Kesehatan Nelayan Karakteristik Nelayan

2.6.2. Kesehatan Nelayan

Penyakit kulit pada nelayan mungkin akibat pengaruh air laut yang karena kepekatannya menarik air dari kulit, dalam hal ini air laut merupakan penyebab dermatitis kulit kronis dengan sifat rangsangan primer. Tapi penyakit kulit mungkin pula disebabkan oleh jamur-jamur atau binatang-binatang laut. Pekerjaan di tempat basah merupakan tempat berkembangnya penyakit jamur, misalnya moniliasis. “Swimmers’ itch” mungkin menghinggapi nelayan-nelayan yang hidup di pantai dengan keadaan sanitasi kurang baik, sebabnya ialah larvae sejenis cacing. Beberapa jenis ikan dapat menyebabkan kelainan kulit, biasanya nelayan-nelayan mengetahui ikan-ikan yang mendatangkan gatal Suma’mur, 1998. Keselamatan nelayan dalam melakukan pekerjaannya belum cukup mendapat perhatian. Syarat-syarat perahu nelayan harus diutamakan, agar tercapai keselamatan sebesar-besarnya. Konstruksi perahu di Indonesia berbeda-beda mengikuti latar belakang daerah atau kebudayaan setempat. Perahu yang baik adalah stabil, tidak mudah terbalik oleh pukulan-pukulan ombak atau angin yang besar. Hygiene air minum dan makanan harus diperhatikan, selain cukup persediaan menurut lamanya berlayar, penyakit a vitaminosis, vitamin C karena kurangnya buah- buahan yang segar. Oleh karena nelayan-nelayan hidup di pantai-pantai yang biasanya hygienenya sangat kurang, perlunya pendidikan kesehatan tentang perlunya minum air masak, cara-cara hidup hygienis dan lain-lain.

2.6.3. Karakteristik Nelayan

Karakteristik nelayan mempunyai sifat yang berbeda-beda. Hal ini yang perlu dilihat dalam perbedaan tersebut adalah faktor umur, tingkat pendidikan dan kebiasaan Universitas Sumatera Utara hidup gaya hidup. Gaya hidup menarik sebagai masalah kesehatan, minimal dianggap faktor resiko dari berbagai penyakit Notoatmodjo, 2000. Secara rinci faktor individu yang berkaitan dengan gangguan kesehatan kulit adalah sebagai berikut : 1. Umur Umur merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap keterpapan penyakit di tempat kerja. Umur juga berkaitan dengan daya tahan tubuh terhadap agent penyakit maupun pengaruh lingkungan yang kurang baik. 2. Pendidikan Pendidikan pekerja berperan penting terhadap pengetahuan dan pemahaman pekerja tentang pencegahan penyakit akibat kerja termasuk penyakit gangguan kulit, misalnya penggunaan alat pelindung diri, personal hygiene, serta pemahaman tentang perilaku kerja yang berpotensi terjadinya kecelakaan kerja. Selain itu pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindar terjadinya kecelakaan kerja. 3. Masa kerja Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan faktor resiko. Dengan perbedaan masa kerja akan berhubungan dengan pajanan terhadap pencemar atau bahan yang berisiko terhadap gangguan kesehatan kulit. 4. Penggunaan alat pelindung diri Menurut Suma’mur 1998, diantara faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit kerja salah satu diantaranya pelindung diri yang tak aman. Alat Universitas Sumatera Utara pelindung diri diciptakan untuk melindungi nelayan dari bahaya terjadinya kecelakaan, maupun penyakit akibat kerja. Alat pelindung diri bagi nelayan misalnya : sarung tangan, sepatu bot, helm pengaman, baju bentuk overall. Penggunaan alat pelindung diri perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan. Namun perlu diperhatikan bahwa alat pelindung perorangan harus sesuai dan adekuat untuk bahaya-bahaya tertentu, resisten terhadap kontaminan-kontaminan udara, dibersihkan dan dipelihara dengan baik, serta sesuai untuk pekerja yang memakainya. Untuk alat-alat tertentu seperti alat pelindung pernafasan, sumbattutup telinga, pakaian kerja kedap air dan lain-lain mungkin tidak nyaman untuk dipakai terutama dicuaca yang panas. Jadi mungkin diperlukan pengurangan jam kerja paling tidak pada waktu-waktu yang memerlukan pemakainan alat pelindung tersebut Personal protective equipment Kusnoputranto, 2000 Universitas Sumatera Utara

2.7. Kerangka Konsep