Diagram diatas menunjukkan bahwa penambahan serat pinang pada sampel A dari variasi 50:50:0 – 47:47:6 gr mengakibatkan peningkatan densitas bahan uji.
Peningkatan densitas tersebut disebabkan oleh daya ikat resin terhadap serat masih stabil. Tetapi pada variasi 46:46:8 – 45:45: 10 gr terjadi penurunan daya ikat resin
karena jumlah serat yang relatif besar. Dengan melemahnya daya ikat resin terhadap komponen serat menyebabkan peningkatan rongga di dalam bahan uji, sehingga
densitas bahan uji menurun. Pada sampel B terjadi peningkatan densitas akibat penambahan serat dari
variasi 50:50:0 – 48:48:4 gr dan terjadi penurunan dari variasi 47:47:6 - 45:45: 10 gr. Hal ini disebabkan oleh kemampuan daya ikat resin terhadap serat seperti yang
berlaku pada sampel A. Diantara kedua jenis sampel A dan B, densitas pada sampel B relatif lebih
besar dari densitas Sampel A. Perbedaan densitas dari kedua sampel tersebut terjadi karena perbedaan komposisi resin pada kedua sampel. Pada sampel A digunakan resin
dengan jumlah 25 gr sedangkan pada sampel B 30 gr. Jika densitas dari seluruh sampel dibandingkan terhadap satuan SNI maka
dapat dinyatakan bahwa semua sampel tersebut termasuk dalam kategori beton ringan. Sebagaimana kriteria beton berdasar SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut:
1. Beton ringan : berat satuan 1.900 kgm³ = 1,9 grcm³
2. Beton normal : berat satuan 2.200 kgm³ – 2.500 kgm³ = 2,2 grcm³ - 2,5
gcm³ 3.
Beton berat : berat satuan 2.500 kgm³ = 2,5 grcm³ http:lauwtjunnji.weebly.compengelompokan-beton.html; diakses: 18 Juni 2014
4.1.2 Pengujian Porositas
Universitas Sumatera Utara
Besarnya nilai antara porositas terhadap komposisi campuran batu apung, serat kulit pinang dan pasir ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 Pengujian porositas Kode
Sampel Massa Kering
Mk,gr Massa Basah
Mb,gr Volume
V,cm
3
Porositas
A1 31,1
32,2 20
5,5 A2
32,2 33,9
20 8,5
A3 32,9
34,8 20
9,5 A4
35,4 36,9
20 7,5
A5 35,0
36,4 20
7 A6
32,0 33,6
20 8
B1 35,9
36,3 20
2 B2
36,3 36,5
20 1
B3 36,8
37,1 20
1,5 B4
36,6 37,1
20 2,5
B5 33,7
34,3 20
3 B6
33,4 34,5
20 5,5
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara volume pori – pori terhadap volume total beton. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai
porositas terbuka dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
P = x ρ
air
x 100 .......................... 4.2
Dengan : P
= Porositas, M
b
= Massa basah sampel setelah direndam gr M
k
= Massa kering sampel setelah direndam gr V
b
= volume benda uji cm
3
ρ
air
= Massa jenis air grcm
3
Universitas Sumatera Utara
Diagram 4.2 Hubungan antara uji porositas dan komposisi sampel
Keterangan kode variasi campuran
A1,B1 = Pasir 50 gr; Batu Apung 50 gr; Serat 0 gr A2,B2 = Pasir 49 gr; Batu Apung 49 gr; Serat 2 gr
A3,B3 = Pasir 48 gr; Batu Apung 48 gr; Serat 4 gr A4,B4 = Pasir 47 gr; Batu Apung 47 gr; Serat 6 gr
A5,B5 = Pasir 46 gr; Batu Apung 46 gr; Serat 8 gr A6,B6 = Pasir 45 gr; Batu Apung 45 gr; Serat 10 gr
Dari diagram di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara komposisi sampel gr dengan uji porositas menunjukkan bahwa dari kode sampel A
mengalami nilai porositas maksimum pada komposisi pencampuran pasir 48 gr, batu apung 48 gr dan limbah kulit pinang 4 gr, yaitu dengan nilai porositas sebesar 9,5.
Sedangkan pada kode sampel B mengalami nilai porositas maksimum pada komposisi pencampuran pasir 45 gr, batu apung 45 gr dan limbah kulit pinang 10 gr, yaitu
dengan nilai porositas sebesar 5,5. Nilai porositas minimum dari kode sampel A terdapat pada komposisi pasir 50
gr, batu apung 50 gr dan tanpa limbah kulit pinang, yaitu dengan nilai porositas sebesar 5,5, dan nilai porositas minimum dari kode sampel B terdapat pada
komposisi pasir 49 gr, batu apung 49 gr dan limbah kulit pinang 2 gr, yaitu dengan
Universitas Sumatera Utara
nilai porositas sebesar 1. Maka pada komposisi ini merupakan nilai terbaik yang diharapkan, karena untuk mendapatkan hasil beton polimer terbaik haruslah porositas
yang terkecil. Dari data diatas dapat dinyatakan semakin besar jumlah serat yang diberikan
pada sampel maka nilai porositas semakin besar juga. Akan tetapi dari sampel B1 ke Sampel B2 terjadi penurunan porositas hal ini disebabkan pada saat pencetakan
sampel B1 yang tanpa serat mengakibatkan resin epoksi relatif mengalami penguapan lebih tinggi sehingga terjadi rongga didalam bahan uji. Dengan demikian
mengakibatkan porositas pada sampel tersebut menjadi besar. Pengaruh komposisi resin epoksi pada porositas sampel dapat dinyatakan
bahwa semakin kecil jumlah resin maka porositas relatif semakin besar.
4.1.3 Pengujian Kuat Impak