33
menentukan pilihan dalam hidup siswa. Siswa hanya dimotivasi dan difasilitasi agar siswa mampu menetukan pilihannya sendiri secara kontekstual, dengan
penuh kesadaran bahwa apa yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik dalam hidupnya. Kebebasan yang dimiliki oleh siswa berdasarkan kesadaran dan hati
nurani tanpa adanya paksaan dari guru atau orang lain.
B. Perkembangan Iman
1. Pengertian Perkembangan
Nagel sebagaimana dikutip Singgih 1981: 29 mengemukakan bahwa “perkembangan merupakan struktur yang teroganisasikan dan mempunyai fungsi-
fungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi”.
Perkembangan yang dimaksud di atas diibaratkan dengan anggota tubuh manusia yang mempunyai satu kesatuan. Jika anggota tubuh yang satu sakit atau tidak
berfungsi lagi maka akan berakibat pada anggota tubuh yang lain. Suatu perkembangan dalam hidup manusia dimulai dari sebuah kemauan atau tekat yang
besar dari diri sendiri. Dalam berkembang, manusia mempunyai banyak faktor dari dalam dan luar dirinya, baik faktor yang mendukung maupun faktor yang
kurang mendukung. Oleh sebab itu setiap orang harus mampu mengendalikan diri sehingga dapat mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya.
Scbneirla sebagaimana dikutip Singgih 1981: 29 mengungkapkan bahwa “perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi pada
organisme, dan organisme ini dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif
34
sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor, yakni kematangan dan pengalaman”. Kematangan dan pengalaman menjadi faktor
dalam perkembangan karena setiap orang yang tumbuh baik jasmani dan rohani akan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berkembang melalui berbagai
proses sehingga seseorang akan banyak mengalami pengalaman dan membantu proses kematangan dalam dirinya.
Senada dengan Scbneirla sebagaimana dikutip oleh Singgih, Hurlock, 1989: 2 mengungkapkan bahwa “perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.” Semakin banyak pengalaman yang dilalui oleh setiap orang maka semakin matang
dan berkembang orang tersebut, karena setiap pengalaman mempunyai nilai atau kesan tersendiri bagi setiap orang sehingga mengajak orang tersebut untuk
merefleksikannya sebagai proses pendewasaan diri serta secara perlahan mengajak seseorang tersebut untuk berubah.
Siti Rahayu 1989: 2 mengungkapkan bahwa “perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar. Terutama isinya, yaitu mengenal apa yang
akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar.” Perkembangan berhubungan dengan proses belajar artinya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan
mengalami berbagai pengalaman sehingga pengalaman tersebut dapat membantu menuju pada perkembangan dalam diri seseorang. Hal inilah yang disebut dengan
proses belajar karena dalam berproses setiap orang mengalami pengalaman yang berbeda sehingga ada yang cepat mengalami perkembangan dan ada yang lama
mengalami perkembangan. Tentu semua itu tergantung dari setiap individu serta
35
orang-orang yang berada disekitarnya. Setiap orang yang sedang berproses akan cepat mengalami perkembangan apabila mendapat dukungan dari orang sekitar.
Oleh sebab itu, setiap orang yang berkembang mengenal isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Hal ini
dimaksudkan bahwa setiap orang yang mempunyai keinginan untuk berkembang mempunyai tujuan agar hidupnya menjadi lebih baik.
Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya 1995: 24 mengungkapkan bahwa “kepercayaan eksistensial bukanlah sekedar kegiatan pemberian arti, tetapi
juga proses dinamis pemberian arti itu sendiri. Proses tersebut terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan.” Setiap orang yang
mempunyai kemauan untuk berkembang pasti ada kepercayaan yang kuat dalam dirinya. Kepercayaan inilah yang mendorong orang tersebut untuk terus maju.
Manusia merupakan mahkluk yang dinamis atau berubah-ubah sehingga akan dimudahkan dalam berkembang jika dimotivasi untuk berubah menjadi lebih baik.
Berdasarkan ungkapan para ahli di atas tentang pengertian perkembangan, penulis lebih tertarik pada pendapat Siti Rahayu yang mengungkapkan bahwa
perkembangan berhubungan dengan proses belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa jika seseorang mengalami perkembangan dalam hidupnya berarti seseorang
tersebut sudah melalui berbagai macam pembelajaran. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kesulitan yang berbeda dalam perkembangan karena
berkembang berdasarkan kebutuhan dari individu tersebut. Pengalaman seseorang mampu mengubah orang tersebut untuk berkembang karena melalui
pengalamanlah manusia bisa merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
36
Selain itu kepercayaan yang ada dalam diri kita juga membawa perubahan yang baik bagi kita karena percaya diri sangat membantu setiap orang untuk
berkembang.
2. Iman
a. Pengertian Iman
Buku Iman Katolik 1996: 127 mengungkapkan bahwa: Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan menyerahkan diri
kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama. Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan
memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan
pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman
religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah
dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus.
Dalam kegiatan menggereja setiap umat yang beriman kepada Tuhan
menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan karena manusia mempunyai kepercayaan dalam dirinya bahwa hanya
Tuhanlah jalan keselamatan bagi manusia. Setiap orang beriman pasti mempunyai pengalaman iman yang berbeda-beda sehingga mereka sungguh-sungguh percaya
bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup manusia. Melalui Yesus Kristus umat Kristen mengenal Allah sebagai Bapa. Yesus yang kita sambut melalui Ekaristi
merupakan bukti nyata bahwa Allah bersemayam di dalam hati semua umat manusia yang percaya kepada-Nya.
37
Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya 1995: 8 mengungkapkan bahwa “iman adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan
atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.” Ketika manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, manusia yang
beriman hanya bersandar kepada Tuhan sehingga dapat menyelesaikan atau melalui masalah dengan baik dan mendapat pengalaman yang berharga dari
persoalan tersebut. Banyak pengalaman yang membuat manusia lebih dewasa dalam iman dan semakin percaya kepada Tuhan.
Banawiratma 1991: 49 mengungkapkan bahwa “beriman Kristiani berarti memilih makna kehidupan yang ditentukan oleh Yesus Kristus dengan
keprihatinan tunggal Kerajaan Allah. Penghayatan iman Kristiani terjadi dalam paguyuban atau persekutuan iman dengan ajaran maupun ibadahnya.” Banyak hal
yang dapat dilakukan untuk memperkuat iman manusia misalnya dengan mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Dalam pendalaman iman, ada sharing
pengalaman iman dan refleksi, keduanya mampu membantu manusia untuk berkembang dalam imannya. Begitu pula pada saat mengikuti kegiatan Gereja
misalnya koor, umat dapat ambil bagian dalam kemajuan Gereja. Semuanya dilakukan karena umat percaya kepada Tuhan sang pemberi hidup.
Suradibrata 1984: 2 mengungkapkan bahwa “iman sebagai kegiatan manusiawi menyangkut potensi manusia untuk mengerti, maka iman mengarah
pada kegiatan pemahaman. Intellectualitas merupakan kebutuhan penyempurnaan dan aktualisasi tindak beriman.” Iman tidak hanya semata-mata mengandalkan
perasaan manusia saja tetapi juga menyangkut pengetahuan manusia. Setiap
38
manusia yang beriman mengetahui kepada siapa ia percaya dan mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia secara utuh dan penuh kepada Allah. Dengan iman dan
kepercayaan itulah manusia dapat mencintai Allah melalui sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan kepada siswa agar mempunyai iman yang
tangguh sehingga tidak mudah terpengaruh oleh masalah apapun yang ada di dalam maupun di luar diri kita. Setiap orang beriman percaya bahwa hanya
kepada Tuhanlah segala masalah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga manusia hanya bisa berpasrah diri dan berusaha. Iman seseorang memang tidak
dapat diukur tetapi iman dapat diamati dari kepercayaan yang ada dalam diri seseorang. Orang yang beriman tidak akan mudah putus asa jika dihadapkan
dengan situasi yang sulit. Seseorang termotivasi oleh orang lain agar menjadi lebih baik merupakan suatu perkembangan iman.
b. Iman Kristen Dalam Tiga Dimensi
Groome 2010: 81 mengungkapkan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial: 1 keyakinan, 2 hubungan yang
penuh kepercayaan, dan 3 kehidupan agape yang hidup.
1 Iman sebagai Kegiatan Meyakini
Groome 2010: 82 berkeyakinan bahwa: Dalam mentalitas Barat, iman faith dan keyakinan belief sering
dianggap sama. akan tetapi, meskipun iman Kristen lebih luas daripada kepercayaan, tentu saja ada dimensi kepercayaan dalam iman Kristen
ketika iman Kristen diwujudkan dalam kehidupan manusia. David Tracy
39
menyatakan “keyakinan” belief adalah simbol yang menjelaskan “pernyataan kognitif, moral, atau historis tertentu yang terkandung dalam
sikap ‘iman’ tertentu”.
Keyakinan menjadi tolak ukur dari iman itu sendiri, dengan beriman berarti manusia yakin akan keberadaan Tuhan di dunia ini. Manusia yang
mempunyai keyakinan memaknai keberadaan Tuhan melalui sesama, misalnya saling mengasihi dan meneguhkan. Setiap manusia mempunyai batasan-batasan
kemampuan dalam menjalani hidupnya, ketika mendapat suatu cobaan, orang yang mempunyai keyakinan kepada Tuhan akan berdoa kepada Tuhan memohon
berkat-Nya agar masalah yang menimpanya dapat diselesaikan.
2 Iman sebagai Kegiatan Mempercayakan
Groome 2010: 87 menyatakan bahwa: Beriman mengandung arti kegiatan mempercayakan. Jika kegiatan iman
Kristen “percaya” believing terutama menunjuk pada tindakan kognitif, maka kegiatan iman Kristen mempercayakan trusting terutama bersifat
afektif. Kegiatan iman Kristen mempercayakan adalah dimensi iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman Kristen yang bersifat
afektifkepercayaan ini mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus;
dan mempercayakan trust diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita
dengan penuh kepercayaan.
Iman sebagai kegiatan mempercayakan artinya manusia mempercayakan seluruh hidupnya ke dalam tangan-Nya. Pada perjamuan Ekaristi, manusia
menerima tubuh dan darah Kristus. Tubuh dan darah Kristus merupakan tanda bahwa Allah selalu hadir dalam hidup manusia melalui perantaraan Yesus Kristus
Putra-Nya. Ketika manusia menerima tubuh dan darah Kristus, manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah. Bukti kesetiaan Allah kepada
40
manusia adalah Allah tidak meninggalkan manusia pada saat manusia jatuh ke dalam dosa bahkan Allah datang untuk menyelematkan manusia dari dosa.
3 Iman sebagai Kegiatan Melakukan
Groome 2010: 90 mengungkapkan bahwa: Iman Kristen sebagai respons terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus
mencakup melakukan kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup
mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Panggilan hidup mengasihi di dalam dunia begitu penting dalam tradisi
Kristen sehingga kita dapat dengan mudah menganggap sudah secara otomatis demikian atau berhenti memperhatikan sentralitasnya.
Melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri
sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa manusia yang beriman kepada Tuhan mewujudnyatakan kasih mereka melalui perbuatan nyata misalnya peduli terhadap
sesama yang membutuhkan serta mencintai sesama dengan segala kerendahan hatinya. Melakukan kehendak Allah merupakan salah satu cara manusia mencintai
Allah bahwa manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah.
c. Iman: “kepercayaan-tanpa-jaminan”
1 Allah serentak sebagai tujuan sasaran iman dan dasaralasan iman
Syukur Dister 1989: 126-131 mengungkapkan bahwa: Dalam iman, seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan
dengan Allah sendiri. Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. Maka dari itu “objek” iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-
gagasan atau ide-ide mengenai Allah melainkan Tuhan Allah sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam
manifestasi pribadi: bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-
41
hasratnya yang intim, tetapi sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya”
merupakan kenyataan yang kompleks. Di dalamnya termasuk keyakinan intelektual, ketaatan yang takwa dan hubungan cinta kasih.
Jika manusia mencintai Tuhan berarti manusia tersebut percaya akan adanya Tuhan dalam hidupnya. Ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada
Tuhan dalam semua karyanya di dunia. Seringkali manusia berdoa untuk berkomunikasi kepada Tuhan agar mendapat rahmat dari-Nya. Rahmat yang
dilimpahkan kepada manusia melalui perantara cinta kasih dari sesama.
2 Mencapai kepastian dengan, dalam dan karena peng-amin-an
Syukur Dister 1989: 126-131 mengungkapkan bahwa: Kepercayaan beragama yang ditunjukkan dengan istilah “iman”
termasuk lapangan hubungan antar pribadi. Oleh karena itu iman tidak memiliki jaminan-jaminan yang dimiliki oleh akal yang menganalisis,
yaitu jaminan-deduksi dan jaminan-induksi. Namun demikian orang beriman mempunyai kepastian juga: “Aku tahu kepada siapa aku percaya”.
Tetapi kepastian iman ini baru diperoleh di dalam tindakan percaya itu sendiri.
Walaupun manusia
mengarahkan diri
kepada Tuhan, seringkali manusia ingin mengetahui lebih dahulu kepada siapa ia percaya, namun hal itu baru
diketahuinya dengan dan karena percaya. Manusia tidak mengetahui akan adanya Tuhan yang tinggal di dalam hati setiap orang jika manusia tidak percaya.
Manusia diberikan godaan atau masalah dalam hidupnya agar manusia semakin dekat dan percaya kepada Tuhan.
3 Iman kepercayaan yang bertanya-tanya
Syukur Dister 1989: 126-131 mengungkapkan bahwa:
42
Selain kepastian terdapat juga ketidakpastian dalam iman. Iman juga selalu bertanya-tanya. Adapun sebabnya kiranya jelas. Objek iman memang
sungguh-sungguh nyata bagi orang beriman, tetapi tidak pernah seluruhnya nyata. Kenyataan-kenyataan iman tidak memaksakan diri
kepada akal budi, seperti misalnya kenyataan-kenyataan ilmu eksakta.
Dalam kehidupan manusia, seringkali manusia bertanya-tanya apakah Tuhan itu nyata. Bagi orang yang tidak mempunyai kepercayaan hal ini sangat
tidak mungkin karena Tuhan tidak kelihatan hanya dapat dirasakan dalam hati dan perantara manusia saja, tetapi sebaliknya bagi orang yang percaya Tuhan itu ada
dan selalu tinggal di hati manusia dalam iman dan perbuatan.
3. Perkembangan Remaja
a. Masa Remaja
Supriyati 2013: 10 berpendapat bahwa: Masa remaja adalah masa transisi ke taraf kedewasaan. Lamanya masa
transisi dipengaruhi oleh derajat ketergantungan, konflik dengan tuntunan orang tua, guru dan teman sebaya, status ambigue dalam kelompok,
aspirasi yang tidak realistik dan motivasinya untuk membuat masa transisi. Adapun kesulitan yang dialami pada masa transisi ini dapat disebabkan
karena kesulitan remaja dalam menduga peran barunya, ketergantungan secara ekonomi, status orang tua dan ada tidaknya kesempatan untuk
menguasai tugas-tugas perkembangan.
Setiap orang pasti merasakan atau melalui masa remajanya. Dalam masa remaja, banyak siswa yang perlu mendapat pendampingan dari orangtua dan guru
secara khusus agar tidak salah langkah. Masa remaja sangatlah menyenangkan bagi siswa yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP karena
banyak mendapat pengalaman dan suasana yang baru. Hal ini tentu saja
43
mendukung perkembangan masa remajanya agar semakin didewasakan dalam perkataan dan perbuatan.
b. Perkembangan Sosial Remaja
Supriyati 2013: 12 berpendapat bahwa: Sosialisasi berarti belajar tingkah laku sesuai dengan harapan kelompok.
Sosialisasi dapat dipandang secara subjektif dan objektif. Sosialisasi secara subjektif berkaitan dengan perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu,
sedangkan sosialisasi secara objektif lebih berkaitan dengan tingkah laku nampak dari diri seseorang. Tanda-tanda sosialisasi dapat dilihat dari
keinginan remaja untuk memilih kawan-kawannya sendiri, memilih jumlah kawan yang dikehendaki, kualitas kawan dan keinginan untuk mempunyai
kawan dari jenis kelamin yang berbeda.
Di lingkungan sekolah setiap siswa pasti berkeinginan mempunyai teman yang banyak agar tidak merasa kesepian, akan tetapi tidak semua siswa mampu
bersosialisasi dengan teman sebayanya di sekolah karena setiap siswa mempunyai perilaku yang berbeda. Pada masa remaja, siswa cenderung membentuk kelompok
agar dianggap paling kuat dari siswa yang lain dan lebih menonjol, sehingga ada kepuasan yang dirasakan oleh siswa tersebut. Siswa memilih teman bermain
sesuai dengan kesamaan yang dimilikinya, misalnya kesamaan hobby atau kegemaran.
c. Perkembangan Moral Remaja
Supriyati 2013: 14 berpendapat bahwa: Bermoral artinya dapat menyesuaikan diri dengan aturan atau hukum di
masyarakat. Meskipun tidak setuju, remaja sering dihadapkan pada kenyataan bahwa ini satu-satunya cara yang tepat untuk bertingkahlaku.
Remaja yang gagal menyelaraskan diri dengan norma kelompok disebut tidak bermoral immoral. Remaja ini sebenarnya mampu tetapi tidak mau
44
menyelaraskan diri dengan standar kelompok. Ada juga remaja yang mau tetapi tidak mampu menyelaraskan diri dengan kelompok unmoral.
Kesulitan dalam penyesuaian dengan moral orang dewasa biasanya berkaitan dengan nilai-nilai moral yang dianut sejak kanak-kanak tidak
sesuai dengan kebutuhan remaja, untuk itu dibutuhkan nilai moral baru.
Masa remaja merupakan masa yang banyak dihadapkan dengan peraturan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Setiap siswa
mempunyai cara yang berbeda dalam melalui peraturan tersebut, ada siswa yang taat dengan peraturan dan ada siswa yang tidak mentaati peraturan, semuanya
tergantung pada kepribadian masing-masing siswa. Peraturan yang ada membantu siswa agar siswa terbiasa dengan kedisiplinan dan bertanggungjawab dalam
segala hal. Jika siswa mampu beradaptasi dengan peraturan yang ada maka siswa tersebut berkembang dalam kepribadiannya. Semuanya memerlukan proses yang
lama dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, orangtua dan guru saling bekerjasama dalam perkembangan siswa secara kognitif, afeksi dan praksis agar
siswa mempunyai moral yang baik.
d. Perkembangan Iman Remaja
Fowler 1995: 31 dalam tahap ketiga sebagaimana dikutip oleh Supratiknya mengungkapkan bahwa:
Agamalah yang menciptakan kerangka makna eksistensial yang terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya dengan
lingkungan akhir. Sang remaja berjuang menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai religius yang dapat mendukung proses
pembentukan identitas diri dan memungkinkan munculnya rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana kesetiakawanan afektif.
Agamalah yang menciptakan kerangka makna eksistensial yang terdalam dan terakhir, dengan menempatkan orang dalam relasinya dengan lingkungan
45
akhir artinya setiap manusia yang meyakini suatu agama maka manusia tersebut akan terus berusaha menjalin relasi yang baik dengan sesama dan Tuhan karena
agama mampu membawa manusia kepada kehidupan yang kekal. Begitu pula para remaja, sang remaja menciptakan suatu sintesis dari berbagai keyakinan dan nilai
religius yang dapat mendukung proses pembentukan identitas diri. Hal ini dimaksudkan bahwa agama yang diyakini siswa membuat siswa berproses dalam
hidupnya sehari-hari. Siswa belajar dari nilai-nilai religius melalui pengalaman iman mereka sehingga siswa mampu membentuk identitas diri dan bersatu dengan
sesama.
C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung