Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis yang tujuannya untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat ataupun keinginan kepada orang lain. Dalam bahasa lisan, suatu ide, pikiran atau keinginan disampaikan secara langsung dengan cara diucapkan dan dengan bantuan udara pernapasan. Menurut teori ta-ta dalam Bambang 1995:6 bahasa lisan bermula dari peniruan gerakan dan isyarat tubuh secara verbal, berhubungan dengan mulut dan lidah sehingga mendorong orang untuk berbicara. Sedangkan bahasa tulis, ditulis dengan menggunakan sistem tulisan. Sistem tulisan terdiri dari seperangkat grafem beserta ciri-ciri penggunaanya. Setiap grafem dapat memiliki satu alograf atau lebih. Kedudukan grafem dan alograf dalam sistem tulisan sama dengan kedudukan fonem dan alofon dalam fonologi. Begitu pula hubungan grafem dan alograf serupa dengan hubungan fonem dan alofon. Pada umumnya setiap grafem mewakili sebagian struktur bahasa lisan. Tulisan pada awalnya, terdapat pada batu-batu peninggalan yang hampir semua bentuk awal lambang tulisan berupa gambar atau diagram. Lambang- lambang tulisan tersebut apabila menunjukkan arti khusus secara taat asas, disebut piktogram. Misalnya lambang  yang digunakan untuk memberikan pesan ‘matahari’. Kemudian lama kelamaan, lambang tersebut menjadi lambang yang lebih mapan, misalnya lambang , yang digunakan untuk makna ‘panas’, ‘siang Universitas Sumatera Utara hari’, dan juga ‘matahari’. Jenis lambang itu dipandang sebagai bagian dari suatu sistem tulisan ide yang disebut ideogram. Tahap-tahap perkembangan tulisan ada tiga Bambang, 1995:21, yaitu: 1. Logogram atau tulisan kata 2. Tulisan silabis atau tulisan persukuan 3. Tulisan bunyi Logogram atau tulisan kata merupakan tulisan di mana setiap lambang mewakili sebuah kata. Sistem tulisan yang didasarkan pada penggunaan logogram adalah sistem tulisan bahasa Cina. Tahap perkembangan tulisan yang kedua yaitu, tulisan silabis atau tulisan persukuan. Misalnya bahasa Jepang modern yang memiliki sejumlah besar lambang yang menunjukkan suku kata bahasa lisan. Silabogram atau kelompok bunyi bahasa Jepang pada hakekatnya merupakan pungutan aksara sistem tulisan bahasa Cina Gleason dalam Bambang, 1995:29. Dalam perkembangan bahasa Jepang, aksara-aksara bahasa Cina dipungut untuk menuliskan kata-kata pungutan dari bahasa Cina. Namun, proses penyesuaian itu tidaklah sederhana karena struktur gramatika bahasa Jepang sangat berbeda dengan bahasa Cina. Bahasa Jepang memiliki banyak kata yang mengalami infleksi dan afiksasi yang kompleks. Sebaliknya, kebanyakan morfem bahasa Cina ialah kata dasar dengan tidak banyak afiksasi, sehingga ditemukan banyak morfem yang tidak memiliki padanan dalam bahasa Cina. Karena permasalahan tersebut, dibuatlah penyesuaian-penyesuaian. Alternatif penyesuaian itu ada dua. Pertama, diciptakan lambang-lambang morfemik untuk afiks yang tidak ada padanannya dalam sistem tulisan bahasa Universitas Sumatera Utara Cina, dan kedua, ditambahkan tanda-tanda yang beracuan fonemik. Ternyata alternatif yang kedua yang dilakukan dan hasilnya ialah silabogram bahasa Jepang yang memiliki pola yang berbeda dengan sistem tulisan bahasa Cina. Silabogram bahasa Jepang pada dasarnya merupakan perkembangan aksara bahasa Cina dalam struktur bahasa Jepang. Dalam struktur bahasa Jepang, kata dasarnya pada umumnya ditulis dalam aksara Cina yang disebut kanji, sedangkan afiks-afiksnya ditulis dalam hiragana atau katakana Bambang, 1995:30. Tahap perkembangan tulisan yang ketiga yaitu, tulisan bunyi. Yang termasuk ke dalam tulisan bunyi adalah tulisan alfabetis dan tulisan fonemik. Alfabet ialah seperangkat lambang tertulis yang tiap lambang mewakili bunyi tertentu. Tulisan fonemik merupakan kesesuaian sempurna antara abjad dan bunyi fonemik yang menunjukkan satu lambang huruf mewakili satu dan hanya satu bunyi fonemik. Berdasarkan tahap-tahap perkembangan tulisan di atas, memungkinkan manusia memakai lebih dari satu jenis tulisan. Salah satu jenis tulisan tersebut adalah tulisan kanji Jepang yang berbeda dengan huruf asalnya yaitu kanji Cina, walaupun sebenarnya kanji Jepang diadopsi dari kanji Cina. Sebab dalam bahasa Cina, satu kanji mempunyai satu ucapan perkataan, sedangkan dalam bahasa Jepang dapat diucapkan beraneka ragam Sayidiman, 1982:95. Misalnya kanji . Kanji tersebut bisa dibaca tai atau dai secara on-yomi dan dibaca ookii secara ku-nyomi . Orang Jepang sendiri bisa saja salah membaca satu kalimat bahasa Jepang bila ia belum hafal betul. Karena itu, seringkali satu kanji yang memungkinkan salah baca, dibubuhi hiragana. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, bangsa Jepang memiliki sistem tulisan yang sangat kompleks. Menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi 2004:55, selain hyou-i moji atau huruf yang melambangkan makna sekaligus melambangkan bunyi pengucapannya kanji, juga digunakan hyou-on moji yang terdiri dari onsetsu moji hiragana dan katakana yang melambangkan bunyi silabel dan tan-on moji romajihuruf Latin, yang melambangkan sebuah fonem. Selain itu, dipakai juga suuji moji numeralia, yang melambangkan bilangan. Suuji moji yang dipakai ada dua, yaitu san-you suuji atau Arabia suuji yang merupakan lambang bilangan yang biasa dipakai untuk menuliskan sistem penghitungan dan kansuuji, yaitu lambang bilangan yang ditulis dengan kanji. Karena sistem tulisan Jepang yang sangat kompleks ini, menjadi satu alasan sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Kanji merupakan hyou-i moji dan sebuah kanji bisa menyatakan arti tertentu. Hal ini dapat memberikan arti bahwa hampir semua benda yang ada di dunia dapat ditulis dengan kanji. Sehingga dapat dibayangkan kalau jumlah kanji hampir sama dengan jumlah benda yang ada di dunia. Dalam Daikanwa Jiten atau kamus terbesar yang disusun di Jepang terdapat kira-kira 50.000 kanji Ishida dalam Sudjianto, 2004:57. Namun pada tahun 1900, Monbusho Departemen Kependidikan Jepang menetapkan 1200 kanji yang harus dipelajari di Sekolah Dasar. Pada tahun 1981 ditetapkan daftar Jouyou Kanji yang memuat 1945 kanji. Untuk meminimalisasi kesulitan dalam belajar bahasa Jepang, terutama yang berkaitan dengan kanji, maka harus ada cara untuk memahami kanji dengan lebih mudah. Salah satu cara adalah dengan memahami kanji-kanji pembentuknya atau mengenal unsur-unsur pembentuknya. Salah satu unsur pembentuk kanji Universitas Sumatera Utara adalah bushu. Bushu merupakan bagian yang terpenting dari suatu huruf kanji yang dapat menyatakan arti kanji secara umum. Bushu ini biasa disebut juga dengan karakter dasar kanji Nandi, 2000:7. Sedangkan menurut Sudjianto dan Dahidi 2004:59, bushu merupakan istilah yang berhubungan dengan bagian- bagian yang ada pada sebuah huruf kanji yang dapat dijadikan suatu dasar untuk pengklasifikasian huruf kanji. Misalnya karakter dasar kuchi hen yang merupakan lambang yang berhubungan dengan mulut. Contohnya kanji tsuba atau tsubaki yang berarti ludah. Karakter dasar kuchi atau mulut jika digabungkan dengan karakter lain dapat membentuk makna yang baru. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang karakter dasar kuchi hen, maka penulis akan membahasnya melalui skripsi yang berjudul “ Interpretasi Makna Kanji Berbushu Berkarakter Dasar Kuchi Hen ”.

1.2. Perumusan Masalah