Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan Pada PT. BRI Persero (Studi Kasus : Unit Bri Parapat)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN KREDIT UMUM

PEDESAAN PADA PT. BRI PERSERO

(STUDI KASUS : UNIT BRI PARAPAT)

Skripsi Diajukan Oleh:

Reni Novalina Sirait

050501038

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN 2009


(2)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analize the factor on the effect the demand of Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) at BRI unit branch of Parapat. The variables employed in this research are Non Performing Loan, rate of interest credit and amount of tourist. The data used in this research are time series data in monthly data from January 2005 until December 2007. The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed the R-squared is 87%, it means that the independent variables are able to explain the dependent variable as much as 87 percent, while the rest 13% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (86.30601 > 4.51); it means that Non Performing Loan, Rate of Interest Credit and Amount of Tourist together affected on the demand of Kredit Umum pedesaan (KUPEDES) at BRI unit branch of Parapat, significantly at = 1%.

Non Performing Loan, Rate of Interest Credit and Amount Of Tourist significantly affected the demand of Kredit Umum pedesaan (KUPEDES). The result show that t-statistic for Non Performing Loan (6.319) is bigger than t-table (2.750) it’s mean that Ha accept.

Keyword : Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES), Non Performing Loan, Rate of Interest Credit, Amount of Tourist.


(3)

ABSTRAK

Objek utama yang dianalisa dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) pada BRI unit Parapat. Variabel yang dipegunakan dalam penelitian ini adalah Non Performing Loan, Tingkat suku bunga kredit, dan jumlah wisatawan. Data yang dipergunakan pada penelitian adalah data time series bulanan yaitu dari Januari 2005 sampai dengan Desember 2007 dengan metode ordinary least square (OLS).

Hasil estimasi menunjukkan bahwa R-square adalah sebesar 87%, artinya bahwa variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 87% sedangkan sisanya 13% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi. F-statistik adalah lebih besar daripada F-tabel (86.30601 > 4.51), artinya bahwa Non performing Loan, tingkat suku bunga kredit dan jumlah wisatawan secara bersama-sama mempengaruhi permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) pada BRI unit Parapat, signifikan pada = 1%.

Non Performing Loan, tingkat suku bunga kredit dan jumlah wisatawan signifikan mempengaruhi permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES). Hasil regresi menunjukkan bahwa t-statistik untuk Non Performing Loan (6.319) adalah lebih besar daripada t-tabel (2.750), artinya Ha diterima.

Kata Kunci : Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES), Non Performing Loan (NPL), Tingkat Suku Bunga Kredit, Jumlah Wisatawan


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Surga yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Pada PT. BRI PRESERO (Studi Kasus: Unit BRI Parapat) ” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS. sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.

4. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi sebagai Dosen Pembanding I. 5. Bapak Drs. H.B.Tarmizi, SU sebagai Dosen Pembanding II.

6. Ayahanda S. Sirait dan M. Simangunsong teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan, cinta kasih, motivasi terbesar, juga kepada Abang-abangku tersayang: Bang Rachel Sirait, Bang Marno Sirait, bang Rezis Sirait, dan kepada Kakak iparku Kak Rahel dan Kak Flora kalian adalah yang terbaik dalam hidupku.


(5)

7. Kakak rohaniku: Kak Risma. Terima kasih untuk motivasi, semangat, teguran, dan kasih sayang yang kalian berikan.

8. Sahabatku Imanuel Depari. Aku mengasihimu. Tetap berjuang dalam pekerjaanmu.

9. Adik-adikku yang terkasih di JG.361.PAV (Risca, Shanty, martha, Christin, Putri, Efni,dll).

10.Teman-teman seperjuangan (Ester, Daud, Rut, Sarah, Meitha dan semua teman-teman di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk semangat, kerjasama dan motivasinya. Tetap berjuang ya, kawan-kawan).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Abstract... i

Abstrak... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Hipotesa... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS... 8

2.1. Bank 2.1.1. Pengertian Bank ... 8

2.1.2. Fugsi dan Kegiatan Bank Umum ... 9

2.1.3. Sasaran Manajemen Bank ... 10


(7)

2.2. Kredit ... 15

2.2.1. Pengertian Kredit ... 15

2.2.2. Unsur-unsur Kredit... 16

2.2.3. Tujuan dan Fungsi Kredit... 17

2.2.4. Jenis-Jenis Kredit ... 20

2.2.5. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit... 23

2.2.6. Pengawasan Kredit... 27

2.2.7. Resiko Kredit ... 29

2.2.8. Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)... 31

2.3. Non Performing Loan (NPL) ... 35

2.3.1. Pengertian Non Performing Loan (NPL) ... 35

2.3.2. Faktor Penyebeb Non Performing Loan (NPL) ... 36

2.3.3. Tanda-tanda Non Performing Loan (NPL) ... 39

2.3.4. Kolektibilitas Non Performing Loan (NPL) ... 41

2.3.5. Pencegahan Non Performing Loan (NPL) ... 43

2.4. Tingkat Suku Bunga... 48

2.4.1. Pengertian Suku Bunga ... 48

2.4.2. Jenis-jenis Suku Bunga ... 49

2.4.3. Komponen-komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit . 50 2.4.4. Jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit ... 52

2.5. Pariwisata ... 53


(8)

2.5.2. Manfaat Pariwisata... 55

2.5.3. Masalah yang Dihadapi Dalam Pengembangan Pariwisata ... 57

2.5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Pariwisata ... 58

BAB III METODE PENELITIAN... 61

3.1. Lokasi Penelitian... 61

3.2. Ruang Lingkup Penelitian... 61

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 61

3.4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 62

3.5. Pengolahan Data... 62

3.6. Model Analisis Data... 62

3.7. Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) ... 64

3.7.1. Koefisien Determinasi (R-square)... 64

3.7.2. Uji t-statistik... 64

3.7.3. Uji F-statistik... 65

3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 66

3.8.1. Multikolinearity... 66

3.8.2. Autokorelasi ... 67

3.9. Defenisi Opersaional Variabel ... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 70


(9)

4.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 70

4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan... 72

4.1.3. Budaya Kerja PT. BRI PERSERO... 74

4.1.4. Struktur Organisasi Perusahaan ... 75

4.2. Interpretasi Data ... 76

4.2.1. Perkembangan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) ... 76

4.2.2. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) ... 78

4.2.3. Perkembangan Suku Bunga Kredit ... 80

4.2.4. Perkembangan Jumlah Wisatawan... 81

4.3. Analisa Data ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 93

5.1. Kesimpulan ... 93

5.2. Saran... 95 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 KUPEDES BRI Unit Parapat tahun 2005-2007 77

4.2 NPL tahun 2005-2007 79

4.3 Suku bunga kredit tahun 2005-2007 80 4.4 Jumlah wisatawan tahun 2005-2007 81


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

3.1 Kurva Uji t-Statistik 65

3.2 KurvaUji F-statistik 66

3.3 Uji Durbin – Watson 68

4.1 Struktur Organisasi PT. BRI Unit Parapat 76

4.2 Uji t-statistik terhadap NPL 85

4.3 Uji t-statistik terhadap Suku Bunga Kredit 86 4.4 Uji t-statistik terhadap Jumlah wisatawan 87

4.5 Uji F-statistik 89


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1. Perkembangan posisi KUPEDES tahun 2005-2007 2. Perkembangan posisi NPL tahun 2005-2007

3. Perkembangan posisi suku bunga kredit tahun 2005-2007 4. Perkembangan posisi jumlah wisatawan tahun 2005-2007 5. Hasil uji regresi linier

6. Hasil Uji Multikolinearitas NPL (X1), Suku bunga Kredit (X2),

dan Jumlah wisatawan (X3)

7. Hasil Uji Multikolinearitas Suku Bunga Kredit (X2), NPL (X1),

dan Jumlah Wisatawan (X3)

8. Uji Multikolinearitas Jumlah Wisatawan (X3),NPL (X1), dan


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perekonomian merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kesejahteraan. Sedemikian pentingnya sektor perekonomian ini sehingga dalam setiap pembuatan kebijakan harus mempertimbangkan segala aspek yang mungkin dapat mempengaruhinya baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Perekonomian suatu negara disamping memerlukan program yang terencana dan terarah untuk mencapai sasaran, faktor lainnya adalah dibutuhkan modal atau dana pembangunan yang cukup besar. Program-program pembangunan tersebut disusun oleh lembaga-lembaga perekonomian yang telah ditentukan. Lembaga-lembaga perekonomian ini bahu-membahu mengelola dan menggerakkan semua potensi ekonomi agar berdaya dan berhasil guna secara optimal. Lembaga keuangan khususnya perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam menggerakkan perekonomian suatu negara.

Bank merupakan lembaga yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari mayarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta jasa lainnya (Kasmir, 2004:11). Jadi, Bank sebagai intermediasi memobilisasi dana dari masyarakat yang mempunyai kelebihan dana dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang kekurangan dana melalui kredit.


(14)

Perbankan pada masa sebelum deregulasi yakni tahun 1980 an sangat ketat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari pengsuha yang dalam hal ini adalah pemerintah. Bank-bank yang ada tidak secara tegas diarahkan untuk mengmbangkan perekonomian rakyat seluas-luasnya. Penekanan kebijakan yang berkaitan dengan sektor perbankan hanya pada kegiatan usaha-usaha besar dan program-program pemerintah, kedaan pada masa ini juga ditandai dengan belum adanya peraturan dan perundang-undangan yang secara khusus mengatur dunia perbankan (Tjoekam, H. Moh. 1999:5)

Dunia perbankan mengalami perkembangan yang pesat pasca deregulasi perbankan 1 Juni 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito dan dihapusnya campur tangan pemerintah terhadap penyaluran kredit. Kemudian pada tahun 1988 pemerintah orde baru mengeluarkan paket kebijaksanan yang formatif dalam bidang perbankan yang dikenal dengan pakto 88 yang ditujukan untuk mendorong serta meningkatkan efisiensi dan profesionalisme dunia usaha.

Kondisi perbankan pada masa sebelum deregulasi tidak dapat ditemui pada masa setelah deregulasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya peraturan-peraturan yang memberikan kepastian hukum, jumlah bank swasta bertambah banyak, tingkat persaingan bank yang semakin kuat, kepercayaan masyarakat terhadap bank semakin meningkat, kegiatan perbankan menjadi lebih luas terhadap perubahan situasi dan mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar.


(15)

Bank sebagai lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana ke masyarakat melalui kredit memperoleh keuntungan terbesar dari kredit. Kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada debitur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (user).

Kredit merupakan sumber pendapatan yang terbesar bagi bank, dibandingkan sumber pendapatan lainnya. Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan yang mendapat bantuan dari bank, merupakan sumber dana. Bahkan dikatakan kredit sebagai sumber dana pembangunan karena kredit merupakan sumber dana bagi berbagai lapisan pengusaha dan berbagai lapisan masyarakat, yang secara makro merupakan unsur dalam pembangunan sebuah negara (Mahmoeddin,1994:11). Bank sebagai perusahaan pemberi kredit (money lender) mempunyai berbagai sumber pendapatan, seperti provisi dari berbagai jasa bank, dan bunga sebagai imbalan jasa kredit. Kalau dilihat dalam komposisi rugi laba bank, maka dominasi pendapatan dari bunga, merupakan porsi yang terbesar.

Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) adalah salah satu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang BRI atau Bank lain), untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro dan kecil yang layak. Bank BRI


(16)

adalah salah satu bank yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil yang menjangkau sampai ke masyarakat pedesaan.

Pada tahun 1998 kondisi beberapa indikator perbankan berada pada keadaan yang buruk, dimana perbankan nasional mulai menghadapi masalah menigkatnya kredit macet. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah. Tingginya kredit macet terutama disebabkan karena perbankan selama berpuluh-puluh tahun tidak mempraktekkan secara sungguh-sungguh dan konsisten prinsip-prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.

Sektor pariwisata adalah salah satu sektor ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Sektor pariwisata mendatangkan devisa bagi Indonesia. Dampak yang paling jelas akibat adanya pariwisata adalah mendatangkan keuntungan, dimana masyarakat penerima wisatawan tersebut dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan standard hidup ( Nyoman :1994).

Parapat sebagai daerah tujuan wisata sangatlah bergantung kepada sektor pariwisata. Selain bertani, masyarakat parapat mengembangkan usaha mikro, seperti pedagang souvenir, pedagang buah, usaha rumah makan, dan usaha penyewaan fasilitas permainan air. Keuntungan yang mereka peroleh tergantung kepada jumlah wisatawan yang berkunjung, tak jarang mereka sering kekurangan modal. Saat pengunjung meningkat maka masyarakat semakin bergairah untuk melakukan kredit, karena masyarakat membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya.


(17)

Permintaan terhadap kredit umum pedesaan ini juga sangat dipengaruhi oleh suku bunga kredit. Suku Bunga adalah balas jasa yang diterima oleh bank apabila bank memberikan kredit. Kebijakan suku bunga kredit dilakukan dengan cara apabila semakin besar jumlah pinjaman dan jangka waktu untuk membayar maka semakin tinggi tingkat suku bunganya.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin menganalisa lebih lanjut mengenai “ Analisis Determinan Permintaan Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Pada PT. BRI Persero ( Studi Kasus : Unit BRI Parapat )”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa besarkah pengaruh Non Performing Loan (NPL) terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) PT. BRI Persero unit Parapat?

2. Berapa besarkah pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) PT. BRI Persero unit Parapat?

3. Berapa besarkah pengaruh jumlah wisatawan terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) PT. BRI Persero unit Parapat?


(18)

1.3 Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu di uji. Berdasarkan permasalahan di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Jumlah (NPL) Non Performing Loan dengan permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) terdapat hubungan yang positif, cateris paribus.

2. Tingkat suku bunga kredit dengan permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) terdapat hubungan yang negatif, cateris paribus.

3. Jumlah wisatawan dengan permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES) terdapat hubungan yang positif, cateris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui berapa besarkah pengaruh jumlah Non Performing Loan (NPL) terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES).

2. Untuk mengetahui berapa besarkah pengaruh tingkat suku bunga kredit terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES).

3. Untuk mengetahui berapa besarkah pengaruh jumlah wisatawan terhadap permintaan kredit umum pedesaan (KUPEDES).


(19)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kalangan akademis / mahasiswa ; hasil penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian dan penulisan selanjutnya di bidang-bidang yang relevan.

2. Kalangan masyarakat luas / nasabah ; hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai edukasi dan informasi untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kredit dan hubungan dengan aspek kemudahan, keamanan dan kelancaran bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kredit.

3. Kalangan Bankir ; hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perusahaan / bank dalam meningkatkan mutu pelayanan pemberian kredit kepada nasabah (masyarakat).


(20)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. BANK

2.1.1. Pengertian Bank

Mendengar kata Bank sebenarnya tidak asing lagi bagi kita, terutama yang hidup di perkotaan. Bahkan di pedesaan sekalipun saat ini kata Bank bukan merupakan kata yang asing dan aneh. Menyebut kata Bank setiap orang selalu mengaitkanya dengan uang, sehingga selalu saja ada anggapan bahwa yang berhubungan dengan Bank selalu ada kaitanya dengan uang. Di Negara-negara maju Bank merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat setiap kali bertransaksi.

Kata Bank berasal dari bahasa Italia, yaitu ”banco” yang artinya potongan papan sejenis banku atau meja. Pengertian Bank secara sederhana adalah Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkanya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa Bank lainya.

Kemudian pengertian Bank menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.


(21)

2.1.2. Fungsi dan Kegiatan Bank Umum

Secara garis besar fungsi Bank diklasifikasikan kedalam 3 hal, yaitu : 1. Bank berfungsi sebagai agent of trust

Bank dikatakan berfungsi sebagai agent of trust karena dasar kegiatan bank itu adalah kepercayaan masyarakat, dimana masyarakat percaya kepada bank bahwa semua dana yang disimpan kepada bank tersebut tidak akan disalah gunakan oleh bank. Sebaliknya pihak bank mengelola dana itu dengan baik. 2. Bank berfungsi sebagai agent of development

Bank dikatakan berfungsi sebagai agent of development, karena institusi bank ikut aktif dalam memperlancar kegiatan produksi dengan cara memberikan bantuan dana/ kredit kepada para pegusaha sehingga kegiatan perusahaan dapat dikembangkan. Selain itu bank juga aktif dalam memperlancar distribusi berbagai barang dan jasa sehingga konsumsi masyarakat akan semakin terjamin dan maksimum.

3. Bank berfungsi sebagai agent of services

Bank dikatakan berfungsi sebagai agent of services karena bank menyediakan dan memberikan berbagai jasa yang diperlukan oleh masyarakat. Misalnya dalam melakukan transfer dana/ uang, jasa incaso, penitipan barang-barang berharga dan lain-lain.


(22)

Kegiatan bank umum juga dikelompokkan kedalam 3 kegiatan pokok yaitu: 1. Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk:

Simpanan Giro (Demand Deposit), Simpanan Tabungan (Saving Deposit), Simpanan Deposito (Time Deposit)

2. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk kredit seperti: Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, Kredit Perdagangan, Kredit Komsumtif, dan Kredit Produktif

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) antara lain:

Menerima setoran-setoran seperti: Pembayaran pajak, melayani pembayaran-pembayaran seperti: Gaji/ Pensiun / honorarium, Transfer (Kiriman Uang) Inkaso (Collection), Kliring (Clearing) Safe Deposit Box, dan jasa lainnya.

2.1.3. Sasaran Manajemen Bank

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, bank memiliki sasaran yang dapat dibedakan berdasarkan jangka waktunya, yaitu:

a. Sasaran jangka pendek, berkaitan dengan penggunaan waktu dalam operasional bank untuk tujuan jangka pendek, misalnya pemenuhan likuiditas, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrumen pasar uang.

b. Sasaran jangka panjang, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank.


(23)

Secara umum bahwa sasaran pokok manajemen bank adalah memaksimalkan nilai investasi dari pemilik bank. Oleh karena itu dalam upaya mencapai sasaran tersebut manajemen bank harus memperhatikan dan menguasai prinsip pengelolaan bank baik aktiva maupun kewajiban-kewajibannya.

2.1.4. Jenis-jenis Bank

Praktek perbankan di Indonesia saat ini yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan memiliki beberapa jenis Bank. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan nomor 7 tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari dua jenis Bank yaitu:

a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Pengertian Bank Umum sesuai dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menurut Undang-10 tahun 1998 adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.


(24)

1. Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Jenis Bank dilihat dari segi kepemilikan adalah sebagai berikut: a. Bank Milik Pemerintah

Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh Pemerintah, sehingga seluruh keuntungan Bank ini dimiliki oleh Pemerintah pula.

Contoh Bank milik Pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN).

b. Bank Milik Swasta Nasional

Merupakan Bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula. Contoh Bank milik swasta nasional antara lain: Bank Bumi Putra, Bank Bukopin dan Bank Swasta lainnya.

c. Bank Milik Asing

Bank milik asing merupakan cabang dari Bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara.

Contoh Bank milik asing antara lain: ABN AMRO, BankAmerican Express, Bank Bank of America dan Bank milik asing lainnya

d. Bank Milik Campuran

Bank milik campuran merupakan Bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh Bank campuran antara lain: Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI


(25)

2. Dilihat dari Segi Status

Pembagian jenis Bank dari segi status merupakan pembagian berdasarkan kedudukan atau status Bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan Bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya.

Dalam prakteknya jenis bank dilihat dari status dibagi ke dalam dua macam yaitu:

a. Bank Devisa

Bank yang berstatus devisa atau Bank devisa merupakan Bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit (L/C) dan transaksi luar negeri lainnya.

b. Bank Non Devisa

Bank dengan status non devisa merupakan Bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai Bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya Bank devisa.

3. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

Ditinjau dari segi menentukan harga dapat pula diartikan sebagai cara penentuan keuntungan yang akan diperoleh. Jenis Bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi 2 kelompok yaitu:


(26)

1. Bank yang berdasarkan Prinsip Konvensional

Mayoritas Bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah Bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini disebabkan tidal terlepas dari sejarah bangsa Indonesia di mana asal mula Bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda (Barat). Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada nasabahnya, Bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu:

a.Menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito.

b.Untuk jasa-jasa Bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu seperti biaya administrasi biaya provisi, sewa, iuran dan biaya-biaya lainnya. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

2. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah

Penentuan harga Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah terhadap produknya sangat berbeda dengan Bank berdasarkan Prinsip Konvensional. Bank berdasarkan Prinsip Syariah menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dengan pihak lain baik dalam hal untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.


(27)

2.2. KREDIT

2.2.1. Pengertian Kredit

Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar dengan cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau angsuransesuai dengan perjanjian.

Menurut asal katanya, kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali.

Bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada debitur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (user).

Sedangkan pengertian kredit menurut undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.


(28)

2.2.2. Unsur-unsur Kredit

Setiap pemberian kredit sebenarnya jika dijabarkan secara mendalam mengandung beberapa arti, sehingga jika kita bicara kredit maka termasuk membicarakan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyidikan yang mendalam tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan dilakukan untuk mengetahui kemauan dan kemampuannya dalam membayar kredit yang disalurkan.

2. Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditangani oleh kedua belah pihak bank dan nasabah.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati, atau dengan kata lain bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya.


(29)

4. Resiko

Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja.

5. Balas Jasa

Akibat dari pemberian fasilitas kredit bank tentu mengharapkan keuntungan dalam jumlah tertentu. Keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan bunga.

2.2.3. Tujuan dan Fungsi Kredit

Perkreditan melibatkan beberapa pihak: kreditur (bank), debitur ( penerima kredit), otorita moneter, dan bahkan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan perkreditan berbeda-beda dan tergantung pada pihak-pihak tersebut.

Menurut Tjoekam ( Tjoekam1999:3), tujuan kredit dibedakan atas 4 pihak, pihak-pihak tresebut adalah:

1. Bagi Kreditur (Bank)

• Perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

• Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaingan.


(30)

• Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas dan profitibilitas bank.

2. Bagi Debitur

• Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik

• Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

• Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. 3. Bagi Otorita Moneter

• Kredit berfungsi sebagai instumen moneter.

• Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber-sumber pendapatan negara.

• Kredit berfungsi sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan di semua lini.

4. Bagi Masyarakat

• Kredit dapat menimbulkan backward dan forward linkage dalam kehidupan perekonomian.

• Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja dan pemerataan pendapatan.


(31)

• Kredit meningkatkan fungsi pasar, karena ada peningkatan daya beli (social buying power)

Fasilitas kredit disamping memiliki tujuan juga berfungsi untuk:

• Meningkatkan daya guna uang, artinya dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.

• Meningkatkan lalu lintas dan peredaran uang, dalam hal ini uang yang diberikan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lain

• Menigkatkan daya guna barang, dimana kredit yang diberikan dapat digunakan oleh debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna.

• Meningkatkan peredaran barang, melalui kredit yang diberikan akan memperlancar arus barang sehingga jumlah barang yang beredar akan bertambah

• Sebagai alat stabilitas ekonomi, dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan masyarakat, membantu mengekspor barang keluar negeri sehingga menambah cadangan devisa


(32)

2.2.4. Jenis-jenis Kredit

Beragamnya jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat.

Secara umum jenis- jenis kredit yang disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah:

1. Dilihat dari Segi Kegunaan

Jika ditinjau dari segi kegunaan terdapat dua jenis kredit yaitu: a. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/ pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja

Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan menigkatkan produksi dalam operasionalnya. Contohnya, untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai. Kredit modal kerja merupakan kredit yang dicairkan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.


(33)

2. Dilihat dari Segi Tujuan Kredit

Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah:

a. Kredit Produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.

b. Kredit Konsumtif

Merupakan kredit yang digunakan untuk konsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan.

c. Kredit Perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3. Dilihat dari Segi Jangka Waktu

Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya masa pemberian kredit dari pertama sekali diberikan sampi masa pelunasannya. Jenis kredit ini adalah:

a. Kredit Jangka Pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.


(34)

b. Kredit Jangka Menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja.

c. Kredit Jangka Panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu diatas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur.

4. Dilihat dari Segi Jaminan a. Kredit dengan Jaminan

Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang akan dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan calon debitur.

b. Kredit tanpa Jaminan

Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

5. Dilihat dari Segi Sektor Usaha

Jenis kredit jika dilihat dari segi sektor usaha sebagai berikut:

a. Kredit Pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat.


(35)

b. Kredit Peternakan, kredit ini diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek seperti peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti peternakan sapi atau kambing.

c. Kredit Industri, yaitu kredit untuk membiayai industri baik industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit Pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang, biasanya dalam jangka panjang seperti tambang emas, minyak atau tambang timah.

e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.

f. Kredit Profesi, diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen, dokter atau pengacara.

g. Kredit Perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.

h. Dan sektor-sektor usaha lainnya.

2.2.5. Prinsip-prinsip Pemberian Kredit

Ada beberapa prinsip-prinsip penilain kredit yang sering dilakukan yaitu dengan analisis 5C, analisis 7P dan studi kelayakan. Kedua prinsip ini memiliki persamaan yaitu apa-apa yang terkandung dalam 5C dirinci lebih lanjut dalam prinsip 7P dan di dalam prinsip 7P disamping lebih terinci juga jangkauan analisisnya lebih luas dari 5C.


(36)

Prinsip pemberian kredit dengan anlisis 5C kredit dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Character

Character adalah sifat atau watak seorang dalam hal ini calon debitur. Tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dipercaya. Character merupakan ukuran untuk menilai “kemauan” nasabah membayar kreditya.

2. Capacity (Capability)

Untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membiayai kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba.

3. Capital

Capital adalah untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

4. Colleteral

Merupakan jaminan yang akan diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Fungsi jaminan adalah sebagai pelindung bank dari resiko kerugian.

5. Condition

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing. Dalam kondisi perekonomian yang kurang stabil sebaiknya pemberian kredit untuk sektor


(37)

tertentu jangan diberikan terlebih dahulu dan kalaupun jadi diberikan sebaiknya juga dengan melihat prospek usaha tersebut di masa yang akan datang.

Sedangkan penilaian dengan 7P kredit adalah sebagai berikut : 1. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tiindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

2. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan mendapatkan fasilitas kredit yang berbeda pula.

3. Perpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.

4. Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.


(38)

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit yang diperolehnya.

6. Profitability

Profitaility diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin menigkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya dari bank.

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang diberikan oleh bank namun melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

Disamping penilaian dengan 5C dan 7P, prinsip penilaian kredit dapat pula dilakukan dengan studi kelayakan, terutama untuk kredit dalam jumlah yang relative besar. Adapun penilaian kredit dengan studi kelayakan meliputi:

1. Aspek Hukum

Merupkan aspek untuk menilai keabsahan dan keaslian dokumen-dokumen atau surat-surat yang dimiliki oleh calon debitur, seperti akte notaris, ijin usaha atau sertifikat tanah dan dokumen atau surat lainnya.

2. Aspek pasar dan Pemasaran

Yaitu aspek untuk menilai prospek usaha nasabah sekarang dan di masa yang akan datang.


(39)

3. Aspek Keuangan

Merupakan aspek untuk menilai kemampuan calon nasabah dalam membiayai dan mengelola usahanya. Penilaian aspek ini dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.

4. Aspek Operasi/ Teknis

Merupakan aspek untuk menilai tata letak ruangan, lokasi usaha dan kapasitas produksi suatu usaha yang tercermin dari sarana dan prasarana yang dimilikinya. 5. Aspek Manajemen

Merupakan aspek untuk menilai sumber daya manusia yang dimiliki oleh perusahaan, baik dari segi kualitas dan kuantitas.

6. Aspek Ekonomi/ Sosial

Merupakan aspek untuk menilai dampak ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dengan adanya suatu usaha terutama terhadap masyarakat, apakah lebih banyak benefit atau cost atau sebaliknya.

7. Aspek AMDAL

Merupakan aspek yang menilai dampak lingkungan yang akan timbul dengan adanya suatu usaha, kemudian cara-cara pencegahan terhadap dampak tersebut.

2.2.6. Pengawasan Kredit

Pengawasan kredit adalah usaha untuk mengetahui dan menyusun strategi perbaikan secara dini indikasi-indikasi penyimpangan (deviation) dari kesepakatan


(40)

bank dan debitur dalam proses kegiatan perkreditan yang kemudian mungkin menjadi penyebab kredit bermasalah dan mendatangkan kerugian bagi bank dan debitur.

a. Prinsip-prinsip pengawasan kredit

1. Upaya pencegahan dan penjagaan dini (early warning)

2. Dilakukan terhadap risk asset bank dari indikasi (signal) penyimpangan yang dapat merugikan bank dan debitur, seperti pengendalian intern dalam perkreditan sejak aplikasi kredit sampai pelunasan atau penyelesaiannya. 3. Built in control

Disebut juga pengawasan melekat, yang menunjukkan pengawasan sehari-hari oleh pejabat terkait dalam perkreditan atas setiap tahap proses kegiatan perkreditan sesuai dengan sistem dan prosedur yang dipakai dalam kegiatan debitur.

b. Indikasi dini deviasi kredit (early warning system)

Bagian ini dimulai dengan peringatan dini, dimana bank hanya dapat melihat dan mengetahui adanya indikasi dini itu bilamana pengawasan kredit berjalan menurut sistemnya. Indikasi dini itu berupa suatu penyimpangan dari kesepakatan bank dan debitur atau melanggar peraturan baik minor maupun mayor, kemudian akan menjadi sebab timbulnya masalah, yang menyebabkan nasabah kesulitan likuiditas dan cash flow, akhirnya terjadi ketidakmampuan debitur memenuhi kewajibannya. Indikasi dimaksud dapat dideteksi melalui beberapa sumber, antara lain dari sejumlah kondisi, seperti: kondisi keuangan nasabah, kondisi manajemen


(41)

perusahaan, perubahan pola usaha, transaksi perbankan yang menurun, administrasi dan dokumentasi kredit, makroekonomi dan kebijaksanaan.

2.2.7. Resiko Kredit

Setiap transaksi yang dilakukan bank, baik transaksi on balance sheet (termasuk transaksi prekreditan), maupun transaksi off balance sheet mempunyai kendala atau resiko yang akan mempengaruhi kinerja bank (bank performance), termasuk transaksi-transaksi perkreditan ( Mohammad, 1999: 59).

Resiko secara umum adalah kemungkinan kerugian atau kegagalan dalam bisnis perbankan. Resiko kredit merupakan salah satu resiko yang dihadapi bank, disamping resiko likuiditas, resiko manajerial maupun resiko kekhilafan manusia. Resiko kredit umunya mengambil bagian yang terbesar dalam bisnis bank komersial karena pinjaman dan investasi portefel biasanya merupakan bagian terbesar dalam aktiva mereka. Bahkan sekalipun tidak tepat benar, jumlah dan perputaran pinjaman dan investasi portefel acap kali dipakai indikator bagi mutu manajemen bisnis perbankan.

Resiko kredit didefenisikan sebagai berikut:

a. resiko yang timbul karena ketidakpastian pelunasan pinjaman oleh nasabah debitur. Kegagalan memenuhi perjanjian pelunasan, sebagian atau seluruhnya, termasuk dalam jenis resiko ini.

b. resiko yang disebabkan oleh investasi yang tidak memberikan pendapatan atau investasi yang justru mengurangi aktiva modal.


(42)

Banyak jenis resiko yang dihadapi oleh manajemen bank dalam bisnis perbankan. Secara garis besarnya dapat dibedakan kedalam resiko kredit yang disebabkan oleh:

1. Faktor-faktor yang relevan dengan kreditur dan debitur

Dari pihak bank mungkin tidak bersikap hati-hati, sehingga kurang memperhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit, atau resiko mungkin pula datang dari nasabah debitur, seperti kepailitan, meninggal dunia, penipuan, penyesatan dan kejahatan lainnya.

2. Faktor-faktor yang bersifat eksogein

Perekonomian makro yang sedang dilanda oleh resesi atau depresi yang menyebabkan margin laba negatif dan pengangguran massal, pergolakan politik dan sosial seperti pemogokan dan kerusuhan, merupakan beberapa resiko kredit yang disebabkan oleh faktor-faktor eksogein. Sebagian daripadanya tidak dapat dikendalikan karena berada diluar sistem

Ada beberapa strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan dalam mengurangi resiko kredit, antara lain:

a. Diversifikasi pinjaman atau portepel

Dengan memperbanyak jenis pinjaman dan portepel, resiko kredit akan berkurang karena setiap pinjaman dapat saling mengkompensasi kemungkinan munculnya resiko. Dengan memperbanyak diversifikasi pinjaman atau portepel itu bisnis perbankan bertujuan untuk memperluas alternatif pilihan bukan menguranginya.


(43)

b. Penetapan standar kredit yang tinggi

Dengan meningkatkan standar kredit yang harus dipenuhi oleh calon nasabah debitur, resiko kegagalan dalam pemberian kredit dapat dikurangi, sekalipun mungkin banyak pelamar kredit yang mengundurkan diri atau mengurungkan niatnya untuk mengambil kredit.

c. Asuransi pinjaman kepada perusahaan asuransi

Sekalipun asuransi itu akan menambah biaya kredit, namun keamanannya pada umumnya lebih terjamin. Dengan mengutamakan kepentingan naabah dan kepentingan bisnis perbankan, manajemen perlu mempertimbangkan manejemen resiko yang tepat.

2.2.8. Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES)

Kredit umum pedesaan yang disingkat KUPEDES adalah suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit Desa untuk mengembangkan/meningkatkan usaha kecil yng layak di pedesaan, baik yang telah dibantu dengan fasilitas kredit.

Dari pengertian di atas jelas bahwa kupedes diutamakan untuk membiayai usaha kecil di pedesaan. Namun demikian untuk memperluas jangkauan pelayanan, maka Direksi BRI telah mengambil kebijakan agar Kupedes dapat diberikan pula pada pegawai berpenghasilan tetap (SE KANPUS NOSE : S 255 – KTN/11/85 tanggal 8 November 1985). Perlu ditekankan disini bahwa kupedes hanya disediakan oleh BRI Unit Desa dan bukan bank lain (termasuk KANCA BRI) dan sasarannya


(44)

adalah orang-orang yang mempunyai usaha selain dari pegawai yang berpenghasilan tetap seperti dimaksudkan dalam SE KANPUS NOSE : S 255 – KTN/11/85.

Sasaran Kupedes

Seperti yang telah diungkapkan di atas yang menjadi sasaran Kupedes adalah dua golongan masyarakat pedesaan, yaitu:

a. Pengusaha

Yaitu semua pengusaha yang bergerak dalam berbagai sektor ekonomi dalam wilayah kerja BRI Unit seperti pada sektor : pertanian, perdagangan, jasa-jasa, dan lain-lain.

b. Golongan berpenghasilan tetap

Adapun yang dimaksud dengan masyarakat golongan berpenghasilan (Golbertab)menurut Surat Edaran Kantor Pusat BRI No. Surat Edaran : S.212/DIR/BUD/8/1986 adalah:

1. Semua pegawai yang dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.6 Tahun 1974 bab 1 pasal 1. Pegawai negeri yang dimaksud:

• Pegawai Negeri Sipil baik pegawai sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah maupun pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkan/diangkat Anggota TNI dan Polri dengan pangkat Pembantu Letnan 1 kebawah dan bukan pejabat


(45)

• Pegawai BUMN (kecuali pegawai BRI/BRI Unit) dan bukan pejabat

• Pegawai Perusahaan Daerah

• atas dasar Peraturan Pemerintah dengan pangkat III/d – PGPS – 1986 kebawah dan bukan pejabat.

Jenis-jenis Kupedes

1. Kupedes Modal Kerja (Eksploitasi)

Fasilitas Kupedes ini diberikan kepada nasabah sebagai tambahan modal kerja usaha (untuk pengusaha) atau untuk keperluan konsumsi (bagi pegawai) dengan sektor ekonomi sebagai berikut:

a. Sektor pertanian, misalnya untuk membiayai semua kegiatan yang sangat tergantung dan menunjang pada hasil usaha bercocok tanam seperti pengecer pupuk/obat-obatan, usaha kecil yang mengumpulkan segala hasil pertanian/ perikanan/ peternakan / perkebunan dan memasarkan kembali dengan atau tanpa up grading/sortasi ataupun prosesing lebih lanjut.

b. Sektor Perindustrian, misalnya untuk pembiayaaan pengelola bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, pengelola bahan setengah jadi menjadi barang jadi termasuk biaya tenaga kerja.

c. Sektor perdagangan, misalnya untuk pembiayaan pembelian, penjualan dan pemasaran barang dagangan termasuk biaya tenaga kerja.


(46)

d. Sektor Jasa dan lain-lain, misalnya untuk pembiayaan operasi bengkel, salon, penjahit, transport dan lain-lain termasuk biaya tenaga kerjanya.

e. Sektor Golongan Berpenghasilan Tetap, misalnya untuk pesta perkawinan atau biaya anak sekolah.

2. Kupedes Investasi

Kupedes ini diberikan kepada nasabah untuk pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana/peralatan produksi (bagi pengusaha) dan pembelian/pembangunan rumah atau peralatan kerja (bagi pegawai).

Manfaat Kupedes 1. Nasabah Kupedes

Nasabah Kupedes pada umumnya adalah pengusaha kecil, baik yang bergerak di sektor pertanian maupun sektor non-pertanian. Pada umumnya para pengamat beranggapan, bahwa dibandingkan dengan KUT, KCK, maka Kupedes dinilai hanya menjangkau lapisan masyarakat desa yang lebih atas. Disamping itu nasabah Kupedes rata-rata mempunyai 4 (empat) kegiatan usaha. Dipersifikasi usaha tersebut dilakukan mereka antara lain untuk menghindari resiko yang akan timbul dalam gejolak ekonomi.

2. Penyerapan Tenaga Kerja, Penyerapan Teknologi, Dan Tingkat Konsumsi Peminjam Kupedes dalam melakukan usahanya mempekerjakan tenaga-tenaga lain, baik tenaga-tenaga kerja famili maupun tenaga-tenaga upahan, dengan jumlah rata-rata 3-4 orang. Setelah menerima Kupedes penyerapan tersebut


(47)

meningkat menjadi 4-5 orang per usaha. Tenaga kerja yang membantu pengusaha Kupedes terdiri dari tenaga kerja famili, tenaga kerja bagi hasil, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja borongan. Setelah menerima Kupedes ada pergeseran dari tenaga kerja famili ke tenaga kerja upahan. Peningkatan penyerapan tersebut dapat mencegah tenaga-tenaga yang semula akan melakukan migrasi ke kota untuk tetap tinggal dan bekerja di desa-desa, hal ini merupakan sumbangan yang cukup berarti dari pada nasabah Kupedes. Kualitas konsumsi nasabah Kupedes, dengan meningkatkan pendapatan mereka, dilaporkan naik baik yang berupa alat-alat rumah tangga, pelayanan kesehatan, kualitas makanan maupun pendidikan anak-anak. Kaitan itu langsung dalam jaringan bisnis yaitu kegiatan nasabah Kupedes dengan jaringan bisnis pedesaan lainnya berupa kaitan hulu, kaitan hilir atau kaitan hulu dan hilir.

2.3. NON PERFORMING LOAN ( NPL ) 2.3.1. Pengertian Non Performing Loan (NPL)

Setiap bank akan menjumpai pinjaman yang membawa resiko lebih besar daripada yang diperkirakan saat memberikan persetujuan permohonan kredit dalam fortopolio kreditnya, bahkan juga pinjaman yang mungkin membawa resiko jauh lebih besar daripada yang lazimnya masih bisa dihadapi. Pinjaman-pinjaman yang demikian dikategorikan dalam pinjaman yang bermasalah (Non-Performing Loan)


(48)

Non-Performing Loan (NPL) merupakan rasio atau perbandingan antara jumlah kredit bermasalah dengan total kredit yang disalurkan. Kredit bermasalah ini dapat diartikan sebagai kredit yang pembayaran kembali utang pokok dan kewajiban bunganya tidak sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan bank, serta mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan mempunyai potensi untuk rugi, atau pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan kendali debitur.

2.3.2. Faktor Penyebab Non Performing Loan

Terjadinya kredit bermasalah merupakan hal umum dalam dunia perbankan. Munculnya kredit bermasalah ini dapat disebabkan oleh kesalahan bank dan atau nasabah, tetapi dapat juga karena faktor-faktor eksternal. Kesalahan bank dan atau nasabah lebih disebabkan faktor-faktor internal perusahaan. Sementara faktor eksternal antara lain disebabkan karena resesi ekonomi, seperti naiknya harga minyak yang melanda negara-negara maju tahun 1974, maupun krisis yang melanda Indonesia tahun 1997-1998.

a. Faktor Internal,

Faktor internal berhubungan dengan kebijakan dan strategi yang ditempuh pihak bank, baik manajemen maupun kualitas sumber daya manusianya. Misalnya:

1. Kebijakan perkreditan yang ekspansif

Bank yang memiliki kelebihan dana (excess liquidity) sering menetapkan kebijakan perkreditan yang terlalu ekspansif yang melebihi pertumbuhan kredit


(49)

secara wajar, misalnya dengan menetapkan target kredit yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Adanya target yang harus dicapai mendorong pejabat kredit menempuh langkah-langkah yang terlalu berani dalam menyalurkan kreditnya, sehingga tidak lagi selektif dalam memilih calon debitur dan penerapan prinsip pemberian kredit kadang terabaikan.

2. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan.

Dalam hal ini pejabat bank sering tidak mengikuti dan kurang disiplin dalam menerapkan prosedur perkreditan sesuai dengan pedoman dan tata cara pemberian kredit. Misalnya, bank tidak mewajibkan calon debitur membuat studi kelayakan dan menyampaikan data yang lengkap. Penyimpangan tersebut bisa disebabkan karena jumlah dan kualitas sumber daya manusia yang menangani kredit kurang memadai, maupun karena adanya pihak dalam bank yang sangat dominan dalam pemutusan kredit.

3. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan kredit.

Hal ini dapat dilihat dari dokumen kredit yang seharusnya diminta dari debitur tetapi tidak dilakukan oleh bank, berkas perkreditan tidak lengkap dan tidak teratur, pemantauan terhadap usaha debitur tidak dilakukan secara rutin. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan ini menyebabkan kredit yang secara potensial akan mengalami masalah tidak dapat dilacak secara dini.

4. Lemahnya sistem informasi kredit

Sistem informasi kredit yang tidak berjalan semestinya akan memperlemah keakuratan pelaporan bank sehingga menyulitkan pendeteksian secara dini, dan


(50)

akan memperlambat pengambilan langkah-langkah pencegahan kredit bermasalah.

5. Itikad kurang baik dari pihak bank

Dalam hal ini pengurus maupun pejabat bank sering memanfaatkan keberadaan banknya untuk kepentingan bisnisnya dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan, seperti misalnya pelanggaran ketentuan legal linding limit (L3). Dipihak lain adanya skenario dari pemilik bank memberikan kredit yang fiktif hanya untuk kepentingan pemilik bank.

b. Faktor eksternal,

Faktor eksternal ini terkait dengan kegiatan usaha debitur yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah, misalnya:

1. Penurunan kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat bunga kredit

Penurunan kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat bunga kredit ini sangat rentan terhadap kegiatan usaha debitur. Hal ini misalnya disebabkan oleh adanya kebijakan penyejukan ekonomi atau kebijakan pengetatan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang menyebabkan tingkat bunga naik.

2. Pemanfaatan iklim perusahaan perbankan yang tidak sehat oleh debitur

Misalnya persaingan dalam penyaluran kredit yang ketat antara bank dapat dimanfaatkan debitur yang memiliki itikad kurang baik dengan cara memperoleh pinjaman melebihi yang diperlukan untuk tujuan spekulatif.


(51)

3. Kegagalan usaha debitur

Kondisi seperti ini misalnya terjadi karena sifat usaha debitur yang sensitif terhadap pengaruh eksternal (external factors) seperti kegagalan pemasaran

produk, perubahan harga di pasaran, perubahan pola konsumen dan pengaruh perekonomian nasional.

4. Debitur mengalami musibah

Misalnya karena meninggal dunia, lokasi usaha mengalami kebakaran atau kerusakan, sementara usaha debitur tidak dilindungi asuransi.

2.3.3. Tanda-tanda Non Performing Loan

Kredit bermasalah muncul tidak secara tiba-tiba, tetapi secara perlahan-lahan yang didahului oleh penyimpangan (signals of deviation) menurunnya kualitas beberapa variabel dari aspek penentu mutu kredit. Tanda-tanda ini dapat dilihat hanya bila bank selalu melakukan monitoring (on desk monitoring atau on site monitoring) yang mempunyai landasan peringatan dini (early warning system). Sumber tanda-tanda penyimpangan dimaksud antara lain:

a. Kemunduran usaha debitur

Dapat dilihat dari arus kas masuk yang jauh lebih rendah dari yang diperkirakan. Kemunduran usaha debitur ini dapat disebabkan karena pengaruh faktor eksternal maupun internal, seperti kondisi perekonomian


(52)

Misalnya terlihat dari sikap menghindar atau menyembunyikan informasi yang seharusnya diberikan pada bank

c. Permintaan kredit yang melebihi batas maksimal (overdraft)

Overdraft menunjukkan adanya penurunan yang tidak diharapkan dari usaha debitur yang menyebabkan dana yang dicairkan bank tidak memadai lagi untuk menjalankan usahanya, sehingga mendorong debitur untuk mengajukan permohonan kredit yang besar.

d. Keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan bunga Ini menunjukkan terganggunya arus keuangan perusahaan. e. Penundaan yang tidak biasanya (abnormal)

Kondisi seperti ini terjadi karena debitur mengalami keadaan keuangan yang parah sehingga pembayaran tidak dapat dilakukan sesuai perjanjian

f. Tren laporan keuangan yang terus memburuk

Misalnya dapat terlihat dari perubahan variabel pokok dalam neraca maupun laporan laba rugi.

g. Pergantian manajemen (secara mendadak)

Keadaan seperti ini dapat menunjukkan adanya konflik dalam manajemen, yang berpengaruh pada operasional dan usaha debitur.

h. Sikap dari bankir, seperti:

1. kelemahan dan kekurangan bankir, yakni tidak menguasai bidang usaha debitur


(53)

2. Kerjasama dengan debitur namun membawa kerugian bagi bank (terjadi kolusi)

3. Kurang bersemangat mengembangkan diri sebagai bankir yang professional

4. Analisis kredit yang dangkal, cenderung bertindak sebagai penerima perintah, tidak memperhatikan sistematika dan tahapan kredit.

i. Banking environment Misalnya tercermin dari:

1. sinyal – sinyal yang timbul dari perubahan kondisi ekonomi, moneter dan perbankan

2. dampak deregulasi dan regulasi sektor financial maupun sektor riel 3. kondisi ekonomi baik nasional maupun internasional yang kurang

mampu diantisipasi debitur

4. fluktuasi tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang.

2. 3.4. Kolektibilitas Non Performing Loan

Bank Indonesia menetapkan jenjang mutu kredit berdasarkan kolektibilitasnya. Kolektibilitas itu sendiri merupakan suatu kondisi pembayaran pokok atau angsuran pokok, bunga, dan tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan. Kolektibilitas itu pada prinsipnya berdasarkan lamanya waktu penyelesaian kewajiban nasabah berupa prinsipal/angsuran prinsipal, bunga dan overdraft serta kemungkinan lainnya.


(54)

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 ditetapkan kriteria kredit berdasarkan kolektibilitasnya, yaitu:

a. Lancar (Pass), apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Pembayaran angsuran pokok atau bunga tepat waktu 2. Memiliki mutasi rekening yang aktif

3. Merupakan bagian dari kredit yang dijamin dengan angsuran (cash collateral)

b. Dalam perhatian khusus (special mantion), apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang belum melampaui 60 hari

2. Kadang-kadang terjadi cerukan 3. Mutasi rekening cendrung relatif aktif

4. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan 5. Sering didukung oleh pinjaman baru

c. Kurang Lancar (sun standard), dengan kriteria sebagai berikut:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang tidak melampaui 90 hari

2. Sering terjadi cerukan


(55)

4. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari

5. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur 6. Dokumentasi pinjaman yang lemah

d. Diragukan (doubtful), dengan kriteria sebagai berikut:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 180 hari

2. Terjadi cerukan yang bersifat permanen 3. Terjadi wan prestasi lebih dari 180 hari 4. Terjadi kapitalisasi bunga

5. Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun untuk pengikatan jaminan

e. Macet (Loss), dengan kriteria sebagai berikut:

1. Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga yang telah melampaui 270 hari

2. Kerugian operasional dengan pinjaman baru

3. Dari segi hukum maupun operasional dengan pinjaman baru, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar.

2.3.5. Pencegahan Non Performing Loan

Pencegahan kredit bermasalah bermanfaat untuk mencegah kondisi yang lebih buruk dan meminimalkan potensi kerugian. Jika faktor-faktor eksternal dapat


(56)

diprediksi dengan sangat tepat, maka kredit bermasalah dapat dicegah. Namun karena dalam dunia nyata manusia tidak mampu secara akurat memprediksi masa depan, maka yang dapat dilakukan adalah menurunkan persentase kemungkinan terjadinya kredit bermasalah. (Mandala Manurung, 2004:200).Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah besarnya kredit bermasalah tersebut, yaitu:

a. Kebijakan penyaluran kredit yang sehat

Kebijakan penyaluran kredit yang sehat harus dinyatakan secara tertulis oleh setiap bank, dengan demikian setiap pejabat bank mempunyai pedoman yang dapat dipergunakan sebagai pegangan dalam melaksanakan tugasnya. Kebijakan pokok perkreditan itu harus jelas sehingga mudah dimengerti, ringkas dan padat. Beberapa ketentuan yang harus ada sebagai berikut:

1. struktur organisasi bidang perkreditan dan job description –nya 2. kewenangan dari masing-masing pejabat

3. batas pemberian kredit pada debitur

b. Sumber daya manusia yang solid dalam bidang perkreditan

Agar dapat menerapkan azas manajemen yang sehat, bank harus mempunyai sumber daya manusia yang sehat, baik mengenai pendidikan maupun moralnya seperti kemampuan berkomunikasi dengan nasabah dalam memonitor kredit.

Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting bagi perbankan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia mereka antara lain dengan menyelenggarakan program pelatihan secara berkesinambungan. Yang perlu diperhatikan guna meningkatkan moral staf perbankan tersebut adalah mereka harus


(57)

mendapatkan gaji atau imbalan yang sesuai dengan situasi pasar sehingga mendukung mereka dalam pekerjaan mereka.

c. Kebijakan persetujuan kredit

bank terhadap kredit yang digolongkan sebagai kredit bermasalah sebagai upaya terakhir setelah semua upaya pembinaan kredit dilakukan.

Kredit yang telah diklasifikasikan sebagai kredit bermasalah, sebelum dilakukan penyelamatan dapat ditempuh beberapa usaha, antara lain:

a. Peringatan tertulis untuk segera menyelesaikan kewajibannya yang tertunggak disamping usaha lain untuk melakukan penagihan. Peringatan tersebut dapat dilakukan selama tiga kali, apabila debitur belum juga menyelesaikan kewajibannya, maka bank dapat mencabut fasilitas kredit sehingga yang bersangkutan dapat dikenakan overdue.

b. Apabila setelah dilakukan peringatan sampai tiga kali namun belum ada reaksi maka dapat ditempuh jalur hukum yaitu melalui Pengadilan Negeri bagi bank swasta dan bagi bank BUMN melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

Untuk mengatasi kredit bermasalah bank perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan terhadap kredit bermasalah dilakukan dengan beberapa metode yaitu:

a. Rescheduling (Penjadwalan ulang)

yaitu: perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu kredit.


(58)

Bank memberikan kelonggaran waktu pelunasan kredit dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan, yang mencakup:

1. memperpanjang jangka waktu kredit

Debitur diberi keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi 1 tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. 2. memperpanjang jangka waktu angsuran

dalam hal ini jangka waktu angsuran diperpanjang sehingga jumlah angsuran mengecil

Penjadwalan kembali sebaiknya dilakukan untuk usaha yang masih mempunyai prospek, tetapi menjadi tidak lancar karena faktor eksternal dan atau kesalahan manajemen yang diperkirakan masih dapat diperbaiki, seperti misalnya usaha debitur memiliki prospek untuk bangkit kembali, debitur menunjukkan itikad baik untuk membayar dan ada keyakinan bahwa debitur tetap berminat dan berniat untuk terus mengelola usahanya. b. Reconditioning (Persyaratan ulang)

yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.

Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu dengan mengubah berbagai persyaratan : kapitalisasi bunga yaitu bunga dijadikan hutang pokok,


(59)

penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, penurunan suku bunga, dan pembebasan bunga.

c. Restructuring (Restrukturisasi)

yaitu: perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan pejadwalan kembali atau persyaratan kembali.

Restrukturisasi dapat dilakukan antara lain dengan cara: 1. menambah jumlah kredit

2. peninjauan kembali syarat-syarat kredit

3. pembatasan rencana ekspansi perusahaan yang disesuaikan dengan kenyataan

4. memperbaiki struktur pendanaan 5. menekan biaya-biaya tetap 6. penambahan modal

7. penambahan pinjaman d. Kombinasi

yaitu merupakan kombinasi dari penjadwalan ulang (rescheduling), persyaratan ulang (reconditioning) dan restrukturisasi (restructuring).


(60)

e. Konsultasi dan bantuan teknis

Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan debitur dalam pengelolaan usaha, mencakup antara lain pengelolaan penjualan, koleksi piutang, produksi dan distribusi.

f. Merger

Melalui merger, debitur yang bermasalah digabung dengan perusahaan yang lain dalam rangka menghasilkan sinergi.

g. Penyitaan/ eksekusi barang jaminan

yaitu, penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan hutang.

Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.

2.4. TINGKAT SUKU BUNGA 2.4.1. Pengertian Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang yang dinyatakan dalam persen (%) per satuan waktu (per bulan atau per tahun). Dalam kamus ilmu ekonomi bunga diartikan sebagai imbalan yang dibayarkan oleh peminjam atas dana yang diterima, bunga dinyatakan dalam persen.


(61)

2.4.2. Jenis-jenis Suku Bunga

Dalam kehidupan sehari-hari banyak terdapat jenis suku bunga, yaitu : 1. Suku Bunga Dasar

Suku bunga dasar adalah tingkat bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikan oleh perbankan dan tingkat bunga yang telah ditetapkan bank sentral untuk mendiskontokan surat-surat berharga yang ditarik atau diambil oleh bank sentral. Dasar perhitungan suku bunga ini juga dipakai oleh bank komersil untuk menghitung suku bunga kredit yang dikenakan pada nasabanya. 2. Suku Bunga Efektif

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang dibayar atas dasar harga beli suatu obligasi (BOND). Semakin rendah harga pembelian obligasi dengan tingkat bunga nominal tertentu, maka semakin tinggi tingkat bunga efektifnya dan sebaliknya. Jadi hubungan terbalik antara harga yang dibayarkan untuk obligasi dengan tingkat bunga efektifnya.

3. Suku Bunga Nominal

Suku bunga nominal (nominal rate) adalah suku bunga riil ditambah dengan tingkat inflasi. Sebagai contoh: misalkan bahwa suku bunga riil adalah 8 persen pertahun dan laju inflasi sebesar 7 persen per tahun, maka dapat dihitung suku bunga nominal yaitu 8% + 7% = 15% per tahun. Selama periode inflasi, kita harus menggunakan suku bunga riil, bukan suku bunga nominal atau uang untuk menghitung hasil investasi dalam bentuk barang yang diperolehnya per tahun dari barang yang di investasikan.


(62)

4. Suku Bunga Riil

Suku bunga riil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi. Suku bunga riil dibedakan menjadi 2 yaitu : Ex Ante dan Ex Post. Dua konsep terhadap suku bunga riil yang harus diperhatikan adalah :

- Tingkat bunga riil yang diharapkan pemebri pinjaman dan peminjam ketika kesepakatan dibuat disebut sebagai tingkat bunga riil ex ante.

- Tingkat bunga riil yang direalisasikan secara nyata disebut sebagai tingkat bunga riil ex post.

5. Suku Bunga Padanan

Suku bunga padanan adalah suku bunga yang besarnya dihitung stiap hari ( bunga harian), setiap minggu (bunga mingguan), setiap bulan ( bunga bulanan) dan setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman atau investasi selama jangka waktu tetentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan memberi penghasilan bunga dalam jumlah yang sama.

2.4.3. Komponen-komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit

Dalam menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang akan diberikan kepada para debitur terdapat beberapa komponen yang perlu diperhatikan. Komponen-komponen ini ada yang dapat diminimalkan dan ada pula yang tidak sama sekali. Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit adalah:


(63)

1. Total Biaya Dana (cost of Fund)

Merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan,maupun deposito. Total biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana yang diinginkan. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan maka semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya.

2. Biaya Operasi

Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan operasinya. Biaya ini terdiri dari biaya gaji pegawai, biaya administrasi, biaya pemeliharaan dan biaya-biaya lainnya.

3. Cadangan Resiko Kredit Macet

Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan, hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar. Resiko ini dapat timbul baik sengaja maupun tidak sengaja.

4. Laba yang Diinginkan

Setiap kali melakukan transaksi bank selalu ingin memperoleh laba yang maksimal. Dalam hal ini biasnya bank disamping melihat kondisi nasabah apakah nasabah utama atau bukan dan juga melihat sektor-sektor yang dibiayai.

3. Pajak

Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.


(64)

2.4.4.Jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit

Pembebanan jenis suku bunga oleh bank adalah dengan memperhatikan jenis kredit yang dibiayai, kemudian juga yang menjadi pertimbangan bank dalam menentukan pembebanan suku bunga adalah tingkat resiko dari masing-masing jenis kredit.

Dewasa ini terdapat 3 jenis model pembebanan suku bunga kredit yang sering dilakukan oleh bank. Adapun model pembebanan jenis suku bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Flate Rate

Flate rate merupakan perhitungan suku bunga yang tetap setiap periode, sehingga jumlah angsuran (cicilan) setiap periode pun tetap sampai pinjaman resebut lunas. Perhitungan suku bunga model ini adalah dengan mengalikan % bunga perperiode dikali dengan pinjaman.

2. Sliding Rate

Merupakan perhitungan suku bunga yang dilakukan dengan mengalikan % tase bunga per periode dengan sisa pinjaman. Sehingga jumlah suku bunga yang dibayar debitur semakin menurun, akibantya angsuran yang dibayar pun menurun jumlahnya.

3. Floating Rate

Merupakan perhitungan suku bunga yang dilakukan sesuai dengan tingkat suku bunga pada bulan yang bersangkutan. Dalam perhitungan modal ini suku bunga dapat naik, turun atau tetap setiap periodenya. Begitu juga dengan jumlah


(65)

angsuran yang dibayar sangat tergantung dari suku bunga pada bulan yang bersangkutan.

2.5. PARIWISATA

2.5.1. Pengertian Pariwisata dan Wisatawan

Pengertian pariwisata dan wisatawan timbul di perancis menjelang akhir abad ke-17 pada tahun 1672, de St. Maurice seorang bangsawan perancis menerbitkan sebuah buku petunjuk “The True Guide For Foreignes Travelling in France, to Appreciate Its Beauties, Learn the Languageand Take Exercise”. Buku petunjuk perjalanan untuk orang asing untuk menikmati keindahan alam dan mempelajari serta mempraktekkan bahasa perancis. Orang yang mengadakan tour atau perjalanan disebut touriste. Dengan demikian istilah tour atau touriste untuk menunjuk perjalanan di perancis untuk menikmati keindahan alam dan belajar bahasa. Di Indonesia, disamping tur dan turis, digunakan istilah wisata, wisatawan dan pariwisata sebagai padanan tour, touriste, dan tourism.

Pengertian tentang pariwisata ditinjau dari segi ekonomi pada mulanya tidaklah begitu jelas dan mudah. Ini disebabkan oleh tidak adanya konsep atau batasan (defenisi) yang jelas mengenai bidang, bentuk atau jenis pariwisata.

Berikut adalah beberapa defenisi pariwisata antara lain: 1. Prof. Hunzleeker dan Prof. K. Srapt.

Kepariwisataan adalah keseluruhan daripada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal


(66)

sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara.

2. Robert Mclntosh bersama Shashihant Gupta

Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis pemerintah, tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatwan-wisatawan serta pengunjung lainnya. 3. Ketetapan MPRS No. I – II Tahun 1960

Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri).

Menurut Happy Marpaung (Happy, 2002:13) pariwisata adalah perpindahan sementara yamg dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya.

Berdasarkan pengertian di atas, defenisi pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Di Indonesia, pengertian wisatawan tercantum dalam instruksi Presiden RI. No. 9 Tahun 1969, yaitu setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk


(67)

berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan itu. Defenisi ini telah mencakup wisatawan dalam dan luar negeri namun tidak memberikan batas waktu kunjungannya. Untuk tujuan praktisnya, Departemen Pariwisata menggunakan defenisi wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain, selain tempat tinggalnya, untuk salah satu atau beberapa alasan, selain mencari pekerjaan.

Sedangkan WTO mendefenisikan wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraanya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut ini:

a. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga.

b. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.

2.5.2. Manfaat Pariwisata

Tersedianya sarana dan prasarana kepariwisataan dengan baik dan lengkap diharapkan dapat menarik lebih banyak jumlah wisatawan dan lebih lama tinggal di daerah objek wisata, yang tentunya hal tersebut memberikan manfaat yang besar bagi penduduk setempat dan pemerintah.


(68)

Manfaat pariwisata dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain : 1. Dari Segi Politik Pemerintah, dimana pariwisata ini dapat :

• Merangsang keinginan masyarakat untuk bekerja dan belajar keras • Merangsang keinginan masyarakat untuk menggali budaya-budaya

lama serta mengembangkannya.

• Merangsang keinginan masyarakat untuk menggali potensi alam untuk menigkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Dari Segi Ekonomi

• Menambah devisa negara

• Menambah pendapatan pajak bagi negara

• Merangsang pertumbuhan industri-industri yang mempunyai volume produk yang besar dan mutu baik

• Menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan kepariwisataan memberikan berbagai pengaruh bagi anggota masyarakat dimana pariwisata itu dikembangkan. Pengaruhnya meliputi bidang ekonomi, sosial budaya, religi, lingkungan dan sebagainya dengan tingkat intensitas tertentu.

Khusus pengembangan pariwisata di Indonesia, pemerintah berusaha agar dapat diperoleh keuntungan yang dapat di petik oleh masyarakat setempat terutama manfaat sosial dan ekonominya. Pengeluaran-pengeluaran para wisatawan selama di perjalanan dan selama berada di lokasi objek wisata akan meningkatkan pendapatan


(69)

penduduk setempat sehingga taraf kehidupan mereka diharapkan semakin membaik yang meliputi pendidikannya, perumahannya dan sebagainya.

2.5.3. Masalah yang Dihadapi Dalam Pengembangan Pariwisata

Adapun masalah yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata dapat dilihat dari segi kebijaksanaan pemerintah, segi ekonomi dan segi phisiologisnya yang dapat diuraikan sebagi beikut :

1. Terjadinya Pencemaran Lingkungan

Hal ini terjadi karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke tempat-tempat wisata yang melakukan pembuangan sampah di lokasi wisata.

2. Terbatasnya tempat tinggal penduduk di daerah wisatawan itu dan ruang gerak mereka di sekitarnya disebabkan lokasi tersebut digunakan sebagai kawasan wisata.

3. Investasi pariwisata sangat besar, sehingga bila proyek ini tidak memenuhi sasarannya akan mengakibatkan kerugian.

4. Terjadinya perubahan sosial yakni adanya perubahan sikap dan tingkah laku kehidupan generasi muda akibat pengaruh yang dibawa oleh wisatawan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Terjadinya perubahan harga-harga, dimana harga-harga umumnya menjadi tinggi karena semua barang-barang ditujukan untuk kepentingan wisatawan dan adanya anggapan bahwa wisatawan mempunyai uang yang banyak.


(70)

6. Daerah-daerah wisata pada umumnya laju pembangunan akan bertambah pesat. Biaya pembangunan di daerah lokasi wisata menjadi lebih tinggi karena jauh dari sumber bahan bangunan dan sulit di jangkau.

2.5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pariwisata

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pariwisata yang sifatnya mendukung perkembangan tersebut, yaitu:

1. Keramahtamahan Penduduk

Masyarakat Indonesia yang dikenal dengan keramahtamahannya perlu terus dipertahankan karena hal ini sangat perlu dan berpengaruh bagi wisatawan akan ketenangan dan betahnya wisatawan untuk tinggal lebih lama di daerah tujuan wisata.

2. Kegiatan Pemasaran Kepariwisataan

Untuk lebih menigkatkan kepariwisataan perlu dilakukan kegiatan pemasaran kepariwisataan. Pemasaran ini dapat berbentuk brosur perjalanan, makalah pariwisata, kartu pos dan lain-lain, yang diedarkan di dalam dan di luar negeri. Juga dapat dilakukan dengan mengundang biro-biro perjalanan luar negeri untuk memperkenalkan daerah wisata.

3. Misi-misi Kebudayaan

Negara kita yang penuh dengan budaya tradisional perlu diperkenalkan kepada masyarakat internasional dengan mengirim misi-misi kebudayaan kita ke luar negeri. Juga untuk memperkenalkan lokasi atau daerah-daerah objek


(71)

pariwisata, dalam hal ini peraturan duta-duta besar kita ke luar negeri perlu menggiatkan misi-misi kebudayaan.

4. Fasilitas Kepariwisataan

Fasilitas memegang peranan yang penting dalam pengembangan pariwisata, karena betapapun baiknya suatu daerah tujuan wisata dan bagaimanapun efisiensinya promosi namun seorang wisatawan bisa akan kecewa bila ia tidak dapat menemukan fasilitas yang diinginkannya.

5. Penulisan Kepariwisataan

Penulisan kepariwisataan baik yang dilakukan oleh penulis dalam negeri maupun asing mengenai objek wista yang menarik di Indonesia untuk diperkenalkan ke luar negeri baik yang dimuat dalam mass media dalam negeri maupun internasional.

Selain uraian di atas masih terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan dan pembangunan yang menunjang sektor pariwisata, yaitu :

- Pemeliharaan objek-objek wisata yang sudah ada

- Pembangunan jalan-jalan atau seluruh transportasi lainnya yang memudahkan mencapai tempat objek wisata

- Pengembangan fasilitas-fasiitas pendukung yang diperlukan pada daerah objek wisata tersebut.

- Menjaga mutu kesenian daerah agar benar-benar tetap asli sehingga merangsang para wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata.


(72)

Dengan memperhatikan beberapa hal tersebut di atas diharapkan pengembangan pariwisata di Indonesia akan dapat memenuhi sasaran seperti yang diinginkan, sehingga peranan pariwisata nantinya dapat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat sekaligus menambah pendapatan masyarakat.


(1)

Lampiran 4

Perkembangan Jumlah Wisatawan Tahun 2005-2007

Tahun

Bulan 2005 2006 2007

Januari 103.560 187.677 179.883 Februari 133.367 181.636 172.973

Maret 35.761 39.137 21.631 April 26.412 29.613 21.532 Mei 36.761 41.890 28.126 Juni 136.573 125.861 123.581 Juli 96.139 98.183 90.763 Agustus 79.961 77.863 71.681 September 31.915 23.817 22.763

Oktober 29.673 29.861 30.591 November 21.639 30.823 85.361

Desember 181.372 180.172 181.172

Total 913.133 1.046.533 1.030.057


(2)

Hasil Regres Jumlah NPL, Tingkat Suku Bunga Kredit dan Jumlah Wisatawan Terhadap Kredit Umum Pedesaan

Method: Least Squares Date: 11/04/08 Time: 08:45 Sample: 2005:01 2008:04 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 896636.5 19.12346 -4.688673 0.0013 X1 2.388653 0.314029 6.319462 0.0000 X2 -29.17246 45.72359 -1.950251 0.0750 X3 0.502621 0.000861 1.884741 0.0001 R-squared 0.876062 Mean dependent var 336317.5

Adjusted R-squared 0.540734 S.D. dependent var 145244.3 S.E. of regression 98430.92 Akaike info criterion 25.92674 Sum squared resid 3.495611 Schwarz criterion 26.09562 Log likelihood -514.5347 F-statistic 86.30601 Durbin-Watson stat 1.899240 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 6

Hasil Uji Multikolineritas NPL (X1), Suku bunga Kredit (X2), dan Jumlah wisatawan (X3)

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 12/01/08 Time: 17:53 Sample: 2005:01 2007:12 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.635308 93785473 1.741577 0.0912 LY 0.143054 0.291027 0.491550 0.6264 X2 -8451484. 5199059. -1.625580 0.1138 X3 25.78515 66.13480 0.389888 0.6992 R-squared 0.116119 Mean dependent var 23732824

Adjusted R-squared 0.033255 S.D. dependent var 23796688 S.E. of regression 23397660 Akaike info criterion 36.87861 Sum squared resid 1.75E+16 Schwarz criterion 37.05456 Log likelihood -659.8150 F-statistic 1.401324 Durbin-Watson stat 0.672077 Prob(F-statistic) 0.260371


(4)

Lampiran 7

Hasil Uji Multikolinearitas Suku Bunga Kredit (X2), NPL (X1), dan Jumlah Wisatawan (X3)

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 12/01/08 Time: 17:54 Sample: 2005:01 2007:12 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 18.02351 0.363355 49.60303 0.0000 LY -1.907308 8.936809 -2.131891 0.0408 X1 -9.033809 5.551309 -1.625580 0.1138 X3 1.174706 2.165806 0.542898 0.5910 R-squared 0.224970 Mean dependent var 17.30556

Adjusted R-squared 0.152311 S.D. dependent var 0.830471 S.E. of regression 0.764615 Akaike info criterion 2.405552 Sum squared resid 18.70837 Schwarz criterion 2.581498 Log likelihood -39.29993 F-statistic 3.096234 Durbin-Watson stat 2.053167 Prob(F-statistic) 0.040595


(5)

Lampiran 8

Hasil Uji Multikolinearitas Jumlah Wisatawan (X3), NPL (X1), dan Suku Bunga Kredit (X2)

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 12/01/08 Time: 17:55 Sample: 2005:01 2007:12 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -55545.68 261492.8 -0.212418 0.8331 LY -2.115705 0.000779 -0.027037 0.9786 X1 0.000183 0.000470 0.389888 0.6992 X2 7795.564 14359.17 0.542898 0.5910 R-squared 0.012145 Mean dependent var 83047.86

Adjusted R-squared -0.080466 S.D. dependent var 60025.07 S.E. of regression 62393.35 Akaike info criterion 25.02474 Sum squared resid 1.25E+11 Schwarz criterion 25.20069 Log likelihood -446.4454 F-statistic 0.131143 Durbin-Watson stat 1.227737 Prob(F-statistic) 0.940850


(6)