Landasan Teori KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi struktural. Morfologi struktural merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji struktur dan proses pembentukan kata. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik Ramlan, 1983 : 16. Ilmu morfologi menyangkut struktur “internal” Verhaar, 2001 : 11. Verhaar 2001 juga berpendapat bahwa cabang yang namanya “morfologi” mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengkaji bentuk bahasa serta pengaruh perubahan bentuk bahasa pada fungsi dan arti kata. Sasaran pengkajian dalam morfologi ialah kata dan morfem Cahyono, 1995 : 140. Dalam membentuk sebuah kata dikenal adanya proses morfologis. Menurut Samsuri 1994 : 190, cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain disebut proses morfologis. Pembentukan kata- kata ini melalui beberapa proses yaitu proses pembubuhan afiks afiksasi, proses pengulangan reduplikasi, dan proses pemajemukan. Proses pembubuhan afiks ialah pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks untuk membentuk kata. Proses pengulangan ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Proses pemajemukan ialah penggabungan dua kata yang menimbulkan suatu kata baru Ramlan, 1983 : 47, 55, 67. Universitas Sumatera Utara Proses morfologis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah proses pembubuhan afiks. Hal ini sejalan dengan topik yang diteliti oleh peneliti, yaitu proses afiksasi dalam bahasa Nias. Pengertian afiksasi atau pengimbuhan menurut Putrayasa 2008 : 5 adalah proses pembentukan kata dengan membubuhkan afiks imbuhan pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Menurut Verhaar 2001 : 107-108 afiks ada 4 macam: a. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut “prefiksasi”. Contoh: prefiks {men-} seperti dalam: mencuri, menyalak, melintang, dan merintis ; prefiks {pen-} seperti dalam pengurus, pemarah, pencipta, dan penyatu ; prefiks {ke-} dalam kedua, ketiga; prefiks {se-} seperti dalam setinggi dan sesuai; {ber-} seperti dalam berjuang, belajar; {memper-} seperti dalam memperbanyak atau memperkuat. b. Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut “ sufiksasi”. Contoh: sufiks {-an}, seperti dalam akhiran dan tuntutan, {-wan} dan {- wati} seperti dalam wartawan dan wartawati; {-ku}, {-mu} dan {-nya} seperti dalam permainanku, permainanmu dan permainannya. c. Infiks, yang diimbuhkan dengan penyisipan di dalam dasar itu, dalam proses yang namanya “infiksasi”. Contoh: infiks {-in-} dalam kata kesinambungan. d. Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah Universitas Sumatera Utara kanannya, dalam proses yang dinamai “konfiksasi, atau “simulfiksasi”, atau “ambifiksasi”, atau “sirkumfiksasi”. Contoh: konfiks {men-kan}, {memper-kan}, {men-i}, {memper-i} seperti dalam menyembelihkan, mempermainkan, menduduki, dan memperingati; {ke-an}seperti dalam keindahan, ketinggian. Proses pembubuhan afiks pada morfem lain sering diikuti dengan perubahan- perubahan fonem. Perubahan itu bisa berupa perubahan fonem ke fonem lain, penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Contoh: morfem afiks {meN-} yang memiliki tiga fonem, yaitu m, e, dan N, setelah bergabung dengan bentuk dasar potong , fonem N berubah menjadi m, sehingga pertemuan itu menghasilkan kata memotong . Dengan demikian, pada proses morfologis itu terjadi pula proses morfofonemis yang berupa perubahan fonem, yaitu perubahan fonem N menjadi m: {meN]  {mem} Muslich, 2008 : 41. Proses pembubuhan afiks meliputi fungsi dan arti. Fungsi ialah kemampuan morfem untuk membentuk kelas kata tertentu Muslich, 2008 : 94. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan morfem yang membentuk kelas kata itu adalah morfem imbuhan. Contoh 1: Bentuk dasar gergaji yang berkelas kata benda apabila mendapatkan morfem imbuhan {meN-} akan menjadi kelas kata kerja menggergaji. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa prefiks {meN-} berfungsi untuk membentuk kata kerja. Universitas Sumatera Utara Contoh 2: Bentuk dasar malas yang berkelas kata sifat apabila mendapatkan morfem imbuhan {peN-} akan menjadi kelas kata benda pemalas. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa prefiks {peN-} berfungsi untuk membentuk kata benda. Contoh 3: Bentuk dasar makan yang berkelas kata kerja apabila mendapatkan morfem imbuhan {-an} akan menjadi kelas kata benda makanan. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa sufiks {-an} berfungsi untuk membentuk kata benda. Contoh 4: Bentuk dasar wibawa yang berkelas kata benda apabila mendapatkan morfem imbuhan {ber-} akan menjadi kelas kata sifat berwibawa. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa prefiks {ber-} berfungsi untuk membentuk kata sifat. Contoh 5: Bentuk dasar lelah yang berkelas kata sifat apabila mendapatkan morfem imbuhan {ke-an} akan menjadi kelas kata kerja kelelahan. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa konfiks {ke-an} berfungsi untuk membentuk kata kerja. Contoh 6: Bentuk dasar ikat yang berkelas kata kerja apabila mendapatkan morfem imbuhan {ter-} akan menjadi kelas kata sifat terikat. Dari contoh ini dapat diketahui bahwa prefiks {ter-} berfungsi untuk membentuk kata sifat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembubuhan afiks pada kata dapat menyebabkan perubahan golongan kata. Perubahan golongan kata ini dapat berupa perubahan dari golongan kata benda menjadi kata kerja ataupun sebaliknya, dari golongan kata sifat menjadi kata benda ataupun sebaliknya, dan dari golongan Universitas Sumatera Utara kata sifat menjadi kata kerja atau dari golongan kata kerja menjadi kata sifat. Perubahan-perubahan tersebut tentu saja tidak terlepas dari imbuhan yang melekati bentuk dasar dari golongan kata tertentu. Arti atau nosi adalah arti yang ditimbulkan oleh proses afiksasi. Arti ini timbul sebagai akibat bergabungnya morfem satu dengan yang lain. Muslich 2008 : 66 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan arti pada pembicaraan ini bukanlah arti suatu kata yang terdapat dalam kamus, arti leksikal, tetapi arti sebagai akibat bergabungnya morfem satu dengan yang lain, arti struktural atau arti gramatikal. Jika fungsi gramatik disebut sebagai fungsi, maka fungsi semantik disebut sebagai arti atau nosi dalam proses pengimbuhan morfem. Arti morfem imbuhan selalu bergantung pada kelas kata bentuk dasarnya. Selain itu, arti morfem imbuhan tidak dapat dipisahkan dengan fungsi morfem itu sendiri. Contoh 1: Prefiks{meN-} mempunyai arti ‘melakukan tindakan seperti yang tersebut pada bentuk dasarnya’. Misalnya, dalam kata membaca, menendang, mengantar. Contoh 2: Infiks {-er-} mempunyai arti ‘menyatakan banyak dan bermacam-macam’. Misalnya dalam kata gigi-gerigi, sabut-serabut, titik-teritik. Contoh 3: Sufiks {-i} mempunyai arti ‘menyatakan intensitas, pekerjaan yang dilangsungkan berulang-ulang frekuentatif, atau pelakunya lebih dari satu orang. Misalnya, dalam kata menembaki, melontari, melompati. Universitas Sumatera Utara Contoh 4: Konfiks {me-kan} mempunyai arti ‘menjadikan sesuatu atau menganggap sebagai ‘. Misalnya, dalam kata-kata memperhambakan, mempermasalahkan.

2.3 Tinjauan Pustaka