Sejarah Berdirinya Desa Kutambelin Kesimpulan

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Berdirinya Desa Kutambelin

Desa Kutambelin berdiri sejak tahun 1850 dan diduduki atau dipanteki oleh marga Sitepu untuk pertama kalinya. Marga Sitepu tersebut disebut sebagai Sitepu Rumah Mbelin. Maka dari itu Sitepu Rumah Mbelin inilah yang membuat nama desa ini menjadi Desa Kutambelin. Menurut anak Simanteki Kutambelin, pada saat itu penghulu pertama di desa tersebut bernama Getum Sitepu. Lalu pada tahun 1965, digantikan oleh penghulu kedua yang bernama Cukup Tarigan. Setelah itu sejak tahun 1970, Desa Kutambelin dijabat oleh Timbangan Milala. Setelah itu, pada tahun 1971-1986 Desa Kutambelin dijabat oleh Matfat Ginting. Pada masa kepemimpinan Matfat Ginting sudah mulai diadakan pembangunan-pembangunan di desa tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan dengan dimulainya pembangunan Balai Desa Kutambelin, pembangunan kamar mandi umum, pembangunan jalan dari Desa Kutambelin sampai ke Kecamatan Naman Teran sepanjang 3 km. Lalu pada tahun 1987 sampai 1994, kepemimpinan Desa Kutambelin dilanjutkan oleh Jangta Ginting. Setelah itu pada tahun 1995-2009, kepala Desa Kutambelin dipimpin oleh Ponten Ginting. Selanjutnya pada tahun 2009 sampai dengan sekarang, Desa Kutambelin dipimpin oleh Suarni br Sitepu. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Desa Kutambelin berjumlah 286 Kepala Keluarga. Universitas Sumatera Utara 4.2 Keadaan Geografis 4.2.1 Keadaan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Adapun batasan-batasan Desa Kutambelin adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutan Lindung Deleng Simacik 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Rakyat 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Suka Nalu 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Gungpinto Adapun jarak antara Desa Kutambelin ke kecamatan Namanteran adalah 4 km, jarak dari Desa Kutambelin ke Ibu Kota Kabupaten adalah 22 km, sedangkan jarak dari Desa Kutambelin terhadap Ibu Kota Provinsi adalah 98 km.

4.2.2 Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Kutambelin adalah sebagai berikut : Jumlah Kepala Keluarga : 310 KK Jumlah penduduk : 1163 jiwa Universitas Sumatera Utara 4.3 Keadaan Demografis 4.3.1 Gambaran Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Sekretaris Desa Kutambelin diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah 1163 jiwa dengan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 607 jiwa dengan persentase 52,2, sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 556 jiwa dengan persentase 47,8. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1. 2. Laki-laki Perempuan 607 556 52.2 47.8 Total 1163 100 Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015

4.2.2 Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia

Berdasarkan data jumlah penduduk menurut usia yang diperoleh oleh peneliti, maka jumlah penduduk yang terbanyak ada pada kelompok usia 26-45 tahun yaitu sebesar 32.7 sedangkan jumlah penduduk yang terkecil adalah yang berusia 61 tahun keatas dengan persentase sebesar 6,1. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4.2 distribusi penduduk berdasarkan pengelompokkan usia Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia No. Usia Frekuensi Persentase 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 0-5 tahun 6-10 tahun 11-18 tahun 19-25 tahun 26-45 tahun 46-60 tahun 61 tahun keatas 99 113 211 140 380 150 70 8.5 9.7 18.1 12 32.7 12.9 6.1 Total 1163 100 Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015 Dari tabel 4.2 maka komposisi penduduk di Desa Kutambelin berdasarkan usia dikelompokkan menjadi 3 tiga kelompok usia yaitu: 1. Kelompok usia belum produktif usia 0-15 tahun dengan persentase 27.3 2. Kelompok usia produktif usia 16-60 tahun dengan persentase 66.7 3. Kelompok usia tidak produktif usia diatas 61 tahun dengan persentase 6.1 Berdasarkan pengelompokkan usia tersebut dapat dilihat bahwa kelompok usia produktif merupakan jumlah yang paling banyak dengan 66.7. Dengan demikian kesimpulannya adalah bahwa mayoritas penduduk yang ada di Universitas Sumatera Utara Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo merupakan kelompok angkatan kerja.

4.2.3 Gambaran Penduduk berdasarkan Agama

Di Desa Kutambelin terdapat 3 jenis agama yang terdapat di desa tersebut yakni agama Islam, Kristen dan Katholik. Mayoritas agama yang ada di Desa Kutambelin adalah agama Islam dengan persentase 43,1. Adapun gambaran penduduk berdasarkan agama adalah sebagai berikut Tabel 4.3 Distribusi Penduduk berdasarkan Agama No. Agama Frekuensi Persentase 1. 2. 3. Islam Katholik Kristen 502 441 220 43.1 37.9 19 Total 1163 100

4.2.4 Gambaran Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan di Desa Kutambelin dapat dikatakan sudah cukup baik. Dapat dilihat jenjang pendidikan terbanyak yang diikuti oleh penduduk adalah Sekolah Dasar SD dengan persentase 48.5. Adapun distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase 1. 2. 3. 4. 5. TK SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat AkademiUniversitas 31 131 43 57 8 11.5 48.5 16 21.1 2.9 Total 270 100 Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin, 2015

4.3 Sarana dan Prasarana di Desa Kutambelin

Sarana dan prasarana yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana pendidikan dan sarana transportasi. Saat erupsi terjadi yang mengakibatkan warga Kutambelin meninggalkan desanya, sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut hancur akibat abu vulkanik yang telah menjadi lumpur. Setelah kembalinya masyarakat ke desa, mereka mulai bergotong royong memperbaiki sarana dan prasarana. Sehingga deskripsi sarana dan prasarana yang dijabarkan adalah kondisi pasca erupsi yakni setelah kepulangan warga Februari 2014. Universitas Sumatera Utara

4.3.1 Sarana Peribadatan Tabel 4.5

Sarana Ibadah di Desa Kutambelin No. Rumah Ibadah Jumlah 1. 2. 3. 4. Islam Katholik GBKP GPDI 1 1 1 1 Total 4 Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015 Sarana peribadatan yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari 1 unit masjid, 1 unit Gereja Katholik, 2 unit Gereja Protestan yakni GPDI dan GBKP. Kondisi bangunan keempat sarana ibadah tersebut layak pakai sebagai tempat ibadah bagi penduduk setempat dalam menjalankan ibadahnya dan kerukunan antar tempat ibadah juga terjaga.

4.3.2 Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Desa Kutambelin hanya terdapat 1 unit Posyandu. Sehingga jika ada masyarakat Desa Kutambelin yang sakit parah harus dibawa ke Rumah Sakit yangada di kota. Dapat dikatakan sarana dan prasarana khususnya bagian kesehatan di Desa Kutambelin masih dikatakan sangat kurang dilihat dari minimnya sarana kesehatan di desa tersebut. Universitas Sumatera Utara

4.3.3 Sarana Pendidikan Tabel 4.6

Sarana Pendidikan No. Sarana Pendidikan Frekuensi 1. 2. TK Taman Kanak-Kanak Sekolah Dasar SD 2 1 Total 3 Sumber: Sekretaris Desa Kutambelin 2015 Sarana pendidikan yang ada di Desa Kutambelin hanya terdapat 2 unit Taman Kanak-Kanak TK yang hingga saat ini belum diakui oleh pemerintah. Lalu terdapat 1 unit Sekolah Dasar SD. Jika penduduk Desa Kutambelinm ingin melanjutkan ke Sekolah Mengah Pertama SMP harus bersekolah di Kecamatan Namanteran. Sedangkan jika ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yakni Sekolah Menengah Atas SMA harus melanjutkan sekolah di Kota yakni di Berastagi. Karena belum adanya fasilitas SMP dan SMA di desa Kutambelin tersebut.

4.3.4 Sarana Transportasi

Sarana transportasi yang ada di Desa Kutambelin terdiri dari angkutan umum yang melintas 10-15 menit sekali. Selebihnya masyarakat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor ataupun mobil. Universitas Sumatera Utara

4.3.5 Sistem Pemerintahan

Untuk mengkoordinasi jalannya pemerintahan dan agar dapat mencapai visi dan misi Desa Kutambelin. Maka dari itu sebuah desa harus mempunyai sistem pemerintahan yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Adapun Kepala Desa Kutambelin adalah Suarni br Sitepu dan sekretaris Desa Kutambelin dijabat oleh Erpida br Ginting dan didukung oleh perangkat-perangkat desa lainnya. Untuk lebih jelas memahaminya berikut akan digambarkan struktur pemerintahan desa tersebut: Universitas Sumatera Utara BAGAN II STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA LAKSANA DESA KUTAMBELIN KECAMATAN NAMANTERAN KABUPATEN KARO Kepala Desa SUARNI BR. SITEPU Sekretaris Desa ERPIDA BR. GINTING Petugas Teknis Lapangan Kaur Pemerintahan ROSTANI BR. MILALA Kaur Pembangunan NGUMBAN SITEPU Kaur Umum BOKTI SINULINGGA Kepala Dusun I SEDIA SINULINGGA Kepala Dusun II KARTONO GINTING Universitas Sumatera Utara BAB V ANALISIS DATA Pada bab ini akan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari penelitian yang dilakukan di lapangan melalui wawancara dengan informan. Peneliti berhasil mengumpulkan data dari Kepala Desa sebagai informan tambahan dan 4 orang masyarakat sebagai informan utama. Dalam hal ini, data diperoleh langsung dari masyarakat yang berada di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Dari penelitian tersebut, diperoleh data umum mengenai informan melalui nama, usia, jenis kelamin, tempattanggal lahir, umur, pendidikan terakhir, agama dan suku. Setelah melakukan observasi langsung ke lapangan dan wawancara dengan informan, diperoleh juga berbagai data-data yang akan dianalisis melalalui pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai data-data yang sudah terkumpul, penulis mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta menjawab permasalahan yang ada. Universitas Sumatera Utara 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Informan 1 Nama : Suarni br Sitepu Jenis Kelamin : Perempuan TempatTanggal Lahir : Simacem, 21 Desember 1954 Umur : 61 tahun Agama : Kristen Protestan Suku : Karo Alasan Suarni br Sitepu menjadi seorang kepala desa karena sebelumnya suaminya yang bernama Poten Ginting menjadi Kepala Desa Kutambelin terlebih dahulu. Saat menjabat sebagai Kepala Desa ia juga mempunyai pekerjaan sampingan yakni bekerja sebagai petani di ladang orang yang berada di sekitar Merek. Ia bercerita masyarakat Desa Kutambelin mayoritas bekerja sebagai petani namun tidak menutup kemungkinan ada juga yang bekerja sebagai guru sekolah, PNS Pegawai Negeri Sipil, pegawai Puskesmas ataupun bidan. Suarni juga mengatakan bahwa walaupun Desa Kutambelin sudah kembali dari pengungsian UKA 1 Universitas Karo ke desa sejak Februari 2014 namun kehidupan masyarakat belum kembali seperti sebelum terjadinya erupsi. Hal ini karena masih sering terjadinya erupsi Gunung Sinabung yang berdampak bagi keadaan perekonomian masyarakat. Suarni menambahkan bahwa “ekonomi” adalah hal yang sangat penting dalam menjalankan kehidupan. Seperti penuturan Kepala Desa: Universitas Sumatera Utara Ya jika tidak ada uang tidak bisa hiduplah kami disini, mau kasih makan apa untuk anak-anak kami nanti. Ia juga menambahkan jika Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan debu vulkanik akan memberikan dampak bagi lahan pertanian mereka. Terutama bagi mereka yang berkeja sebagai petani. Selanjutnya Suarni melanjutkan : dulu waktu pertama kali kami dipulangkan ke desa, kami gotong royong bersihkan ladang biar bisa ditanami entah cabe tomat ataupun kentang tapi setelah 2 bulan ditanam, datang debu vulkanik hancurlah semua tanaman kami. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa erupsi Gunung Sinabung masih memberikan dampak yang serius bagi masyarakat berhubung jarak dari desa ke kaki gunung hanya berjarak 5 kilometer. Kondisi lahan pertanian yang dialami oleh masyarakat hanya akan memunculkan kerugian dan karena tidak adanya lagi hasil ladang sehingga memaksa warga untuk bekerja di ladang orang yang berada di sekitaran Kabanjahe dan Merek. Warga bekerja dari pukul 8.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB dengan upah rata-rata perhari sebesar Rp 50.000,-. Selanjutnya suami dari Kepala Desa yakni Bapak Poten Ginting menambahkan: kami kerja dari jam 8 udah dijemput pake motor dari desa, trus berladang disana pun kepikiran sama anak di rumah ya karna kami kan gak tau gimana keadaan anak di rumah entah udah makan atau belum, nyampe rumah udah malam tapi anak udah tidur, sebenarnya nangis Universitas Sumatera Utara kami dalam hati cuma mau gimana lagi kalo kami gak kerja ke ladang orang mau ngasih makan apa anak kami nanti. Kondisi perekonomian yang seperti itu, tidak disambut dengan adanya bantuan dari pemerintah daerah ataupun pihak swasta. Bantuan yang diberikan hanya diterima masyarakat saat berada di pengungsian. Namun setelah kembali ke desa, bantuan dari pemerintah tidak kunjung datang. Adapun bantuan yang diterima setelah kembali ke desa hanya dari caleg calon legislatif berupa beras 5 kilogram per KK Kepala Keluarga. Selain itu bantuan dana yang diberikan hanya dari BNPB berupa jadup jatah hidup sebesar Rp 6000,- per hari yang diberikan tiap bulannya sebesar Rp 180.000 per jiwa. Serta beras sebanyak 4 ons per hari dan per jiwa yang diberikan tiap bulannya sebesar 12 kilogram. Selanjutnya Bapak Poten Ginting juga melanjutkan kepada peneliti: kami sangat mengharapkan kali bantuan entah kam tau nanti lembaga atau pemerintah yang mau ngasih, karna kalau kami diberikan indomie 2 bungkus dan 1 telor ataupun beras bulog pun kami sudah sujud terimakasih kali sama kalian. Ketika Gunung Sinabung erupsi dan memaksa masyarakat Desa Kutambelin untuk mengungsi, kerusakan terjadi di rumah warga dan sarana prasarana yang ada di desa tersebut. Sarana dan prasarana yang rusak seperti sekolah, masjid, gereja dan juga Posyandu. Setelah kembali ke desa, masyarakat harus bergotong royong untuk membersihkan dan memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak salah satunya adalah sekolah yang bertujuan guna menunjang pendidikan anak di desa tersebut. Namun lagi-lagi ternyata itu semua tidak berbanding lurus dengan peran dari pemerintah daerah. Pada saat Universitas Sumatera Utara perbaikan sekolah, bantuan yang diterima hanya dari gereja dan stasiun televisi TV One. Setelah setahun berlangsung, barulah bantuan dari pemerintah guna perbaikan sarana dan prasarana diterima berupa seng namun jumlah yang diberikan tidak cukup. Selain itu jika berbicara mengenai interaksi antar masyarakat masih berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari masih adanya acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat seperti pengajian ataupun PJJ Perpulungan Jabu-Jabu dan juga perkumpulan-perkumpulan dari marga yang ada di desa tersebut. Namun untuk pesta atau kerja tahunan yang biasanya rutin dilakukan setahun sekali pada bulan 10, setelah masyarakat mengungsi dan keadaan ekonomi yang belum stabil, terpaksa harus dihentikan dan tidak bisa terlaksana kembali. Selain itu, Kepala Desa pun menambahkan bahwa masyarakat meminta sebaiknya dalam kondisi seperti ini tidak diadakan pesta mengingat kondisi kehidupan yang saat ini mereka rasakan. Dalam keadaan serba terbatas seperti ini pastinya akan muncul putus asa dalam menjalani kehidupan. Mengingat belum kembalinya kehidupan yang sejahtera seperti dulu. Suami dari Kepala Desa Kutambelin, Poten Ginting mengatakan: saya suka sedih ngeliat istri saya, kadang mau tengah malam dia nangis sendiri, nanti waktu saya tanya kenapa kam nangis, jawabnya yah gimana lah kehidupan kita ini gini-gini saja dari kemarin uangpun tak ada. Selain rasa putus asa yang muncul rasa kekhawatiran pun acapkali terbesit dalam pikiran bapak Poten Ginting. Hal ini karena kondisi Gunung Universitas Sumatera Utara Sinabung yang tidak stabil, sehingga memunculkan rasa takut akan bencana yang dihadapi dan khawatir jika harus diungsikan kembali. Mengingat sedihnya jika harus menghabiskan masa tua di pengungsian dengan kondisi yang sangat tidak layak untuk dihuni. Harapan dari Kepala Desa Kutambelin terhadap pemerintah daerah ialah kiranya pemerintah lebih memperhatikan nasib masyarakat yang telah dipulangkan ke desa. Walaupun dominan masyarakat awam mengira jika telah kembali ke desa maka kehidupan sudah kembali seperti semula namun hal ini tidak terlihat pada masyarakat di Desa Kutambelin. Maka dari itu masyarakat sangat mengharapkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah yakni Pemkab Karo ataupun lembaga yang berkenan karena walaupun kecil jumlahnya namun sangat bermanfaat bagi mereka. Selain itu beliau juga berharap agar bencana erupsi Gunung Sinabung dijadikan bencana nasional. Hal ini juga disampaikan oleh Bapak Tolen Tarigan selaku ketua BPD di Desa Kutambelin agar pemerintah menjadikan erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional dan berharap mahasiswa membantu mewujudkannya. Agar kiranya pemerintah lebih fokus untuk memperhatikan masyarakat baik yang masih berada di pengungsian atau yang sudah kembali ke desanya masing-masing.

5.1.2 Informan Kedua

Nama : Nd. Gita br Karo Jenis Kelamin : Perempuan Universitas Sumatera Utara TempatTanggal Lahir : Kutambelin Umur : 62 tahun Pendidikan Terakhir : SD Agama : Kristen Protestan Suku : Karo Informan kedua ini bekerja sebagai petani. Walaupun Nd. Gita br Karo ini sama dengan yang lain bekerja di ladang orang namun ia juga mempunyai lahan sendiri di belakang rumahnya. Saat peneliti mewawancarai, Nd. Gita sedang berada di ladang belakang rumahnya. Suaminya yang bernama Bahagia Tarigan sedang berladang bersama putranya. Sambil menggendong cucunya, ia bercerita mengenai kehidupannya setelah kembali ke desa kepada peneliti. Pada saat mengungsi di Universitas Karo UKA 1, ia tidak mempunyai pekerjaan sampingan seperti warga lain. Hal ini yang menyebabkan berkurang drastisnya keadaan perekonomian keluarga karena tidak adanya pendapatan. Dalam hal pekerjaan, Nd. Gita mengatakan : Ya kalo untuk kerja kami bagi tugas lah, saya yang jaga ladang di belakang ini sama jaga cucu, suami dan anak saya yang kerja di ladang orang di Merek sana, ya gimanalah biar ada uang kami untuk makan. Selanjutnya mengenai erupsi Gunung Sinabung yang masih sering terjadi, ia menjelaskan jika erupsi masih berdampak kepada lahan pertaniannya. Hal ini karena debu yang keluar akibat erupsi Gunung Sinabung merusak tanaman warga dan menimbulkan kerugian. Pendapatan yang diterima oleh Nd. Gita hanya kisaran Rp 50.000,- per hari dengan jam kerja dari pukul 09.00 WIB Universitas Sumatera Utara sampai pukul 16.00 WIB. Padahal jika dibandingkan dengan keadaan pendapatan sebelumnya, Nd. Gita dapat menerima minimal Rp 2.000.000 per bulannya. Dari penuturan informan dijelaskan bahwa hasil pendapatan yang diterima menurun dan belum mencukupi kebutuhan sehari-hari karena belum kembali pulihnya perekonomian keluarga. Selanjutnya saat peneliti membahas mengenai bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah ataupun pihak swasta, ia mengatakan bahwa tidak ada lagi bantuan yang diberikan. Sama seperti penjelasan Kepala Desa sebelumnya, bantuan yang diterima hanya dari BNPB pada saat pemulangan warga ke desa. Bantuan yang diberikan berupa beras sebanyak 10 kilogram per jiwa dan juga jadup jatah hidup sebesar Rp 180.000,- per jiwa yang keduanya diberikan tiap bulan dalam jangka waktu 3 bulan. Pada saat pelaksanaannya, ia melanjutkan bahwa bantuan yang diberikan cukup membantu keluarganya karena dapat menjadi modal untuk bertahan hidup. Jika berbicara mengenai interaksi yang dilakukan Nd. Gita dengan masyarakat sekitarnya masih terjalin dengan baik. Tidak ada yang berubah antara sebelum mengungsi, di pengungsian dan setelah mengungsi. Hal ini juga ditambahkan oleh Nd. Gita br Karo bahwa hingga saat ini ia masih mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh marganya. Nd. Gita juga menambahkan: Saya disini masih ikut perkumpulan marga tarigan ataupun karo yaa karna mau gimanapun mereka masih sodara kita dan juga biar menjalin silahturahmi gitu antar kami yang bersaudara, karna kan juga kami udah sama-sama merasakan susahnya di pengungsian sana. Universitas Sumatera Utara Pada saat kembali ke desa Nd. Gita dan juga warga lainnya harus memiliki strategi guna memulihkan kembali kondisi perekonomiannya. Hal pertama yang dilakukan oleh Nd. Gita adalah dengan meminjam uang dari saudaranya, dimana pinjaman tersebut dapat digunakan untuk modal awal dalam membuka lahan pertaniannya. Jika tidak meminjam modal, ia tidak dapat membeli bibit untuk ditanam agar hasil dari lahan tersebut dapat digunakan untuk bertahan hidup. Selama menjalani kehidupan setelah pemulangan dari pengungsian, ia masih diliputi rasa was-was dan khawatir akan hidup kedepannya karena mau bagaimanapun ia masih diliputi rasa cemas terhadap kondisi Gunung Sinabung yang belum stabil. Hal ini disebabkan jika Gunung Sinabung kembali erupsi besar dan arah angin melewati Desa Kutambelin maka akan memungkinkan mereka diungsikan dan kehilangan pekerjaan kembali. Selain itu ia juga menambahkan: Kalau sudah terasa gempa disini kami langsung takut karna berarti sinabung mau meletus, kami takut karna saya gak mau diungsikan lagi, ya kam tau lah kan gimana kondisi di pengungsian sana, karna nanti juga kalo saya mengungsi udah gak kerja lagi lah saya. Saat disinggung masalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah, Nd Gita menjelaskan bahwa ia dan juga masyarakat lainnya sangat mengharapkan perhatian yang lebih besar lagi dari pemerintah daerah. Seperti diberikan lahan yang letaknya tidak jauh dari desa untuk ditanami, agar jika masyarakat ingin bekerja tidak perlu jauh-jauh ke Kabanjahe ataupun Merek karena jika tidak Universitas Sumatera Utara pemerintah siapa lagi yang akan memperhatikan nasib warga pasca erupsi Gunung Sinabung.

5.1.3 Informan Ketiga

Nama : Monica br Tarigan Jenis Kelamin : Perempuan TempatTanggal Lahir : Kabanjahe, 09 Agustus 1994 Umur : 21 tahun Pendidikan terakhir : SMA Agama : Katholik Suku : Karo Anak kedua dari bapak Suna Tarigan saat ini sudah lulus dari bangku SMA. Guna membantu perekonomian keluarga, Monica bekerja sebagai wiraswasta yakni berjualan sedangkan orangtua dan abangnya bekerja sebagai petani di ladang orang. Alasan Monica tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi adalah jika ia tidak berjualan maka tidak ada yang membantu pendapatan keluarga. Padahal pada saat di pengungsian, keluarganya tidak mempunyai pekerjaan sampingan sehingga tidak adanya pemasukan yang didapat pada saat mengungsi. Pada saat peneliti mewawancarai informan, Monica sedang menjaga warung sedangkan ayahnya sedang pergi bekerja. Universitas Sumatera Utara Berbicara mengenai kondisi Gunung Sinabung, saat Gunung Sinabung erupsi dan mengeluarkan abu vulkanik memberikan dampak yang besar bagi pekerjaan orangtuanya. Saat pemulangan warga ke desa, ladang milik keluarga Monica dipenuhi oleh lumpur. Setelah gotongroyong membersihkan ladang, keluarga Monica mencoba menanami ladang tersebut dengan tanaman jeruk. Namun saat Gunung Sinabung erupsi tanaman milik keluarganya hancur seketika. Sejak saat itu orangtua Monica memilih untuk bekerja di ladang orang daripada harus bercocoktanam di ladang sendiri tapi hanya menimbulkan kerugian. Walaupun modal yang dipakai saat itu berasal dari tabungan keluarga yang masih tersisa. Monica sendiri bekerja berjualan dari pagi sejak malam begitupun juga dengan orangtuanya. Hasil yang didapat Monica dari jualannya cukup meringankan beban keluarganya yakni dengan penghasilan rata-rata Rp 1.000.000,- per bulan. Anak terakhir dari 2 bersaudara ini menambahkan : Gimanalah ka, sebenernya aku pun maunya sekolah lanjut kuliah cuma kondisinya gak memungkinkan. Ini aja dengan aku jualan makanya lumayan membantu karna abang sama bapak juga kerjanya di ladang. Selanjutnya jika membahas mengenai bantuan dari pemerintah daerah maupun pusat sudah tidak ada lagi. Sekiranya banyak warga yang berharap adanya perhatian dengan masyarakat seperti memberikan bantuan dana ataupun sembako. Bantuan dana terakhir yang diterima oleh Keluarga Monica adalah bantuan dari Bank Mayapada sebesar Rp 300.000,- pada saat di pengungsian. Itupun tidak keseluruhan masyarakat menerimanya. Hal ini dikarenakan kedatangan staff Bank Mayapada datang secara tiba-tiba sehingga tidak sempat Universitas Sumatera Utara diumumkan kepada seluruh masyarakat. Jadi yang mendapatkan bantuan tersebut hanya yang berada di posko saja. Selanjutnya sama seperti jawaban informan pada umumnya, setelah kembali ke desa bantuan yang diterima hanya dari BNPB yakni uang jadup sebesar Rp 6.000,- jiwa per hari dan beras 4 ons per jiwa per hari yang diberikan setiap sebulan sekali. Selebihnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah akhir-akhir ini berupa seng untuk perbaikan sarana dan prasarana. Dalam Keluarga Suna Tarigan sudah tidak ada lagi yang bersekolah. Namun pada saat Monica masih mengenyam pendidikan di bangku SMA, ia tidak diperbolehkan untuk bekerja oleh orangtuanya. Hal ini dikarenakan agar Monica lebih semangat dan konsentrasi untuk belajar sesuai dengan harapan ayahnya yakni agar anaknya lebih sukses dari kehidupan ayahnya sekarang. Untuk interaksi yang dilakukan oleh Monica dan keluarga kepada tetangga di sekitar rumahnya masih terjalin dengan baik. Walaupun keluarga Monica tidak mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat. Interaksi yang berjalan dengan baik tersebut dapat dilihat oleh peneliti saat mewawancarai yakni ada beberapa warga yang ikut bergabung. Monica juga menambahkan perbedaan yang dirasa adalah tidak adanya lagi pesta tahunan yang biasanya rutin diadakan bulan 10. Hal ini karena sudah tidak ada lagi biaya untuk mendanainya. Selanjutnya sama seperti masyarakat lainnya, rasa takut dan khawatir masih menyelimuti kehidupan Monica dan keluarganya. Hal ini dikarenakan masih belum stabilnya kondisi Gunung Sinabung sehingga masih berkemungkinan besar untuk warga diungsikan kembali jika kondisi gunung Universitas Sumatera Utara makin membahayakan. Hal ini juga disampaikan oleh warga yang ikut bergabung bersama informan dengan menambahkan penjelasan : Iya dek kami sebenernya masih takut disini apalagi kalo udah meletus Sinabung itu, langsung entah gimana-gimana pikiran kami karna kami gak mau lagi diungsikan di Kabanjahe sana, karna disana kami pun gaada kerjaan, tempatnya pun gak layak untuk ditempati dek, kasian juga sama anak-anak kami kan kasian sekolahnya sama tinggal di tempat kaya gitu, cuma mau gimana lagi lah dek, disini kami pun masih aja nya takut sama kondisi Sinabung itu. Harapan yang diingikan Monica dan juga masyarakat lainnya adalah sekiranya pemerintah lebih memperhatikan nasib warga yang telah dipulangkan ke desa. Hal ini dikarenakan walaupun sudah dipulangkan ke desa, permasalahan belum kunjung terselesaikan seperti masyarakat masih susah untuk mencari makan akibat belum dapat ditempatinya ladang mereka. Selebihnya mereka juga menambahkan sekiranya pemerintah ataupun pihak swasta masih mau memberikan bantuan ke masyarakat Desa Kutambelin. Universitas Sumatera Utara

5.1.4 Informan Keempat

Nama : Ponda Tarigan Jenis Kelamin : Laki-laki TempatTanggal Lahir : Kabanjahe Umur : 49 tahun Pendidikan Terakhir : SMA Agama : Kristen Protestan Suku : Karo Bapak dengan tiga orang anak ini bekerja sebagai Guru SD honorer di Desa Kutambelin. Dari pekerjaannya saat ini, bapak Ponda Tarigan juga mempunyai pekerjaan sampingan yakni berladang. Sama seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, ia juga berladang di ladang orang lain. Alasan beliau bekerja sampingan adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga biaya untuk menyekolahkan anaknya. Saat Gunung Sinabung kembali erupsi berakibat kepada lahan pekerjaannya. Disatu sisi akan berdampak pada pekerjaanya sebagai guru karena jika erupsi terjadi akan menganggu proses belajar mengajar bahkan jika erupsi terbilang parah maka besar kemungkinan sekolah akan diliburkan untuk menjaga keamanan dan kesehatan para muridnya. Sedangkan disisi lain juga akan berdampak pada pekerjaannya sebagai petani. Universitas Sumatera Utara Saat Gunung Sinabung belum bergejolak, bapak Ponda Tarigan memiliki lahan sendiri. Dari lahan pertaniannya tersebut mempunyai keuntungan besar dalam segi perekonomian karena hasil pertaniannya yang bagus dan subur. Maka dari itulah Tanah Karo terkenal akan hasil pertaniannya yang baik. Namun setelah Gunung Sinabung kembali erupsi mulai memberikan dampak yang buruk pada ladang bapak Ponda Tarigan. Terlebih sejak Desa Kutambelin diungsikan, dimana lahannya mulai tak terurus. Setelah dipulangkan keluarga Ponda Tarigan mulai bersama-sama membersihkan ladangnya dan mulai ditanami tanaman jeruk dengan modal berasal dari tabungan keluarga yang masih tersisa. Namun saat Gunung Sinabung kembali meletus, semua tanaman jeruk milik keluarganya hancur seketika. Hal itulah yang memaksa beliau untuk bekerja di ladang orang setelah mengajar di sekolah SD. Bapak Ponda Tarigan bekerja sebagai guru SD sejak pukul 07.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB dan setelah itu berlanjut bertani hingga malam. Dengan penghasilan tiap bulannya mencapai Rp 2.000.000,- sudah terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya namun tidak pernah untuk mengajak anak- anaknya berjalan-jalan. Pendapatan yang diterima bapak Ponda Tarigan sebelum mengungsi dapat mencapai minimal Rp 2.500.000 per bulannya. Jika membahas mengenai bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Sama seperti jawaban beberapa informan bahwa tidak ada lagi bantuan dana yang diterima. Terakhir adalah bantuan yang diberikan oleh BNPB pada saat pemulangan ke desa yakni jadup sebesar Rp 6.000,- per hari per jiwa dan beras sebanyak 4 ons per hari dan per jiwa. Bantuan tersebut ia terima tiap bulannya dan sudah sangat membantu perekonomian beliau pada saat itu. Universitas Sumatera Utara Untuk saat ini, ia masih menyekolahkan 2 anaknya yakni di bangku pendidikan SMP dan SMA sedangkan satu lagi belum bersekolah. Selama pendidikan kedua anaknya tersebut, sumber dana yang digunakan berasal dari diri sendiri yakni terdiri dari gaji pokok yang diterima dan hasil ladang. Dalam membantu pendapatan keluarga, beliau tidak mengizinkan anaknya untuk bekerja. Selanjutnya ia menambahkan: Kalau masalah bekerja biar kami saja orangtuanya, mereka tidak usah karna tugas anak itu adalah belajar, selama kami masih menyanggupi biaya mereka sekolah dan sehari-hari yaa kami saja yang banting tulang. Dalam masalah pendidikan, tujuan Ponda Tarigan menyekolahkan anaknya sama seperti semua orangtua yakni agar anak tersebut lebih sukses dari orangtuanya. Perbedaan pendidikan pada saat di pengungsian yang dijelaskan oleh bapak Ponda Tarigan adalah harus menumpang bersekolah di Kabanjahe sehingga harus bersosialisasi kembali dengan murid lainnya juga terkadang mereka juga harus masuk siang karena harus bergantian dengan murid sekolah tersebut. Dalam hal interaksi yang dilakukan oleh keluarga Ponda Tarigan masih terjalin baik sama seperti sebelumnya. Hal ini dapat dilihat bahwa beliau masih mengikuti perkumpulan yang dilakukan dari gereja GBKP. Namun hal yang berubah menurut beliau adalah tidak adanya lagi pesta tahunan yang biasa dilakukan oleh masyarakat setempat sehingga ada hal yang dirasa kurang dari Universitas Sumatera Utara Desa Kutambelin. Hal ini karena tidak adanya lagi dana dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk diadakannya acara tersebut. Untuk masalah kondisi psikis, trauma dan ketakutan masih dirasakan oleh Ponda Tarigan dan keluarga yang disebabkan oleh belum stabilnya kondisi Gunung Sinabung. Hal ini juga ditambahkan bahwa saat peneliti melakukan penelitian ke desa tersebut, kondisi Gunung Sinabung tengah memasuki status “awas”. Ia merasa ketakutan jika sudah mulai terdengar suara gemuruh dari gunung dan jika sudah terjadi gempa-gempa kecil. Hal ini diungkapkan juga oleh Ponda Tarigan, jika harus mengungsi lagi maka keadaan perekonomian keluarganya akan makin terpuruk dan juga kasihan akan kondisi anak-anaknya di pengungsian. Harapan yang diinginkan oleh bapak Ponda Tarigan adalah adanya perhatian yang lebih dari pemerintah seperti memberikan lahan pertanian yang lokasinya mudah dijangkau. Selanjutnya ia juga berharap agar bencana erupsi Gunung Sinabung tersebut dinaikkan statusnya menjadi bencana nasional. Hal ini juga ditambahkan oleh bapak Ponda Tarigan yakni jika nasib kami yang dipulangkan saja masih susah seperti ini bagaimana dengan saudara kami yang masih di pengungsian sana, kami cari makan disini pun masih susah, kan kalo dinaikkan jadi bencana nasional bisa membantu mereka yang masih di pengungsian sana dan juga kami disini Maka dari itu bapak Ponda Tarigan berharap bencana tersebut menjadi bencana nasional agar pemerintah pusat lebih fokus dan terencana untuk menyelesaikan dan menjawab berbagai permasalahan yang ada baik yang masih di pengungsian ataupun yang sudah kembali ke desa. Universitas Sumatera Utara

5.1.5 Informan Kelima

Nama : Nd. Kristina br Sembiring Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 60 tahun Pendidikan Terakhir : SD Agama : Katholik Suku : Karo Nd. Kristina br Sembiring saat ini bekerja sebagai petani di ladang orang dan tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini karena kondisi fisik yang tidak memungkinkannya untuk bekerja sampingan. Saat peneliti bertemu Nd. Kristina ia sedang membersihkan rumahnya yang masih terbuat dari papan dan sedang tidak bekerja ke ladang. Dampak yang dirasakan oleh Nd. Kristina saat erupsi terjadi adalah terhadap lahan yang diolah. Sebelum kondisi Gunung Sinabung seperti ini, ia berladang di sekitaran kaki gunung Sinabung. Namun setelah erupsi sering terjadi dan Desa Kutambelin harus mengungsi, ladangnya sudah tidak bisa ditanami apapun lagi dikarenakan hancur karena terkena lahar dingin dan juga abu vulkanik. Nd. Kristina berladang dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB dengan penghasilan sekitar Rp 50.000,- per hari sedangkan pendapatan yang didapat sebelum mengungsi berkisar antara Rp 1.500.000 – 2.000.000 per bulannya. Dengan penghasilan sebesar itu, ia menjawab bahwa belum cukup Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Hal ini karena ia tidak pergi berladang setiap hari dan juga selama di pengungsian ia tidak bekerja sehingga tidak adanya pemasukan yang didapat selama berada di pengungsian. Keluarga Nd. Kristina br Sembiring masih mempunyai seorang anak laki-laki bernama Anderson Tarigan yang masih duduk kelas 2 SMA dan bersekolah di Brastagi karena tidak adanya SMA Negeri di desa tersebut. Ia menyekolahkan anaknya dengan biaya sendiri dan tidak memperbolehkan anaknya untuk ikut bekerja dengan alasan agar anak tersebut lebih serius dan fokus untuk belajar. Tujuan ia menyekolahkan anaknya hampir sama dengan pemikiran semua orangtua yakni agar lebih sukses dari orangtuanya. Pada saat masih di pengungsian UKA 1, Anderson sama seperti anak-anak lainnya yakni menumpang sekolah SMA Negeri yang berada di Kabanjahe dan harus beradaptasi kembali dengan murid lainnya. Jika berbicara mengenai bantuan yang diterima, Nd. Kristina bercerita bahwa tidak ada lagi menerima bantuan dana atau sembako dari pemerintah. Bantuan yang diterima hanya dari BNPB yakni beras dan uang “jadup” sama seperti warga lainnya. Selebihnya ia juga menambahkan, pernah menerima bantuan beras yang diberikan dari gereja katholik setempat. Mengenai interaksi yang dilakukan oleh Nd. Kristina dengan tetangga di sekitaran rumahnya masih berjalan dengan baik. Namun sayangnya, ia tidak pernah mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat baik perkumpulan marga ataupun perkumpulan yang diadakan oleh gerejanya. Hal ini diutarakan bahwa lebih baik beristirahat di rumah setelah seharian bekerja di Universitas Sumatera Utara ladang. Namun jika ada warga setempat yang melaksanakan pesta baik itu kehagiaan atau kesedihan beliau masih menyempatkan waktu untuk hadir. Bagi masyarakat yang sudah pernah merasakan bencana alam dalam kurun waktu tertentu masih akan hidup dalam ketakutan dan kekhwatiran. Begitupun yang dirasakan oleh Nd. Kristina br Sembiring, beliau berkata : Nande disini masih takut kalo lagi ngerjain apapun itu, takut kalo meletus lagi sinabung. karna kemaren pernah batu-batu dari Sinabung itu jatuh di depan mata saya, makanya saya pun sekarang walau udah tua gini masih aja takut kalo diungsikan lagi, masa saya nanti menghabiskan masa tua di pengungsian, karna disana pun gaada kerjaan cuma bengong-bengong aja. Selanjutnya ia juga menambahkan, harapan yang diinginkan dari pemerintah adalah masih memperhatikan warga yang sudah pulang ke desa karena walaupun masyarakat sudah dipulangkan tetapi masih hidup serba berkekurangan. Namun beliau juga menambahkan : Yang nande inginkan dari pemerintah sih seperti itu, karna kami pun walaupun udah kerja ke ladang orang tapi masih susah hidup disini. Tapi saya juga gak menuntut banyak sama pemerintah, saya pun udah tua disini jadi gak terlalu nuntut sana sini, ya asal udah cukup makan sehari aja juga udah puji Tuhan. Demikian penuturan dari Nd. Kristina br Sembiring mengenai harapan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah. Universitas Sumatera Utara

5.1.6 Informan Keenam

Nama : Sofian Adly Jenis Kelamin : Laki-Laki TempatTanggal Lahir : Medan, 21 April 1979 Umur : 35 Tahun Agama : Islam Suku : Jawa Sofian Adly yang biasa dipanggil dengan “ali” saat ini masih menjadi tenaga pendamping di beberapa desa yang telah dipulangkan salah satunya adalah Desa Kutambelin. Sofian Adly yang saat ini tergabung dalam Apepebe Aliansi Pemuda Peduli Bencana sudah aktif menjadi tenaga pendamping sejak 15 September 2013. Apepebe sendiri bertugas untuk melakukan intervensi langsung lewat respon tanggap darurat dalam hal ini membantu evakuasi warga yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung, memberikan pendidikan psikososial bagi anak-anak, remaja dan dewasa selama dalam pengungsian. Juga melakukan pendidikan dan penyediaan lahan pertanian sebagai sarana penguatan ekonomi warga. Sofian Adly juga menjelaskan sejak kepulangan warga ke desa, akan ada perubahan yang dirasakan oleh masyarakat. Pada awalnya masyarakat akan senang jika sudah dipulangkan dari pengungsian karena akan menempati kembali rumahnya. Namun kegembiraan itu hanya akan berlangsung sesaat saja karena Gunung Sinabung yang masih terus-menerus mengeluarkan awan panas, debu vulkanik dan lahar dingin. Kondisi Gunung Sinabung yang seperti itu akan membuat warga merasa tidak nyaman dan dilanda ketakutan serta kekhawatiran Universitas Sumatera Utara akan kehidupan mereka kedepannya. Selanjutnya juga akan ditambahkan dengan kondisi lahan pertanian yang tidak bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga. Sebagai tenaga pendamping, Ali mendeskripsikan setelah 1 tahun 4 bulan kepulangan warga, Desa Kutambelin sudah mulai berbenah. Beberapa infrastruktur yang rusak akibat erupsi Gunung Sinabung dan akibat ditinggal mengungsi juga sudah diperbaiki. Lahan pertanian warga yang rusak karena debu vulkanik hingga saat ini belum dapat digunakan, sehingga secara mandiri warga mencari lowongan pekerjaan yakni dengan cara aron buruh tani harian dilahan pertanian yang belum rusak. Untuk hal ini warga biasanya berladang di daerah Kabanjahe atau Merek. Hal ini dilakukan warga untuk memulihkan perekonomian mereka yang sempat diambang ketidakpastian. Begitu juga dengan warga desa lain yang berupaya untuk memulihkan perekonomiannya dengan cara aron maupun mencoba bisnis baru yaitu mengumpulkan debu vulkanik untuk dijual ke perkebunan sawit. Konon katanya debu vulkanik ini baik untuk tanaman sawit. Begitu juga bebatuan dari Gunung Sinabung yang dikumpulkan dan dijual kepada pengembang perumahan untuk kondisi bangunan perumahan. Jika membahas mengenai perhatian yang diberikan oleh pemerintah daerah seperti bantuan dana atau sembako, Ali menjelaskan sebagian warga desa dari beberapa desa telah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa jadup jatah hidup perhari perjiwa. Namun hal itu tentunya belum mencukupi kebutuhan warga. Maka dari itu menurut Sofian Ali saat ini yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa Kutambelin adalah pemulihan ekonomi warga dan Universitas Sumatera Utara bantuan pendidikan bagi anak-anak yang masih meneruskan jenjang pendidikannya. Selanjutnya Sofian Ali juga bercerita bahwa hingga saat ini memang benar jika Gunung Sinabung belum menjadi bencana nasional. Hal ini karena secara umum bencana erupsi Gunung Sinabung belum memenuhi standart kebencanaan nasional. Salah satu kategorinya adalah pemerintah daerah masih mampu secara anggaran dan secara kebijakan untuk melakukan penanganan bencana erupsi Gunung Sinabung. Jika pemerintah daerahnya tidak mampu secara anggaran dan kebijakan maka bencana nasional bisa dipertimbangkan. Jika erupsi Gunung Sinabung dinaikkan menjadi bencana nasional, maka penanganan kebencanaan ini dapat langsung masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Desa-desa yang masuk ke dalam zona merah bisa dipertimbangkan untuk dipindah ke zona aman. Untuk saat ini menurut Sofian Ali, peran pemerintah dalam hal ini Pemkab Karo sebaiknya melakukan pemberdayaan masyarakat untuk siaga bencana, melakukan pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana upaya untuk mencegah hal yang berdampak negatif pada lingkungan akibat bencana, melakukan upaya industri ekonomi kreatif untuk pemulihan dan penguatan ekonomi warga, memperbaiki jalur-jalur evakuasi dan juga memperbaiki infrastruktur yang baik sebagai sarana antisipasi bencana berikutnya. Universitas Sumatera Utara

5.2 Analisis Data

Setelah terjadinya bencana alam yang terjadi di Tanah Karo akan membuat kehidupan berbanding terbalik dari keadaan sebelumnya. Seperti dapat terlihat dari kondisi sosial ekonomi mereka yang sudah pasti berubah. Terlebih yang paling signifikan adalah kondisi perekonomian masyarakat yang didalamnya tercakup pekerjaan dan pendapatan. Menurunnya tingkat perekonomian masyarakat memaksa mereka harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Selebihnya juga diperlukan strategi hidup yakni bagaimana masyarakat Desa Kutambelin mampu memulai kembali aktivitas perekonomiannya agar mampu bertahan hidup. 5.2.1 Kondisi Sosial Ekonomi 5.2.1.1 Pendapatan Pendapatan dalam istilah pajak dapat didefinisikan sebagai sejumlah uang atau nilai uang yang diperoleh seseorang sebagai hasil usaha dan tenaga, barang bergerak, barang tak bergerak, harta bergerak dan hak atas bayaran berkala Sumardi, 1985: 94. Dalam hal ini pendapatan masyarakat Desa Kutambelin bervariasi tiap bulannya. Bekerja sebagai petani di ladang orang aron pastinya memiliki penghasilan yang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan hasil penjualan dari buah yang telah ditanam tidak sepenuhnya dimiliki oleh mereka melainkan hanya beberapa persen karena lahan yang bukan milik sendiri. Universitas Sumatera Utara Pendapatan yang diterima sebagai petani di ladang orang dari beberapa informan rata-rata Rp 50.000,- per hari seperti yang dijelaskan oleh Informan I selaku Kepala Desa. Selanjutnya Informan II yakni Nd. Gita br Karo memiliki pendapatan kisaran Rp 50.000,- per hari dengan jam kerja dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Padahal jika dibandingkan dengan keadaan pendapatan sebelumnya, Nd. Gita dapat menerima minimal Rp 2.000.000 per bulannya Selanjutnya pada Informan III dapat dikatakan mendapatkan penghasilan lebih baik dikarenakan informan III yakni Monica br Tarigan bekerja sebagai wiraswasta yakni berjualan di depan rumahnya sedang ayah dan abangnya bekerja sebagai petani. Sehingga hasil penjualan dari warungnya sangat membantu pendapatan keluarga tersebut selain itu juga dikarenakan sudah tidak ada lagi dari keluarga mereka yang sekolah sehingga tidak ada pengeluaran untuk biaya pendidikan. Seperti dituturkan oleh Monica br Tarigan bahwa penghasilan rata-rata yang didapat dari hasil berjualannya mencapai Rp 1.000.000,- per bulan. Pada informan IV yakni bapak Ponda Tarigan, pendapatan yang didapat terbilang baik yakni Rp 2.000.000,- per bulannya sedangkan sebelum terjadi erupsi Gunung Sinabung, Ponda Tarigan memiliki pendapatan miniminal Rp 2.500.000,- per bulannya. Jika berbicara mengenai pendapatan masyarakat pastinya juga akan berhubungan dengan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan jika berbicara mengenai kehidupan sosial ekonomi berarti juga membahas mengenai perilaku ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan Universitas Sumatera Utara pendapatan dan pemanfaataannya seperti dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Pendapatan yang didapat Informan I, Informan II dan Informan V hanya menerima Rp 50.000,- per hari sehingga belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sedangkan untuk Informan III dan Informan IV terbilang sudah cukup dalam pemanfaatan pendapatan seperti untuk memenuhi kebutuhannya dikarenakan pekerjaan yang sudah baik. Hal ini juga diperkuat oleh tenaga pendamping yakni Sofyan Adly yang menambahkan bahwa: kegembiraan yang didapat dari warga karena telah dipulangkan hanya akan berlangsung sesaat karena Gunung Sinabung yang masih terus- menerus mengeluarkan awan panas, debu vulkanik dan lahar dingin. Selanjutnya juga akan ditambahkan dengan kondisi lahan pertanian yang tidak bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga. Pendapatan yang diterima saat ini mungkin tidak sebanding dengan yang didapatkan kelima informan pada saat Gunung Sinabung belum erupsi. Hal ini dikarenakan saat kondisi gunung masih aman, masyarakat masih bekerja di ladang sendiri sehingga hasil penjualan yang didapat diterima sepenuhnya oleh mereka. Selain itu juga karena kondisi alam yang baik sehingga mendukung hasil pertanian mereka. Namun setelah Gunung Sinabung makin sering erupsi, memuntahkan debu vulkanik dan lahar dingin membuat ladang mereka hancur seketika. Setelah diungsikan di Universitas Karo UKA1 dan memaksa mereka untuk tidak bekerja maka membuat pendapatan mereka menurun drastis dikarenakan tidak adanya pemasukan. Maka dari itu dapat dikatakan pendapatan Universitas Sumatera Utara yang diterima masyarakat menurun dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

5.2.1.2 Pekerjaan

Pekerjaan masyarakat Desa Kutambelin pada umumnya bekerja sebagai petani. Jika berbicara mengenai pekerjaan maka akan berbanding lurus dengan strategi hidup yang dijalankan masyarakat. Mayoritas masyarakat Kutambelin adalah ke ladang dimana penghasilannya tidak menentu, mengingat panen tidaklah setiap bulannya dan juga ladang yang diolah bukan milik sendiri. Hampir sama dengan penjelasan diatas, dahulu sebelum erupsi terjadi kelima informan memiliki ladang sendiri di sekitaran kaki Gunung Sinabung. Namun setelah lahan mereka hancur dan kondisi gunung yang tidak memungkinkan warga untuk berladang di lokasi tersebut memaksa mereka untuk bekerja di ladang yang lebih aman yakni di daerah Kabanjahe sampai ke Merek. Sehingga untuk saat ini kelima informan yang diteliti bekerja sebagai petani di ladang orang baik itu pekerjaan utamanya atau pekerjaan sampingan informan. Pada Informan I, Informan II dan Informan V menggantungkan hidupnya pada pekerjaannya saat ini yakni sebagai petani di ladang orang dikarenakan ketiga informan tersebut tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sedangkan pada Informan III dan Informan IV memiliki keadaan yang lebih baik. Pada Informan III mempunyai pekerjaan berjualan sedangkan ayah dan abangnya bekerja sebagai petani. Lalu pada Informan V memiliki pekerjaan utama sebagai guru honorer SD dan setelah selesai mengajar lanjut berladang. Universitas Sumatera Utara Jika berbicara kehidupan ekonomi membahas juga mengenai kebutuhan dan bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini jelas terlihat yakni kelima informan benar-benar berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada sehingga memiliki hasil yang dapat dimanfaatkan. Jika membahas mengenai pekerjaan masyarakat saat ini apakah sudah kembali seperti sediakala dapat dikatakan belum kembali. Hal ini dapat dilihat dari kelima jawaban informan yang mempunyai jawaban sama yakni bahwa ladang yang mereka miliki belum dapat ditanami akibat terkena debu vulkanik dan lahar dingin. Saat kepulangan masyarakat kutambelin ke desa, mereka langsung membersihkan ladang mereka secara gotong royong dan mencoba untuk menanami kembali. Namun ternyata erupsi Gunung Sinabung menghancurkan tanaman masyarakat sehingga mengakibatkan gagal panen dan berakhir dengan kerugian. Sejak dari itulah masyarakat memilih untuk bekerja sebagai petani di ladang orang. Hal ini juga ditambahkan oleh tenaga pendamping yakni Sofyan Adly yakni kondisi lahan pertanian hingga saat ini belum bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya guna memulihkan perekonomian warga.

5.2.1.3 PendidikanKeterampilan

Kesadaran pendidikan pada masyarakat Desa Kutambelin sudah terbilang cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari persentase anak yang tengah di bangku pendidikan yakni sebanyak 270 orang. Selain itu motivasi orangtua menyekolahkan anaknya adalah agar anaknya dapat lebih sukses dan maju Universitas Sumatera Utara daripada orangtuanya, hal ini jelas terlihat pada Informan IV dan Informan V. Selanjutnya dalam menyekolahkan anaknya, Informan IV dan Informan V tidak memperbolehkan anaknya untuk membantu mencari pendapatan orangtuanya agar anak tersebut lebih fokus dan serius dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari kutipan wawancara Informan IV yakni bapak Ponda Tarigan bahwa: Kalau masalah bekerja biar kami saja orangtuanya, mereka tidak usah karna tugas anak itu adalah belajar, selama kami masih menyanggupi biaya mereka sekolah dan sehari-hari yaa kami saja yang banting tulang. Selanjutnya tujuan Ponda tarigan menyekolahkan anaknya adalah agar anaknya lebih sukses dari orangtuanya. Pada Informan V yakni Nd. Kristina br Sembiring juga menuturkan hal yang sama yakni tidak memperbolehkan anaknya untuk ikut bekerja dengan alasan agar anak tersebut lebih serius dan fokus untuk belajar. Tujuan Nd. Kristina menyekolahkan anaknya yang bernama Anderson Tarigan adalah agar kelak nanti anaknya lebih sukses dari orangtuanya. Dominan pendidikan yang diikuti oleh anak informan adalah pendidikan formal yakni pendidikan yang ditempuh pada lembaga legal dan tahapan dalam pendidikan ini sangat jelas. Berbeda dengan Informan III yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya karena harus bekerja membantu orangtuanya. seperti yang dikatakan oleh Informan III yakni Monica Tarigan yakni: Universitas Sumatera Utara Gimanalah ka, sebenernya aku pun maunya sekolah lanjut kuliah Cuma kondisinya gak memungkinkan. Ini aja dengan aku jualan makanya lumayan membantu karna abang sama bapak juga kerjanya di ladang. Namun jika berbicara mengenai sarana pendidikan yang ada di Desa Kutambelin terbilang masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.6 dimana Desa Kutambelin hanya memiliki 3 sarana pendidikan yakni 2 TK Taman Kanak-Kanak dan 1 SD Sekolah Dasar sedangkan jika mau melanjutkan ke SMP Sekolah Menengah Pertama harus melanjutkan sekolah di kecamatan yakni Namanteran dan jika mau melanjutkan ke SMA Sekolah Menengah Atas harus melanjutkan di kota Berastagi.

5.2.1.4 Interaksi Sosial

Interaksi adalah salah satu sifat dasar manusia. Dari interaksi yang dilakukan terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kutambelin masih terjalin dengan baik hingga saat ini. Hal ini jelas terlihat dari Informan I, Informan II, Informan III, Informan IV dan Informan V yang masih menjalin hubungan baik dengan sekitarnya seperti masih menjalin silahturahmi dengan masih mengikuti perkumpulan marga ataupun kegiatan keagamaan. Hal ini juga diperkuat oleh Informan I selaku Kepala Desa Kutambelin yakni di Desa Kutambelin ada melakukan acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat seperti pengajian ataupun PJJ Perpulungan Jabu- Jabu. Selain itu juga adanya perkumpulan marga di desa tersebut. Lalu pada Informan II yakni Nd. Gita br Karo juga menuturkan: Universitas Sumatera Utara Saya disini masih ikut perkumpulan marga tarigan ataupun karo yaa karna mau gimanapun mereka masih sodara kita dan juga biar menjalin silahturahmi gitu antar kami yang bersaudara, karna kan juga kami udah sama-sama merasakan susahnya di pengungsian sana . Pada Informan III yakni Monica Tarigan juga ditambahkan bahwa interaksi yang dilakukan keluarganya kepada tetangga di sekitar rumah masih terjalin dengan baik. Walaupun keluarga Monica tidak mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat. Namun perbedaan yang dirasakan oleh Monica di Desa Kutambelin adalah tidak adanya lagi pesta tahunan yang biasanyua rutin dilakukan pada bulan Oktober. Hal ini juga serupa dengan Informan IV yakni Ponda Tarigan yang menuturkan bahwa interaksi yang dilakukan oleh keluarga Ponda Tarign masih terjalin baik. Selanjutnya ia juga masih mengikuti perkumpulan yang dilakukan dari gereja GBKP. Sama seperti penuturan beberapa informan, interaksi antar warga desa yang sudah tidak dirasakan lagi adalah pesta tahunan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Berbeda dengan Informan V yakni Nd. Kristina br Sembiring, interaksi yang dilakukan masih terjalin baik dengan tetangga sekitar. Namun, ia tidak pernah mengikuti perkumpulan yang diadakan oleh masyarakat setempat baik itu perkumpulan marga ataupun perkumpulan yang diadakan oleh gerejanya. Hal ini seperti yang telah dituturkan di profile informan bahwa ia lebih baik beristirahat di rumah setelah seharian bekerja. Namun jika ada warga yang melaksanakan pesta, ia masih menyempatkan untuh hadir. Universitas Sumatera Utara Dari kutipan wawancara tersebut, salah satu interaksi yang dikeluhkan berbeda di Desa Kutambelin setelah kembalinya warga adalah pesta tahunan atau kerja tahunan. Pada awalnya kerja tahun dilakukan dalam rangka mengucap syukur atas hasil panen dan warga kampung dalam keadaan sehat juga untuk mendoakan panen pada tahun berikutnya supaya hasilnya lebih memuaskan. Selain itu kerja tahunan juga termasuk sarana untuk mempererat tali kekeluargaan karena pada saat itu keluarga dan sanak famili di luar kampung juga ikut diundang. Namun pada kenyataannya setelah erupsi Gunung Sinabung membuat masyarakat mengungsi dan menurunkan hasil pertanian serta keadaan perekonomian masyarakat sehingga berdampak dengan tidak diadakannya kembali pesta atau kerja tahunan tersebut. Selain pesta tahunan, pesta adat seperti pernikahan pun sudah jarang dilakukan di desa tersebut. Masyarakat pun sempat meminta ke Kepala Desa Kutambelin untuk tidak diadakannya pesta, dikarenakan masyarakat harus memberikan “uang tor-tor” sedangkan keadaan perekonomian masyarakat pun sudah menurun.

5.2.2 Strategi Hidup

Terjadinya suatu musibah mengakibatkan setiap manusia harus memikirkan strategi yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidup. Jika dikaitkan dengan strategi memenuhi kebutuhan hidup tidak lepas dari pekerjaan yang dilakukan kembali oleh masyarakat Desa Kutambelin. Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat untuk menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan strategi hidup adalah Universitas Sumatera Utara suatu tindakan yang dilakukan oleh setiap orang untuk dapat mempertahankan hidupnya melalui pekerjaan apapun yang dilakukannya. Terjadinya bencana alam gunung meletus di Tanah Karo mengakibatkan masyarakat banyak yang kehilangan produksi pertanian mereka sehingga modal usaha sudah tidak ada lagi. Berkurangnya modal usaha berdampak pada kesulitan warga memulai kembali bercocok tanam yang mengakibatkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri-sendiri. Sulitnya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mengakibatkan manusia harus bekerja keras. Ketika telah dipulangkan ke desa, masyarakat mendapati ladangnya penuh akan lumpur yang diakibatkan oleh lahar dingin dan juga abu vulkanik. Setelah dibersihkan dan mencoba untuk ditanami kembali ternyata hasil tanaman mereka hancur oleh debu vulkanik sehingga membuat petani merugi. Maka dari itu warga lebih memilih untuk menjadi aron Buruh Harian Lepas. Menjadi BHL sangat membantu masyarakat guna memenuhi kebutuhan hidupnya hingga pada saat ini. Hampir seluruh keluarga masyarakat Desa Kutambelin menjadi buruh harian lepas. Hal ini dilakukan agar dalam kondisi lahan yang tidak memungkinkan untuk diolah warga masih bisa menerima pendapatan. Jika berbicara mengenai modal awal yang digunakan masyarakat saat membuka kembali lahannya didapat dari 2 sumber yakni pinjaman dari saudara dan tabungan keluarga. Saat mencoba memulai kembali bercocok tanam, modal pertama untuk memulai berasal dari pinjaman atau bantuan dari keluarga dan tabungan yang masih tersisa. Universitas Sumatera Utara Seperti terlihat pada Informan I dan Informan II yang mendapatkan modal pertama untuk memulai bercocoktanam dari pinjaman orang lain sedangkan pada Informan III dan Informan IV mendapatkan modal pertama dari tabungan keluarga yang masih tersisa. Selain itu pada pemulangan warga ke desa, rumah yang mereka tinggali pun hanya penuh akan debu dan lumpur yang mengering sehingga hanya perlu dibersihkan dan tidak harus ada perbaikan yang besar. Terjadinya bencana alam erupsi Gunung Sinabung membuat masyarakat kewalahan dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian masyarakat. Hal yang dilakukan oleh masyarakat guna mempertahankan hidupnya adalah dengan menjadi aron. Jika dimasukkan pada jenis-jenis kemiskinan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambelin Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo masuk ke dalam kemiskinan situasional. Secara umum kemiskinan situasional adalah kondisi kehidupan masyarakat yang tidak layak yang disebabkan oleh situasi yang ada. Kemiskinan situasional dapat dijelaskan dengan kondisi kehidupan yang dihadapi oleh seseorang atau sekelompok orang yang disebabkan situasi yang berlaku seperti kemarau panjang, gagal panen, bencana alam. Universitas Sumatera Utara BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Penulis memperoleh data melalui wawancara langsung dengan 2 orang informan tambahan yakni Kepala Desa Kutambelin dan tenaga pendamping dan 4 orang informan utama yakni masyarakat Desa Kutambelin. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahun gambaran kondisi kehidupan dan strategi hidup masyarakat pasca erupsi Gunung Sinabung di Desa Kutambelin Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Strategi hidup yang dilakukan pada saat ini oleh masyarakat Desa Kutambelin adalah bekerja menjadi aron Buruh Harian Lepas. Buruh harian lepas merupakan salah satu cara yang mampu dilakukan masyarakat untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian keluarga mereka seperti sebelum erupsi Gunung Sinabung. Dalam strategi hidup masyarakat Kutambelin juga membahas mengenai modal awal untuk mencoba membuka kembali lahan pertanian yang didapat dari dua sumber yakni pinjaman atau bantuan dari saudara dan juga tabungan keluarga. Jika membahas mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Kutambelin adalah rendah karena keterbatasan pendapatan perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pendapatan, pekerjaan dan interaksi masyarakat Universitas Sumatera Utara Desa Kutambelin. Pendapatan masyarakat jelas menurun akibat lahan pekerjaan yang semakin sulit. Hal ini dikarenakan antara pendapatan dan pekerjaan memiliki tali berkesinambungan dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Pekerjaan yang belum stabil yakni masih harus bekerja di ladang orang dikarenakan ladang milik warga tidak bisa ditanami akibat kondisi gunung yang belum stabil dan makin seringnya meluncurkan awan panas. Sedangkan dominan masyarakat di Desa Kutambelin menggantungkan hidupnya pada bercocoktanam. Hal inilah yang membuat pendapatan masyarakat menurun sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain itu juga tidak adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah ataupun pihak swasta juga membuat masyarakat kecewa. Hal ini dikarenakan masih sulitnya masyarakat untuk mencari makan. Walaupun masyarakat sudah dipulangkan ke desa tapi tidak berarti menyelesaikan masalah dikarenakan belum terjaminnya kehidupan masyarakat Desa Kutambelin yang layak sehingga masyarakat masih sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah baik berupa dana ataupun sembako. Selain itu, masyarakat juga berharap agar pemerintah dapat memberikan lahan yang letaknya strategis dari desa, sehingga masyarakat tidak usah bekerja jauh sampai ke Kabanjahe ataupun Merek. Selanjutnya kepala desa pun menginginkan agar kiranya erupsi Gunung Sinabung dijadikan sebagai bencana nasional. Selain itu, interaksi yang dilakukan masyarakat pun masih terjalin dengan baik dan tidak ada yang berubah. Dari jawaban informan yang didapat oleh peneliti, masyarakat masih menjaga benar hubungan silahturahmi dengan orang di sekitarnya. Selebihnya perkumpulan keagamaan, perkumpulan marga, Universitas Sumatera Utara PPJ Perpulungan Jabu-Jabu masih rutin dilaksanakan dan tidak ada yang berubah. Namun untuk pesta tahunan atau kerja tahunan yang biasanya rutin dilakukan pada bulan 10 sudah tidak dilakukan lagi. Hal ini dikarenakan kondisi masyarakat desa yang tidak memungkinkan untuk membuat pesta tahunan. Dikarenakan pada awalnya pesta tahunan atau kerja tahunan dilakukan guna mengucapsyukur atas atas panen yang berlimpah dan juga untuk menjalin silahturahmi antar warga. Tetapi akibat erupsi Gunung Sinabung sehingga sudah tidak adanya lagi hasil panen dan juga kondisi perekonomian warga yang masih menurun. Sehingga tidak memungkinkan untuk diadakan pesta atau kerja tahunan. Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran