Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer

(1)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

PEMANFAATAN KULIT KERANG DAN RESIN EPOKSI

TERHADAP KARAKTERISTIK BETON POLIMER

TESIS

Oleh

SHINTA MARITO SIREGAR

077026026/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. PEMANFAATAN KULIT KERANG DAN RESIN EPOKSI TERHADAP

KARAKTERISTIK BETON POLIMER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SHINTA MARITO SIREGAR 077026026/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Judul Tesis : PEMANFAATAN KULIT KERANG DAN RESIN EPOKSI TERHADAP KARAKTERISTIK BETON POLIMER

Nama Mahasiswa : Shinta Marito Siregar Nomor Pokok : 077026026

Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Anwar Dharma S, MS) (Drs. H. Perdamean S, M.Si. APU) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Telah diuji pada

Tanggal : 3 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS Anggota : 1. Drs. Perdamean Sebayang, M. Si. APU 2. Dra. Justinon, MS

3. Prof. Dr. M. Zarlis, M. Sc 4. Drs Tenang Ginting, M.S


(5)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. ABSTRAK

Telah dibuat beton alternatif tanpa semen dengan menggunakan komposisi bahan baku, yaitu kulit kerang 66,67 – 83,33 % (volume), pasir silika 16,67 – 33,33 % (volume) dan 5 – 20 % (volume) resin epoksi, beton dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60 oC tekanan 1 atm. Proses pre-treatment cangkang kerang yaitu terlebih dahulu dibersihkan, dibakar pada suhu 700 0C selama 2 jam dan dihaluskan dengan menggunakan alat mortar sehingga dihasilkan serbuk sebagai subtitusi semen konvensional. Serbuk kulit kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku beton alternatif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas beton optimum diperoleh pada komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dan 20 % (volume) resin epoksi dengan waktu pengeringan selama 8 jam pada suhu 60oC. Karakteristik dari beton yang dihasilkan pada kondisi tersebut, antara lain: densitas = 2,716 g/cm3, penyerapan air = 0,4 %, penyusutan = 1,29 %, konduktivitas termal = 0,339 w/moK, kuat tekan = 56,9 MPa, kuat patah = 34 MPa dan kuat tarik = 7,46 MPa. Analisis ketahanan api beton yaitu mengalami degradasi sebesar 22,67 % dengan asumsi kondisi nilai kekuatan tekan sebelum pembakaran sebesar 56,9 MPa dan setelah pembakaran menjadi 44 MPa. Berdasarkan analisa uji ketahanan asam dari beton setelah perendaman dengan 5 % Na2SO4 selama 7 - 56 hari terjadi perubahan massa sebesar 0,15 -1,35 % dan kuat

tekan meningkat sekitar 7 – 8 %. Sedangkan perendaman dengan 5 % H2SO4 selama

7 - 56 hari terjadi perubahan massa sebesar 0,25 -1,60 % dan kuat tekan terdegradasi sekitar 10 – 11 %. Analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa rongga di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukuran rongga sekitar 5 - 40 µm dan gumpalan resin epoksi sekitar 20 µm. Sedangkan bentuk partikel pasir dan serbuk kulit kerang tidak terlihat batas butirnya.


(6)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

ABSTRACT

Have been made an alternative concrete without cement by using the composition of raw material there are clamshell 66.67 – 83.33 % (volume), silica sand 16.67 – 33.33 % (volume) and 5 - 20 % (volume) epoxy resin, concrete dried by during 8 hours at temperature 60 oC and pressure 1 atm condition. The pre-treatment process of clamshell that is cleaned, calcinations at 700 0C during 2 hours and grinding by using mortar so that yielded powder as conventional cement substituting. Powder of clamshell contains the chemical compositions having the character such as pozzolan that is calcareous (CaO), alumina and silica so that have potency to be used as concrete alternative. Result of examination indicate that the quality of optimum concrete obtained at composition 80 % (volume) powder of clamshell and 20 % (volume) epoxy resin with the ageing time during 8 hours at temperature 60oC. The characteristics from concrete yielded at that condition, namely: density = 2.716 g/cm3, water absorption = 0.4 %, shrinkage = 1.29 %, thermal conductivity = 0.339 w / mK, compressive strength= 56.9 MPa, flexural strength = 34 MPa, and tensile strength = 7.46 MPa. The analyses for fire resistance that is degrades to 22.67 % with the assumption condition of compressive strength value before combustion equal to 56.9 MPa and after combustion become 44 MPa. Based on acid resistance test after soaking by 5 % Na2So4 during 7 - 56 days have the mass change equal to 0,15 - 1,35 % and compressive strength increase to 7 - 8%. While for soaking by 5 % H2So4 during 7 - 56 days have the mass change equal to 0,25 - 1,60 % and compressive strength degraded to 10 - 11 %. The microstructure analysis by SEM indicates that the cavity in concrete is not homogen with the size of cavity about 5 - 40 µm and lump of epoxy resin about 20 µm.

Keywords: Clamshell, epoxy, alternative concrete, acid soaking, SEM


(7)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTH & H, Sp.A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Si, Sekretaris Program Studi Fisika, Dr. Nasir Saleh, M.Eng, beserta seluruh staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Drs. Anwar Dharma S, MS selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan kepercayaan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Prof. Perdamean Sebayang, M.Si selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing saya hingga selesainya penelitian ini.

Terima kasih yang tulus juga saya ucapkan atas doa dan dukungan yang selalu menjadi penyemangat bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini, kepada Asma, Dina, Yunita, imay, ety, bang halim, teman-teman FORSIKAMUS-5 Medan, teman-teman angkatan 2007, adik-adik di UKMI Al-Falak FMIPA USU, kakak dan teman-teman di Universitas Ruhiyah yang selalu membuat penulis ingin lebih baik lagi.

Dan akhirnya untuk yang teristimewa Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu menjadi pelabuhan hati saya, Drs. H. Gong Matua Siregar dan Hj. Sitiorno


(8)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Harahap, kakak-kakak Yanti-Dafi, Mitha-Harun, Ida-Helmi, Dina-Faisal, si bungsu Hasnan serta ponakan-ponakan yang selalu mampu membuat suasana ceria Difa, Naswa, Raisan, Afra, Faris dan Hasyemi.

Akhir kata saya berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, walaupun saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya.

Medan, Juni 2009 Penulis


(9)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Shinta Marito Siregar

Tempat/tanggal lahir : Medan/23 September 1982

Agama : Islam

Orangtua

Ayah : Drs. H. Gong Matua Siregar Ibu : Hj. Sitiorno Harahap

Alamat rumah : Jl. Selamat No. 165 Medan

Telepon/hp : (061)7864479/08126518978

e-mail

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Inpres No. 064029 Tamat: 1995

SMP : SMP Negeri-3 Medan Tamat: 1998

SMA : SMA Negeri-5 Medan Tamat: 2001

S-1 Fisika : FMIPA Universitas Sumatera Tamat: 2007

Utara

S-2 Fisika : Program Studi Magister Fisika Tamat: 2009

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(10)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Hipotesis ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Beton ... 6

2.1.1 Kelebihan dan Kekurangan Beton ... 6


(11)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

2.1.1.2 Kekurangan ... 7

2.2 Beton Polimer ... 10

2.3 Polimer ... 11

2.3.1 Pembagian Polimer Berdasarkan Kegunaannya . 11 2.3.2 Pembagian Polimer Berdasarkan Sumbernya ... 12

2.3.3 Pembagian Polimer Berdasarkan Strukturnya .... 13

2.3.4 Tipe Polimer ... 14

2.4 Resin Epoksi ... 16

2.5 Kulit Kerang ... 18

2.6 Karakterisasi Beton ... 19

2.6.1 Densitas ... 20

2.6.2 Penyerapan Air ... 20

2.6.3 Penyusutan ... 21

2.6.4 Konduktivitas Termal ... 21

2.6.5 Kuat Tekan ... 22

2.6.6 Kuat Tarik ... 22

2.6.7 Kuat Patah ... 23

2.6.8 Ketahanan Api ... 23

2.6.9 Ketahanan Kimia ... 24


(12)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1 Lokasi Penelitian ... 26

3.2 Bahan Baku dan Peralatan ... 26

3.2.1 Bahan Baku ... 26

3.2.2 Peralatan ... 26

3.3 Variabel dan Parameter ... 27

3.4 Diagram Alir Pembuatan Beton Polimer ... 28

3.5 Preparasi Sampel Beton ... 28

3.6 Pengujian Beton ... 32

3.6.1 Densitas ... 32

3.6.2 Penyerapan Air ... 34

3.6.3 Penyusutan ... 34

3.6.4 Konduktivitas Termal ... 35

3.6.5 Kuat Tekan ... 37

3.6.6 Kuat Tarik ... 39

3.6.7 Kuat Patah ... 40

3.6.8 Ketahanan Api ... 41

3.6.9 Ketahanan Kimia ... 42


(13)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Densitas ... 45

4.2 Penyerapan Air ... 48

4.3 Penyusutan ... 50

4.4 Konduktivitas Termal ... 52

4.5 Kuat Tekan ... 54

4.6 Kuat Tarik ... 57

4.7 Kuat Patah ... 60

4.8 Ketahanan Api ... 62

4.9 Ketahanan Kimia ... 64

4.10 Scanning Electron Microscope (SEM) ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 74


(14)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Komposisi kimia serbuk kulit kerang ... 19 2.2 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 5 %

(volume) resin epoksi ... 30

3.2 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 10 %

(volume) resin epoksi ... 30

3.3 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 15 %

(volume) resin epoksi ... 31

3.4 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 20 %

(volume) resin epoksi ... 31

4.1 Data hasil pengukuran besaran-besaran untuk menentukan

daya hantar panas dari beton yang dikeringkan selama 8 jam


(15)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kulit kerang ... 19 2.2 Skema pengujian konduktivitas termal dengan less method ... 22 2.3 Skema prinsip dasar SEM ... 25 3.1 Diagram alir pembuatan beton polimer ... 28 3.2 Prinsip penimbangan massa benda di dalam air ... 33 3.3 Skema pengujian konduktivitas termal dengan less method ... 35

3.4 Pengujian kuat tekan dengan alat Universal Testing Mechine

(UTM) ... 37 3.5 Pengujian kuat tarik dengan alat Universal Testing Mechine

(UTM) ... 39

3.6 Pengujian kuat patah dengan alat Universal Testing Mechine

(UTM) ... 40 3.7 Foto alat ukur Scanning Electron Microscope (SEM) ... 43

4.1 Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk kulit

kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses

pengeringan selama 8 jam 60°C ... 46

4.2 Hubungan antara penyerapan air terhadap penambahan serbuk

kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses pengeringan selama 8 jam 60°C ... 48

4.3 Hubungan antara penyusutan terhadap penambahan serbuk kulit

kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses

pengeringan selama 8 jam 60°C ... 50


(16)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

T1, T2 dan dT/dt dari beton dengan komposisi serbuk 80 % kulit

kerang dan 20 % resin epoksi (dalam % volume) yang

dikeringkan selama 8 jam 60°C ... 52

4.5 Hubungan antara kuat tekan terhadap penambahan serbuk kulit

kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses

pengeringan selama 8 jam 60°C ... 55

4.6 Hubungan antara kuat tarik terhadap penambahan serbuk kulit

kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses

pengeringan selama 8 jam 60°C ... 58

4.7 Hubungan antara kuat patah terhadap penambahan serbuk

kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses pengeringan selama 8 jam 60°C ... 60

4.8 Hubungan antara kuat tekan beton setelah dikenai nyala api

sebagai fungsi waktu (dalam orde menit) dengan penambahan

resin epoksi sebesar 5-20 % (volume) ... 63

4.9 Hubungan antara perubahan massa terhadap waktu

perendaman (menggunakan konsentrasi larutan 5 %Na2SO4)

yang dilakukan pada beton dengan komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dan waktu pengeringan 8 jam pada

suhu 60°C ... 65

4.10 Hubungan antara perubahan massa terhadap waktu

perendaman (menggunakan konsentrasi larutan 5 % H2SO4) yang

dilakukan pada beton dengan komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dan waktu pengeringan 8 jam pada suhu 60°C ... 66

4.11 Hubungan antara kuat tekan terhadap waktu perendaman

(hari) dari beton dengan komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang, 20 % (volume) resin epoksi dan waktu

pengeringan 8 jam pada suhu 60°C menggunakan konsentrasi


(17)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

4.12 Hubungan antara kuat tekan terhadap waktu perendaman (hari)

dari beton dengan komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang, 20 % (volume) resin epoksi dan waktu pengeringan 8 jam pada suhu 60°C menggunakan konsentrasi larutan 10 % H2SO4 .... 69

4.13 Foto SEM dari beton yang dikeringkan selama 8 jam pada suhu

60°C dengan komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dan 20 % (volume) resin epoksi ... 71


(18)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A Data pengukuran densitas ... 78

B Data pengukuran penyerapan air ... 80

C Data pengukuran penyusutan ... 82

D Data pengukuran konduktivitas termal ... 84

E Data pengukuran kuat tekan ... 87

F Data pengukuran kuat tarik ... 89

G Data pengukuran kuat patah ... 91

H Data pengukuran kuat tekan setelah pembakaran ... 93

I Data pengukuran perubahan massa akibat bahan kimia ... 95


(19)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Secara umum bahwa pertumbuhan dan perkembangan industri kontruksi di Indonesia cukup pesat. Hampir 60 % material yang digunakan dalam pekerjaan kontruksi adalah beton (concrete) yang dipadukan dengan baja (composite) atau jenis lainnya. Konstruksi beton dapat dijumpai dalam pembuatan gedung-gedung, jalan, bendungan, saluran air dan lain-lain. Konstruksi beton dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya, yaitu kontruksi bawah dan atas (Mulyono, 2003).

Material bangunan dalam satu kesatuan struktur, selain dirancang untuk memikul beban juga dirancang untuk menghadapi pengaruh alami lingkungan serta pengaruh sifat penggunaannya. Beton sebagai material bangunan harus memenuhi kriteria kekuatan dan daya tahan atau keawetan. Beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidrolik lainnya, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan membentuk massa padat (Departemen

Pekerjaan Umum, 1989). Bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton

pada saat atau selama pencampuran berlangsung, berfungsi untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu dan menghemat biaya.


(20)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Bahan-bahan limbah disekitar lingkungan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam campuran beton. Hal tersebut dapat memberikan alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah yang tidak termanfaatkan, seperti kulit kerang. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah kulit kerang ini diharapkan akan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan memberikan nilai tambah tersendiri.

Dalam penelitian ini digunakan kulit kerang, sebagai bahan baku utama dalam pembuatan beton, sehingga bermanfaat dan dapat menurunkan biaya operasional pembuatannya. Kerang sebagai sumber protein dan merupakan jenis makanan bersumber dari laut cukup berlimpah, tentunya jumlah kulitnya juga akan sebanding. Selama ini kulit kerang hanya dibuang dan sebagian dari beberapa jenis kerang tertentu kulitnya dikomersilkan untuk bahan dekorasi atau hiasan rumah.

Kulit kerang terlebih dahulu dibersihkan, dibakar dan dihaluskan untuk dijadikan serbuk. Serbuk kulit kerang mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga sesuai digunakan sebagai bahan baku beton.

Agar beton lebih efisien dalam pembuatannya dan dapat ditingkatkan kekuatannya maupun ketahanannya maka perlu ditambahkan resin polimer sebagai matriks kedalam campuran bahan baku beton. Disamping itu penggunaan bahan polimer dapat mempercepat waktu pengerasannya, beton jenis ini disebut beton polimer (polymer concrete). Resin polimer yang dipakai dalam penelitian ini adalah


(21)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

resin epoksi yang merupakan resin termoset. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana efek pemanfaatan kulit kerang dan resin epoksi dengan perbandingan komposisi antara pasir dan serbuk kulit kerang (1:2; 1:3; 1:4; 1:5) dan komposisi resin epoksi (5%, 10%, 15%, 20%) dari total berat pasir dan serbuk kulit kerang, terhadap karakteristik beton polimer, yang meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia, dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

1.3 Batasan Masalah

1 Pembuatan beton polimer dengan perbandingan komposisi antara pasir dan serbuk kulit kerang (1:2; 1:3; 1:4; 1:5) dan komposisi resin epoksi (5%, 10%, 15%, 20%) dari total berat pasir dan serbuk kulit kerang

2 Pengujian karakteristik beton polimer, yaitu densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia, dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM.


(22)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan kulit kerang dan resin epoksi dalam

pembuatan beton polimer terhadap karakterisasinya, seperti densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia, dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

2. Mengetahui komposisi terbaik dalam pembuatan beton polimer dengan

memanfaatkan kulit kerang dan resin epoksi

1.5 Hipotesis

Dalam pembuatan beton polimer, selain bahan baku pasir dapat digunakan kulit kerang sebagai agragat dan resin epoksi sebagai pengikat, sehingga dapat dihasilkan beton polimer yang memiliki kuat tekan lebih tinggi, lebih tahan asam dan lebih tahan api. Variasi komposisi pasir, kulit kerang dan resin epoksi akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik beton yang signifikan.

1.6 Manfaat Penelitian

Diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui efek dari pemanfaatan serbuk kulit kerang sebagai agregat dan resin epoksi sebagai pengikat pada pembuatan beton polimer terhadap karakteristiknya, seperti densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api,


(23)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

ketahanan kimia, dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan SEM, dalam rangka pemanfaatan limbah dan menurunkan biaya produksi. Disamping itu diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi literatur bagi civitas akademik yang ingin mengetahui dan meneliti tentang beton polimer.


(24)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton adalah bahan konstruksi yang berbasis perekat semen, sedangkan agregatnya berupa pasir dan batu atau kerikil. Beton pada umumnya banyak dipergunakan dalam bidang konstruksi pembangunan rumah, gedung, jembatan, konstruksi jalan dan lain-lain (Amirudin et al, 1982).

Dalam keadaan yang mengeras, beton bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat diberi bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil dekoratif yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus, misalnya dengan menampilkan agregatnya, yaitu agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakkan dibagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya.

2.1.1 Kelebihan dan Kekurangan Beton

2.1.1.1Kelebihan

Secara umum kelebihan beton adalah:

1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan kontruksi 2. Mampu memikul beban yang berat


(25)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3. Tahan terhadap temperatur yang tinggi 4. Biaya pemeliharaan yang kecil

2.1.1.2Kekurangan

Secara umum kekurangan beton adalah: 1. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi 3. Berat

4. Daya pantul suara yang besar 5. Proses pengerasannya cukup lama

6. Tidak tahan terhadap lumut atau kelembaban tinggi yang menyebabkan beton cepat rapuh (Calvelri L. et al, 2003)

Karakteristik beton yang umum ada di pasaran adalah memiliki densitas rata-rata 2000 - 2500 kg/m3, kuat tekan bervariasi dari 3 – 50 MPa (Ergul Yassar et al,

2003). Bila dilihat dari nilai densitas maka beton sekarang ini tergolong cukup berat,

sehingga untuk satu panel beton berukuran 240 x 60 x 6 cm memiliki bobot sekitar 100 - 125 kg, sehingga untuk mengangkatnya baik pada waktu pengangkutan ataupun instalasinya memerlukan tenaga lebih dari 3 orang atau memerlukan alat bantu berat

(Ergul Yassar et al, 2003).

Terdapat beberapa parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton, yaitu kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran, kekuatan dan kebersihan


(26)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

agregat. Disamping itu interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat, proses pencampuran dan pemadatan juga turut mempengaruhi kekuatan beton. Pada beton diharapakan tidak mengandung klorida > 0,15 % dalam beton yang diekspos dan 1 % bagi beton yang tidak diekspos (Nawy et al, 1985).

Beton dapat juga dicampur dengan bahan lain seperti komposit atau bahan lain sesuai dengan perilaku yang akan diberikan terhadap beton tersebut, sehingga berdasarkan berat, material pembentuknya dan kegunaan strukturnya beton dapat dibedakan menjadi:

1. Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan mempunyai masa kering udara mengacu pada standard ASTM C-567 dan densitas tidak lebih dari 1.900 kg/m3 (Mulyono, 2003) atau berdasarkan kepentingan penggunaannya strukturnya berkisar antara 1440 – 1850 kg/m3, dengan kekuatan tekan umur 28 hari lebih besar dari 17,2 Mpa. Argregat yang digunakan umumnya merupakan hasil pembakaran shale, lempung, slates, residu slag, residu batu-bara dan banyak lagi hasil pembakaran vulkanik

(Holm, 1994).

2. Beton Berat

Beton berat adalah beton yang dihasilkan dari agregat yang mempunyai berat isi lebih besar dari beton normal atau lebih dari 2.400 kg/m3

. Beton yang mempunyai berat yang tinggi ini biasanya digunakan untuk kepentingan tertentu seperti menahan radiasi, menahan benturan dan lainnya. Beton berat


(27)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

ini digunakan jika masalah ruang tidak menjadi hambatan. Untuk menghasilkan beton berat digunakan agregat yang mempunyai berat jenis yang besar, biasanya lebih dari 4 dibandingkan dengan agregat biasa dengan berat jenis 2,6. Agregat yang mempunyai berat jenis yang besar, seperti barium sulfat yaitu 4,1 atau agregat alam dengan bahan lainnya seperti biji besi, magnetit, limonite, hermatite, ilmenite (FeTiO3), sebagai agregat halus

dan goethite beton yang dihasilkan menggunakan biji besi dapat mencapai 3000 – 3.900 kg/m3 (Neville, 1981).

3. Beton Massa

Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang besar dan masif misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi jembatan dan lain-lain. 4. Ferro Cement

Adalah bahan gabungan yang diperoleh dari campuran beton dengan tulangan kawat ayam atau kawat yang dianyam. Beton jenis ini akan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan daktail, serta lebih waterproofing.

5. Beton Serat

Merupakan campuran beton ditambah serat, bahan serat dapat berupa serat asbestos, serat plastik atau poly propylene dan potongan kawat baja. Kelemahannya sulit dikerjakan sedangkan kelebihannya antara lain kemungkinan terjadi segregasi kecil, daktail dan tahan benturan (Moncrief,


(28)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

6. Beton Siklop

Beton jenis ini menggunakan agregat yang besar-besar, sampai dengan 20 cm, digunakan untuk pekerjaan beton massa.

7. Beton Hampa

Beton hampa adalah beton yang air sisa dari proses hidrasinya sekitar 50 % disedot keluar setelah beton mengeras.

8. Beton Polimer

Polimer merupakan bahan tambah yang baru dalam pembuatan beton sehingga menghasilkan kekuatan beton yang tinggi dan waktu pengerasan yang cepat. Beton dengan kekuatan tinggi ini biasanya diproduksi dengan menggunakan polimer yang berupa resin dan pengeras sebagai bahan tambahan.

2.2 Beton Polimer

Beton polimer (polymer concreate) adalah material komposit, dimana bindernya terdiri dari polimer sintesis organik atau dikenal sebagai beton resin. Beton resin dengan binder polimer seperti thermoplastik atau disebut thermosetting polimer dan mineral fillernya dapat berupa aggregate, gravel dan crushed stone.

Keunggulan beton polimer antara lain, kekuatannya tinggi, tahan terhadap kimia dan korosi, penyerapan air rendah dan stabilitas pemadatan tinggi dibanding beton portland konvensional. Proses pengerasan pada beton semen portland untuk menghasilkan kondisi terbaik biasanya 28 hari, sedangkan dengan beton polimer


(29)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

dapat dipersingkat hanya beberapa jam saja. Penambahan polimer pada beton tanpa semen adalah untuk meningkatkan sifat-sifat beton, memperpendek waktu proses pabrikasinya, tentunya biaya operasional dan aplikasi khususnya. Produk beton polimer antara lain dapat digunakan sebagai pondasi galangan kapal, tangga, sanitari, lantai, panel, bangunan komersial, pemipaan, skid resistant overlays in highways dan lain-lain.

2.3 Polimer

Polimer (poly = banyak, meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi dan dibangun dari pengulangan unit-unit. Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini dinamakan monomer. Sedangkan reaksi pembentukan polimer dikenal dengan istilah polimerisasi.

Polimer digolongkan menjadi dua macam, yaitu polimer alam seperti pati, selulosa, sutra dan polimer sintetik seperti polimer vinil. Polimer sangat penting karena dapat menunjang tersedianya pangan, sandang, transportasi dan komunikasi

(serat optik).

2.3.1 Pembagian Polimer Berdasarkan Kegunaannya

Berdasarkan kegunaannya polimer digolongkan atas: 1. Polimer komersial (commodity polymers)

Polimer ini dihasilkan di negara berkembang, harganya murah dan banyak dipakai dalam kehidupan sehari hari.


(30)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Contoh: polietilen (PE), polipropilen (PP), polistirena (PS), polivinilklorida (PVC), melamin formaldehid

2. Polimer teknik (engineering polymers)

Polimer ini sebagian dihasilkan di negara berkembang dan sebagian lagi di negara maju. Polimer ini cukup mahal dan canggih dengan sifat mekanik yang unggul dan daya tahan yang lebih baik. Polimer ini banyak dipakai dalam bidang transportasi seperti mobil, truk, pesawat udara, bahan bangunan pipa ledeng, barang-barang listrik dan elektronik seperti mesin bisnis, komputer, mesin-mesin industri dan barang-barang konsumsi.

Contoh: nylon, polikarbonat, polisulfon dan polyester 3. Polimer fungsional (functional polymers)

Polimer ini dihasilkan dan dikembangkan di negara maju dan dibuat untuk tujuan khusus dengan produksinya dalam skala kecil.

Contoh : kevlar, nomex, textura, polimer penghantar arus dan foton, polimer peka cahaya, membran, biopolymer

2.3.2 Pembagian Polimer Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan asal atau sumbernya polimer dapat diklasifikasikan atas: 1. Polimer Alam, yaitu:

a. Tumbuhan : karet alam, selulosa

b. Hewan : wool, sutera


(31)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

2. Polimer Sintetik

a. Hasil polimerisasi kondensasi

Polimerisasi kondensasi adalah polimerisasi yang disertai dengan pembentukan molekul kecil (H2O, NH3).

Contoh :

Alkohol + asam ester + air

HOCH2CH2OH + + H2O

b. Hasil polimerisasi adisi

Polimerisasi adisi adalah polimerisasi yang disertai dengan pemutusan ikatan rangkap diikuti oleh adisi monomer.

Contoh :

2.3.3 Pembagian Polimer Berdasarkan Strukturnya

Berdasarkan strukturnya polimer dibedakan atas: 1. Polimer linear

Polimer linear terdiri dari rantai panjang yang dapat mengikat gugus substituen. Polimer ini biasanya dapat larut dalam beberapa pelarut dan dalam

n H2C = CH CH2 C

Cl Cl

H

n

polivinilklorida (PVC) vinilklorida

H O C ( C H 2 ) 2 C O H O O


(32)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

keadaan padat pada temperatur normal. Polimer ini terdapat sebagai elastomer, bahan yang fleksibel (lentur) atau termoplastik seperti gelas. Contoh :

Polietilena, polivinil klorida PVC, polimetil metakrilat PMMA, Lucite, Plexiglas atau perspex, poliakrilonitril orlon atau creslan dan nylon 66

2. Polimer bercabang

Polimer bercabang dapat divisualisasi sebagai polimer linear dengan percabangan pada struktur dasar yang sama sebagai rantai utama.

3. Polimer jaringan tiga dimensi (three-dimension network)

Polimer jaringan tiga dimensi adalah polimer dengan ikatan kimianya terdapat antara rantai, seperti digambarkan pada gambar berikut. Bahan ini biasanya digembungkan oleh pelarut tetapi tidak sampai larut. Ketidaklarutan ini dapat digunakan sebagai kriteria dari struktur jaringan. Makin besar persen sambung-silang (cross-links) makin kecil jumlah penggembungannya. Jika derajat sambung-silang cukup tinggi, polimer dapat menjadi kaku, titik leleh tinggi, padat yang tak dapat digembungkan, misalnya intan.

2.3.4 Tipe Polimer

Ada tiga tipe polimer yang ketiganya secara umum disebut sebagai resin. 1. Thermoplastik

Thermoplastik adalah yang bisa dipanaskan secara reversibel artinya polimer jenis ini bisa diolah kembali dengan kata lain bahan akan meleleh jika


(33)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

dipanaskan dan dapat ditekan atau ditransfer dari tempat pemanasan ke cetakan, jika didinginkan bahan akan mengeras kembali hingga mempunyai bentuk sesuai dengan cetakan. Bahan ini dapat dipanaskan lagi dan dapat didaur ulang.

Bahan thermoplastik diperoleh dengan polimerisasi adisi. Sifat dari thermoplastik adalah dapat berbentuk semikristalin dengan ikatan atomnya terjadi secara Van der Wals. Dibandingkan dengan bahan thermoseting, thermoplastik lebih tangguh, umur pemakaian lebih panjang, proses pembentukan atau fabrikasi yang pendek, dapat dipanaskan dan dibentuk. Jenis-jenis bahan thermoplastik yang populer digunakan dalam pembuatan benda-benda teknik dipasaran, yaitu: polypropylene (PP), polyethyelene (PE), polyvinyl chlorida (PVC), polyvinyl acetate (PVAC), polystyrene (PS), polyamide (PA), polyester (PET), polycarbonate (PC) dan polyacetate.

2. Thermoset

Thermoset adalah polimer yang dibentuk melalui proses polimerisasi kondensasi, bahan plastik yang tidak dapat dilunakan kembali atau dibentuk kembali ke keadaan sebelum mengalami pengeringan, bahan ini mempunyai sifat-sifat: mempunyai struktur amorf, tidak bisa meleleh, tidak bisa didaur ulang, atom-atomnya berikatan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai, dapat dibentuk dengan proses injeksi pada cetakan panas.

Jenis-jenis thermoset: phenol-formaldehyde (PF), aminoplasts, epoxy resin (ER), usaturated polyester, polyurethane (PU), phenol-aralkyl (xyloks),


(34)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

bismalleimides (BMI), polymides (PI), polystyryl pyridine (PSP) , polyphennylene-quinoxxialine (PPQ) dan sebagainya.

3. Elastomer

Elastomer adalah jenis polimer yang tidak dimasukan dalam kelompok thermoplastik atau thermoset. Elastomer biasa juga dikenal sebagai karet yang merupakan bahan polimer yang mempunyai sifat khusus, yaitu memiliki rantai linier tidak mengkristal dan mempunyai sifat deformasi yang sangat besar (sampai 1000 %). Bahan ini dapat kembali dengan cepat kebentuk dan ukuran yang hampir sama dengan kondisi semula, setelah mengalami deformasi. Bahan ini dibuat secara sintetik, sedangkan elastomer sendiri sebenarnya adalah karet sintetik. Elastomer banyak digunakan sebagai bahan pembuatan komponen-komponen kendaraan bermotor dan alat industri, sebagai contoh ban, packing, bateray boxes, seal kaca, juga untuk isolasi listrik.

2.4 Resin Epoksi

Resin epoksi atau secara umum dipasaran dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin termoset adalah polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Sifat mekanisnya tergantung pada unit molekuler yang membentuk jaringan rapat dan panjang jaringan silang. Proses pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar


(35)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

dengan memperhatikan zat-zat kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar didapatkan sifat optimum bahan.

Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali, tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang sangat getas.

Epoksi secara umum mempunyai karakteristik yang baik, yaitu: 1. Kemampuan mengikat paduan metalik yang baik

Kemampuan ini disebabkan oleh adanya gugus hidrolik yang memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga dimiliki oleh oksida metal, dimana pada kondisi normal menyebar pada permukaan metal. Keadaan ini menunjang terjadinya ikatan antara atom pada epoksi dengan atom yang berada pada material metal.

2. Ketangguhan

Keguanaan epoksi sebagai bahan matrik dibatasi oleh ketangguhan yang rendah dan cenderung rapuh. Oleh sebab itu saat ini terus dilakukan penelitian untuk meningkatkan ketangguhan bahan matrik atau epoksi.

Resin epoksi banyak digunakan untuk bahan komposit di beberapa bagian struktural, resin ini juga dipakai sebagai bahan campuran pembuatan kemasan, bahan cetakan (moulding compound) dan perekat. Resin epoksi sangat baik digunakan


(36)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

sebagai matriks pada komposit dengan penguat serat gelas. Pada beton penggunaan resin epoksi dapat mempercepat proses pengerasan, karena resin epoksi menimbulkan panas sehingga membantu percepatan pengerasan (Gemert V. D. et al, 2004).

2.5 Kulit Kerang

Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada famili

cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama

dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang

(Porsepwandi, 1998).

Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang di luar. Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang biasanya mengorek lubang dengan menggunakan kakinya dan makan plankton yang didapat dari aliran air yang masuk dan keluar. Kerang-kerang juga berupaya untuk melompat dengan membengkokkan lalu meluruskan kakinya. Berbeda dengan kebanyakan dwicangkerang, kerang ialah hermafrodit.

Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang homogen


(37)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif. Gambar kulit kerang dan komposisi kimia serbuk kulit kerang (Siti Maryam, 2006), ditampilkan pada Gambar 2.1 dan Tabel 2.1

Tabel. 2.1 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang

2.6 Karakterisasi Beton

Beton telah dibuat dari pasir, serbuk kulit kerang dan resin epoksi. Bahan baku tersebut kemudian dicampur, dicetak, dan dikeringkan selama 8 jam pada suhu

Komponen Kadar (% berat)

CaO 66,70

SiO2 7,88

Fe2O3 0,03

MgO 22,28

Al2O3 1,25


(38)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

60°C. Adapun karakteristik beton yang telah diuji meliputi densitas, penyerapan air, penuyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api (fire resistance), ketahana kimia (chemical resistance) dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM).

2.6.1 Densitas

Untuk pengukuran densitas dan penyerapan air digunakan metoda Archimedes dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Siti Maryam, 2006).

ms

Densitas = --- x ρ air ……… (2.6.1) mb – ( mg – mk)

dengan:

air = Densitas air = 1 gr/cm3 ms = Massa sampel kering (gr)

mb = Massa sampel setelah direndam air (gr)

mg = Massa sampel dan kawat penggantung di dalam air (gr)

mk = Massa kawat penggantung (gr)

2.6.2 Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air diukur dan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Siti Maryam, 2006).

mj – mk

Penyerapan air = --- x 100 % …...(2.6.2) mk


(39)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

dengan:

mk = Massa sampel kering (gr)

mj = Massa sampel setelah direndam di dalam air (gr)

2.6.3 Penyusutan

Untuk menentukan besarnya penyusutan dilakukan pengukuran dimensi atau panjang awal (Lo) dan panjang setelah mengalami pengeringan 8 jam pada suhu 60°C tekanan 1 atm disebut sebagai Lt. Besarnya penyusutan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Siti Maryam, 2006).

Lo - Lt

Penyusutan = --- x 100 % ... (2.6.3) Lo

2.6.4 Konduktivitas Termal

Pengujian konduktivitas termal dari beton diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Tata Surdia et al, 1984).

K = {(m . c . dT/dt . X)/(A . (T1-T2)} ……… (2.6.4)

dengan:

K = Konduktivitas termal, kal/cm oC detik

M = Massa pelat alas (kuningan), gr

C = Panas jenis pelat alas kuningan, kal/gr oC

X = Tebal sampel, cm

A = Luas permukaan kontak, cm2

T1 = Temperatur pelat alat ketel air panas pada stedy state, oC


(40)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 2.6.5 Kuat Tekan

Pengukuran kuat tekan (compressive strength) yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Tata Surdia et al, 1984).

P

Kuat Tekan = --- ………...(2.6.5) A

dengan:

P = Gaya penekan (kgf)

A = Luas penampang yang terkena gaya penekanan (cm2)

2.6.6 Kuat Tarik

Pengukuran kuat tarik dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Tata

Surdia et al, 1984).

P

Kuat Tarik = --- ………... (2.6.6) A

beton

Tali penggantung

Uap air Ketel uap

Pelat alas Alas kuningan

Gambar 2.2 Skema pengujian konduktivitas termal dengan less method


(41)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

dengan:

P : Gaya tarik (kgf)

A : Luas penampang (cm2)

2.6.7 Kuat Patah

Pengukuran kuat patah (flexural strength), jika batang uji ditumpu pada R1 dan R2 dan beban tekuk P diberikan di tengah, maka tegangan maksimum pada titik nol ditengah atau kuat patah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut

(Tata Surdia et al, 1984).

3 x P x l

Kuat Patah = --- ………... (2.6.7) 2 x b x h2

dengan:

P = Gaya penekan (kgf)

l = Panjang span (cm)

b = Lebar penampang (cm)

h = Tinggi penampang (cm)

2.6.8 Ketahanan Api

Uji ketahanan api beton dilakukan berdasarkan standar (SNI 03-1741-1989), dari komposisi sampel yang dibuat dengan kualitas yang terbaik saja. Pengujian dilakukan dengan cara mengamati lamanya waktu sampel beton tersebut setelah dikenai nyala api, suhunya sekitar 700 – 800 0C secara langsung dan kemudian diukur kekuatan mekanik atau kuat tekannya. Dari hasil pengujian dapat ditunjukkan apakah sampel beton tersebut setelah dibakar masih dalam kondisi baik atau terjadi degradasi. Suatu material beton akan dikatakan tahan terhadap nyala api (firing test)


(42)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

bila nilai kuat tekan beton setelah terkena api selama 4 jam tidak mengalami degradasi yang terlalu besar (Ongah R. et al, 2008)

2.6.9 Ketahanan Kimia

Pengujian terhadap ketahanan kimia dari beton perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aplikasi beton tersebut dapat diterapkan pada kondisi lingkungan ekstrim. Adapun larutan yang digunakan sebagai media uji adalah 5 % sodium sulfat (Na2SO4) dan 10 % asam sulfat (H2SO4). Analisis dilakukan dengan

mengamati secara visual, perubahan massa dan kuat tekan setelah mengalami proses perendaman selama 7, 14, 21, 28 dan 56 hari (Eglinton S. M, 1987). Dari hasil pengujian ini akan diperlihatkan pengaruh perubahan nilai massa dan kuat tekan dari beton tersebut setelah proses perendaman.

2.6.10 Scanning Electron Microscope (SEM)

Pengujian mikrostruktur dari beton berbasis serbuk kulit kerang dilakukan dengan teknik Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat bentuk dan ukuran partikel penyusunnya. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan dari suatu material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Prinsip kerja SEM dapat dilihat pada Gambar 2.3, dimana dua sinar elektron digunakan secara simultan.


(43)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan strike yang lain adalah CRT

(Cathode Ray Tube) untuk memberi tampilan gambar.

SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron di arahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik yang lain pada suatu daerah objek menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut dengan scanning. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column (B) dan display console (A). Electron column merupakan model electron beam scanning. Sedangkan display console merupakan elektron skunder yang di dalamnya terdapat CRT. Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar pada pemanfaatan arus (chan, 1993).

A A B

B

Scan Generator Detector

Scan Detector

Scan Deflector

Signal Amp Incident Beam


(44)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin, Tanjung Morawa dan LIPI Serpong Jakarta

3.2. Bahan Baku dan Peralatan 3.2.1 Bahan Baku

Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan sampel beton, antara lain: 1. Serbuk kulit kerang, lolos ayakan 100 mesh

2. Pasir silika

3. Polimer jenis epoksi resin dan hardener. 4. Thinner

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sampel beton, antara lain: 1. Timbangan digital (weight balance digital)

2. Alat-alat gelas

3. Cetakan beton (mould steel)


(45)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

5. Scanning Electron Microscope (SEM)

6. Ayakan screen 100 mesh 7. Thermal conductivity meter

8. Jangka sorong (vernier caliper) 9. Wadah pencampur (ember) 10.Alat pengaduk (mixer) 11.Oven pemanas (drying oven)

3.3 Variabel dan Parameter

Varibel dalam penelitian beton polimer, yaitu:

1. Perbandingan antara pasir dan serbuk kulit kerang 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4 dan 1 : 5 dalam % volume.

2. Variasi penambahan aditif resin epoksi 5; 10; 15 dan 20 % dari total volume agregat.

Parameter pengujian yang dilakukan, meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, fire resistance, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM).


(46)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 3.4 Diagram Alir Pembuatan Beton Polimer

Gambar 3.1 Diagram alir pembuatan beton polimer

3.5 Preparasi Sampel Beton

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan beton terdiri dari pasir silika, serbuk kulit kerang dan resin epoksi. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat di dalam

PASIR 100 mesh

PENIMBANGAN

PENCAMPURAN

PENCETAKAN

Thinner x 0,5 volume resin epoksi

PENGERASAN

PENGUJIAN SERBUK KULIT KERANG

100 mesh

RESIN EPOKSI dan HARDENER (2:1)


(47)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

beton, yaitu sekitar 70 – 80 % volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 4 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam persentase volume.

Proses pengeringan dilakukan tidak pada kondisi room temperature atau pengeringan konvensional tetapi pada kondisi suhu dan waktu tertentu yang telah dikondisikan. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar untuk mempercepat proses pengeringan dan menghemat biaya. Selain itu, agar selama proses pengeringan beton tidak mengalami shock hydratation yang mengakibatkan muncul retak-retak di permukaan atau di dalam beton, maka ditetapkan waktu pengeringan selama 8 jam pada temperatur 60 oC. Penentuan waktu pengeringan mengacu pada referensi (Reis

J. M. L., 2006), yaitu penggunaan epoxy polimer sebagai binder membutuhkan waktu curing selama 7 jam pada suhu 60oC. Pada penelitian ini matriks yang digunakan adalah resin epoksi, sedangkan agregat terdiri dari pasir dan serbuk kulit kerang.

Apabila sampel beton yang dibuat untuk satu kali adukan menggunakan agregat sebanyak 90 cm3 yang terdiri dari pasir dan serbuk kulit kerang maka volume masing-masing dapat dihitung berdasarkan perbandingan komposisi yang diinginkan. Contoh perhitungan untuk pasir : serbuk kulit kerang adalah 1 : 2, maka jumlah agregat untuk satu adukan yaitu 90 cm3, terdiri dari jumlah pasir 30 cm3 atau ekuivalen 33,33 % volume dan kulit kerang 60 cm3 atau 66,67 % volume. Jumlah resin epoksi 5 % atau 4,5 cm3, lihat Tabel 3.1. Dengan cara yang sama maka volume agergat dan resin epoksi dapat dihitung berdasarkan variasi penambahannya. Data


(48)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

lengkap dari masing-masing komposisi bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.1 sampai dengan Tabel 3.4.

Tabel 3.1 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 5 % (volume) resin epoksi

Kode Sampel

Volume Pasir Silika

Volume Serbuk kulit kerang

Volume Resin epoksi

(cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%)

1.1 30 33,33 60 66,67 4,5 5

1.2 22,5 25 67,5 75 4,5 5

1.3 18 20 72 80 4,5 5

1.4 15 16,67 75 83,33 4,5 5

Tabel 3.2 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 10 % (volume) resin epoksi

Kode Sampel

Volume Pasir Silika

Volume Serbuk kulit kerang

Volume Resin epoksi

(cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%)

2.1 30 33,33 60 66,67 9 10

2.2 22,5 25 67,5 75 9 10

2.3 18 20 72 80 9 10


(49)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. Tabel 3.3 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 15 % (volume)

resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang

Volume Resin epoksi

(cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%)

3.1 30 33,33 60 66,67 13,5 15

3.2 22,5 25 67,5 75 13,5 15

3.3 18 20 72 80 13,5 15

3.4 15 16,67 75 83,33 13,5 15

Tabel 3.4 Komposisi bahan baku pembuatan beton dengan 20 % (volume) resin epoksi Kode Sampel Volume Pasir Silika Volume Serbuk kulit kerang

Volume Resin epoksi

(cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%)

4.1 30 33,33 60 66,67 18 20

4.2 22,5 25 67,5 75 18 20

4.3 18 20 72 80 18 20

4.4 15 16,67 75 83,33 18 20

Preparasi pembuatan sampel beton secara rinci diperlihatkan diagram alir pada Gambar 3.1. Untuk pembuatan beton, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti pada Tabel 3.1 sampai dengan Tabel 3.4. Setelah ditakar bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer. Selanjutnya proses penambahan thinner sebagai bahan pengencer resin epoksi sebanyak 0,5 sebagai pengganti air pada semen (fas = 0,5). Jadi jumlah thinner yang ditambahkan seperti


(50)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

pada Tabel 3.1 adalah 0,5 x 4,5 cm3 = 2,25 cm3, dengan demikian resin epoksi tercampur lebih merata atau homogen keseluruh bahan baku yang digunakan.

Selanjutnya adonan atau pasta yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran 16 x 4 x 4 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah berupa selinder dengan ukuran diameter 5,25 cm dan tinggi 3,2 cm. Kemudian adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan dengan waktu yang telah ditetapkan selama 8 jam pada suhu 60 oC.

Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisis mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

3. 6 Pengujian Beton

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan Scanning

Electron Microscope (SEM).

3.6.1 Densitas

Pengukuran densitas (bulk density) dari masing-masing komposisi beton yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar (ASTM C 134 – 1995). Pada proses awal dilakukan penimbangan massa


(51)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

benda di udara atau massa sampel kering, seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan penimbangan massa benda di dalam air diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Metoda pengukuran densitas:

1. Sampel yang telah mengalami pengerasan selama 8 jam pada suhu 60oC, dikeringkan dan kemudian ditimbang massa sampel keringnya, ms dengan

menggunakan neraca digital.

2. Sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam, bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji. Setelah waktu penetrasi terpenuhi, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel dan dicatat massa sampel setelah direndam di dalam air, mb.

3. Gantung sampel, pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh alas beker gelas yang berisi air, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah mg.

4. Selanjutnya sampel dilepas dari tali penggantung dan catat massa tali penggantung yaitu mk.

0.2567

Sampel digantung di dalam air Aquades

Beaker Glass

Timbangan


(52)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas beton dapat ditentukan sesuai dengan persamaan 2.6.1.

3.6.2 Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari beton yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar (ASTM C 20 – 2000).

Prosedur pengukuran penyerapan air adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang telah dikeringkan, ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering.

2. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan catat massanya.

Dengan menggunakan persamaan 2.6.2 maka nilai penyerapan air dari beton dapat ditentukan.

3.6.3 Penyusutan

Pengukuran penyusutan (shrinkage) dari beton dilakukan berdasarkan perubahan dimensi, sesuai dengan persamaan 2.6.3 (Ramamurthyand K. et al, 2000;

ASTMC-1386-1998). Mula-mula ukur panjang sampel yang baru dikeluarkan dari

cetakan, disebut panjang awal (Lo). Setelah sampel mengalami proses pengeringan atau pengerasan selama 8 jam pada suhu 60 oC, kemudian diukur panjangnya, disebut sebagai panjang akhir, Lt.


(53)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 3.6.4 Konduktivitas Termal

Untuk menentukan besarnya konduktivitas termal dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 177 – 1997. Metoda yang digunakan untuk menguji konduktivitas termal dari beton dihitung menggunakan less

method, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3.

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi, sehingga dengan mengetahui besarnya konduktivitas termal dari suatu bahan atau material maka dapat diperkirakan aplikasi material tersebut untuk selanjutnya. Prosedur pengujian konduktivitas termal dari beton adalah sebagai berikut:


(54)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

1. Sampel beton dibuat berbentuk selinder atau koin dengan diameter 10 cm, dan tebal 3 - 5 mm, untuk kepastian pengukuran dimensi digunakan mikrometer dan jangka sorong dengan minimal tiga kali pengulangan.

2. Timbang pelat alas kuningan, C dan catat massanya (m), kemudian

gantungkan dengan tali penggantung, X pada statip penggantung.

3. Letakkan benda uji, B (beton) di atas pelat alas tersebut dan olesin permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik

4. Ketel uap, S diletakkan diatas benda uji dan hubungkan dengan ketel air panas dengan menggunakan selang.

5. Masukkan termometer T1 pada lubang ketel uap dan termometer T2 pada

pelat alas kuningan.

6. Catat kenaikan temperatur T1 dan T2 setiap dua menit sampai kondisi

kesetimbangan (stady state) tercapai. Keadaan setimbang dinyatakan apabila kenaikan temperatur ± 0,1 oC selama 10 menit.

7. Apabila T1 dan T2 sudah mencapai setimbang angkat ketel uap dan

panaskan pelat alas beserta benda uji dengan alat pemanas, hingga temperatur T2 naik sekitar 10 oC.

8. Setelah temperaturnya tercapai, matikan alat pemanas dan catat penurunan temperatur T2 untuk setiap dua menit, sehingga selisih suhunya mencapai


(55)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

9. Kemudian plot kurva kenaikan temperatur selama pemanasan dan

penurunan temperatur sewaktu pendinginan terhadap waktu.

Dengan menggunakan persamaan 2.6.4 maka nilai konduktivitas termal dari beton dapat ditentukan.

3.6.5 Kuat Tekan

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar (ASTM C 1386-1998; ASTM C 39/C

39M-2001). Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model uji kuat tekan dengan benda uji berupa selinder, seperti

diperlihatkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Pengujian kuat tekan dengan alat Universal Testing Mechine (UTM)


(56)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Prosedur pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut:

1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung, A = π (d2/4).

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor

penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, lihat gambar dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor

penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut rusak.

Dengan menggunakan persamaan 2.6.5 maka nilai kuat tekan dari beton dapat ditentukan.


(57)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 3.6.6 Kuat Tarik

Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari beton, maka perlu dilakukan pengujian. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik adalah Universal Testing

Mechine (UTM). Sedangkan model penjepit sampel dan teknik pengujiannya,

diperlihatkan pada Gambar 3.5.

Prosedur pengujian kuat tarik adalah sebagai berikut:

1. Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d), minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian pasang tali penggantung yang telah tersedia gambar 3.5 sebagai dudukan sampel.

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor

penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

Gambar 3.5 Pengujian kuat tarik dengan alat

Universal Testing Mechine (UTM)


(58)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. 4. Apabila sampel telah putus, arahkan switch kearah OFF maka motor

penggerak akan berhenti. Catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut putus.

Dengan menggunakan persamaan 2.6.6 maka nilai kuat tarik dari beton dapat ditentukan.

3.6.7 Kuat Patah

Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar (ASTM C 133 – 1997 dan ASTM C 348 –

1997). Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah Universal Testing Mechine (UTM). Pengujian kuat patah dengan Universal Testing Mechine (UTM)

dan benda uji untuk kuat patah benda berbentuk balok, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Pengujian kuat patah dengan alat Universal Testing Mechine (UTM) Sample uji


(59)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Prosedur pengujian kuat patah adalah sebagai berikut:

1. Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian atur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel, lihat Gambar 3.6.

2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor

penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur atau gaya terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

3. Kemudian tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya lihat gambar dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit.

4. Apabila sampel telah patah, arahkan switch ke arah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut patah.

Dengan menggunakan persamaan 2.6.7 maka nilai kuat patah dari beton dapat diperoleh.

3.6.8 Ketahanan Api

Uji ketahan api atau Firing test dari material beton adalah untuk mengetahui sejauh mana kamampuan material beton atau kekuatan mekanik setelah mengalami kebakaran oleh nyala api. Pengujiannya dilakukan dengan cara kontak langsung


(60)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

material beton dengan api atau suhu nyala api selama waktu tertentu 30, 60, 120, 180, 240 dan 300 menit. Pada pengujian ini dipilih salah satu sampel beton yang mempunyai sifat fisis dan mekanik yang terbaik, yaitu pada komposisi 80 % serbuk kulit kerang dan 20 % resin epoksi yang telah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC. Dari hasil ini akan ditunjukkan apakah sampel beton tersebut setelah dibakar, masih kondisi baik atau tidak mengalami degradasi.

3.6.9 Ketahanan Kimia

Pengujian terhadap ketahanan kimia dilakukan dengan cara perendaman kedalam larutan 5 % sodium sulfat (Na2SO4) dan 10 % larutan asam sulfat (H2SO4).

Analisa dilakukan dengan mengamati secara visual (visual appearance), perubahan massa dan kuat tekan setelah mengalami proses perendaman selama 7, 14, 21, 28 dan 56 hari.

Mekanisme pengujian terhadap bahan kimia dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Rendam sampel uji beton dalam masing–masing larutan asam sulfat (Na2SO4)

dan sodium sulfat (H2SO4) untuk rentang waktu yang ditentukan, yaitu 7, 14,

21, 28 dan 56 hari.

2. Setelah 7 hari beton tersebut diamati secara visual apakah terjadi kerusakan terhadap beton karena pengaruh bahan kimia asam sulfat (H2SO4) maupun


(61)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

3. Lakukan penimbangan terhadap sampel beton setelah mengalami

perendaman, apakah terjadi perubahan massa dan gunakan neraca digital untuk penimbangan massa sampel.

4. Lakukan pegujian kuat tekan beton setelah mengalami proses perendaman dan gunakan universal testing mechine (UTM) untuk pengukurannya.

5. Lakukan juga pengamatan secara visual, pengujian perubahan massa dan kuat tekan untuk sampel lainnya setelah perendaman selama 14, 21, 28, dan 56 hari.

3.6.10 Scanning Electron Microscope (SEM)

Bentuk dan ukuran partikel penyusun secara mikroskopik dari beton dapat diidentifikasikan berdasarkan micrograph data yang diperoleh dari pengujian

Scanning Electron Microscope (SEM), seperti diperlihatkan pada Gambar 3.7.


(62)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Mekanisme alat ukur SEM dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas. 2. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV

sehingga sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan

detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT.

3. Pemotretan dilakukan setelah pengaturan (setting) pada bagian tertentu dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang mewakili untuk dapat diidentifikasi.


(63)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beton yang telah dibuat dari campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin

epoksi, yang kemudian dikeringan selama 8 jam pada suhu 60oC. Dilakukan

pengujian sifat-sifat beton yang meliputi fisika, mekanika, termal, kimia dan analisa mirostrukturnya. Karakteristik beton ternyata sangat ditentukan oleh komposisi bahan baku penyusun, yaitu perbandingan antara pasir silika : serbuk kulit kerang : resin epoksi dan proses pengeringan. Adapun karakterisasi beton tersebut, antara lain densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

4.1 Densitas

Hasil pengukuran densitas beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran A.

Pada Gambar 4.1, diperlihatkan kurva densitas dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15, dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.


(64)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Pada Gambar 4.1 nilai densitas beton berkisar antara 2,286 – 2,716 g/cm3. Nilai densitas beton dengan variasi komposisi serbuk kulit kerang 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan penambahan resin epoksi sebanyak 5 % (volume) adalah sekitar 2,286 – 2,631 g/cm3. Pada komposisi yang sama dan kemudian dilakukan penambahan masing-masing sebesar 10, 15 dan 20 % (volume) resin epoksi, maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan menjadi 2,32 – 2,66; 2,354 – 2,691 dan 2,375 – 2,716 g/cm3. Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan serbuk kulit kerang optimum adalah sebesar 80 % (volume) dan apabila ditingkatkan jumlahnya menjadi 83,33 % (volume), maka nilai densitas beton cenderung akan menurun. Terjadinya penurunan nilai densitas ini disebabkan oleh karena kurangnya jumlah resin yang digunakan untuk mengikat agregat tersebut, sehingga relatif berongga. Sedangkan

Gambar 4.1 Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses pengeringan selama 8 jam 60oC

2.2 2.6 3 3.4

65 70 75 80 85

Serbuk kulit kerang (% volume)

D

en

si

tas (

g

/cm

3 )

5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin

Densitas beton normal = 2,4 g/cm3 Densitas beton berat = 3,3 g/cm3


(65)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

penambahan resin epoksi cenderung meningkatkan nilai densitas. Artinya fungsi resin epoksi untuk menutupi rongga atau pori pada beton, selain itu juga berfungsi sebagai perekat dan pengikat bahan baku serta dapat mempengaruhi kualitas beton tersebut.

Berdasarkan referensi, klasifikasi beton dapat dibagi berdasakan nilai

densitas, antara lain beton berat dengan densitas 3,3 – 3,8 g/cm3

beton normal dengan densitas > 2,016 g/cm3 (Carolyn Schierhorn, 2008) dan untuk beton semen portland nilai densitasnya berkisar antara 2240 – 2400 kg/m3

Kemudian apabila hasil yang diperoleh dibandingkan dengan produk batako yang mempunyai densitas sekitar 1100 kg/m3 atau jenis batu bata 1500 kg/m3

(http://estate.co.id/index.php?option

Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada komposisi 66,67 % (volume) serbuk kulit kerang, menghasilkan densitas dibawah nilai beton normal untuk semua persentase penambahan resin epoksi. Pada penambahan semua persentase resin epoksi serta serbuk kulit kerang sebesar 75, 80 dan 83,33 % (volume), nilai densitasnya berada diatas beton normal. Jadi dengan demikian fungsi serbuk kulit kerang dapat mensubsitusi atau mengganti bahan agregat murah, khususnya untuk dapat dikembangkan pada daerah pesisir pantai. Dengan demikian penambahan serbuk kulit kerang sebanyak 80 % (volume) dan 20 % (volume) resin epoksi, diperkenankan sebagai beton struktural.

, 02 Mei, 2006), maka produk tersebut termasuk


(66)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 4.2 Penyerapan Air

Hasil penyerapan air beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran B.

Pada Gambar 4.2 diperlihatkan kurva penyerapan air dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15 dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.

Dari Gambar 4.2 nilai penyerapan air pada komposisi serbuk kulit kerang dan resin epoksi tersebut diatas berkisar antara 0,40 – 6,06 %. Nilai penyerapan air pada beton yang dibuat dengan variasi komposisi serbuk kulit kerang yang sama dan

Gambar 4.2 Hubungan antara penyerapan air terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam% volume) dengan

proses pengeringan selama 8 jam 60oC

0 2 4 6 8

65 70 75 80 85

Serbuk kulit kerang (% volume)

P en yer ap an ai r ( % )

5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin Portland Cement Concrete = 5,5%


(67)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

penambahan resin epoksi sebanyak 5 % (volume) adalah sekitar 3,32 – 6,06 %. Selanjutnya secara berturut-turut pada komposisi yang sama dilakukan penambahan masing-masing sebesar 10, 15 dan 20 % (volume) resin epoksi, maka nilai penyerapan air cenderung mengalami penurunan menjadi 2,00 – 5,20, 1,16 – 4,44 dan 0,40 – 3,49 %.

Nilai penyerapan air dari beton cenderung turun dengan variasi penambahan resin epoksi, hal ini mungkin disebabkan fungsi resin dapat mengikat dengan baik agregat yang digunakan. Disamping itu resin tersebut tercampur lebih merata sehingga mengurangi terbentuknya rongga-rongga pada beton. Terkecuali pada penambahan komposisi serbuk kulit kerang dari 80 menjadi 83,33 % (volume) dengan 20 % (volume) resin epoksi terjadi peningkatan nilai penyerapan air dari beton tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penambahan serbuk kulit kerang harus diimbangi dengan penambahan resin epoksi dan apabila tidak dilakukan maka sebagian adukan beton tidak berikatan dengan matriksnya.

Sifat komposit polimer concrete dan potland cement concrete (Blaga A., J.J

Beaudoin, 1985), menyatakan bahwa polymer impragnated concret dan portland cement concrete masing-masing mempunyai penyerapan air sebesar 0,6 dan 5,5 %.

Penyerapan air (ASTM C-20) untuk beton polimer maksimum sebesar 0,2 % dan

portland cement concrete sekitar 5 %

bila dibandingkan dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa hampir semua komposisi pada beton yang dibuat berada diantara nilai diatas, kecuali pada


(68)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

komposisi 80 dan 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dengan 20 % (volume) resin epoksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dengan 20 % (volume) resin epoksi merupakan sampel beton yang mempunyai nilai penyerapan air terkecil.

4.3 Penyusutan

Hasil penyusutan beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran C.

Pada Gambar 4.3 diperlihatkan kurva penyusutan dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15 dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.

Gambar 4.3 Hubungan antara penyusutan terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses

pengeringan selama 8 jam pada 60oC 0

2 4 6 8

65 70 75 80 85

Serbuk kulit kerang (% volume)

P en yu su tan ( % )

5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin

Shrinkage of foam concrete = 1,5 %

(batas bawah)

Shrinkage of foam concrete = 5,5 %


(1)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Contoh perhitungan untuk menentukan penyerapan air sampel 5 % resin sebagai

berikut

Penyerapan air =

×

100

%





awal akhir awal

m

m

m

Dimana:

m

j

= Massa Awal (gr)

m

k

= Massa Akhir (gr)

Penyerapan air =

100

%

922

.

119

682

.

119

922

.

119

×


(2)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

LAMPIRAN J. Data pengukuran kuat tekan akibat bahan kimia

Perendaman dengan larutan 5 % Na2SO4 pada 80 % serbuk kerang 5% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.52 511.25 18660.53 36.50

7 25.52 511.25 19018.40 37.20

14 25.52 511.25 19427.40 38.00

21 25.52 511.25 19938.64 39.00

28 25.52 511.25 20552.14 40.20

56 25.52 511.25 20961.14 41.00

10% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.52 511.25 22137.01 43.30

7 25.52 511.25 22546.00 44.10

14 25.52 511.25 23006.13 45.00

21 25.52 511.25 23415.12 45.80

28 25.52 511.25 23517.37 46.00

56 25.52 511.25 24028.62 47.00

15% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.54 511.25 24846.62 48.60

7 25.54 512.05 25192.81 49.20

14 25.54 512.05 25448.83 49.70

21 25.54 512.05 25704.86 50.20

28 25.54 512.05 26114.49 51.00

56 25.54 512.05 26780.16 52.30

20% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.54 511.25 29089.97 56.90

7 25.54 512.05 29289.20 57.20

14 25.54 512.05 29545.22 57.70

21 25.54 512.05 30210.89 59.00

28 25.54 512.05 30774.14 60.10


(3)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Perendaman dengan larutan 10 % H2SO4 pada 80 % serbuk kerang 5% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.52 511.25 18660.53 36.50

7 25.52 511.25 17944.78 35.10

14 25.52 511.25 17382.41 34.00

21 25.52 511.25 16973.41 33.20

28 25.52 511.25 16411.04 32.10

56 25.52 511.25 15848.67 31.00

10% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.52 511.25 22137.01 43.30

7 25.52 511.25 21779.13 42.60

14 25.52 511.25 21472.39 42.00

21 25.52 511.25 20961.14 41.00

28 25.52 511.25 20705.51 40.50

56 25.52 511.25 19938.64 39.00

15% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.54 511.25 24846.62 48.60

7 25.54 512.05 24066.30 47.00

14 25.54 512.05 23554.25 46.00

21 25.54 512.05 23042.20 45.00

28 25.54 512.05 22581.36 44.10

56 25.54 512.05 22171.72 43.30

20% Resin Hari Diameter (mm) Luas (mm2)

Gaya (N)

Kuat Tekan (MPa)

0 25.54 511.25 29089.97 56.90

7 25.54 512.05 28674.74 56.00

14 25.54 512.05 28213.89 55.10

21 25.54 512.05 27804.26 54.30

28 25.54 512.05 26626.54 52.00


(4)

Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.

Contoh perhitungan untuk menentukan kuat tekan sampel 5 % resin pada perendaman

dengan larutan 5 % Na2SO4 pada 80 % serbuk kerang sebagai berikut

Kuat Tekan =

A

P

Dimana:

A = Luas Penampang =

4

)

52

.

25

.(

4

.

2

π

2

π

d

=

= 511.25 mm

2

P = Gaya = 19018.40 N

Kuat Tekan

2

25

.

511

.

40

.

19018

mm

N

=

= 37.20 MPa


(5)

(6)