Pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat.
PENGARUH SUHU DAN LAMA STERILISASI METODE PANAS BASAH DAN PANAS KERING TERHADAP VISKOSITAS DAN DAYA SEBAR
BASIS GEL ALGINAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh :
Dina Christin Ayuning Putri NIM : 098114015
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
i
PENGARUH SUHU DAN LAMA STERILISASI METODE PANAS BASAH DAN PANAS KERING TERHADAP VISKOSITAS DAN DAYA SEBAR
BASIS GEL ALGINAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh :
Dina Christin Ayuning Putri NIM : 098114015
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(3)
(4)
(5)
(6)
v
Halaman Persembahan
Tuhan Maha Penyayang, Tuhan Maha Penolong. tapi
pertolongan Tuhan tak datang begitu saja, kamu harus
tetap berusaha
“
Jangan memulai sesuatu yang tak ingin kamu
selesaikan. Jangan menghentikan sesuatu yang belum
kamu selesaikan”
Karya kecil ini kupersembahkan kepada : Papa Djien, Mama Sri, Cik Dian, Koh Andi
Gunawan Budi Santoso
Kristina Nety, Evy Fenny Veronika, Jenny Marina, dan semua teman-temanku
Almamaterku tercinta
(7)
vi PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Yesus Kristus atas segala berkat juga rahmat yang diberikan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu dan Lama Sterilisasi Metode Panas Basah dan Panas Kering terhadap Viskositas dan Daya Sebar Basis Gel Alginat” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini bukan tanpa halangan dan kesulitan, namun dengan bantuan banyak pihak, skripsi ini dapar diselesaikan dengan baik, untuk itu dengan tulus dan rendah hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rini Dwiastuti, S.Si., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang memberikan dukungan, arahan, dan kritik.
3. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji, atas masukan, bimbingan, motivasi, kritik, saran, kepercayaan, dan bahan penelitian yang diberikan kepada penulis.
4. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji, atas masukan dan saran yang diberikan kepada penulis.
(8)
vii
6. Eko Budiyanto Reksowiharto dan Sri Hartini, kedua orang tuaku serta kedua kakakku, Dian dan Andi atas dukungan dan kasih sayang.
7. Gunawan Budi Santoso atas motivasi, cinta, dan kebahagiaan.
8. Evy Fenny Veronika, Agnes Mutiara dan Kristina Nety Indriani, atas kebahagiaan dan ketulusan hati kalian yang menentramkan hatiku di masa galau dan sukaku.
9. Jenny, Bee, Yuvy, Reni, Ibu Kos dan seluruh teman kos Bambino. 10. Teman-teman “nongkrong positif” atas kebersamaannya.
11. Teman-teman FST A 2009 dan FSM A 2009.
12. Mas Agung, Pak Musrifin, Pak Iswandi, Pak Mukminin, dan seluruh laboran serta Mas Darto, juga Mas Dwi.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga karya ini berguna bagi para pembaca dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
(9)
(10)
ix Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA IL – MIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR PERSAMAAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
(11)
x
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A. Gel ... 5
B. Gelling Agent ... 5
C. Polimer ... 6
D. Penyembuhan Luka ... 7
E. Alginat ... 8
F. Sterilisasi ... 9
G. Viskositas ... 10
H. Daya Sebar ... 11
I. Analisis Statistik ... 12
J. Landasan Teori ... 13
K. Hipotesis ... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 15
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 15
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 15
1. Klasifikasi variabel ... 15
2. Definisi operasional ... 16
C. Bahan Penelitian ... 17
D. Alat Penelitian ... 17
E. Tata Cara Penelitian ... 17
1. Persiapan bahan ... 18
2. Pembuatan basis gel ... 18
(12)
xi
4. Sterilisasi panas kering ... 18
5. Uji sterilitas ... 19
6. Uji viskositas ... 20
7. Uji daya sebar ... 20
F. Analisis Hasil ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A. Preparasi Basis Gel Alginat ... 22
B. Sterilisasi Basis Gel Alginat ... 23
C. Uji Sterilitas Basis Gel Alginat ... 25
D. Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Alginat ... 29
1. Penampilan gel ... 29
2. Viskositas gel ... 30
3. Daya sebar gel ... 32
E. Pengaruh Suhu dan Lama Sterilisasi terhadap Sifat Fisik Gel Alginat... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 49
(13)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Variasi suhu dan lama sterilisasi pada metode sterilisasi panas basah ... 18 Tabel II. Variasi suhu dan lama sterilisasi pada metode sterilisasi panas
kering ... 19 Tabel III. Hasil uji sterilitas gel alginat yang disterilkan dengan autoklaf .... 28 Tabel IV. Hasil uji sterilitas gel alginat yang disterilkan dengan oven ... 29 Tabel V. Rata-rata selisih (∆) viskositas gel alginat yang disterilisasi
dengan autoklaf ... 31 Tabel VI. Rata-rata ∆ viskositas gel alginat yang disterilisasi dengan oven . 32 Tabel VII. Rata-rata ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan
autoklaf ... 34 Tabel VIII Rata-rata ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan
Oven ... 34 Tabel IX. Hasil uji normalitas ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat yang
disterilisasi dengan autoklaf ... 37 Tabel X. Hasil uji normalitas ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat yang
disterilisasi dengan oven ... 38 Tabel XI. Hasil uji levene (kesamaan variasi) ∆ daya sebar basis gel alginat
dengan sterilisasi autoklaf dan oven ... 39 Tabel XII. Hasil uji beda ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat dengan
(14)
xiii
Tabel XIII. Hasil uji beda ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat dengan sterilisasi autoklaf tiap lama sterilisasi dengan variasi suhu sterilisasi... 40 Tabel XIV. Hasil uji beda ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat dengan
sterilisasi oven tiap suhu dengan variasi lama sterilisasi ... 41 Tabel XV Hasil uji beda ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat dengan
sterilisasi autoklaf tiap lama sterilisasi dengan variasi suhu sterilisasi... 41
(15)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur monomer β-D asam manuronat dan α-L asam guluronat ... 8 Gambar 2. Bentuk interaksi ion Ca2+ dengan monomer alginat
membentuk egg-box ... 9 Gambar 3. Bagan rancangan penelitian ... 17 Gambar 4. Proses pembentukan egg box pada alginat setelah
penambahan ion Ca2+ ... 22 Gambar 5. Hasil uji sterilitas gel dengan sterilisasi menggunakan
autoklaf suhu 121oC ... 28 Gambar 6. Perubahan penampakan warna pada serbuk alginat yang
disterilisasi menggunakan oven pada suhu 130o C ... 34 Gambar 7. Perubahan penampakan warna pada basis gel alginat dari
serbuk yang disterilisasi menggunakan oven pada suhu 170oC 35 Gambar 8. Perubahan penampakan warna pada gel alginat yang
disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC ... 36 Gambar 9. Grafik Δ viskositas basis gel alginat setelah mengalami
sterilisasi menggunakan autoklaf dan ovendengan variasi suhu dan lama sterilisasi ... 42 Gambar 10. Grafik Δ daya sebar basis gel alginat setelah mengalami
sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven dengan variasi suhu dan lama sterilisasi (linier) ... 43
(16)
xv
Gambar 11. Grafik Δ daya sebar basis gel alginat setelah mengalami sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven dengan variasi suhu dan lama sterilisasi (eksponensial) ... 44
(17)
xvi
DAFTAR PERSAMAAN
(18)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penampilan fisik serbuk alginat ... 49
Lampiran 2. Penampilan fisik basis gel alginat ... 52
Lampiran 3. Hasil uji sterilitas ... 73
Lampiran 4. Data selisih (Δ) viskositas ... 83
Lampiran 5. Data selisih (Δ) daya sebar ... 85
(19)
xviii Intisari
Alginat merupakan polimer alami yang dapat digunakan dalam sediaan penutup luka. Penutup luka harus steril sehingga tidak menimbulkan infeksi tambahan pada luka, sehingga perlu dilakukan sterilisasi. Proses sterilisasi dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan yang terkait dengan penerimaan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat. Gel alginat dan serbuk alginat yang telah disterilisasi dengan variasi suhu dan lama tertentu, diuji sterilitasnya kemudian dilakukan uji viskositas dan daya sebar setelah 2 hari pembuatan. Selisih (Δ) nilai viskositas dan daya sebar gel alginat yang melalui proses sterilisasi dan yang tidak melalui proses sterilisasi diuji normalitasnya dengan Saphiro Wilk, dan dianalisis apakah terdapat pengaruh suhu dan lama sterilisasi terhadap kedua sifat fisik tersebut dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis (Δ viskositas) dan ANAVA (Δ daya sebar)
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu dan lama sterilisasi mempengaruhi viskositas dan daya sebar basis gel alginat. Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan (baik sterilisasi panas basah dan panas kering) maka akan menurunkan viskositas dan meningkatkan daya sebar basis gel alginat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai Δ viskositas dan Δ daya sebarnya. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit dapat mensterilkan dan memberikan dampak perubahan sifat fisik terkecil.
(20)
xix ABSTRACT
Alginate is a natural polymer which can be used in preparation of wound dressing. Wound dressings should be sterile and doesn’t give additional infection
in the wound, so it’s necessary to be sterilize. Sterilization processes can affect the physical properties associated of patient’s acceptability. The aim of this study is to examine the effect of sterilization’s temperature and duration using wet heat and dry heat methode to viscosity and spredibility of alginate gel base.
Alginate gel and alginate powder that has been sterilized with variations of temperature and duration, should be checked the sterility, viscosity and spreadibility after 2 days of making. The difference (Δ) value of viscosity and spreadibility alginate gel both with and without sterilization process was tested with Shapiro-Wilk normality, and analyzed whether there are effects of sterilization’s temperature and duration to the physical properties by using Kruskal-Wallis test (for Δviscosity) and ANOVA (for Δ spreadibility).
The data obtained showed that the sterilization’s temperature and time affect the viscosity and spreadibility of alginate gel base. The higher temperature and duration of heating (both wet heat and dry heat sterilization) will decrease the viscosity and increase the spreadibility of alginate ge base, as indicated by the increased value of the Δ viscosity and Δ spredibility. Sterilization by autoclave at 121oC for 15 minutes can sterilize and give the lowest difference of gel’s physical properties.
(21)
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang mengalami luka akibat tergores, terjatuh atau terbakar. Dalam mengatasi luka tersebut, perlu dilakukan penanganan luka yang benar, cepat dan tepat agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut yang dapat memperparah luka (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006). Sediaan maupun penutup luka yang digunakan untuk mengatasi luka terbuka harus steril, dapat mencegah masuknya bakteri ke dalam luka. Penggunaan penutup luka dengan suasana lembab dapat mempercepat penyembuhan luka, dan menutup luka dengan baik (Boateng, Matthews, Stevens, and Eccleston, 2007)
Gel merupakan salah satu bentuk sediaan semi padat yang cukup disukai dalam penanganan luka, karena gel dapat memberikan efek dingin pada saat penggunaan, memberikan kelembaban, mudah dibersihkan dan residu pada pemakaian tidak nampak, sehingga cukup nyaman untuk digunakan dibandingkan sediaan semi padat lainnya (Syamsuni, 2006).
Alginat merupakan gelling agent alami yang sering digunakan sebagai penutup luka (Boateng et all, 2007). Ketika alginat digunakan dalam sediaan farmasi dan harus steril, metode sterilisasi yang sering digunakan adalah dengan pemanasan karena faktor ekonomis (Serp, Mueller, Stockar, and Marison, 2002).
(22)
Alginat sebagai salah satu gelling agent, merupakan kopolimer linear yang terbentuk dari residu asam uronat, yaitu -D asam mannuronat dan α-L asam guluronat (Rehm, 2009). Kedua residu asam ini akan membentuk rantai polimer dan dengan keberadaan ion bivalen, asam uronat ini akan membentuk semacam jaringan yang disebut dengan egg-box. Peningkatan suhu dapat menyebabkan depolimerisasi pada rantai polimer alginat (Draget, Smidsrød, and Skjåk-Bræk, 2005).
Berbagai usaha sterilisasi alginat telah dilakukan dengan menggunakan metode sterilisasi gas (etilen oksida), sterilisasi panas basah (autoklaf), dan sterilisasi radiasi , namun tetap terjadi pemutusan rantai polimer asam uronat pada larutan dan gel alginat (Leo, McLoughlin, and Malone, 1990).
Metode sterilisasi panas basah dan panas kering, menggunakan proses pemanasan pada suhu yang cukup tinggi. Pemanasan lebih dari 80oC dapat menurunkan viskositas dari gel alginat (Leo et all, 1990).
Sifat fisik suatu sediaan gel seperti viskositas dan daya sebar berpengaruh pada pengaplikasian gel dan penerimaan pasien (Herh, Tkachul, Wu, Bernzen, and Rudolph, 1998; Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002). Apabila gel yang dihasilkan setelah disterilisasi memiliki viskositas yang rendah dan daya sebar yang tinggi, maka gel akan sulit diaplikasikan.
Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama sterilisasi terhadap basis gel alginat dengan metode panas basah dan panas kering, sehingga hasilnya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
(23)
dalam sterilisasi basis gel alginat, untuk memperoleh gel yang steril serta memiliki sifat fisik sesuai.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan dan manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Rumusan masalah
Bagaimana pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait efek sterilisasi metode panas, radiasi, dan gas terhadap sifat fisik larutan dan gel alginat juga pernah dilakukan sebelumnya, dengan judul “Effect of Sterilization Treatments on Some Properties of Alginate Solutions and Gels” oleh Leo et all (1990). Pada penelitian ini, serbuk natrium alginat disterilisasi dengan radiasi pada dosis 14,4 kGy, larutan alginat 20% disterilisasi dengan autoklaf pada 121o C selama 15 menit, dan serbuk natrium alginat disterilisasi dengan gas etilen oksida (560 mg/L) selama 7 jam pada suhu 57o C.
Meskipun pada penelitian Leo et all (1990) juga melihat efek sterilisasi terhadap sifat fisik gel alginat seperti tujuan penelitian penulis, namun penelitian tersebut dilakukan dengan konsentrasi alginat, variasi suhu, dan variasi lama sterilisasi yang berbeda dengan rancangan penelitian yang dibuat penulis. Selain itu, pada penelitian tersebut, aspek sterilitas dari setiap basis pada berbagai variasi perlakuan belum diperdalam.
(24)
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat.
b. Manfaat praktis. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam proses sterilisasi basis gel alginat.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat.
(25)
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Gel
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Allen, Popovich, Ansel, 2005). Gel juga dapat didefinisikan sebagai sistem semi-rigid yang pergerakannya dalam medium dispers dibatasi oleh jaringan 3 dimensi dari partikel atau makromolekul terlarut pada fase terdispers. Gel juga dapat digunakan untuk pemberian secara topikal atau melalui rongga tubuh (Hagman, 2006).
Gel terdiri dari dua jenis, yaitu gel satu sistem dan gel dua sistem. Saat massa gel terbuat dari jaringan partikel kecil yang berlainan, maka gel tersebut merupakan gel dengan sistem dua fase, sedangkan gel dengan sistem satu fase terdiri dari makro molekul organik yang tidak terdistribusi seragam pada cairan. (Hagman, 2006).
B. Gelling agent
Beberapa bahan yang tercantum dalam kompendial dapat berfungsi sebagai gelling agent, seperti akasia, asam alginat, bentonite, karbomer, karboksimetilselulosa, gelatin, hidroksipropil selulosa, magnesium alumunium silikat, polifinil alkohol, sodium alginat, tragakan, dan lain sebagainya. (Crowley, 2006)
(26)
Idealnya, gelling agent untuk keperluan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, dan tidak reaktif dengan komponen formulasi lainnya (Lieberman,1996). Konsentrasi gelling agent biasanya kurang dari 10%, pada kisaran 0,5% sampai 2,0% (Allen et al, 2005).
C. Polimer
Polimer merupakan substansi yang tersusun dari molekul-molekul sejenis atau berbeda jenis yang terkait satu sama lain dalam jumlah tertentu hingga membentuk sifat yang berbeda dengan adanya penambahan satu atau beberapa unit molekul tersebut. Komponen penyusun polimer disebut dengan monomer. Proses perubahan monomer menjadi polimer disebut polimerisasi (Gedde, 2001)
Monomer yang terhubung satu sama lain akan membentuk rantai polimer dengan sifat yang lebih kuat. Ada banyak variasi struktur dasar linier dari polimer, seperti rantai cabang pendek, rantai cabang panjang, dll. Jumlah dan tipe cabang akan berpengaruh besar terhadap pembentukan ke fase padatan, serta pada sifat fisiknya (Peacock, 2006).
Setiap cabang yang terbentuk pada perpanjangan polimer, memungkinkan terjadinya pembentukan cabang, begitu seterusnya. Sifat fisik dari polimer bercabang dan polimer yang linier cukup berbeda. Cabang-cabang dalam polimer akan berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan rantai lain melalui crosslink hingga membentuk jaringan tiga dimensi (Peacock, 2006).
(27)
D. Penyembuhan Luka
Luka merupakan bagian kulit yang terbuka, atau potongan cedera lainnya. Luka bisa terjadi akibat terbakar, tergores, teriris, operasi, dll. Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu fase homeostatis, fase peradangan, fase proliferasi, dan fase maturasi (Kerstein, 1997).
Wound healing atau penyembuhan luka merupakan proses vang kompleks dan dinamis dengan lingkungan luka yang berubah dengan perubahan status kesehatan individu (Kerstein, 1997).
Karakteristik penutup luka yang baik harus mampu menghapus eksudat dan racun berlebihan, memberikan kelembaban tinggi pada luka, memungkinkan untuk terjadi pertukaran gas, menyediakan isolasi termal, melindungi dari infeksi sekunder, dan bebas dari partikel serta komponen beracun (Turner, 1979).
Berbagai sediaan dapat digunakan sebagai penutup luka, seperti hidrogel, hydrophilic foams, alginat, hidrokoloid, dll (Turner, 1979). Penyembuhan luka lebih optimal dilakukan pada kondisi lembab, karena dapat mengurangi terjadinya dehidrasi dan kematian sel, meningkatkan angiogenesis, meningkatkan re-epitelisasi, mengurangi nyeri, menghalangi bakteri dan mengurangi resiko infeksi (Coninck et al, 1996).
Penutup luka yang berasal dari alginat dibuat dari natrium alginat dan kalsium alginat. Penggunaan alginat sebagai penutup luka didasarkan pada kemampuan absorbansi yang tinggi terhadap eksudat luka (seperti nanah). Absorbansi yang tinggi ini berasal dari kuatnya formasi gel hidrofilik yang
(28)
membatasi sekresi luka dan meminimalkan kontaminasi bakteri (Boateng, Matthews, Stevens, and Eccleston, 2007)
E. Alginat
Alginat merupakan polimer yang berasal dari alam. Alginat biasanya digunakan sebagai agen peningkat viskositas, pengikat, atau basis gel alginat berasal dari spesies ganggang coklat (Phaeophyceae) (Draget et al, 2005)
Penggunaan alginat yang merupakan bahan alami dalam bidang farmasi memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan polimer sintetis, yaitu dapat membentuk sistem hidrogel pada pH dan temperatur yang rendah, tidak toksik, biokompatibel, biodegradabel, lebih murah, dan tersedia dalam jumlah banyak di alam (Ayala et al, 2008).
Natrium alginat dapat membentuk sistem gel dengan konsentrasi diatas 10 %. Preparasinya, paling stabil pada pH 4-10, apabila nilai pH dibawah 3, maka akan terbentuk endapan asam alginat. Natrium alginat untuk sediaan topikal harus diberi preservatif (Draget et al, 2005)
Gambar 1. Struktur monomer β-D asam manuronat dan α-L asam guluronat (Draget et al, 2005)
Polimer alginat disusun oleh monomer α-D asam manuronat dan -L asam guluronat. Alginat akan membentuk gel dengan adanya kation divalen
(29)
seperti kalsium. Pembentukan gel disebabkan karena adanya interaksi antara kation divalen dengan anion monovalen pada alginat (Rehm, 2009).
Gambar 2. Bentuk interaksi ion Ca2+ dengan monomer alginat membentuk egg-box (Draget et al, 2005; Li, Fang, Vreeker, and Appelqvist, 2006) Larutan natrium alginat dapat mengalami depolimerisasi setelah mengalami proses sterilisasi dengan variasi pemanasan. Serbuk alginat yang disterilisasi dengan radiasi sinar dan gas etilendioksida juga mengalami degradasi. Berbagai metode sterilisasi dapat menurunkan viskositas dan kekuatan gel alginat (Leo et al., 1990).
F. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan salah satu usaha pembebasan dari segala bentuk kehidupan mikroorganisme. Proses sterilisasi diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sterilisasi secara fisika, kimia dan mekanis. Sterilisasi secara kimia biasanya menggunakan cairan desinfektan, gas, dan radiasi elektromagnetik, sedangkan sterilisasi mekanis dapat dilakukan dengan penyaringan, baik penyaringan berdasarkan tekanan osmosis maupun pasif. Sterilisasi secara fisika memiliki
(30)
kemungkinan membunuh mikroorganisme dengan lebih besar dibandingkan secara kimiawi (Block, 2001).
Metode sterilisasi yang banyak digunakan oleh industri farmasi adalah sterilisasi dengan panas basah dan panas kering, karena lebih efektif untuk sterilisasi akhir dan juga lebih efisien (Block, 2001).
Banyak sediaan steril mengandung polimer untuk meningkatkan viskositas dan stabilitasnya. Sediaan steril akan mengalami sterilisasi akhir. Sediaan steril semi padat maupun cairan dengan viskositas tinggi tidak mungkin disterilisasi secara filtrasi, oleh karena itu dilakukan sterilisasi panas. Sterilisasi dengan panas dapat mempengaruhi reologi dari sediaan berpolimer (semua jenis polimer). Pengaruh pemanasan ini akan menurunkan viskositas dari sediaan tersebut (Bindal, Narsimhan, Hem, and Kulshreshtha, 2003).
Larutan alginat 1% dan gel alginat 3% yang telah melalui proses sterilisasi menggunakan autoklaf, mengalami penurunan viskositas serta kekuatan sistem polimer. Sterilisasi alginat dengan menggunakan radiasi pada dosis 14,4 kGy dan gas etilen oksida (560 mg/L) selama 7 jam pada suhu 57o C juga memberikan hasil yang sama (Leo et al, 1990).
G. Viskositas
Viskositas merupakan ukuran tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya. Viskositas memainkan peranan yang penting dalam sejumlah sediaan yang berbeda, viskositas merupakan faktor penting dalam menahan obat dalam sediaan suspensi,
(31)
meningkatkan kecepatan pelepasan obat pada tempat aplikasi dan mempermudah pemakaian obat di tubuh. Farmasi di bidang compounding secara rutin menggunakan viskositas untuk meningkatkan stabilitas dari berbagai sediaan (Allen, 1999).
Proses aplikasi sediaan dan penerimaan pasien terhadap sediaan farmasi berupa semi solid seperti gel, krim, dan salep bergantung pada sifat alir dari produk tersebut. Pengukuran viskositas menjadi tahap penting yang harus dilakukan untuk mengetahui sifat alir dan deformasi, sehingga produk dapat diaplikasikan dan diterima oleh pasien dengan baik (Herh et al, 1998)
H. Daya Sebar
Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan untuk menyebar di mana sediaan tersebut diaplikasikan. Daya sebar merupakan aspek yang bertanggung jawab terhadap keefektifan dan penerimaan pasien dalam penggunaan suatu sediaan. Faktor yang mempengaruhi daya sebar yaitu rigiditas sediaan, lama penekanan, temperatur tempat aksi, viskositas sediaan, dll (Garg et al, 2002).
Parallel plate methode merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji daya sebar pada sediaan semi solid. Keuntungan dari metode ini adalah sederhana dan murah. Namun di sisi lain, metode ini kurang presisi dan sensitif. Keterulangan dan reprodusibilitas dari metode ini telah dilakukan (Garg et al, 2002).
(32)
Kapasitas penyebaran dari formula suatu gel diukur 48 jam setelah preparasi dengan mengukur diameter penyebaran 1 g gel antara dua pelat kaca berdiameter 20x20 piring cm setelah 1 menit. Berat standar pelat kaca bagian atas adalah pada 125 g (Garg et al, 2002)..
Pengukuran daya sebar menggunakan persamaan sebagai berikut : S = m x L / t
dimana S = daya sebar (cm g/detik), L = jarak tempuh (cm), m = berat kaca bulat bagian atas (g), t = waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kaca bagian atas dan bawah (detik) (Kumar, Verma, 2010).
I. Analisis Statistik
ANAVA (analisis varian) merupakan salah satu uji dalam statistik yang digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan antara sampel yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah suatu sampel memiliki varian populasi yang sama atau tidak (Santoso, 2010).
ANAVA merupakan salah satu jenis uji parametrik. Syarat dari uji parameterik adalah
1. Skala pengukuran variabel harus berupa variabel numerik
2. Distribusi data yang dianalisis harus normal dapat dilakukan dengan Saphiro –Wilk)
3. Kesamaan variasi data tidak menjadi syarat mutlak untuk uji kelompok berpasanagan dan untuk 2 kelompok tidak berpasangan, namun kesamaan variasi menjadi syarat yang harus dipenuhi untuk uji lebih dari 2 kelompok
(33)
tidak berpasangan. Variasi data bisa dilakukan dengan uji Levene (Santoso, 2010).
Apabila data yang diperoleh tidak memiliki distribusi yang normal, data tidak bisa dianalisis menggunakan ANAVA. Namun terdapat alternatif uji non parametrik yang bisa dilakukan. Alternatif uji ANAVA satu arah adalah Kruskal-Wallis (Santoso, 2010).
J. Landasan Teori
Penanganan luka terbuka dalam kondisi lembab akan mempercepat proses penyembuhan luka. Salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan dalam penanganan luka adalah gel.
Salah satu gelling agent dari alam yang dapat digunakan sebagai sediaan penutup luka adalah alginat. Alginat tersusun atas monomer asam L guluronat dan asam D manuronat. Rantai polimer pada alginat dapat mengalami depolimerisasi dengan adanya pemanasan.
Sifat fisik sediaan gel seperti viskositas dan daya sebar harus optimal. Hal ini terkait dengan penerimaan pasien terhadap sediaan tersebut. Kedua aspek tersebut berpengaruh pula saat pengaplikasian gel.
Sediaan yang digunakan untuk penutup luka harus steril. Oleh karena itu, alginat harus mengalami proses sterilisasi. Proses sterilisasi yang sering digunakan adalah dengan pemanasan basah (autoklaf) dan pemanasan kering (oven).
(34)
Sterilisasi pemanasan dengan berbagai variasi suhu dapat menurunkan viskositas dan meningkatkan daya sebar basis gel alginat akibat dari depolimerisasi. Sterilisasi dengan radiasi dan gas juga sudah diupayakan, namun depolimerisasi pada basis gel alginat tetap terjadi.
Rantai polimer pada gel alginat terbentuk oleh ikatan hidrogen antara gugus karboksilat antara monomer yang satu dan yang lainnya. Panas yang tinggi dapat memutus ikatan hidrogen pada polimer alginat, sehingga berdampak pada viskositas dan daya sebar gel tersebut.
K. Hipotesis
Suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering berpengaruh terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat.
(35)
15 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap sifat fisik basis gel alginat termasuk jenis penelitian eksperimental murni karena ada perlakuan khusus pada setiap subjek uji (alginat). Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Steril Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Klasifikasi variabel
a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah suhu dan lama proses sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah viskositas dan daya sebar basis gel.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah keaseptisan kerja dan sterilitas lingkungan kerja, serta sumber alginat yang digunakan sepanjang penelitian, berasal dari sumber yang sama.
d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah penggunaan oven di dalam laboratorium
(36)
memungkinkan oven dibuka dan ditutup oleh orang lain sehingga proses sterilisasi tidak maksimal dan suhu di dalam oven menjadi tidak stabil. 2. Definisi operasional
a. Gel. Gel merupakan sediaan semi padat dimana suatu cairan terpenetrasi dalam partikel organik atau anorganik.
b. Steril. Steril merupakan kondisi bebas dari segala bentuk kehidupan mikroorganisme.
c. Sterilisasi. Sterilisasi merupakan usaha pembunuhan atau penghilangan jasad renik dari suatu benda atau bahan tertentu.
d. Sterilisasi panas basah. Sterilisasi panas basah merupakan salah satu metode sterilisasi menggunakan uap air panas, dengan menggunakan autoklaf.
e. Sterilisasi panas kering. Sterilisasi panas kering merupakan salah satu metode sterilisasi menggunakan aliran udara panas, dengan menggunakan oven.
f. Alginat. Alginat merupakan gelling agent yang berasal dari dinding sel ganggang coklat, yang terdiri dari polimer asam uronat.
g. Viskositas. Viskositas merupakan tahanan suatu cairan untuk mengalir. h. Daya sebar. Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan untuk
(37)
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium alginat (Na Alginat)(BRATACHEM), kalsium alginat (Ca Alginat)(A&Z), akuades, alkohol 70%, dan nutrient agar (NA) (OXOID).
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat gelas (PYREX-GERMANY), sendok sungu, neraca elektrik, cawan porselen, cawan petri (PYREX), autoklaf seri kt-40D (ALP), oven, lampu spiritus, ose, hot plate magnetic stirrer, viskometer seri VT 03 (RION-JAPAN), dan alat pengukur daya sebar (modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi, USD, Yogyakarta).
E. Tata Cara Penelitian
Tata cara penelitan secara umum digambarkan dalam bagan berikut :
(38)
1. Persiapan bahan
Ditimbang sebanyak 2,5 gram kalsium alginat dan 7,5 gram natrium alginat. Akuades sebanyak 190 mL disiapkan di dalam beaker glass.
2. Pembuatan basis gel
Natrium alginat dan kalsium alginat yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam beaker glass, lalu ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk, hingga terbentuk sistem semi padat yang homogen.
3. Sterilisasi panas basah
Basis gel yang sudah dibuat dalam beaker glass, ditutup menggunakan aluminium foil, lalu direkatkan. Gel dimasukkan ke dalam autoklaf, tutup autoklaf dengan rapat. Suhu dan lama proses sterilisasi diatur dengan variasi sebagai berikut :
Tabel I. Variasi suhu dan lama sterilisasi pada metode sterilisasi panas basah Suhu sterilisasi (oC) Lama sterilisasi (menit)
110 5; 10; 15; 20; 25 115 5; 10; 15; 20; 25 121 5; 10; 15; 20; 25 127 5; 10; 15; 20; 25
Basis gel yang sudah disterilisasi kemudian dikeluarkan dan didinginkan sejenak, lalu siap untuk diuji.
4. Sterilisasi panas kering
Natrium alginat dan kalsium alginat yang sudah ditimbang kemudian diletakkan di dalam cawan petri steril. Cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam oven, lalu oven ditutup dengan rapat. Suhu dan lama proses sterilisasi diatur dengan variasi sebagai berikut :
(39)
Tabel II. Variasi suhu dan lama sterilisasi pada metode sterilisasi panas kering Suhu sterilisasi (oC) Lama sterilisasi (menit)
130 30; 60; 90; 120; 150 140 30; 60; 90; 120; 150 150 30; 60; 90; 120; 150 160 30; 60; 90; 120; 150 170 30; 60; 90; 120; 150
Natrium alginat dan kalsium alginat yang sudah disterilisasi kemudian dikeluarkan dan didinginkan sejenak, lalu siap untuk diuji.
5. Uji sterilitas
a. Pembuatan media. Media untuk uji sterilitas adalah nutrient agar (NA). Jumlah NA yang akan ditimbang, dihitung terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan. Untuk 1 L media, ditimbang 28 gram NA. NA yang sudah ditimbang kemudian dicampurkan dengan akuades. Media dipanaskan diatas hot plate magnetic stirrer hingga diperoleh cairan kuning jernih. Media NA dituangkan dalam tabung reaksi dengan volume 15 ml. Media disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit tekanan 1 atm pada suhu 121oC. Media NA yang sudah disterilkan kemudian dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat
b. Uji sterilitas. Uji sterilitas dilakukan dengan menyiapkan senyawa uji (basis gel untuk perlakuan pemanasan basah dan serbuk alginat untuk perlakuan pemanasan kering). Ose dipanaskan dari pangkal ke ujung hingga membara. Diambil 1 ose senyawa yang akan diuji (dilakukan secara aseptis). Ose digoreskan di permukaan NA dalam cawan petri secara zig-zag. Cawan petri dilapisi dengan menggunakan plastic wrap, lalu diinkubasikan terbalik pada suhu kamar selama 24 jam. Hasil yang
(40)
diperoleh diamati dan dibandingkan dengan kontrol kontaminasi media dan kontrol gel tanpa sterilisasi.
6. Uji viskositas
Basis gel ditimbang sebanyak 150 gram, dimasukkan ke dalam gelas stanless steel untuk uji viskositas. Nyalakan viskotester, amati angka yang ditunjukkan oleh jarum pada layar. Nilai viskositas diperoleh jika jarum sudah konstan pada nilai tertentu.
7. Uji daya sebar
Basis gel ditimbang sebanyak 0,5 gram, diletakkan di tengah permukaan kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain, lalu diberikan tekanan dan beban seberat 1 kg selama 3 menit. Tarik kaca bulat sebelah atas dengan beban 80 gram. Dicatat jarak dan waktu yang diperlukan untuk memisahkan kedua kaca tersebut.
Daya sebar dapat dihitung dengan rumus berikut : S = M x L / T (1) S = daya sebar (cm g/detik)
L = jarak tempuh (cm)
M = berat kaca bulat bagian atas
T = waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kaca bulat bagian atas dan bawah (Kumar et al, 2010)
(41)
F. Analisis Hasil
Analisis statistik ANAVA dilakukan untuk mengetahui signifikansi pengaruh suhu dan lama sterilisasi terhadap viskositas dan daya sebar. Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentkan hubungan antara suhu dan lama sterilisasi terhadap sifat fisiknya, hal ini dapat dilihat dari harga F hitung dan F tabel. Studi dengan anova dilakukan apabila diperoleh distribusi data yang normal. Normalitas data diketahui dengan uji Saphiro-Wilk, jika nilai P > 0.05, maka distribusi data normal, berlaku sebaliknya.
Penentuan hipotesis dilakukan terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1 suhu dan lama sterilisasi berpengaruh secara signifikan terhadap viskositas dan daya sebar basis gel, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1. H1 diterima jika harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel.
Apabila distribusi ditemukan tidak normal, maka dilakukan uji nonparametrik untuk melihat pengaruh suhu dan lama sterilisasit terhadap viskositas dan daya sebar gel alginat menggunakan uji Kruskal-Wallis. Jika nilai P < 0.05, maka ada pengaruh suhu dan lama sterilisasi terhadap viskositas dan daya sebar, berlaku sebaliknya.
(42)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Basis Gel Alginat
Alginat merupakan salah satu bahan polimer dari alam yang berasal dari spesies ganggang coklat (Phaeophyceae) dan biasa digunakan dalam produksi sediaan farmasi, kosmetik, alat kesehatan, dan juga pangan (Draget et al, 2005). Alginat yang digunakan untuk penelitian ini adalah natrium alginat (BRATACHEM) dan kalsium alginat (A&Z).
Alginat dalam konsentrasi 3-6 % dapat membentuk gel (Voigt, 1995). Pada penelitian ini gel alginat dibuat dalam konsentrasi 5 % sebanyak 200 gram. Asam alginat dan natrium alginat akan membentuk sistem gel yang disebut dengan egg box (gambar 4) jika diberi tambahan kation multivalen (seperti kalsium), oleh karena itu pada penelitian ini serbuk alginat yang digunakan adalah Natrium (Na) Alginat dan Kalsium (Ca) alginat dengan perbandingan 3:1 (dari hasil orientasi) agar terbentuk gel.
Gambar 4. Proses pembentukan egg box pada alginat setelah penambahan ion Ca2+ a) monochain b) monocomplex c) clusters
(Zhao, Hu, Evans, Harris, 2010) c
(43)
Preparasi gel alginat yang dilakukan dibagi menjadi dua perlakuan. Preparasi untuk melihat pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas kering dilakukan setelah kedua serbuk disterilkan, karena jika dibuat dalam bentuk gel terlebih dahulu, kandungan air pada gel akan menguap, sedangkan untuk metode panas basah, preparasi gel dilakukan sebelum proses sterilisasi.
Pada preparasi, natrium alginat cukup sulit didispersikan dalam akuades dingin, namun dalam pengadukan perlahan dapat terdispersi dengan rata. Teknik yang dapat dilakukan agar alginat dapat terdispersi dengan baik adalah menambahkan alginat secara perlahan sambil dilakukan pengadukan. Kalsium alginat didispersikan dengan sebagian akuades. Setelah masing-masing natrium alginat dan kalsium alginat terdispersi merata, kalsium alginat dituangkan ke dalam larutan natrium alginat perlahan sambil diaduk. Setelah itu, gel siap diuji (pada sterilisasi metode panas kering) atau di sterilkan (pada sterilisasi metode panas basah).
B. Sterilisasi Basis Gel Alginat
Gel alginat dapat digunakan sebagai sediaan penutup luka. Sediaan penutup luka harus dapat mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka, termasuk mikroorganisme dari sediaan itu sendiri (Boateng et al, 2007), maka perlu dilakukan sterilisasi terhadap sediaan tersebut.
Sterilisasi merupakan salah satu proses yang dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme yang mungkin terdapat dalam suatu sediaan (Block, 2001). Banyak sekali metode sterilisasi yang dapat digunakan untuk
(44)
mensterilkan suatu sediaan farmasi, namun metode sterilisasi dengan pemanasan lebih sering digunakan dalam dunia industri karena lebih cepat, dan juga lebih ekonomis (Serp et al, 2002).
Sterilisasi dengan pemanasan tergolong dalam sterilisasi secara fisika. Pada penelitian ini dilakukan sterilisasi metode panas basah dengan menggunakan autoklaf dan metode panas kering dengan menggunakan oven.
Prinsip kerja autoklaf dalam membunuh bakteri adalah adanya panas lembab dengan tekanan menyebabkan denaturasi protein sel bakteri, sedangkan prinsip kerja oven dalam membunuh bakteri adalah panas tinggi dapat menyebabkan dehidrasi sel dan denaturasi protein bakteri.
Pada penelitian ini, untuk masing-masing metode sterilisasi terdapat perbedaan variasi suhu dan lama sterilisasi untuk kemudian dilihat pengaruhnya terhadap viskositas dan daya sebarnya. Pada umumnya, sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan pada suhu 121oC selama 15 menit dan sterilisasi menggunakan oven dilakukan pada suhu 160oC selama 120-180 menit, atau 170oC selama 90-120 menit, atau 180oC selama 45-60 menit (Hagman, 2003). Metode sterilisasi dengan panas basah umumnya membutuhkan suhu yang lebih rendah dan waktu sterilisasi yang lebih singkat dibandingkan dengan metode panas kering karena adanya suhu dan tekanan yang tinggi.
Langkah pertama yang harus dilakukan pada sterilisasi metode panas basah adalah mengisi panci autoklaf dengan air. Air yang dimasukkan ke dalam autoklaf tidak boleh melebihi batas. Gel kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf, kemudian autoklaf ditutup dan dipasang klep penutupnya dengan benar dan
(45)
kencang, agar ketika tekanan di dalam autoklaf cukup tinggi, tutup tidak terbuka. Saluran tempat keluar uap juga harus ditutup untuk menjaga tekanan di dalam autoklaf. Pengaturan suhu dan lama sterilisasi diatur terlebih dahulu sebelum autoklaf dinyalakan. Setelah itu, autoklaf dinyalakan dan ditunggu hingga proses selesai secara otomatis sesuai pengaturan lama sterilisasi. Saat membuka tutup autolaf, tekanan di dalam autoklaf harus menunjukkan angka 0.
Langkah yang harus dilakukan pada sterilisasi panas kering dengan oven tidak serumit dengan menggunakan autoklaf. Sebelum memasukkan serbuk alginat yang akan disterilkan, oven harus dinaikkan suhunya terlebih dahulu hingga suhu sterilisasi yang dikehendaki, setelah itu serbuk alginat dimasukkan ke dalam oven dan ditunggu hingga lama sterilisasi yang dikehendaki.
Gel alginat dan serbuk alginat yang telah disterilisasi kemudian didinginkan dan dapat diuji sterilitasnya.
C. Uji Sterilitas Basis Gel Alginat
Setelah proses sterilisasi selesai dilakukan, untuk mengetahui apakah material/bahan sudah setril atau belum, perlu dilakukan uji sterilisasi. Menurut USP (United State Pharmacopea), uji sterilitas pada umumnya dibagi menjadi 2 metode, yang pertama uji sterilitas langsung, dan yang kedua uji sterilitas tidak langsung.
Pada uji sterilitas langsung, sampel uji langsung diaplikasikan dalam media, sedangkan pada uji sterilitas tidak langsung, sampel uji disaring terlebih dahulu, kemudian membran penyaring yang digunakan diaplikasikan pada media.
(46)
Pada umumnya pada uji sterilitas, media yang direkomendasikan untuk digunakan adalah soybean casein digest medium dan fluid thioglycollate medium karena cukup sensitif terhadap adanya kontaminasi bakteri.
Pada penelitian ini, uji sterilitas yang digunakan adalah uji sterilitas langsung, dimana gel atau serbuk alginat yang sudah selesai disterilkan dan didinginkan diaplikasikan pada media nutrien agar secara goresan. Penggunaan metode uji sterilitas langsung karena sampel uji berbentuk serbuk dan gel, sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan penyaringan seperti pada uji sterilitas tidak langsung. Media yang penulis gunakan untuk uji sterilitas adalah nutrien agar, dan bukan soybean casein digest medium dan fluid thioglycollate medium seperti yang direkomendasikan karena nutrien agar merupakan salah satu media pertumbuhan universal bakteri, dan sudah dapat menggambarkan sterilitas suatu sediaan uji.
Sebelum dilakukan uji sterilitas, berbagai persiapan harus dilakukan terlebih dahulu. Pertama, cawan petri untuk media disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 25 menit, kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk mengeringkan lembab yang mungkin masih ada setelah proses autoklaf, dan baru dikeluarkan setelah akan digunakan untuk mengurangi kontaminasi terhadap peralatan.
Kedua, pembuatan media nutrien agar dengan ketentuan 28 gram nutrien agar dibutuhkan untuk 1 liter media. Pembuatan media disesuaikan dengan kebutuhan, pada penelitian ini setiap cawan petri digunakan + 10 mL media.
(47)
Ketiga, media nutrien agar disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, kemudian media dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan, dan media dibiarkan memadat.
Setelah media nutrien agar memadat, gel atau serbuk alginat yang sudah disterilkan, digoreskan di permukaan media nutrien agar menggunakan ose. Sebelum dan sesudah digunakan, ose harus disterilkan dengan memijarkannya pada api bunsen.
Uji sterilitas dilakukan secara aseptis, untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari lingkungan, sehingga hasil yang diperoleh nanti benar berasal dari gel atau serbuk alginat yang digoreskan. Suasana aseptis dilakukan dengan bekerja pada jarak + 15-20 cm di dekat api bunsen. Selain itu setiap akan membuka dan menutup cawan petri, bagian tepi cawan petri juga dilalukan pada api bunsen.
Cawan petri yang sudah berisi media dengan goresan sampel kemudian diinkubasi selama 24 jam untuk diamati ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Pada uji sterilitas juga diperlukan kontrol kontaminasi media dan juga kontrol negatif.
Kontrol kontaminasi media hanya berupa cawan petri berisi media nutrien agar yang digunakan untuk uji sterilitas. Kontrol ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah media yang digunakan untuk uji sterilitas terdapat kontaminasi atau tidak, sehingga jika nanti terdapat pertumbuhan bakteri, benar-benar berasal dari sampel dan bukan dari media yang digunakan. Kontrol negatif dilakukan dengan menggoreskan gel atau serbuk alginat pada media. Kontrol negatif penting untuk dilakukan sebagai pembanding terhadap perlakuan.
(48)
Gambar 5. Hasil uji sterilitas gel dengan sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama a) 5 menit, b) 10 menit, c) 15 menit, d) 20 menit, e) 25 menit, yang dibandingkan dengan f) kontrol tanpa sterilisasi dan g) kontrol kontaminasi
media
Hasil uji sterilitas yang dilakukan terhadap sampel yang disterilisasi dengan menggunakan autoklaf mendapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel III. Hasil uji sterilitas gel alginat yang disterilkan dengan autoklaf
Perlakuan Kontrol
Lama sterilisasi
(menit)
Suhu sterilisasi Kontrol
negatif
Kontrol kontaminasi
media 110o C 115o C 121o C 127 o C
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 5 + + + + + + + + + - - -
+ + + -
10 + + + + + + + + + - - - 15 + + + + + + - - - - 20 + + + + + + - - - - 25 + + + + + + - - - - Keterangan :
+ : ada pertumbuhan bakteri, gel tidak steril - : tidak ada pertumbuhan bakteri, gel steril
Hasil uji menunjukkan bahwa sterilisasi gel menggunakan autoklaf pada suhu 110o dan 115oC selama 5 sampai 25 menit serta suhu 121oC selama 5-10
a b g f e d c
(49)
menit tidak dapat mensterilkan gel dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan bakteri pada media yang diinokulasikan gel. Proses sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15-25 menit dan 127oC selama 5-25 menit menghasilkan gel yang sudah steril, hal ini ditunjukkan dengan bersihnya media, tanpa pertumbuhan bakteri.
Hasil uji sterilitas yang dilakukan terhadap sampel yang disterilisasi dengan menggunakan oven mendapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel IV. Hasil uji sterilitas gel alginat yang disterilkan dengan oven
Perlakuan Kontrol
Lama sterilisa
si (menit)
Suhu sterilisasi Kontrol
negatif Kontrol
kontamina si media
130oC 140oC 150oC 160oC 170oC
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
30 + + + + + + + + + + + + - - -
+ + + -
60 + + + + + + + + + + + + - - -
90 + + + + + + + + + - - - - - -
120 - - - - - - - - - - - - - - -
150 - - - - - - - - - - - - - - -
Keterangan :
+ : ada pertumbuhan bakteri, gel tidak steril - : tidak ada pertumbuhan bakteri, gel steril
D. Uji Sifat Fisik Sediaan Gel Alginat
Penampilan gel yang meliputi warna, bentuk, dan bau berpengaruh terhadap estetika gel. Viskositas berpengaruh terhadap daya alir dan konsistensi gel. Daya sebar berpengaruh terhadap pengaplikasian gel di kulit.
1. Penampilan gel
Penampilan gel yang meliputi warna, bentuk, dan bau berpengaruh terhadap estetika gel dan penerimaan pasien, oleh karena itu perlu diamati.
(50)
Proses sterilisasi yang melibatkan panas dapat berpengaruh terhadap rantai polimer alginat. Hal ini juga dapat merubah penampilan dari gel, maupun serbuk alginat tersebut. Pengamatan terkait penampilan gel dilakukan sebelum dan setelah proses sterilisasi berlangsung.
Pengamatan penampilan gel maupun serbuk alginat yang sudah disterilkan dengan variasi suhu dan lama tertentu, selalu dibandingkan dengan gel atau serbuk yang tidak mengalami sterilisasi agar dapat dilihat perbedaannya. Pengamatan dilakukan secara manual dan berdasarkan visual, sehingga kekurangannya cukup subjektif dalam menentukan perubahan warna yang terjadi.
2. Viskositas gel
Viskositas gel basis alginat ini perlu untuk diamati, karena pada dasarnya alginat merupakan suatu polimer yang akan mengalami pemutusan ikatan apabila diberi perlakuan panas yang tinggi. Respon fisik yang paling mudah dilakukan untuk mengamati pemutusan rantai polimer pada alginat adalah viskositas. Selain itu viskositas berpengaruh terhadap stabilitas gel (terutama jika merupakan sistem emulgel), ekstrudabilitas gel, dan daya sebar gel.
Viskositas dari gel diamati 2 hari setelah dilakukan proses pembuatan gel, agar hasil yang diperoleh tidak terpengaruh oleh sifat pseudopalastik gel akibat pembuatan (Garg et al, 2002), selain itu pada hari kedua suhu gel yang tinggi akibat pemanasan saat sterilisasi sudah menurun, sehingga hasil yang diperoleh tidak terpengaruh oleh suhu saat pengukuran.
(51)
Pengamatan viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer seri VT 03 (RION-JAPAN). Dua hari setelah proses sterilisasi, sebanyak 150 gram gel dimasukkan ke dalam gelas alumunium untuk kemudian diukur viskositasnya. Viskositas pada alat ini dinyatakan dalam dPaS.
Penggunaan viskometer jenis ini dirasa lebih hemat bahan, mudah dan praktis dibandingkan penggunaan viskometer stormer yang ada di laboratorium, namun kekurangan dari metode ini adalah pembacaan skala viskositas cukup subjektif.
Viskometer jenis ini sebenarnya kurang cocok digunakan untuk sediaan yang bersifat non-newtonian, termasuk basis gel alginat yang memiliki tipe aliran pseudoplastis, sehingga seharusnya pengukuran viskositas dilakukan menggunakan stormer, yang dapat memberikan gaya yang sama pada saat pengukuran.
Hasil uji viskositas gel alginat yang mendapatkan perlakuan sterilisasi dan yang tidak mengalami sterilisasi (kontrol) dihitung selisihnya, hingga menjadi nilai selisih (Δ) viskositas (tabel V dan tabel VI).
Tabel V. Rata-rata ∆ viskositas gel alginat yang disterilisasi dengan autoklaf Lama
sterilisasi Suhu
Sterilisasi
5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 110 oC 11.67 18.33 15.00 25.00 31.67 115oC 28.33 35.00 51.67 61.67 75.00 121oC 98.33 111.67 125.00 141.67 158.33 127oC 191.67 205.00 215.00 236.67 246.67
(52)
Tabel VI. Rata-rata ∆viskositas gel alginat yang disterilisasi dengan oven Lama
sterilisasi Suhu
Sterilisasi
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 130 oC 33,33 70 100 123,33 135 140oC 73,33 110 135 153,33 170 150oC 111,67 145 181,67 195 215 160oC 135 155 193,33 221,67 248,33 170 oC 181,67 205 228,33 256,67 271
3. Daya sebar gel
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu sediaan untuk diaplikasikan di kulit (dioleskan). Uji ini penting untuk dilakukan karena terkait dengan kemudahan aplikasi gel, ekstrudabilitas gel, dan penerimaan konsumen (Garg et al, 2002).
Pada penelitian ini daya sebar diuji berdasarkan pada prinsip perangkat yang dilakukan oleh Mutimer et al (1956) dengan menggunakan alat pengukur daya sebar modifikasi laboratorium sediaan padat dan semi padat Universitas Sanata Dharma. Pengukuran dilakukan 2 hari sesudah proses pembuatan seperti pada pengamatan viskositas. Selain itu setelah 2 hari, suhu tinggi gel akibat proses sterilisasi juga sudah turun, sehingga pengukuran daya sebar tidak dipengaruhi oleh panas, karena suhu berpengaruh terhadap viskositas yang akan mempengaruhi daya sebar suatu sediaan semi solid.
Menurut Kumar et al (2010), bobot gel yang diletakkan di atas pelat gelas adalah 2 gram, namun pada penelitian ini gel yang digunakan hanya 0,5 gram saja. Hal ini dikarenakan konsistensi gel yang telah disterilisasi terlalu cair, sehingga diameter penyebaran yang akan terbentuk juga sangat besar, padahal pelat yang digunakan pada saat penelitian tidak terlalu besar. Perbedaan jumlah
(53)
gel yang digunakan dirasa tidak akan mempengaruhi objektifitas pengukuran, karena seluruh gel yang diukur mendapatkan perlakuan yang sama.
Gel di atas pelat kemudian ditutup dengan pelat lain yang sudah ditimbang bobotnya (untuk perhitungan daya sebar), sehingga terbentuk semacam lapisan pelat kaca-gel-pelat kaca. Kemudian di atas pelat kaca diberikan beban 1 kg selama 5 menit untuk menghilangkan udara yang mungkin terperangkap dan memfasilitasi pembentukan lapisan film gel diantara kedua pelat kaca.
Setelah 5 menit, diameter yang terbentuk pada plat tersebut diukur dari berbagai sisi, kemudian diambil nilai rata-ratanya. Waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kedua pelat kaca tersebut dicatat untuk kemudian dimasukkan ke dalam persamaan berikut :
S = M x L / t (1) S = daya sebar yang merupakan (cm g/detik)
L = jarak tempuh (cm)
M = berat kaca bulat bagian atas
t = waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kaca bulat bagian atas dan bawah (Kumar et al, 2010) Hasil uji daya sebar gel alginat yang mendapatkan perlakuan sterilisasi dan yang tidak mengalami sterilisasi (kontrol) dihitung selisihnya, hingga menjadi nilai Δ daya sebar (tabel VII dan tabel VIII).
(54)
Tabel VII. Rata-rata ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan autoklaf Lama
sterilisasi Suhu
Sterilisasi
5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 110 oC 0.696571 1.365856 1.837937 2.340562 2.512571 115oC 1.48186 2.926962 6.081643 8.605587 10.11693 121oC 15.10584 18.78896 22.98664 26.46712 31.59231 127oC 44.73167 51.95592 62.50964 82.80323 161.5204 Tabel VIII. Rata-rata ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan Oven
Lama sterilisasi Suhu
Sterilisasi
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 130 oC 3.034667 6.530951 13.76851 19.5948 26.88665 140oC 7.554054 14.29164 28.41187 33.625 33.22344 150oC 13.34 30.65 34.46 45.93 63.09 160oC 26.34 32.32 47.10 69.22 90.13 170 oC 43.83 52.91 77.18 117.09 185.98
E. Pengaruh Suhu dan Lama Sterilisasi terhadap Sifat Fisik Gel Alginat Pengamatan penampilan pada serbuk dan gel alginat baik yang mengalami sterilisasi maupun yang tidak menunjukkan adanya perbedaan dari segi warna, namun dari segi bau dan bentuk tidak nampak terjadi perubahan.
Gambar 6. Perubahan penampakan warna pada serbuk alginat yang disterilisasi menggunakan oven pada suhu 130O C selama a) 30 menit, b) 60 menit, c) 90 menit,
d) 120 menit, e) 150 menit, yang dibandingkan dengan f) kontrol tanpa sterilisasi
b c
d e f
(55)
Sterilisasi dengan oven menyebabkan perubahan warna pada serbuk alginat, baik natrium alginat yang awalnya berwarna coklat muda menjadi lebih gelap, dan juga kalsium alginat dari putih pucat menjadi kekuningan hingga coklat dibandingkan terhadap kontrol. Hal ini terjadi karena reaksi oksidasi akibat paparan panas tinggi terhadap serbuk tersebut. Hasil yang diperoleh juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan lama proses sterilisasi menggunakan oven, maka perubahan warna yang terjadi pada serbuk alginat juga semakin nampak (menjadi lebih gelap).
Perubahan warna pada serbuk alginat yang telah mengalami sterilisasi juga berdampak pada warna basis gel alginat yang terbentuk. Semakin lama proses dan tinggi suhu sterilisasi, maka basis gel alginat yang dihasilkan semakin gelap (gambar 7).
Gambar 7. Perubahan penampakan warna pada basis gel alginat dari serbuk yang disterilisasi menggunakan oven pada suhu 170OC
Pada sterilisasi dengan autoklaf, perubahan warna menjadi lebih gelap yang terjadi tidak terlalu nampak, namun tetap terdapat perbedaan warna antara perlakuan dengan kontrol. Selain perubahan warna, tampak terjadi sineresis pada basis gel alginat setelah melalui proses sterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 127oC.
(56)
Gambar 8. Perubahan penampakan warna pada basis gel alginat yang disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121O C selama a) 5 menit, b) 10 menit, c) 15
menit, d) 20 menit, e) 25 menit, yang dibandingkan dengan f) kontrol tanpa sterilisasi
Gel alginat dan serbuk alginat yang telah dibuat gel (keduanya sudah mengalami proses sterilisasi pada suhu dan lama tertentu) diuji viskositas dan daya sebarnya. Hasil viskositas gel perlakuan dibandingkan dengan kontrol gel yang tidak mengalami proses sterilisasi, kemudian masing-masing dihitung selisihnya dan dianggap sebagai nilai selisih (∆) viskositas dan ∆ daya sebar.
Nilai selisih (∆) dari viskositas dan daya sebar dari kontrol dan perlakuan dianalisis secara statistik untuk melihat apakah terdapat perbedaan ∆ viskositas dan ∆ daya sebar yang bermakna. Nilai ∆ viskositas dan ∆ daya sebar yang semakin kecil, menunjukkan kecilnya perubahan sifat fisik terkait, begitu pula sebaliknya.
Analisis statistik diawali dengan melihat normalitas ∆viskositas dan ∆daya sebar. Normalitas data dapat diketahui dengan melakukan uji Saphiro Wilk. Pemilihan uji Saphiro Wilk berdasarkan jumlah sampel yang kurang dari 50.
c
d e f
(57)
Tabel IX. Hasil uji normalitas ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan autoklaf
∆ viskositas Waktu
Suhu 5 10 15 20 25
110 oC 1 9.687e-08 0.6369 1 0.6369
115 oC 6.304e-08 6.304e-08 4.435e-07 4.435e-07 1 121 oC 1.154e-07 0.6369 1.036e-07 1 1
127 oC 1 1.127e-07 0.6369 1 1
∆ daya sebar Waktu
Suhu 5 10 15 20 25
110 oC 0.3402 0.4318 0.2648 0.5683 0.9433 115 oC 0.9109 0.844 0.2133 0.4474 0.3741 121 oC 0.9932 0,2914 0,6982 0,7185 0,3716 127 oC 0,4787 0,2385 0,4983 0,9257 0,2669 Keterangan :
: Data normal, dengan p > 0,05 : Data tidak normal, dengan p < 0,05
Data dapat dikatakan normal jika memiliki nilai probabilitas (p) lebih dari 0,05, jika nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05, maka distribusi data tidak normal (Dahlan, 2009).
Salah satu syarat data agar dapat diuji statistik secara parametrik (misal ANAVA) adalah harus memiliki distribusi data yang normal, apabila distribusi data tidak normal, analisis dilakukan menggunakan metode non parametrik. Hasil uji normalitas data ∆ viskositas menunjukkan bahwa sebagian besar distribusi data ∆ viskositas tidak normal, sedangkan distribusi data ∆ daya sebar normal (Tabel IX dan Tabel X), sehingga uji paramaterik tidak dapat dilakukan untuk mengolah data ∆ viskositas.
(58)
Tabel X. Hasil uji normalitas ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat yang disterilisasi dengan oven
∆ viskositas Waktu
Suhu 30 60 90 120 150
130oC 1,12e-07 1,027e-07 1,027e-07 1,027e-07 1,474e-7 140oC 1,195e-07 1 1,027e-07 1,027e-07 1 150oC 9.312e-08 4,435e-08 1,474e-7 1,474e-7 1 160oC 1,474e-7 6,167e-08 5,483e-08 5,483e-08 1.127e-07 170oC 5,483e-08 1 5,483e-08 5,483e-08 1,3e-07
∆ daya sebar Waktu
Suhu 30 60 90 120 150
130oC 0,9819 0,7957 0,4379 0,912 0,238 140oC 0,1835 0,8203 0,5022 0,3651 0,6978
150oC 0,4748 0,4303 0,138 0,457 0,9963
160oC 0,4322 0,1901 0,7027 0,8716 0,3982 170oC 0,7435 0,05632 0,4359 0,1776 0,9221 Keterangan :
: Data normal, dengan p > 0,05 : Data tidak normal, dengan p < 0,05
Hasil data ∆ daya sebar dapat diolah dengan menggunakan uji ANAVA, karena distribusinya normal, sedangkan untuk data ∆ viskositas yang tidak normal dapat diolah dengan analisis statistik non paramerik, untuk uji beda berkelompok adalah uji Kruskal-Wallis (sebagai alternatif dari uji ANAVA). Uji Kruskal-Wallis dapat digunakan untuk melihat signifikansi perbedaan ∆ viskositas pada masing-masing perlakuan. Pada uji Kruskal-Wallis, data pada tiap kelompok dapat dikatakan berbeda bermakna apabila nilai p kurang dari 0,05 dan dikatakan berbeda tidak bermakna jika p lebih dari 0,05.
Data yang akan diuji statistik secara parametrik juga harus memiliki vasiasi data yang baik. Data ∆ daya sebar menunjukkan distribusi normal, untuk mengetahui apakah data tersebut dapat diolah secara parametrik, dilakukan uji Levene. Hasil uji Levene dapat dilihat pada tabel XI.
(59)
Tabel XI. Hasil uji levene (kesamaan variasi) ∆ daya sebar basis gel alginat dengan sterilisasi autoklaf dan oven
Nilai P variasi ∆ daya sebar basis gel alginat yang disterilisasi menggunakan
autoklaf, tiap waktu variasi suhu
Nilai P variasi ∆ daya sebar basis gel alginat yang disterilisasi menggunakan
autoklaf, tiap suhu variasi waktu Lama sterilisasi Nilai P Suhu Nilai P
5 menit 0,3012 110 oC 0,7301
10 menit 0,4673 115 oC 0,4553
15 menit 0,1637 121 oC 0,79
20 menit 0,07284 127 oC 0,79
25 menit 0,3097 -
Nilai P variasi ∆ daya sebar basis gel alginat yang disterilisasi menggunakan
oven, tiap waktu variasi suhu
Nilai P variasi ∆ daya sebar basis gel alginat yang disterilisasi menggunakan
oven, tiap suhu variasi waktu Lama sterilisasi Nilai P Suhu Nilai P
30 menit 0,8035 130 oC 0,7374
60 menit 0,7684 140 oC 0,4895
90 menit 0,7684 150 oC 0,7436
120 menit 0,9824 160 oC 0,4285
150 menit 0,5274 170 oC 0,9656
Suatu data dikatakan memiliki kesamaan variasi jika nilai P lebih besar dari 0,05. Hasil uji levene menunjukkan bahwa data ∆ daya sebar basis gel alginat yang disterilisasi dengan oven dan autoklaf memiliki variasi yang baik, ditunjukkan dengan nilai P yang lebih besar dari 0,05.
Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar basis gel alginat pada tiap suhu sterilisasi dengan masing-masing variasi lama sterilisasi menggunakan autoklaf (Tabel XII) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada ∆viskositas basis gel alginat setelah melalui proses sterilisasi, dengan suhu dan lama sterilisasi yang berbeda.
Tabel XII. Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat dengan sterilisasi autoklaf tiap suhu dengan variasi lama sterilisasi
Suhu ∆ viskositas ∆ daya sebar
Nilai P Hasil Nilai P Hasil 110oC 0.02358 Berbeda bermakna 8,23e-10 Berbeda bermakna 115oC 0.009475 Berbeda bermakna 7,68e-12 Berbeda bermakna
(60)
121oC 0.01243 Berbeda bermakna 9,4e-12 Berbeda bermakna 127oC 0.0103 Berbeda bermakna 7,26e-13 Berbeda bermakna
Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar basis gel alginat pada tiap lama sterilisasi dengan masing-masing variasi suhu sterilisasi menggunakan autoklaf (Tabel XIII) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada ∆ viskositas basis gel alginat setelah melalui proses sterilisasi, dengan suhu dan lama sterilisasi yang berbeda.
Tabel XIII. Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat dengan sterilisasi autoklaf tiap lama sterilisasi dengan variasi suhu sterilisasi
Lama sterilisasi
∆ viskositas ∆ daya sebar Nilai P hasil Nilai P hasil 5 menit 0,01505 Berbeda bermakna 3,43e-14 Berbeda bermakna 10 menit 0,0148 Berbeda bermakna 4,88e-13 Berbeda bermakna 15 menit 0,01505 Berbeda bermakna 1,29e-9 Berbeda bermakna 20 menit 0,01531 Berbeda bermakna 8,71e-11 Berbeda bermakna 25 menit 0,01556 Berbeda bermakna 7,83e-12 Berbeda bermakna
Dari kedua uji beda di atas, menunjukkan bahwa suhu dan lama sterilisasi menggunakan autoklaf (panas basah) mempengaruhi ∆ viskositas basis gel alginat. Semakin tinggi suhu dan lama sterilisasi, maka ∆ viskositas basis gel yang dihasilkan semakin besar, yang menunjukkan bahwa pemanasan tinggi dapat merubah banyak viskositas basis gel alginat.
Hasil uji beda ∆ viskositas dan Δ daya sebar serbuk alginat yang telah dibuat gel pada tiap perlakuan suhu dengan masing-masing variasi lama sterilisasi menggunakan oven (Tabel XIV) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada ∆viskositas basis gel alginat setelah melalui proses sterilisasi, dengan suhu dan lama sterilisasi yang berbeda.
(61)
Tabel XIV. Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat dengan sterilisasi oven tiap suhu dengan variasi lama sterilisasi
Suhu ∆viskositas ∆daya sebar
Nilai p hasil Nilai p hasil 130 oC 0,009475 Berbeda bermakna 9,84e-12 Berbeda bermakna 140 oC 0,009256 Berbeda bermakna 1,22e-11 Berbeda bermakna 150 oC 0,009819 Berbeda bermakna 1,78e-13 Berbeda bermakna 160 oC 0,008606 Berbeda bermakna 1,4e-11 Berbeda bermakna 170 oC 0,008698 Berbeda bermakna <2e-16 Berbeda bermakna
Hasil uji beda ∆ viskositas dan daya sebar gel alginat pada tiap lama sterilisasi dengan masing-masing variasi suhu sterilisasi menggunakan oven (Tabel XV) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (P<0,05) pada ∆ viskositas gel alginat setelah melalui proses sterilisasi, dengan suhu dan lama sterilisasi yang berbeda.
Tabel XV. Hasil uji beda ∆ viskositas dan ∆ daya sebar gel alginat dengan sterilisasi oven tiap lama sterilisasi dengan variasi suhu sterilisasi
Lama Sterilisasi
∆ viskositas ∆ daya sebar Nilai p hasil Nilai p hasil 30 menit 0,008606 Berbeda bermakna 5,79e-15 Berbeda bermakna 60 menit 0,01045 Berbeda bermakna 3,03e-12 Berbeda bermakna 90 menit 0,008606 Berbeda bermakna 2,89e-14 Berbeda bermakna 120 menit 0,008606 Berbeda bermakna 5,11e-16 Berbeda bermakna 150 menit 0,008791 Berbeda bermakna 2,67e-15 Berbeda bermakna
Dari kedua uji beda di atas, menunjukkan bahwa suhu dan lama sterilisasi menggunakan oven (panas kering) mempengaruhi viskositas dan daya sebar basis gel alginat.
(62)
Gambar 9. Grafik Δ viskositas gel alginat setelah mengalami sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven dengan variasi suhu dan lama sterilisasi
(63)
Gambar 10. Grafik Δ daya sebar basis gel alginat setelah mengalami sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven dengan variasi suhu dan lama sterilisasi (linier)
(64)
Gambar 11. Grafik Δ daya sebar gel alginat setelah mengalami sterilisasi menggunakan autoklaf dan oven dengan variasi suhu dan lama sterilisasi (eksponensial
(65)
Kenaikan ∆ viskositas akibat pengaruh suhu dan lama sterilisasi baik
menggunakan metode panas basah maupun panas kering, dapat dilihat pada gambar 9. Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama proses sterilisasi, dapat
mengakibatkan kenaikan ∆ viskositas. Kenaikan ∆ viskositas menunjukkan besarnya
perbedaan viskositas basis gel alginat yang tidak mengalami sterilisasi dan yang mengalami sterilisasi. Perubahan yang terjadi berupa penurunan viskositas basis gel alginat.
Kenaikan ∆ daya sebar akibat pengaruh suhu dan lama sterilisasi baik
menggunakan metode panas basah maupun panas kering, dapat dilihat pada gambar 10 dan gambar 11. Gambar 10 menunjukkan bahwa grafik yang terbentuk tidak linier, dan pada gambar 11 menunjukkan bahwa grafik yang terbentuk cenderung eksponensial. Hal ini nampak pula bahwa nilai R2 grafik eksponensial lebih baik daripada yang linier.
Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama proses
sterilisasi, dapat mengakibatkan kenaikan ∆ daya sebar. Kenaikan ∆ daya sebar
menunjukkan besarnya perbedaan daya sebar basis gel alginat yang tidak mengalami sterilisasi dan yang mengalami sterilisasi. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan nilai daya sebar basis gel
Penurunan viskositas dan peningkatan daya sebar basis gel alginat merupakan dampak dari proses sterilisasi. Sterilisasi menggunakan oven dan autoklaf sama-sama melibatkan pemanasan. Seperti yang diketahui bahwa pemanasan dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer pada alginat (Leo et al., 1990). Putusnya rantai polimer ini berdampak pada turunnya viskositas dan naiknya daya sebar basis gel alginat.
(66)
46 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu sterilisasi dan lama sterilisasi, baik menggunakan metode panas basah dan panas kering menurunkan viskositas dan meningkatkan daya sebar basis gel alginat.
Sterilisasi basis gel alginat dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit dapat mensterilkan basis gel dan memberikan dampak perubahan viskositas serta daya sebar terkecil.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat penulis berikan adalah
1. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terhadap aspek sterilitas pada variasi suhu dan lama sterilisasi tersebut dengan menggunakan uji sterilitas sesuai ketentuan kompendial.
2. Perlu dilakukan penelitian pengaruh sterilisasi dengan metode lain seperti gas atau radiasi terhadap sifat fisik basis gel alginat.
(67)
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L.V., 1999, Featured Excipient: Viscosity-Increasing Agents for Aqueous Systems, International Journal of Pharmaceutical Compounding, 3(6), 479.
Allen, L.V.,Popovich, N.G., and Ansel, H.C., 2005, Pharmaceutical Dossage Forms and Drug Delivery System, 8th Ed, Lippincott Williams and Wilkins, USA, pp. 384,424
Ayala, G.G, Malinconico, M., and Laurienzo, P., 2008, Marine Derived Polysaccharides for Biomedical Applications : Chemical Modification Approach, Molecules, 13, 2069-2106.
Bindal, A., Narsimhan, G., Hem, S.L., and Kulshreshtha, A., 2003, Effect of Steam Sterillization on the Rheology of Polymer Solutions, Pharmaceutical Development and Technology, 8 (3), 219-228.
Block, S.S., 2001, Disinfection, Sterilization, and Preservation, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 695
Boateng, J.S., Matthews, K.H., Stevens, H.NE., and Eccleston, G.M., 2007, Wound Healing Dressing and Drug Delivery System : A Review, Journal of Pharmaceutical Sciences, 97 (8), 2901
Coninck, A.D. et al., 1996, Healing of full-thickness wounds in pigs: effects of occlusive and non-occlusive dressings associated with a gel vehicle, Journal of Dermatological Science, 13 (3), 202-211.
Dahlan, M.S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3, Penerbit SalembaMedika, pp. 3-20, 61-80.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, p. 61. Draget, K.I., Smidsrød, O., and Skjåk-Bræk, G., 2005, Polysaccharides an Polyamides in the Food Industry, Properties, Production, and Patentsi, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, pp. 4, 13.
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Singla, A., 2002, Spreding of Semisolid Formulation, Pharmaceutical Technology, www,pharmtech.com, diakses tanggal 13 Mei 2012
Gedde, U.W., 2001, Polymer physics, Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, p. 12.
(68)
Herh, Tkachul, Wu, Bernzen, and Rudolph, 1998, Rheology of Pharmaceutical and Cosmetic Semisolid, http://www.atsrheosystems.com/PDF%20files/ Pharmacy%20Paper.pdf , diakses tanggal 20 Maret 2013
Kerstein, M.D., 1997, The scientific basis of healing. Adv Wound Care, 10(3), pp. 30-36.
Kumar, L., and Verma, R., 2010, In Vitro Evaluation Gel Prepared Using Natural Polymer, International Journal of Drug Delivery, 2 (1),59.
Leo,W.J., McLoughlin, A.J., and Malone, D.M., 1990, Effect of Sterillization Treatments on Some Properties of Alginate Solutions and Gels, Biotechnol. Prog., 6 (1), 51-53.
Li, L., Fang, Y., Vreeker, R., Appelqvist, I., and Mendes, E., 2007, Reexamining the Egg-box Model in Calcium-Alginat Gels with X-ray Diffraction, Biomacromolecules, 8 (2), 464.
Peacock, A., and Calhoun, A., 2006, Polymer chemistry , Hanser Gardner Publications, Inc., Ohio, pp. 3-4.
Santoso, S., 2010, Statistik Parametrik, PT Gramedia, Jakarta, pp. 103-104. Serp, I., Mueller, M., Stockar, U., and Marison, I.W., 2002, Low-Temperature
Electron Microscopy for the Study of Polysaccharide Ultrastructures in Hydrogels. II. Effect of Temperature on the Structure of Ca2+ - Alginat Beads, Biotechnology and Bioengineering, 79 (3), 253-259.
Turner, T.D., 1979, Hospital usage of absorbent dressings, Pharma J , 222, 421-426.
Zhao, Y., Hu, F., Evans, J.J., and Harris, M.T., 2010, Study of Sol-Gel Transitionn in Calcium Alginate System by Population Balance Model, Chemical Engineering Science, 66 (2011), 848-858.
(69)
Lampiran 1. Penampilan fisik serbuk alginat
a. Penampakan serbuk alginat setelah sterilisasi dengan oven
Suhu 130oC selama 30 menit Suhu 130oC selama 60 menit
Suhu 130oC selama 90 menit Suhu 130oC selama 120 menit
(70)
Suhu 140oC selama 30 menit Suhu 140oC selama 60 menit
Suhu 140oC selama 90 menit Suhu 140oC selama 120 menit
(71)
Suhu 150oC selama 30 menit Suhu 150oC selama 60 menit
Suhu 150oC selama 90 menit Suhu 150oC selama 120 menit
(72)
Suhu 160oC selama 30 menit Suhu 160oC selama 60 menit
Suhu 160oC selama 90 menit Suhu 160oC selama 120 menit
(73)
Suhu 170oC selama 30 menit Suhu 170oC selama 60 menit
Suhu 170oC selama 90 menit Suhu 170oC selama 120 menit
(74)
b. Penampakan serbuk alginat yang tidak mengalami sterilisasi
Lampiran 2. Penampilan fisik basis gel alginat a. Penampakan gel alginat yang tidak melalui sterilisasi
(75)
b. Penampakan gel alginat setelah sterilisasi dengan autoklaf Suhu 110 oC selama 5 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 110 oC selama 10 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 110 oC selama 15 menit
(76)
Suhu 110 oC selama 20 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 110 oC selama 25 menit
(77)
Suhu 115 oC selama 5 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 115 oC selama 10 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 115 oC selama 15 menit
(78)
Suhu 115 oC selama 20 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 115 oC selama 25 menit
(79)
Suhu 121 oC selama 5 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 121 oC selama 10 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 121 oC selama 15 menit
(80)
Suhu 121 oC selama 20 menit
Tampak samping Tampak atas
Suhu 121 oC selama 25 menit
(1)
170 oC
Tiap waktu dengan variasi suhu 30 menit
(2)
112
60 menit
90 menit
(3)
120 menit
(4)
114
BIOGRAFI
Dina Christin Ayuning Putri lahir pada tanggal 5 Maret 1991 di Sumowono, Kabupaten Semarang. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Eko Budiyanto Reksowiharto (The Ek Djien) dan Sri Hartini.
Penulis telah menempuh pendidikan di TK Virgo Maria tahun1995 hingga 1997, SD Pangudi Luhur Ambarawa tahun 1997 hingga 2003, SMP Pangudi Luhur Ambarawa tahun 2003 hingga 2006, kemudian penulis melanjutkan pendidikan SMK Theresiana Semarang, program studi Farmasi tahun 2006 hingga 2009. Setelah tamat SMK, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menempuh pendidikan di Sanata Dharma, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi dan kegiatan kemahasiswaan sebagai divisi organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (2010), sekretaris komunitas Media Pers Mahasiswa Gelora Sayap Mahasiswa (2012-2013), Steering comitte kegiatan Inisiasi Sanata Dharma (2011), ketua panitia kegiatan Pharmacy Performance (2011), sie. scara kegiatan Pharmacy Performance 2010, sie. pendamping kelompok kegiatan Inisiasi Fakultas Farmasi (2010), sie. dana dan usaha kegiatan Pharmacy Performance 2009, Co-fasilitator kegiatan Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I (2011).
Selain itu penulis juga pernah mengikuti program magang (internship) di PT Dexa Medica divisi Regulatory affairs periode Juni-Agustus 2012 dan Program Kreatifitas Mahasiswa bidang pengabdian masyarakat (PKM-M) (2012), serta menjadi asisten praktikum Bentuk Sediaan Farmasi (2011; 2012), Mikrobiologi (2011; 2012),.Botani Farmasi (2011; 2012), Farmakognosi Fitokimia (2011; 2012), Toksikologi Dasar (2012), Formulasi Teknologi Sediaan Semi Padat (2012), Farmasi Fisika (2013), Compounding (2013), Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi (2013), Formulasi Teknologi Sediaan Steril (2013).
(5)
xviii Intisari
Alginat merupakan polimer alami yang dapat digunakan dalam sediaan penutup luka. Penutup luka harus steril sehingga tidak menimbulkan infeksi tambahan pada luka, sehingga perlu dilakukan sterilisasi. Proses sterilisasi dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan yang terkait dengan penerimaan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat. Gel alginat dan serbuk alginat yang telah disterilisasi dengan variasi suhu dan lama tertentu, diuji sterilitasnya kemudian dilakukan uji viskositas dan daya sebar setelah 2 hari pembuatan. Selisih (Δ) nilai viskositas dan daya sebar gel alginat yang melalui proses sterilisasi dan yang tidak melalui proses sterilisasi diuji normalitasnya dengan Saphiro Wilk, dan dianalisis apakah terdapat pengaruh suhu dan lama sterilisasi terhadap kedua sifat fisik tersebut dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis (Δ viskositas) dan ANAVA (Δ daya sebar)
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu dan lama sterilisasi mempengaruhi viskositas dan daya sebar basis gel alginat. Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan (baik sterilisasi panas basah dan panas kering) maka akan menurunkan viskositas dan meningkatkan daya sebar basis gel alginat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai Δ viskositas dan Δ daya sebarnya. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit dapat mensterilkan dan memberikan dampak perubahan sifat fisik terkecil.
(6)
xix
ABSTRACT
Alginate is a natural polymer which can be used in preparation of wound dressing. Wound dressings should be sterile and doesn’t give additional infection
in the wound, so it’s necessary to be sterilize. Sterilization processes can affect the physical properties associated of patient’s acceptability. The aim of this study is to examine the effect of sterilization’s temperature and duration using wet heat and dry heat methode to viscosity and spredibility of alginate gel base.
Alginate gel and alginate powder that has been sterilized with variations of temperature and duration, should be checked the sterility, viscosity and spreadibility after 2 days of making. The difference (Δ) value of viscosity and spreadibility alginate gel both with and without sterilization process was tested with Shapiro-Wilk normality, and analyzed whether there are effects of sterilization’s temperature and duration to the physical properties by using Kruskal-Wallis test (for Δviscosity) and ANOVA (for Δ spreadibility).
The data obtained showed that the sterilization’s temperature and time affect the viscosity and spreadibility of alginate gel base. The higher temperature and duration of heating (both wet heat and dry heat sterilization) will decrease the viscosity and increase the spreadibility of alginate ge base, as indicated by the increased value of the Δ viscosity and Δ spredibility. Sterilization by autoclave at 121oC for 15 minutes can sterilize and give the lowest difference of gel’s physical properties.
Key words : alginate, sterilization, viscosity, spreadibility