Gel Gelling agent Polimer

5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan Allen, Popovich, Ansel, 2005. Gel juga dapat didefinisikan sebagai sistem semi-rigid yang pergerakannya dalam medium dispers dibatasi oleh jaringan 3 dimensi dari partikel atau makromolekul terlarut pada fase terdispers. Gel juga dapat digunakan untuk pemberian secara topikal atau melalui rongga tubuh Hagman, 2006. Gel terdiri dari dua jenis, yaitu gel satu sistem dan gel dua sistem. Saat massa gel terbuat dari jaringan partikel kecil yang berlainan, maka gel tersebut merupakan gel dengan sistem dua fase, sedangkan gel dengan sistem satu fase terdiri dari makro molekul organik yang tidak terdistribusi seragam pada cairan. Hagman, 2006.

B. Gelling agent

Beberapa bahan yang tercantum dalam kompendial dapat berfungsi sebagai gelling agent, seperti akasia, asam alginat, bentonite, karbomer, karboksimetilselulosa, gelatin, hidroksipropil selulosa, magnesium alumunium silikat, polifinil alkohol, sodium alginat, tragakan, dan lain sebagainya. Crowley, 2006 Idealnya, gelling agent untuk keperluan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, dan tidak reaktif dengan komponen formulasi lainnya Lieberman,1996. Konsentrasi gelling agent biasanya kurang dari 10, pada kisaran 0,5 sampai 2,0 Allen et al, 2005.

C. Polimer

Polimer merupakan substansi yang tersusun dari molekul-molekul sejenis atau berbeda jenis yang terkait satu sama lain dalam jumlah tertentu hingga membentuk sifat yang berbeda dengan adanya penambahan satu atau beberapa unit molekul tersebut. Komponen penyusun polimer disebut dengan monomer. Proses perubahan monomer menjadi polimer disebut polimerisasi Gedde, 2001 Monomer yang terhubung satu sama lain akan membentuk rantai polimer dengan sifat yang lebih kuat. Ada banyak variasi struktur dasar linier dari polimer, seperti rantai cabang pendek, rantai cabang panjang, dll. Jumlah dan tipe cabang akan berpengaruh besar terhadap pembentukan ke fase padatan, serta pada sifat fisiknya Peacock, 2006. Setiap cabang yang terbentuk pada perpanjangan polimer, memungkinkan terjadinya pembentukan cabang, begitu seterusnya. Sifat fisik dari polimer bercabang dan polimer yang linier cukup berbeda. Cabang-cabang dalam polimer akan berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan rantai lain melalui crosslink hingga membentuk jaringan tiga dimensi Peacock, 2006.

D. Penyembuhan Luka