Prinsip-prinsip pengawasan kredit Faktor Internal,

bank dan debitur dalam proses kegiatan perkreditan yang kemudian mungkin menjadi penyebab kredit bermasalah dan mendatangkan kerugian bagi bank dan debitur.

a. Prinsip-prinsip pengawasan kredit

1. Upaya pencegahan dan penjagaan dini early warning 2. Dilakukan terhadap risk asset bank dari indikasi signal penyimpangan yang dapat merugikan bank dan debitur, seperti pengendalian intern dalam perkreditan sejak aplikasi kredit sampai pelunasan atau penyelesaiannya. 3. Built in control Disebut juga pengawasan melekat, yang menunjukkan pengawasan sehari-hari oleh pejabat terkait dalam perkreditan atas setiap tahap proses kegiatan perkreditan sesuai dengan sistem dan prosedur yang dipakai dalam kegiatan debitur.

b. Indikasi dini deviasi kredit early warning system

Bagian ini dimulai dengan peringatan dini, dimana bank hanya dapat melihat dan mengetahui adanya indikasi dini itu bilamana pengawasan kredit berjalan menurut sistemnya. Indikasi dini itu berupa suatu penyimpangan dari kesepakatan bank dan debitur atau melanggar peraturan baik minor maupun mayor, kemudian akan menjadi sebab timbulnya masalah, yang menyebabkan nasabah kesulitan likuiditas dan cash flow, akhirnya terjadi ketidakmampuan debitur memenuhi kewajibannya. Indikasi dimaksud dapat dideteksi melalui beberapa sumber, antara lain dari sejumlah kondisi, seperti: kondisi keuangan nasabah, kondisi manajemen Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 perusahaan, perubahan pola usaha, transaksi perbankan yang menurun, administrasi dan dokumentasi kredit, makroekonomi dan kebijaksanaan.

2.2.7. Resiko Kredit

Setiap transaksi yang dilakukan bank, baik transaksi on balance sheet termasuk transaksi prekreditan, maupun transaksi off balance sheet mempunyai kendala atau resiko yang akan mempengaruhi kinerja bank bank performance, termasuk transaksi-transaksi perkreditan Mohammad, 1999: 59. Resiko secara umum adalah kemungkinan kerugian atau kegagalan dalam bisnis perbankan. Resiko kredit merupakan salah satu resiko yang dihadapi bank, disamping resiko likuiditas, resiko manajerial maupun resiko kekhilafan manusia. Resiko kredit umunya mengambil bagian yang terbesar dalam bisnis bank komersial karena pinjaman dan investasi portefel biasanya merupakan bagian terbesar dalam aktiva mereka. Bahkan sekalipun tidak tepat benar, jumlah dan perputaran pinjaman dan investasi portefel acap kali dipakai indikator bagi mutu manajemen bisnis perbankan. Resiko kredit didefenisikan sebagai berikut: a. resiko yang timbul karena ketidakpastian pelunasan pinjaman oleh nasabah debitur. Kegagalan memenuhi perjanjian pelunasan, sebagian atau seluruhnya, termasuk dalam jenis resiko ini. b. resiko yang disebabkan oleh investasi yang tidak memberikan pendapatan atau investasi yang justru mengurangi aktiva modal. Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 Banyak jenis resiko yang dihadapi oleh manajemen bank dalam bisnis perbankan. Secara garis besarnya dapat dibedakan kedalam resiko kredit yang disebabkan oleh:

1. Faktor-faktor yang relevan dengan kreditur dan debitur

Dari pihak bank mungkin tidak bersikap hati-hati, sehingga kurang memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit, atau resiko mungkin pula datang dari nasabah debitur, seperti kepailitan, meninggal dunia, penipuan, penyesatan dan kejahatan lainnya.

2. Faktor-faktor yang bersifat eksogein

Perekonomian makro yang sedang dilanda oleh resesi atau depresi yang menyebabkan margin laba negatif dan pengangguran massal, pergolakan politik dan sosial seperti pemogokan dan kerusuhan, merupakan beberapa resiko kredit yang disebabkan oleh faktor-faktor eksogein. Sebagian daripadanya tidak dapat dikendalikan karena berada diluar sistem Ada beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan dalam mengurangi resiko kredit, antara lain: a. Diversifikasi pinjaman atau portepel Dengan memperbanyak jenis pinjaman dan portepel, resiko kredit akan berkurang karena setiap pinjaman dapat saling mengkompensasi kemungkinan munculnya resiko. Dengan memperbanyak diversifikasi pinjaman atau portepel itu bisnis perbankan bertujuan untuk memperluas alternatif pilihan bukan menguranginya. Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 b. Penetapan standar kredit yang tinggi Dengan meningkatkan standar kredit yang harus dipenuhi oleh calon nasabah debitur, resiko kegagalan dalam pemberian kredit dapat dikurangi, sekalipun mungkin banyak pelamar kredit yang mengundurkan diri atau mengurungkan niatnya untuk mengambil kredit. c. Asuransi pinjaman kepada perusahaan asuransi Sekalipun asuransi itu akan menambah biaya kredit, namun keamanannya pada umumnya lebih terjamin. Dengan mengutamakan kepentingan naabah dan kepentingan bisnis perbankan, manajemen perlu mempertimbangkan manejemen resiko yang tepat.

2.2.8. Kredit Umum Pedesaan KUPEDES

Kredit umum pedesaan yang disingkat KUPEDES adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit Desa untuk mengembangkanmeningkatkan usaha kecil yng layak di pedesaan, baik yang telah dibantu dengan fasilitas kredit. Dari pengertian di atas jelas bahwa kupedes diutamakan untuk membiayai usaha kecil di pedesaan. Namun demikian untuk memperluas jangkauan pelayanan, maka Direksi BRI telah mengambil kebijakan agar Kupedes dapat diberikan pula pada pegawai berpenghasilan tetap SE KANPUS NOSE : S 255 – KTN1185 tanggal 8 November 1985. Perlu ditekankan disini bahwa kupedes hanya disediakan oleh BRI Unit Desa dan bukan bank lain termasuk KANCA BRI dan sasarannya Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 adalah orang-orang yang mempunyai usaha selain dari pegawai yang berpenghasilan tetap seperti dimaksudkan dalam SE KANPUS NOSE : S 255 – KTN1185. Sasaran Kupedes Seperti yang telah diungkapkan di atas yang menjadi sasaran Kupedes adalah dua golongan masyarakat pedesaan, yaitu: a. Pengusaha Yaitu semua pengusaha yang bergerak dalam berbagai sektor ekonomi dalam wilayah kerja BRI Unit seperti pada sektor : pertanian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain. b. Golongan berpenghasilan tetap Adapun yang dimaksud dengan masyarakat golongan berpenghasilan Golbertabmenurut Surat Edaran Kantor Pusat BRI No. Surat Edaran : S.212DIRBUD81986 adalah: 1. Semua pegawai yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah PP No.6 Tahun 1974 bab 1 pasal 1. Pegawai negeri yang dimaksud: • Pegawai Negeri Sipil baik pegawai sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah maupun pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkandiangkat Anggota TNI dan Polri dengan pangkat Pembantu Letnan 1 kebawah dan bukan pejabat Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 • Pegawai BUMN kecuali pegawai BRIBRI Unit dan bukan pejabat • Pegawai Perusahaan Daerah • atas dasar Peraturan Pemerintah dengan pangkat IIId – PGPS – 1986 kebawah dan bukan pejabat. Jenis-jenis Kupedes 1. Kupedes Modal Kerja Eksploitasi Fasilitas Kupedes ini diberikan kepada nasabah sebagai tambahan modal kerja usaha untuk pengusaha atau untuk keperluan konsumsi bagi pegawai dengan sektor ekonomi sebagai berikut: a. Sektor pertanian, misalnya untuk membiayai semua kegiatan yang sangat tergantung dan menunjang pada hasil usaha bercocok tanam seperti pengecer pupukobat-obatan, usaha kecil yang mengumpulkan segala hasil pertanian perikanan peternakan perkebunan dan memasarkan kembali dengan atau tanpa up gradingsortasi ataupun prosesing lebih lanjut. b. Sektor Perindustrian, misalnya untuk pembiayaaan pengelola bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, pengelola bahan setengah jadi menjadi barang jadi termasuk biaya tenaga kerja. c. Sektor perdagangan, misalnya untuk pembiayaan pembelian, penjualan dan pemasaran barang dagangan termasuk biaya tenaga kerja. Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 d. Sektor Jasa dan lain-lain, misalnya untuk pembiayaan operasi bengkel, salon, penjahit, transport dan lain-lain termasuk biaya tenaga kerjanya. e. Sektor Golongan Berpenghasilan Tetap, misalnya untuk pesta perkawinan atau biaya anak sekolah. 2. Kupedes Investasi Kupedes ini diberikan kepada nasabah untuk pembiayaan pembangunan prasarana dan saranaperalatan produksi bagi pengusaha dan pembelianpembangunan rumah atau peralatan kerja bagi pegawai. Manfaat Kupedes 1. Nasabah Kupedes Nasabah Kupedes pada umumnya adalah pengusaha kecil, baik yang bergerak di sektor pertanian maupun sektor non-pertanian. Pada umumnya para pengamat beranggapan, bahwa dibandingkan dengan KUT, KCK, maka Kupedes dinilai hanya menjangkau lapisan masyarakat desa yang lebih atas. Disamping itu nasabah Kupedes rata-rata mempunyai 4 empat kegiatan usaha. Dipersifikasi usaha tersebut dilakukan mereka antara lain untuk menghindari resiko yang akan timbul dalam gejolak ekonomi. 2. Penyerapan Tenaga Kerja, Penyerapan Teknologi, Dan Tingkat Konsumsi Peminjam Kupedes dalam melakukan usahanya mempekerjakan tenaga- tenaga lain, baik tenaga kerja famili maupun tenaga upahan, dengan jumlah rata-rata 3-4 orang. Setelah menerima Kupedes penyerapan tersebut Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 meningkat menjadi 4-5 orang per usaha. Tenaga kerja yang membantu pengusaha Kupedes terdiri dari tenaga kerja famili, tenaga kerja bagi hasil, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja borongan. Setelah menerima Kupedes ada pergeseran dari tenaga kerja famili ke tenaga kerja upahan. Peningkatan penyerapan tersebut dapat mencegah tenaga-tenaga yang semula akan melakukan migrasi ke kota untuk tetap tinggal dan bekerja di desa-desa, hal ini merupakan sumbangan yang cukup berarti dari pada nasabah Kupedes. Kualitas konsumsi nasabah Kupedes, dengan meningkatkan pendapatan mereka, dilaporkan naik baik yang berupa alat-alat rumah tangga, pelayanan kesehatan, kualitas makanan maupun pendidikan anak-anak. Kaitan itu langsung dalam jaringan bisnis yaitu kegiatan nasabah Kupedes dengan jaringan bisnis pedesaan lainnya berupa kaitan hulu, kaitan hilir atau kaitan hulu dan hilir. 2.3. NON PERFORMING LOAN NPL 2.3.1. Pengertian Non Performing Loan NPL Setiap bank akan menjumpai pinjaman yang membawa resiko lebih besar daripada yang diperkirakan saat memberikan persetujuan permohonan kredit dalam fortopolio kreditnya, bahkan juga pinjaman yang mungkin membawa resiko jauh lebih besar daripada yang lazimnya masih bisa dihadapi. Pinjaman-pinjaman yang demikian dikategorikan dalam pinjaman yang bermasalah Non-Performing Loan Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 Non-Performing Loan NPL merupakan rasio atau perbandingan antara jumlah kredit bermasalah dengan total kredit yang disalurkan. Kredit bermasalah ini dapat diartikan sebagai kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan bank, serta mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan mempunyai potensi untuk rugi, atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur.

2.3.2. Faktor Penyebab Non Performing Loan

Terjadinya kredit bermasalah merupakan hal umum dalam dunia perbankan. Munculnya kredit bermasalah ini dapat disebabkan oleh kesalahan bank dan atau nasabah, tetapi dapat juga karena faktor-faktor eksternal. Kesalahan bank dan atau nasabah lebih disebabkan faktor-faktor internal perusahaan. Sementara faktor eksternal antara lain disebabkan karena resesi ekonomi, seperti naiknya harga minyak yang melanda negara-negara maju tahun 1974, maupun krisis yang melanda Indonesia tahun 1997-1998.

a. Faktor Internal,

Faktor internal berhubungan dengan kebijakan dan strategi yang ditempuh pihak bank, baik manajemen maupun kualitas sumber daya manusianya. Misalnya: 1. Kebijakan perkreditan yang ekspansif Bank yang memiliki kelebihan dana excess liquidity sering menetapkan kebijakan perkreditan yang terlalu ekspansif yang melebihi pertumbuhan kredit Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 secara wajar, misalnya dengan menetapkan target kredit yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Adanya target yang harus dicapai mendorong pejabat kredit menempuh langkah-langkah yang terlalu berani dalam menyalurkan kreditnya, sehingga tidak lagi selektif dalam memilih calon debitur dan penerapan prinsip pemberian kredit kadang terabaikan. 2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan. Dalam hal ini pejabat bank sering tidak mengikuti dan kurang disiplin dalam menerapkan prosedur perkreditan sesuai dengan pedoman dan tata cara pemberian kredit. Misalnya, bank tidak mewajibkan calon debitur membuat studi kelayakan dan menyampaikan data yang lengkap. Penyimpangan tersebut bisa disebabkan karena jumlah dan kualitas sumber daya manusia yang menangani kredit kurang memadai, maupun karena adanya pihak dalam bank yang sangat dominan dalam pemutusan kredit. 3. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit. Hal ini dapat dilihat dari dokumen kredit yang seharusnya diminta dari debitur tetapi tidak dilakukan oleh bank, berkas perkreditan tidak lengkap dan tidak teratur, pemantauan terhadap usaha debitur tidak dilakukan secara rutin. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan ini menyebabkan kredit yang secara potensial akan mengalami masalah tidak dapat dilacak secara dini. 4. Lemahnya sistem informasi kredit Sistem informasi kredit yang tidak berjalan semestinya akan memperlemah keakuratan pelaporan bank sehingga menyulitkan pendeteksian secara dini, dan Reni Novalina Sirait : Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada Pt. Bri Persero Studi Kasus : Unit Bri Parapat, 2009 USU Repository © 2008 akan memperlambat pengambilan langkah-langkah pencegahan kredit bermasalah. 5. Itikad kurang baik dari pihak bank Dalam hal ini pengurus maupun pejabat bank sering memanfaatkan keberadaan banknya untuk kepentingan bisnisnya dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan, seperti misalnya pelanggaran ketentuan legal linding limit L3. Dipihak lain adanya skenario dari pemilik bank memberikan kredit yang fiktif hanya untuk kepentingan pemilik bank.

b. Faktor eksternal,