang nyaman dan seakan terpaksa untuk bekerja. Hubungan
yang diciptakan oleh pimpinan dan bawahan akan menentukan sikap setiap anggota organisasi dalam bertindak. Jika sikap saling jalin-menjalin hubungan
yang baik dipelihara, maka tidak ada lagi batas kaku antara atasan dan bawahan selain sikap menghormati dan menghargai posisi masing-masing. Jika bawahan
diperlakukan dengan baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula pada proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas kerja.
21
Kompetisi yang dihadapi oleh bangsa-bangsa saat ini jauh lebih tajam dibanding pada masa lampau. Setiap instansi pemerintah maupun swasta dapat
survive apabila mereka dapat melakukan improvement dalam budaya organisasinya sehingga setiap proses yang digunakan dapat menghasilkan produk
dan jasa yang baik. Namun, produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai variabel seperti etos kerja, kemakmuran, motivasi dan
tentunya budaya perusahaan organisasi.
22
21
Edy Sutrisno. Op. Cit., hal. 210
22
Edy Sutrisno, Ibid, hal.223
Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menunjang karyawan dalam meningkatkan
42
produktivitasnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sutermeister dalam Edy, bahwa produktivitas kerja adalah mengindentifikasi dan menjelaskan hubungan antara
faktor-faktor yang saling berpengaruh terutama dua faktor utama yaitu kemajuan teknologi dan motivasi kerja. Masing-masing faktor dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang lebih banyak lagi, khususnya motivasi dipengaruhi oleh kondisi- kondisi sosial, fisik dan kebutuhannya.
23
Hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja yang meningkat menunjukkan kekuatan budaya dalam mempengaruhi perilaku pegawai
untuk mencapai tujuan, sebaliknya produktivitas yang rendah menunjukkan lemahnya budaya mempengarhi perilaku pegawai untuk mencapai tujuan.
1.7 Hipotesis
24
a. Hipotesis Alternatif atau hipotesis kerja Ha Dengan
demikian, hipotesis yang dapat dirumuskan penulis adalah:
Terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Nias. b. Hipotesis Nol Ho
Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai negeri sipil pada Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Nias.
23
Edy Sutrisni, Ibid, hal. 218
24
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Jakarta:PT. Rieka Cipta, 2002, hal. 71.
43
1.8 Defenisi Konsep