Terbentuknya PDI Perjuangan UPAYA PDI-P DALAM MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU

DPP PDI dapat diatasi. Maka pada tanggal 6 Desember 1993 akhirnya Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998, secara de facto. Keberhasilan dari Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, tidak terlepas dari peranan “tim sukses”, yang mendukung langkah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI. Adapun nama- nama “tim sukses” yang secara khusus mempunyai peranan terhadap keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, antara lain: Taufik Kiemas, Aberson Marle Sihaloho, Sophan Sophiaan, Djati Koesumo, Mangara Siahaan, Suparlan, Gusti Bahar, dan Sidik Singadekane. 8 Taufik Kiemas suami Megawati Soekarnoputri memiliki peran yang sangat besar dalam mendorong Megawati Soekarnoputri untuk dapat menduduki kursi tertinggi di PDI. Taufik Keimas tidak hanya memberikan dorongan moral pada Megawati Soekarnoputri, tetapi ia juga memberikan sumbangan dana yang berasal dari keuntungan pompa bensin miliknya di Jakarta untuk mendukung keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI. 9 Dana tersebut digunakan untuk pengadilan soal sengketa dengan Suryadi yang terkait kasus kudati 27 Juli 1996. Nama berikutnya yang dianggap berjasa dalam mensukseskan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, yakni Aberson Marle Sihaloho. Ia merupakan salah satu orang yang mengajak dan membujuk Megawati Soekarnoputri agar bersedia bergabung dalam organisasi PDI pada 8 Ahmad Bahar, Biografi Megawati Soekarnoputri 1993-1996, Yogyakarta, PT Pena Cendekia, 1996, hal. 55-56. 9 Ibid, hal. 58-59. tahun 1987. Keberhasilan Aberson dalam mensukseskan langkah Megawati Soekarnoputri dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI pada pelaksanaan KLB di asrama Haji Sukokilo Surabaya. Sementara itu Sophan Sophiaan dinilai sukses mengangkat Megawati Soekarnoputri, sebagai dampak dari keberhasilannya melobi dan mengajak DPC PDI Sulawesi Selatan untuk mendukung pencalonan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI. Di samping itu ia dinilai sangat pandai dalam menggaris bawahi setiap komentar dari para pejabat pemerintah yang dirasa tidak keberatan terhadap pencalonan dari Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Djati Kusumo secara khusus mempunyai peranan dalam hal pengerahan massa yang berjumlah sekitar seratus orang di rumah Megawati Soekarnoputri, tujuan dari adanya pengerahan massa di rumah Megawati Soekarnoputri yakni untuk memberikan citra bahwa pencalonan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat. Peranan dari Mangara Siahaan dalam rangka mensukseskan pencalonan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI, yakni melakukan berbagai macam usaha untuk menepis sejumlah isu yang berkembang di masyarakat dan KLB yang bertujuan menggagalkan usaha Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum DPP PDI. 10 10 Ibid, hal. 59-60. 2. Perpecahan PDI dan Lahirnya PDI Perjuangan Setelah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto. Dalam perkembangan selanjutnya berkat adanya desakan yang kuat dari masa arus bawah terhadap pemerintah agar mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI, akhirnya pemerintah terpaksa mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Dengan adanya pengakuan secara resmi dari pemerintah tentang kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998, maka dua minggu setelah pelaksanaan KLB PDI di Surabaya kemudian PDI mengadakan Musyawarah Nasioanal MUNAS di Jakarta, untuk meresmikan kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998. Setelah menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1996, ternyata Megawati Soekarnoputri dan para pendukungnya mendapatkan banyak tekanan baik mental maupun fisik. Adapun bentuk-bentuk tekanan tersebut, antara lain adanya perseteruan yang terjadi dalam tubuh DPD PDI di Jawa Timur tentang dualisme kepemimpinan, antara Latif Pujasakti dan Sucipto. Perseteruan antara Latif Pujasakti dan Sucipto ini bermula dari masalah klaim kepemimpinan. Baik pihak Sucipto maupun Latif Pujasakti, masing-masing pihak merasa paling berhak untuk menduduki jabatan sebagai Ketua DPD PDI Jawa Timur. Sucipto merasa berhak menduduki jabatan Ketua DPD PDI Jawa Timur sebab ia diangkat resmi oleh Megawati Soekarnoputri berdasarkan pada SK DPP PDI No. 043 Tahun 1994. Sedangkan Latif Pujosakti merasa dirinya yang paling berhak menduduki jabatan Ketua DPP PDI Jawa Timur, karena mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman. Namun pertikaian antara Sucipto dan Latif ini bisa diselesaikan berkat adanya dukungan yang kuat dari masa arus bawah, yang berusaha mencegah upaya untuk menjatuhkan kepengurusan PDI yang sah. 11 Tekanan paling berat yang dirasakan oleh PDI pada masa pemerintahan Orde Baru, yakni adanya upaya dari pemerintah Orde Baru untuk memecah belah PDI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecah belah PDI berupa pelaksanaan Kongres di Medan pada tanggal 20-22 Juni 1996 atau lebih dikenal dengan nama Kongres Medan. Pelaksanaan Kongres Medan tersebut diprakarsai oleh 16 anggota DPP PDI yang dipimpin oleh Fatimah Ahmad, dan mendapat dukungan dari pemerintah. Adapun dalih dari pemerintah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Kongres Medan, karena pemerintah menganggap kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tidak konstitusional. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Orde Baru terhadap penyelenggaraan Kongres Medan untuk menggusur kedudukan Megawati Soekarnoputri menurut beberapa pengamat politik, merupakan salah satu bentuk ketakutan pemerintah Orde Baru terhadap kekuatan dari para pendukung PDI, yang dikhawatirkan akan menjadi pemenang dalam pelaksanaan pemungutan suara pemilihan umum tahun 1997. 12 11 Achmad Bahar, op-cit., hal. 83-84. 12 A.A. Sudirman Achmadi, Lima Tahun KOMNAS HAM Catatan Wartawan, Jakarta, Forum Akal Sehat dan INPI, 1999, jal. 144. Dalam pelaksanaan Kongres Medan yang menghabiskan biaya 3 Milyar tersebut, Fatimah Achmad dan kawan-kawannya berhasil menetapkan Suryadi sebagai Ketua Umum DPP PDI dan Buntu Kutapea sebagai Sekertaris Jendral DPP PDI, dan berhasil menggusur kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Setelah pelaksanaan Kongres Medan dan terbentuk susunan pengurus organisasi PDI, sebagai wujud dari pengakuan dan dukungan pemerintah terhadap susunan kepengurusan PDI hasil dari Kongres Medan yang dipimpin oleh Suryadi, maka kemudian Faisal Tanjung berjanji akan membantu Suryadi untuk mengambil alih kantor DPP PDI yang diduduki oleh para pendukung Megawati Soekarnoputri. 13 Setelah pelaksanaan Kongres Medan dan menghasilkan keputusan pengangkatan Suryadi sebagai Ketua Umum DPP PDI dan mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah, maka kemudian PDI pecah menjadi dua kubu yakni: PDI hasil MUNAS yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri dan PDI hasil dari pelaksanaan Kongres Medan yang dipimpin oleh Suryadi atau lebih dikenal dengan nama PDI hasil Kongres Medan. Para pendukung Megawati Soekarnoputri untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok PDI hasil Kongres Medan, kemudian membentuk organisasi yang disebut dengan PDI Pro Mega. 14 Dampak dari adanya konflik yang terjadi dalam tubuh PDI yang menimbulkan terjadinya perpecahan dalam tubuh PDI setelah pelaksanaan Kongres Medan. Adanya anggapan dari kedua kubu, baik kubu PDI hasil 13 A.A. Sudirman Achmadi, op.cit., hal. 144. 14 Veven Wardana, op.cit., hal. 20-22. Kongres Medan maupun kubu PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai struktur organisasi PDI yang sah. Kubu PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri menganggap dirinya sebagai pengurus DPP PDI yang sah dan menganggap kubu PDI hasil Kongres Medan sebagai pengurus DPP PDI yang ilegal . Sebab merupakan hasil rekayasa dari pemerintah Orde Baru untuk menggusur kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Sedangkan kubu PDI hasil Kongres Medan menganggap dirinya sebagai pengurus dari struktur organisasi PDI yang sah karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan merasa berhak untuk mengikuti pemilihan umum tahun 1999. 15 Upaya penggusuran terhadap kedudukan Megawati Soekarnoputri ini terjadi karena adanya kekhawatiran dari pihak pemerintah Orde Baru terhadap kekuatan PDI setelah Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI, yang dikhawatirkan akan membahayakan eksistensi pemerintah Orde Baru pada pelaksanaan pemilihan umum 1997. Oleh karena itu pemerintah berusaha untuk menggusur kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. 16 Setelah Suryadi terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI pada pelaksanaan Kongres Medan, dan dianggap oleh pemerintah Orde Baru sebagai pimpinan dari DPP PDI yang sah, maka kemudian ia berusaha untuk merebut kantor DPP PDI yang diduduki oleh PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri. Keinginan Suryadi untuk mengambil alih kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro tersebut dibantu oleh 15 Suprianto Widodo, Proposal Penelitian Kemenangan Suara PDI Perjuangan dalam Pemilu 1999 , Yogyakarta, STPD APMD Yogyakarta, hal. 5. 16 Veven Wardana, op.cit., hal. 20-22. aparat keamanan yang telah disiapkan oleh Faisal Tanjung. Peristiwa perebutan dari kantor DPP PDI tersebut, kemudian dikenal dengan nama peristiwa 27 Juli 1996, yang mengakibatkan hilangnya 23 massa pendukung setia Megawati Soekarnoputri. 17 Adanya peristiwa penyerbuan terhadap kantor DPP PDI oleh Suryadi yang dibantu oleh aparat keamanan, pihak pemerintah Orde Baru menduga PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri telah hancur. Namun ternyata PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri dengan adanya peristiwa 27 Juli dengan melakukan langkah “legal action”, yakni dengan cara membentuk TPDI Tim Pembela Demokrasi Indonesia untuk mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap PDI hasil Kongres Medan, Pemerintah, dan aparat keamanan, untuk meminta pertanggung jawaban mereka sehubungan dengan terjadinya peristiwa 27 Juli 1996. Hasil dari setiap gugatan yang diajukan oleh PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri terhadap PDI hasil Kongres Medan, Pemerintah dan aparat keamanan tidak pernah dimenangkan oleh PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri, hal ini terjadi karena pada masa itu, kedudukan pemerintah Orde Baru masih kuat dan adanya keinginan dari pemerintah Orde Baru untuk menghancurkan eksistensi dari PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri, yang dianggap mengancam eksistensi pemerintah Orde Baru pada saat pelaksanaan pemilihan umum tahun 1997. 18 Menjelang pelaksanaan pemilihan umum 1997, PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri mengajukan calon-calon anggota legislatif kepada 17 YLBHI, op.cit., hal. 4. 18 Dokumen PDI Perjuangan Tentang Evaluasi Hasil Akhir Tahun 1999 dan Prospeknya Memasuki Era Dasawara Abad ke-21. panitia pemilihan umum, namun calon-calon yang diajukan oleh PDI Megawati Soekarnoputri ditolak oleh pemerintah. Alasan penolakan calon- calon legislatif yang diajukan oleh PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri, karena PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai partai yang ilegal, dan menganggap PDI hasil Kongres merupakan partai yang sah dan berhak ikut dalam pelaksanaan pemilihan umum. Adanya penolakan terhadap calon-calon anggota legislatif yang diajukan oleh PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri oleh pemerintah, maka kemudian melalui Pesan Harian Ketua Umum DPP PDI 1993-1998 No: XKETUMIV1997, Megawati Soekarnoputri sebagai pimpinan DPP PDI yang sah dan konstitusional, menyatakan kepada para pendukung dan simpatisan PDI, bahwa DPP PDI Hasil MUNAS Periode 1993-1998 tidak menyelenggarakan kegiatan kampanye pada pelaksanaan pemilihan umum tahun 1997. 19 Melalui Pesan Harian Ketua Umum DPP PDI 1993-1998 No; XIIKETUMV1997 yang disampaikan pada tanggal 22 Mei 1997, Megawati Soekarnoputri mengumumkan bahwa dirinya memutuskan untuk tidak menggunakan hak politik untuk memilih salah satu partai politik peserta pemilihan umum 1997, dalam pelaksanaan pemilihan umum 29 Mei 1997. Disamping itu Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kepada seluruh jajaran partai dan Keluarga Besar PDI hasil MUNAS, di seluruh Tanah Air untuk mempergunakan kartu suara sebaik-baiknya, memantapkan hati dan pikiran untuk menentukan dan mempergunakan hak politik sebagai warga 19 Pesan Harian Ketua Umum DPP PDI 1993-1998, No: XVKETUMIV1997. negara Indonesia sesuai dengan hati nurani masing-masing, melaksanakan fungsi kesaksian pada saat pelaksanaan pemungutan suara dengan penuh tanggung jawab dan semangat memperjuangkan terciptanya pemilihan umum yang demokratis, dan mencatat hasil penghitungan suara di setiap TPS dimanapun berada, dan mencatat setiap manipulasi dan intimidasi pada saat pemungutan suara dan penghitungan suara. 20 Keputusan yang ditempuh oleh Megawati Soekarnoputri untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pelaksanaan pemungutan suara pemilihan umum 1997, ternyata diikuti oleh para pendukungnya. Ini terbukti ketika pelaksanaan penghitungan hasil perolehan suara, ternyata di wilayah-wilayah yang merupakan basis dari PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri banyak kartu suara yang dinyatakan gugur. Bahkan ada sebagian warga pendukung PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri yang mengembalikan kartu kuning kepada petugas TPS. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya PDI hasil Kongres Medan tidak dikehendaki oleh rakyat. 21 3. Terbentuknya PDI Cabang Kabupaten Klaten Terbentuknya PDI di Kabupaten Klaten tidak dapat terlepas dari proses terbentuk dan berkembangnya PDI di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Pembentukan DPP, DPD, dan DPC PDI pada dasarnya merupakan tuntutan mekanisme kehidupan partai yang harus berlangsung dan berjalan di tingkat daerah maupun cabang dan dengan demikian merupakan perwujudan dari 20 Pesan Harian Ketua Umum DPP PDI 1993-1998, No: XIIVKETUM1997. 21 Adil, 28 April 1998, hal. 6. tahap konsolidasi yang berhasil dicapai oleh pusat di tingkat daerah maupun cabang. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan salah satu wahana pengorganisasian rakyat, yang lahir, tumbuh dan berkembang sebagai upaya bersama rakyat untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Keberadaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berawal dari Kelompok Demokrasi Pembangunan, pada tanggal 9 Maret 1970, oleh lima Partai Politik, yaitu PNI, IPKI, Partai Katolik, PARKINDO, Partai MURBA, yang kemudian dikukuhkan dengan pernyataan bersama pada tanggal 28 Oktober 1971. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 10 Januari 1973, kelima Partai Politik tersebut melakukan langkah strategis dengan memfusikan diri menjadi satu wadah perjuangan politik rakyat, yang berazaskan Pancasila, dengan nama Partai Demokrasi Indonesia PDI. Pada penutupan Kongres ke- 2 PDI di Jakarta tanggal 17 Januari 1981 kelima Partai yang berfusi tersebut menegaskan bahwa perwujudan fusi telah paripurna, serta menyatakan pengakhiran eksistensi masing-masing. Hal ini dipertegas kembali dalam keputusan-keputusan Kongres ke-5 PDI di Denpasar Bali, tanggal 8-10 Oktober 1998. 22 Guna memenuhi tuntutan Undang-undang yang berlaku, maka pada tanggal 1 Februari 1999 dibentuklah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, disingkat PDI Perjuangan dalam bentuk badan hukum, yang merupakan kelanjutan tak terpisahkan dari PDI yang didirikan pada tanggal 10 Januari 22 Adriana Elizabeth Sukamto, PDI dan Prospek Pembangunan Politik, Jakarta, Gramedia Widyasarana Indonesia, 1991, hal.8 1973. PDI Perjuangan dengan azas Pancasila dan bercirikan kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial yang bertekad untuk : 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Memajukan kesejahteraan umum. 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan cita-citanya, maka pada Kongres I PDI Perjuangan di Semarang 27 Maret – 1 April 2000, menetapkan, mensahkan Anggaran DasarAnggaran Rumah Tangga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. 23 Seperti halnya proses fusi PDI di pusat, proses fusi PDI di Kabupaten Klaten dilakukan secara bertahap. Mengingat bahwa kelima partai yang akan bergabung memiliki latar belakang ideologi, sejarah, dan basis massa yang berbeda sehingga tidak begitu mudah untuk berfusi menjadi satu wadah kegiatan politik dengan nama PDI. Kehadiran Orde Baru telah mengubah kehidupan partai politik di Indonesia. Semangat pemerintah Orde Baru terhadap kehidupan partai adalah mengadakan pembaharuan struktur politik yang dimulai dengan menyederhanakan sistem kepartaian yang ada setelah Maklumat 3 November 1945. Seperti saran pemerintah tentang pengelompokkan partai. Di Kabupaten Klaten juga terdapat pengelompokkan partai yaitu Kelompok Spiritual, 23 Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kabupaten Klaten Periode 2001-2006. Kelompok Nasionalisme, dan Golongan Karya. Kelompok Nasionalis di Kabupaten Klaten merupakan gabungan lima partai politik. Kelima partai tersebut adalah PNI,IPKI, Partai Murba, PARKINDO, dan Partai Katolik. Kelompok Nasionalis itu telah dirintis sejak tahun 1969 dan pada tahun 1972 Kelompok Nasionalis bernama Kelompok Demokrasi Pembangunan KDP. Kalau dilihat penegelompokkannya sebenarnya Partai Katolik dan PARKINDO seharusnya masuk ke dalam kelompok spiritual, tetapi kedua partai tersebut masuk ke dalam kelompok nasionalis. Menurut Bapak Kris Ketua DPC PDI Kabupaten Klaten periode 2006-2009, Partai Katolik dan PARKINDO masuk ke dalam kelompok nasionalis karena berdasarkan himbauan dari masing-masing induk partai yang berada di pusat. Selain itu juga PARKINDO dan Partai Katolik merupakan partai yang cenderung menonjolkan aspek nasionalisme atau rasa kebangsaan daripada aspek agama. Jadi secara psikologis sulit bersatu dengan kelompok spiritual karena pada dasarnya kelompok spiritual lebih menekankan aspek spiritual tanpa mengabaikan aspek material. 24 Setelah KDP terbentuk, tugas KDP selanjutnya adalah mempersiapkan terbentuknya suatu wadah yang lebih mapan, yang merupakan berfungsinya kelima partai politik. Terbentuknya KDP juga mengandung pengertian bahwa pengertian fusi semakin diperjelas, yakni partai-partai yang bergabung di dalamnya sudah tidak berdiri sendiri-sendiri dan segala kegiatan politiknya dialihkan ke dalam partai baru tersebut. Seperti halnya di pusat, partai-partai 24 Wawancara dengan Bapak Kris, 25 September 2014. yang bergabung dalam kelompok KDP mengalami penurunan drastis dalam perolehan suara pada pemilihan umum tahun 1971. Demikian juga di Kabupaten Klaten, dalam pemilu tahun 1971 PNI mendapat 8 kursi dan Partai Katolik mendapat 1 kursi di DPRD II, sedangkan IPKI, Partai Murba dan PARKINDO, tidak mendapat kursi di DPRD II Kabupaten Klaten. Keadaan seperti ini berarti seharusnya IPKI, PARKINDO, dan Partai Murba tergeser dari peraturan politik karena tidak mendapat kursi di DPRD II. Maka dalam keadaan yang tidak menguntungkan dari hasil pemilu tahun 1971, PNI sebagai partai yang terbesar yang pertama kali mengambil inisiatif untuk segera melakukan fusi bagi kelima partai yang bergabung dalam KDP seperti yang dihimbau dari pusat. Demikian juga partai yang lain juga tidak ada pilihan lain untuk memfusikan diri. Sebagai langkah awal, setelah masing-masing partai mendapat surat himbauan dari partai induknya maka mereka mengirimkan wakil-wakil untuk mengadakan musyawarah bagi terbentuknya PDI. Musyawarah tersebut bertempat di kantor DPC PNI di Kabupaten Klaten Jalan Irian No. 8 Klaten. Setelah wakil kelima partai tersebut berkumpul dan mengadakan musyawarah, mereka mempunyai kesepakatan yang sama untuk memfusikan diri dalam satu wadah kegiatan politik dengan nama Partai Demokrasi Indonesia. Dalam kesepakatan tersebut tidak ada halangan yang berarti sebab wakil-wakil dari masing-masing kelima partai mempunyai kesadaran yang tinggi agar segala aspirasi rakyat tidak tersalurkan dalam banyak partai sehingga menimbulkan perpecahan. Selain itu juga dukungan dari pemerintah sebab dengan banyak partai dipandang menjadi penyebab ketidakstabilan pemerintahan. Setelah kesepakatan untuk memfusikan kelima partai tercapai, maka pemfusian tersebut secara resmi dituangkan dalam Deklarasi Pembentukan Partai Demokrasi Indonesia bulan Desember 1973, yang akan diumumkan tanggal 10 Januari 1974. Piagam tersebut ditandatangani masing-masing kelima partai, yaitu, Tulus Wignyo Martono dan Sukirno Hadi dari PNI, Istowo Anindito dari IPKI, S. Wignyo Subroto dan Suharto dari PARKINDO, Neo Suradi dan H. Rochim dari Partai Katolik, serta Suyoko dari Partai Murba. 25 Setelah terwujudnya kesepakatan bersama sehingga menghasilkan PDI, maka langkah selanjutnya adalah membentuk kepengurusan PDI. Sama seperti daerah-daerah yang lain, dalam kepengurusan ini timbul perselisihan- perselisihan antar peserta musyawarah tidak menimbulkan masalah yang berarti. Masalah yang timbul adalah perbedaan pendapat dalam masalah personalia yang akan didudukkan dalam kepengurusan partai politik yang baru tersebut, namun masalah tersebut dapat dipecahkan dengan cara kesesuaian. Di tingkat DPC komposisi kepengurusan disusun berdasarkan perkiraan besarnya masa pendukung masing-masing unsur, yang dapat dilihat melalui hasil pemilihan umum. PDI Kabupaten Klaten susunan kepengurusan sebagian besar dipegang oleh orang PNI. Hal ini dapat diterima partai lain, sebab mereka menyadari bahwa PNI merupakan partai besar sehingga lebih banyak dapat menentukan suara dalam rapat. Akhirnya mereka dapat 25 Wawancara dengan Bapak Sutarjo, 24 Agustus 2014 dan keterangan tertulis dari Sumardinah, 15 November 1993. menerima dan menyesuaikan diri dengan terbentuknya kepengurusan sebagai berikut: Ketua : Tulus Wignyo Wartono Wakil Ketua : Jalil Padjo Suharso Sambodo Wignjo Subroto Istowo Anindito Suyoko Sekertaris : Sukirno Hadi Wakil Sekertaris : H. Rochim Ir. Mulyono Bendahara : Jumadi Siswomartono Wakil Bendahara : Sumarjo Siswohartono Dengan disepakatinya keputusan mengenai perimbangan komposisi dalam kepengurusan DPC PDI Kabupaten Klaten oleh partai-partai yang bergabung di dalamnya maka tindak lanjutnya adalah mengusulkan struktur organisasi yang sudah terbentuk ke DPP PDI dengan rekomendasi dari DPD PDI Jawa Tengah. Akhirnya pada tahun 1974 pemerintah daerah Kabupaten Klaten mengeluarkan surat keputusan pembentukan DPC PDI Kabupaten Klaten. Dengan demikian pada tahun 1974 secara resmi terbentuk Partai Demokrasi Indonesia di Kabupaten Klaten.

B. Persiapan Yang Dilakukan PDI-P Untuk Meraih Kemenangan Dalam

Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kabupaten Klaten Peristiwa politik yang sangat penting dalam menentukan masa depan serta nasib bangsa dan negara adalah pemilihan umum. Sebab lembaga perwakilan rakyat akan ditentukan berdasarkan hasil dari pemilihan umum yang akan dilakukan dalam pemungutan suara, yang nantinya akan membawa Bangsa Indonesia mencapai cita-cita. Persiapan yang dilakukan PDI Perjuangan menjelang pemilu tahun 2009 lebih matang dari persiapan menjelang pemilu tahun 2004. 26 Persiapan tersebut meliputi : konsolidasi organisasi, konsolidasi program, konsolidasi kader dan simpatisan, serta berbagai sosialisasi. Sosialisasi tersebut meliputi sosialisasi Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2003 tentang pemilu DPR, DPD, dan DPRD, sosialisasi SK DPP PDI-P No. 267 dan 304 tentang penjaringan dan penyaringan Calon Anggota Legislatif kepada pengurus dan kader partai. Juga sosialisasi tata cara pencoblosan tanda gambar partai politik kepada kader, simpatisan dan sebagian warga. Selain itu, PDI-P juga menempatkan petugas partai sebagai saksi di PPK, PPS, dan TPS sesuai dengan yang diharapkan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Kabupaten Klaten dalam menghadapi pemilihan umum tahun 2009 berusaha untuk tampil sebaik mungkin, maka PDI Perjuangan mengadakan persiapan-persiapan jauh hari sebelum pemilihan umum dilaksanakan. Langkah pertama yang dilakukan 26 Hasil Wawancara dengan Bapak FX. Suyatno sebagai Ketua Ranting Partai , tanggal 25 Agustus 2014. adalah konsolidasi organisasi baik pengurus maupun kader-kadernya, dengan tujuan agar dapat mengumpulkan masa pendukung PDI Perjuangan serta untuk lebih memudahkan koordinasi sebagai tahap persiapan menghadapi pemilihan umum tahun 2009. Konsolidasi ini diharapkan dapat melakukan pembenahan dan penataan pengurus, juga untuk mempersiapkan kampanye yang akan dilaksanakan di Kabupaten Klaten. Dalam kegiatan ini juga diadakan pengkaderan PDI Perjuangan, forum yang diharapkan agar dapat menambah massa PDI Perjuangan dalam pemilihan umum. 27 Pengkaderan ini untuk melestarikan organisasi politik agar tidak bubar dan mempersiapkan pengurus baru di masa yang akan datang. Dalam langkah pertama ini pengurus PDI Perjuangan juga ikut aktif dalam pemilihan umum, bahkan ikut dalam kepanitiaan. PDI Perjuangan juga membentuk kader di tiap-tiap dusun, sedangkan kader dari PAC Pengurus Anak Cabang membentuk pengurus ranting di tingkat kelurahan serta membentuk Satuan Tugas Satgas di tingkat dusun. Di setiap Kelurahan dikoordinir oleh pengurus ranting, dan pengurus ranting membawahi anak ranting, anak ranting tersebut dibagi perwilayah. Tiap ranting terdiri dari lima kelompok yang beranggotakan tiga sampai empat dusun. Setiap PAC mempunyai anggota sembilan orang dari ranting dan tujuh orang dari setiap dusun, setelah panitia pemilihan umum terbentuk, mereka bekerja sama dengan satgas satuan tugas . 28 27 Hasil Wawancara dengan Bapak Iwan sebagai ketua PAC Kabupaten Klaten, tanggal 18 September 2014. 28 Hasil wawancara dengan Bapak Iwan sebagai Satgas, tanggal 19 September 2014. 1. Konsolidasi Struktur Partai a. DPC Partai Keputusan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten periode 2006- 2010 terbentuk dalam forum KONFERCAB partai yang diselenggarakan oleh DPC partai periode 2001-2006. Adapun susunan Pengurus DPC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut: 29 NO NAMA JABATAN 1. Hj. Sri Hartini Haryanto W Ketua 2. Y. Nanang Marjianto, M.Pd Wakil Ketua Bidang Politik dan Pemenangan Pemilu 3. Drs. C. Widodo Hadi Ismoyo Wakil Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi 4. Sutarjo Wakil Ketua Bidang Ideologi 5. Harri Pramono Wakil Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi 6. Edi Sasongko Wakil Ketua Bidang Pemuda Mahasiswa, Pelajar dan O R 7. Hj. Kadarwati, SH. M.Hum Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan 8. Jaka Susilo Wakil Ketua Bidang Buruh, Tani dan Nelayan 9. Drs. H. Sriyanto Wakil Ketua Bidang Hukum, HAM dan Advokasi 10. Bambang Suprapto Wakil Ketua Bidang Pembangunan Daerah dan Pemerintahan OTDA 11. Agus Riyanto Sekretaris 12. Drs. Harjanto Wakil Sekretaris Bidang Internal 13. Dwi Murni Handayani Wakil Sekretaris Bidang Eksternal 14. Agus Pujiatma Bendahara 15. Agus Wibowo Wakil Bendahara 29 Konferensi Cabang PDI Perjuangan Kabupaten Klaten periode 2006-2010. b. PAC Partai Pembentukan jajaran Pengurus Anak Cabang di 26 Kecamatan di Kabupaten Klaten, melalui mekanisme Musyawarah Anak Cabang Musancab . Pelaksanaan Musancab dimulai dari hari Senin tanggal 11 September sd hari Rabu, tanggal 20 September 2006. Pelaksanaan Musancab di Kabupaten Klaten yang dipimpin oleh DPD Partai dan DPC Partai berdasarkan surat mandat nomor : 32SMDPDV2006 serta mengacu pada ketentuan yang diatur dalam SK DPP Partai nomor : 017KPTSDPPV2005 tertanggal 13 Mei 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Konferda, Konfercab, Musyawarah Ranting dan Rapat Anggota Anak Ranting PDI Perjuangan. c. Ranting Partai Musyawarah Ranting Musran PDI Perjuangan Desa Kelurahan se – Kabupaten Klaten di laksanakan pada tahun 2007 dengan tahapan sebagai berikut: 1. Rakercab tanggal 2 Juni 2009 2. Rakerancab tanggal 6 Juni 2009 sd 9 Juni 2009 3. Musran tanggal 11 Juni sd 23 Juni 2009 4. Pembuatan SK Ranting tanggal 25 Juni 2009 sd selesai. Konsolidasi organisasi dalam bentuk MUSRAN Musyawarah Ranting merupakan konsolidasi dalam rangka pemberdayaan rakyat dan memantapkan konsolidasi partai di tingkat Desa Kelurahan, untuk memulai siklus lima tahunan terhadap kepemimpinan struktur partai, dan untuk menyempurnakan visi, misi dan program partai di tingkat Ranting Partai. 2. Konsolidasi Non Struktur Partai a. Departemen – Departemen Partai Mengadakan rekruitmen, personil untuk mengisi departemen dan badan. Adapun pembentukan departemen dan badan ini disesuaikan dengan kebutuhan dan sebagai hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Departemen Satgas dan Posko 2. Badan Penanggulangan Bencana 3. Divisi Informasi dan Komunikasi 4. Departemen Pemberdayaan Perempuan 5. Departemen Buruh dan Tani 6. Badan Pemenangan Pemilu b. Korlak Satgas dan Jajarannya Langkah tindak lanjut pembentukan Departemen Satgas dan Posko DPC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten, guna untuk lebih mengoptimalkan tugas dan fungsi satgas partai dalam mengemban dan mengamankan keputusan, dokumen dan asset partai, maka dibentuklah alat kelengkapan partai di tingkat Anak Cabang Partai. Alat kelengkapan tersebut adalah pembentukan Korlak Satgas dan jajarannya di 26 Kecamatan se – Kabupaten Klaten. Penataan dan peningkatan fungsi satgas partai perlu dilakukan agar fungsi dan peran satgas partai sebagai pengaman keputusan partai maupun seluruh aset partai perlu ditingkatkan. Bukan menjadikan satgas sebagai alat penekan untuk memaksakan kehendak demi kepentingan kelompok perorangan. Dalam program konsolidasi partai, ada tiga event yang seringkali dapat mengganggu solidaritas partai apabila kurang dipersiapkan dan diantisipasi lebih dini. Ketiga momentum tersebut adalah : 1. Ketika partai menghadapi kegiatan Pemilihan Daerah atau pada saat proses penjaringan dan penyaringan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Untuk menghindari terjadinya gangguan solidaritas partai, maka perlu adanya sosialisasi tentang mekanisme dan tata cara proses penjaringan dan penyaringan calon Kepala Daerah yang telah ditetapkan oleh partai. Proses dan tahapan dalam penjaringan dan penyaringan dilakukan secara terbuka dan transparan. 2. Ketika partai menghadapi pemilihan anggota legislatif. Dalam rangka menghindari konflik pada proses penjaringan, penyaringan dan penetapan calon anggota legislatif, maka DPC partai melaksanakan ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan oleh DPP partai. 3. Ketika partai melaksanakan penataan pengurus struktur partai. Pada proses penataan struktural, polarisasi antar kader pada umumnya tidak dapat dihindari. Selain konsolidasi organisasi PAC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten, juga ikut aktif dalam kepanitiaan dan pengawas pelaksanaan pemilihan umum tingkat kecamatan. PDI Perjuangan di dalam susunan panitia pemilihan umum

Dokumen yang terkait

Kebijakan Partai Politik Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus: Kebijakan Partai Demokrat Dalam Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Periode 2013-2018)

0 51 95

Sistem Multi Partai dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia Pasca Reformasi

0 67 110

Strategi Pemenangan Partai Golkar Pada Pemilu Legislatif 2009 Di Kabupaten Mandailing Natal (Studi Kasus: Masyarakat Kecamatan Lembah Sorik Marapi)

3 65 167

Kekalahan Partai Politik Islam Dalam Pemilihan Umum 2009 (Analisis Menurunnya Hasil Perolehan Suara DPC PPP Kabupaten Mandailing Natal Pada Pemilu Legislatif 2009 Di Kabupaten Mandailing Natal)

0 43 144

Political Marketing Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 Di Sumut Studi Kasus: DPD Sumut Partai Demokrat

0 42 107

PROSES PENETAPAN CALON LEGISLATIF (CALEG) PARTAI POLITIK UNTUK PEMILIHAN UMUM 2014 Proses Penetapan Calon Legislatif (Caleg) Partai Politik Untuk Pemilihan Umum 2014 (Studi Kasus: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Kota Surakarta).

0 1 20

PENDAHULUAN Proses Penetapan Calon Legislatif (Caleg) Partai Politik Untuk Pemilihan Umum 2014 (Studi Kasus: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Kota Surakarta).

0 1 15

DAFTAR PUSTAKA Proses Penetapan Calon Legislatif (Caleg) Partai Politik Untuk Pemilihan Umum 2014 (Studi Kasus: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Kota Surakarta).

0 2 5

PROSES PENETAPAN CALON LEGISLATIF (CALEG) PARTAI POLITIK UNTUK PEMILIHAN UMUM 2014 Proses Penetapan Calon Legislatif (Caleg) Partai Politik Untuk Pemilihan Umum 2014 (Studi Kasus: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Cabang Kota Surakarta).

0 4 14

RESOLUSI KONFLIK PADA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P)

0 0 97