3 Rekruitmen dan seleksi berbentuk ”mata pisau”. 4 Mortalitas alami dan mortalitas tangkap konstan sejak kohort tersebut
masuk ke fase ekploitasi. 5 Terjadi pencampuran sempurna dalam stok.
6 Hubungan panjang-bobot berpangkat 3, yaitu W=qL
3
Daur hidup satu kohort dalam Model Model Beverton Holt ini diasumsikan sebagai berikut:
.
1 Pada umur t
r
2 Dari umur t semua ikan dalam satu kohort tertentu masuk ke daerah
tangkap pada saat yang sama: ”rekruitmen mata pisau”.
r
sampai umur t
e
, kohort tersebut tidak mengalami mortalitas tangkap. Semua ikan antara umur t
r
dan t
e
3 Pada umur t bisa lolos jika masuk ke dalam
alat tangkap. Dengan demikian pada periode itu, ikan-ikan tersebut hanya mengalami mortalitas alami, M, yang dianggap konstan selama masa
hidup kohort.
e
Persamaan YR dapat ditulis sesuai dengan saran Gulland dalam Sparre Venema 1999 sbb:
, umur saat pertama kali tertangkap, kohort tersebut dianggap mengalami mortalitas tangkap penuh, F, yang konstan selama sisa hidup
kohort tersebut.
..................................... 26 Beberapa parameter yang menentukan hasil tangkap per rekruit
dikendalikan secara biologi, yaitu K, W ∞ and M. Namun demikian, dua diantara
parameter-parameter tersebut, yaitu laju mortalitas tangkapF proporsional terhadap upaya dan umur saat pertama tertangkapte fungsi dari selektivitas alat
tangkap, pada dasarnya dapat dikendalikan oleh otoritas pengelolaan perikanan. Analisis hasil tangkap per upaya dapat memberikan gambaran konsekwensi dari
pilihan F dan t
e
Model Biomasa per Rekruit Beverton Holt dalam Sparre Venema 1999 menyatakan biomasa rata-rata dalam tahunan dari ikan- ikan yang hidup
sebagai suatu fungsi dari mortalitas penangkapan atau upaya. Biomasa rata-rata berhubungan dengan hasil tangkapan per unit usaha dengan persamaan
CPUEt = qNt. yang berbeda.
Apabila dilakukan penambahan bobot pada kedua sisi menjadi:
.................................. 27 Nilai E tingkat eksploitasi pada kurva YR dan BR didapatkan dari hasil
perhitungan YR dan BR relatif yang terdapat dalam program FISAT II.
3.6 Identifikasi Sistem Pengelolaan Kepiting Bakau S. Serrata di TNK
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga dapat
menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: 1 mencari semua faktor penting
yang berpengaruh, dalam rangka mendapatkan solusi untuk mencapai tujuan, 2 adanya model untuk membantu pengambilan keputusan, sehingga permasalahan
yang kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif Eriyatno 2003. Pendekatan sistem pemanfaatan kepiting bakau di ekosistem mangrove
TNK dimulai dengan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari
masalah yang harus dipecahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat causal loop
Eriyatno 2003. Identifikasi sistem dilakukan dengan pemilihan variabel-variabel yang
berpengaruh dalam pemanfaatan kepiting system boundary. Variabel tersebut dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu indigenous variabel dari dalam sistem yang
merupakan variabel kunci, exogenous variabel dari dalam sistem yang tidak
secara langsung berpengaruh terhadap pemanfaatan kepiting, dan excluded variabel dari luar sistem yang mempengaruhi pemanfaatan kepiting Ford
1999. Pemilihan tema dan variabel kunci merupakan bagian dari tahapan
pendekatan sistem, sehingga berdasarkan pendekatan sistem yang telah dilakukan tersebut dapat dibuat suatu diagram sebab akibat causal loop diagrams.
Diagram tersebut merupakan pengungkapan interaksi antara komponen di dalam sistem yang saling berinteraksi dan mempengaruhi kinerja sistem.
CLD causal loop diagrams dapat digunakan untuk membangun struktur model yang memudahkan secara visual bagi pengguna model dalam memahami
dan menangkap hipotesis sistem yang dimaksud. Struktur model dilanjutkan dengan membangun diagram alir dengan alat SFD stock-flow diagrams untuk
menghantar pada tahap simulasi. Sebelum membangun diagram alir, harus dipahami dahulu variabel atau parameter yang akan dijadikan stock akumulasi
dan flow aliran yang dapat mengubah nilai stock.
3.6.1 Membangun Diagram Kausal dan Diagram Alir
Model pemanfaatan kepiting bakau disusun dari 5 submodel, yaitu submodel habitat mangrove, submodel penangkapan kepiting, submodel budidaya
pembesaran kepiting, submodel pasar, dan submodel sosial Gambar 18.
3.6.2 Submodel Habitat Mangrove
Mangrove sebagai habitat kepiting sangat besar pengaruhnya terhadap kelimpahan populasi kepiting di kawasan mangrove TNK. Pertumbuhan populasi
kepiting membutuhkan kualitas ekosistem mangrove dan kualitas perairan yang mendukung. Kualitas ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh sistem sosial
dan sistem ekologi yang terkait dengan ekosistem mangrove tersebut. Kerusakan ekosistem mangrove saat ini banyak terjadi akibat ekstraksi mangrove untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu mengetahui bagaimana pola pemanfaatan mangrove di TNK yang mengakibatkan terjadinya alih fungsi
lahan.