dengan tarif yang ditentukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan menurut metode cost plus pricing dengan pendekatan full
costing , ternyata tarif untuk masing- masing tarif sewa bis pariwisata
lebih besar dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh perusahaan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penentuan besar tarif
sewa bis pariwisata Po BIMO untuk kedua jenis bis tepat menurut metode cost plus pricing dengan pendekatan full costing. Perbedaan
antara tarif sewa bis pariwisata yang ditetapkan perusahaan dengan menurut teori 0,46 untuk bis besar dan 4,73 untuk bis mikro,
karena besar selisih perbedaan tersebut semuanya 5. Besar tarif sewa bis pariwisata menurut teori juga lebih tinggi dari pada tarif sewa
bis pariwisata menurut Po BIMO, karena dalam menentukan tarif Po BIMO tidak membebankan biaya langsung.
C. Pembahasan
Dari hasil analisis data diketahui bahwa prosedur penentuan tarif sewa bis pariwisata Po BIMO kurang tepat menurut metode cost plus pricing
dengan pendekatan full costing yang memisahkan taksiran biaya-biaya ke dalam biaya produksi dan non produksi, Po BIMO hanya memisahkan
taksiran biaya-biaya ke dalam biaya kantor dan armada. Pemisahan biaya tersebut masih belum bisa memberikan keterangan taksiran biaya mana
saja yang berpengaruh langsung terhadap biaya produksi dan non produksi, karena sebagian taksiran biaya-biaya yang berpengaruh untuk
biaya armada oleh perusahaan dimasukan ke dalam biaya kantor. Sedangkan menurut teori taksiran biaya-biaya dipisahkan ke dalam biaya
produksi dan non produksi. Perbedaan lain terletak pada prosedur penentuan tarif sewa bis pariwisata. Pada Po BIMO tarif sewa bis
pariwisata ditentukan dengan cara menambahkan total biaya dengan laba yang diharapkan, sedang menurut teori tarif diperoleh dengan cara
menambahkan biaya produksi per bis dengan mark-up. Prosedur penentuan tarif sewa bis pariwisata dari perusahaan merupakan dasar dari
penilaian tarif menurut teori. Peneliti menyarankan sebaiknya Po BIMO menggunakan metode cost
plus pricing dengan pendekatan full costing sebagai penentuan harga jual
dengan tujuan agar harga jual dapat menutupi biaya penuh yang merupakan jumlah biaya produksi dan non produksi ditambah laba yang
wajar, karena full costing mengadakan pemisahan antara biaya produksi dan non produksi sebagai berikut:
1. Biaya produksi adalah biaya yang dapat diidentifikasikan dengan
produk yang dihasilkan, misal: biaya ban, BBMsolar, sparepart mesin, audio, pajak STNK dan jasa raharja dan sebagainya.
2. Biaya non produksi adalah biaya-biaya yang tidak ada hubungannya
dengan produksi dan dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya, misal: biaya administrasi kantor, telepon dan listrik,
penyusutan bangunan dan biaya lain- lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dengan menggunakan metode cost plus pricing dengan pendekatan full costing
dapat dengan mudah menyusun laporan rugi laba yang menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur biaya menurut hubungan
biaya dengan fungsi- fungsi pokok yang ada dalam perusahaan. Dengan demikian metode full costing memudahkan dalam menggolongkan biaya-
biaya produksi dan non produksi. Dengan metode yang sekarang ini perusahaan akan mengalami
kesulitan dalam pelaporan keuangannya terutama dalam laporan rugi laba karena dalam laporan tersebut tidak mengutamakan penyajian biaya-biaya
menurut hubungan biaya yaitu biaya produksi dan non produksi, tetapi digolongkan menurut biaya kantor dan armada. Oleh karena itu harus ada
pemisahan biaya yang berpengaruh langsung pada produksinya dan mana yang tidak berpengaruh langsung.
Selanjutnya dari hasil analisis data diketahui bahwa penentuan besar tarif sewa bis pariwisata Po BIMO untuk kedua jenis bis sudah tepat
menurut metode cost plus pricing dengan pendekatan full costing. Perbedaan antara tarif sewa bis pariwisata yang ditetapkan Po BIMO
dengan menurut teori 0,46 untuk bis besar dan 4,73 untuk bis mikro, karena besar selisih perbedaan tersebut semuanya 5. Besar
tarif sewa bis pariwisata menurut teori juga lebih tinggi dari pada tarif sewa bis pariwisata menurut Po BIMO, karena dalam menentukan tarif Po
BIMO tidak membebankan biaya langsung. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penentuan besar tarif sewa bis pariwisata Po BIMO yang tepat dalam bentuk persentase telah ditentukan dalam tinjauan teori. Dari penentuan
besar tarif sewa bis pariwisata yang ditawarkan oleh perusahaan, ketidak tepatan hanya terdapat dalam pemisahaan taksiran biaya dimana
perusahaan tidak memisahkan taksiran biaya ke dalam biaya produksi dan non produksi.
Lebih kecil biaya produksi dalam tarif sewa bis pariwisata maka persentase peyimpangan tarifnya akan semakin besar atau semakin tidak
benar. Hal ini menyebabkan biaya yang harus dibebankan kepada penyewa semakin besar. Lebih besarnya jumlah biaya produksi maka akan semakin
kecil persentase penyimpangan atau ketidaktepatan. Hal ini menyebabkan biaya yang dibebankan kepada penyewa semakin kecil menurut teori.
Tarif yang baik adalah tarif yang dapat mengembalikan seluruh biaya yang dikeluarkan serta dapat menghasilkan laba bagi perusahaan. Tarif
yang terdapat pada Po BIMO merupakan tarif yang tepat karena memenuhi ketentuan dari teori yang ada. Untuk itu pihak perusahaan dapat
mengembangkan mutu pelayanan menjadi lebih baik tanpa mengesampingkan tarif yang terdapat dalam perusahaan. Pihak
manajemen perusahaan dapat mengintensifkan promosi untuk menarik para konsumen. Pihak manajemen juga dapat menentukan pangsa pasar
dengan lebih baik, sehingga persaingan dengan perusahaan lain bisa berjalan dengan baik dan menjadi perusahaan yang bonafit. Sehingga
perusahaan bisa menerapkan penggunaan tarif secara tepat pada masing- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masing aspek yang akan dilakukan oleh perusahaan, contohnya perusahaan melakukan promosi kemudian pengadaan suku cadang armada.
70
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN