Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan

kurang berani dalam menindak pelanggaran yang terjadi di kawasan TNK, baik yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh perusahaan di sekitar kawasan. Selain itu lembaga pengelola TNK juga belum menyediakan perangkat untuk mengelola, seperti aturan-aturan yang bersifat detil dan teknis untuk pengelolaan kawasan TNK. Gambar 58 Peran masing-masing atribut dimensi kelembagaan pada keberlanjutan pengelolaan sylvofishery dinyatakan dalam bentuk nilai RMS Root Mean Square .

5.5. Rekomendasi Penatakelolaan Kawasan Mangrove di TNK

Dari berbagai kajian ilmiah yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil adalah perlu adanya penatakelolaan kembali kawasan mangrove di Taman Nasional Kutai, untuk mempertahankan fungsi ekologisnya, sekaligus mencegahnya dari degradasi yang lebih parah dan mengembalikan fungsinya sebagai kawasan pelestarian alam. IUCN 1994 menyatakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengatasi issue masyarakat yang menetap dalam kawasan TN antara lain adalah: kemungkinan untuk dipindahkan relokasi, pemberian kompensasi untuk perpindahan komunitas masyarakat, diberikan pilihan alternatif mata pencaharian lain, atau perubahan pendekatan pengelolaan dalam berbagai kondisi. Faktor Pengungkit Dimensi Kelembagaan 7.85 7.58 15.12 11.33 2.44 7.84 2 4 6 8 10 12 14 16 Keberadaan aturan pengelolaan ekosistem mangrove Keberadaan lembaga masyarakat untuk pengelolaan mangrove Zonasi kawasan mangrove TNK Otoritas lembaga pengelola TNK Penegakan hukum oleh aparat bagi pelanggar Dukungan perusahaan Mitra TNK A ttr ib u te Root Me an Squa re Change in Ordina tion w he n Sele cted Attribute Remove d on Susta inability scale 0 to 100 Berdasarkan berbagai hasil analisis penelitian yang telah dilakukan di atas, rekomendasi yang dapat disampaikan untuk penatakelolaan kawasan mangrove TNK adalah: 1 Perlu segera dilakukan penataan ruang kawasan zonasi sesuai fungsinya di kawasan TNK secara umum, maupun secara khusus di kawasan mangrove TNK sebagai bagian dari TNK. 2 Perlu perubahan pendekatan dalam pengelolaan kawasan TNK, agar terbentuk pengelolaan kolaboratif dengan masyarakat lokal yang terlanjur tinggal di dalam kawasan TN. Pengelolaan kolaboratif adalah pendekatan pengelolaan yang direkomendasikan untuk mengelola mangrove di TNK. Salah satu hasil Diskusi Lanjutan Tata Batas di Taman Nasional Kutai adalah menyelenggarakan pengelolaan kolaboratif dalam area seluas 23 712 ha. 3 Perlu perubahan paradigma pengelolaan yang membatasi akses masyarakat terhadap sumberdaya alam dalam TNK, menjadi peluang untuk memanfaatkan sumberdaya secara bertanggung jawab sesuai peraturan yang berlaku. Khusus untuk sumberdaya di kawasan mangrove, budidaya sylvofishery kepiting bakau merupakan alternatif matapencaharian untuk kelangsungan hidup masyarakat. Masyarakat yang telah menetap dalam kawasan diberi hak pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya, dengan kontrol pengawasan dari pemerintah. Sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dari kawasan mangrove adalah kepiting bakau. Pemanfaatan kepiting bakau melalui budidaya sylvofishery atau pun penangkapan dilakukan pada zona yang telah ditentukan sesuai fungsinya. 4 Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, berkewajiban menyediakan elemen untuk kontrol pengawasan bagi pengelolaan oleh masyarakat. Elemen kontrol ini antara lain berupa peraturan perundangan yang disepakati oleh semua stakeholder yang terlibat dalam kawasan. Selain itu tersedianya aparat pengawasan yang jumlahnya mencukupi untuk wilayah yang luas, juga perlu diperhatikan. Selama ini tidak efektifnya pengawasan dan tidak tegasnya penerapan sanksi menyebabkan pelanggaran aturan yang meluas di kalangan masyarakat lokal.