Peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri I Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan kesan dari penulis melalui pengamatan sepintas terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang masih bersifat monoton. Hal ini mengakibatkan masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas.

Persoalan pokok dari skripsi ini adalah menemukan jawaban sejauh mana peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Masalah ini ditanggapi oleh penulis pertama-tama dengan menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang meliputi: hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik. Selanjutnya supaya jawaban terhadap persoalan semakin jelas dan sungguh bertolak dari kenyataan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah cukup berperan dalam membantu perkembangan iman siswa sehingga siswa aktif mengikuti kegiatan Gereja. Akan tetapi Pendidikan Agama Katolik di sekolah masih perlu ditingkatkan karena tujuan Pendidikan Agama Katolik belum tercapai sepenuhnya sehingga masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan program berupa matrik program yang bisa dipahami sebagai silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui program ini diharapkan tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat tercapai dan proses pembelajaran di kelas terlaksana secara kreatif dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa semakin berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman.


(2)

ABSTRACT

This thesis was entitled THE ROLE OF RELIGIOUS EDUCATION IN CHATOLIC SHOOL ON THE DEVELOPMENT OF FAITN IN EIGHT GRADE OF SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, WEST KALIMANTAN. This title was chosen by the impression of the writer through casual observation of the situation of Chatolic religious education implementation at SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, West Borneo. Their learning processes are very bored. That process influence many student became lazy to study in the class.

The main issue of this thesis is to find answer the important role of religious education in the school in helping their progress to develop the student faith. The problem addresses by the writer with used the basic method that includes: the nature, purpose, context, models, and the teacher of religious education school. Then to solve the problem and clear the answer, the writer conducted a studying using participant observation, distribute questionnaires, and interviews with Catholic religious education teacher.

The results of this study showed that Chatolic religious education has been quite effective in the development of faith in students and students are more active to take part in church activities. But Chatolic religious education needs to be more improved because the purpose of Chatolic religious education has not been achieved so that there is some student still lazy to attend classes at time of Chatolic religious education class. Therefore, the writer proposes a matrix program that can be understood as the syllabus and lesson plans. This program is expected to achieve the goal of Catholic religious education in the school and the learning processes in the classroom are fun and creative as well in accordance with the needs of the student. So, the student can be more develop in their mind, act, and faith.


(3)

PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG KALIMANTAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Maria Susana NIM: 091124019

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014


(4)

(5)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

¾ Kedua orangtuaku yaitu Bapak Makarius dan Ibu Fransiska Astina serta saudara-saudaraku Marselinus Ade, Triponius Anggel, dan Vebryanus Verry yang telah memberi motivasi, semangat, dan dukungan finansial kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

¾ Para pembimbing dan dosen yang telah membimbing, memotivasi, dan selalu sabar selama mendampingi saya dalam belajar di Kampus IPPAK.

¾ Para guru dan siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang telah membantu dan memberikan kesempatan untuk saya mengadakan penelitian dalam penulisan skripsi ini.


(7)

MOTTO

“Berilah orang bijak nasihat, maka ia akan menjadi lebih bijak, ajarilah orang benar, maka pengetahuannya akan bertambah”


(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT. Judul ini dipilih berdasarkan kesan dari penulis melalui pengamatan sepintas terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang masih bersifat monoton. Hal ini mengakibatkan masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik pada saat di kelas.

Persoalan pokok dari skripsi ini adalah menemukan jawaban sejauh mana peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman siswa. Masalah ini ditanggapi oleh penulis pertama-tama dengan menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang meliputi: hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik. Selanjutnya supaya jawaban terhadap persoalan semakin jelas dan sungguh bertolak dari kenyataan, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif, penyebaran kuesioner, dan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Katolik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah cukup berperan dalam membantu perkembangan iman siswa sehingga siswa aktif mengikuti kegiatan Gereja. Akan tetapi Pendidikan Agama Katolik di sekolah masih perlu ditingkatkan karena tujuan Pendidikan Agama Katolik belum tercapai sepenuhnya sehingga masih ada siswa yang malas mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Oleh sebab itu, penulis mengusulkan program berupa matrik program yang bisa dipahami sebagai silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui program ini diharapkan tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dapat tercapai dan proses pembelajaran di kelas terlaksana secara kreatif dan menyenangkan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga siswa semakin berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman.


(11)

ABSTRACT

This thesis was entitled THE ROLE OF RELIGIOUS EDUCATION IN CHATOLIC SHOOL ON THE DEVELOPMENT OF FAITN IN EIGHT GRADE OF SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, WEST KALIMANTAN. This title was chosen by the impression of the writer through casual observation of the situation of Chatolic religious education implementation at SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, West Borneo. Their learning processes are very bored. That process influence many student became lazy to study in the class.

The main issue of this thesis is to find answer the important role of religious education in the school in helping their progress to develop the student faith. The problem addresses by the writer with used the basic method that includes: the nature, purpose, context, models, and the teacher of religious education school. Then to solve the problem and clear the answer, the writer conducted a studying using participant observation, distribute questionnaires, and interviews with Catholic religious education teacher.

The results of this study showed that Chatolic religious education has been quite effective in the development of faith in students and students are more active to take part in church activities. But Chatolic religious education needs to be more improved because the purpose of Chatolic religious education has not been achieved so that there is some student still lazy to attend classes at time of Chatolic religious education class. Therefore, the writer proposes a matrix program that can be understood as the syllabus and lesson plans. This program is expected to achieve the goal of Catholic religious education in the school and the learning processes in the classroom are fun and creative as well in accordance with the needs of the student. So, the student can be more develop in their mind, act, and faith.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena berkat kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul PERANAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT.

Penulis menyadari bahwa banyaknya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. FX. Heryatno W. W., S.J., M. Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma dan sekaligus sebagai dosen pembimbing utama yang selalu sabar mendampingi dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

penguji kedua penulis yang telah membimbing serta memberi arahan untuk memeriksa dan menguji skripsi ini serta membimbing penulis selama kuliah di Kampus IPPAK.

3. Drs. L. Bambang Hendarto., Y. M. Hum. selaku dosen penguji ketiga yang telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.

4. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung telah memberikan dorongan kepada penulis 5. Keluarga tercinta: bapak, mama, adik, dan pacar yang selalu memberikan

motivasi, semangat, arahan, serta mendokan penulis selama menyelesaikan skripsi ini.


(13)

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Metode Penulisan ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA ... 13

A. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 14

1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik ... 14


(15)

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala

Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 20

b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman ... 21

c. Iman yang Dihayati Membebaskan Manusia ... 21

3. Konteks Pendidikan Agama Katolik ... 22

a. Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang... 22

b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa ... 23

c. Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis ... 24

4. Model-Model Pendidikan Agama Katolik ... 25

a. Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik ... 25

1) Pengalaman Hidup Peserta Didik... 25

2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja) 26

3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani ... 27

b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik ... 28

1) Model Transmisi/Transfer ... 28

2) Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta ... 28

5. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Tuhan .. 29

a. Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik ... 29

b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup Para Guru ... 30

1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa ... 30

2) Tetap Yakin dan Penuh Harapan pada Siswa ... 30

3) Mengasihi Siswa ... 31

4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek ... 32

5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa... 32

B. Perkembagan Iman ... 33


(16)

2. Iman ... 36

a. Pengertian Iman ... 36

b. Iman Kristen dalam Tiga Dimensi ... 38

1) Iman Sebagai Kegiatan Meyakini ... 38

2) Iman Sebagai Kegiatan Mempercayakan ... 39

3) Iman Sebagai Kegiatan Melakukan ... 40

c. Iman: “Kepercayaan-tanpa-jaminan” ... 40

1) Allah Serentak Sebagai Tujuan Sasaran Iman dan Dasar/Alasan Iman ... 40

2) Mencapai Kepastian dengan, dalam dan karena Peng-amin-an ... 41

3) Iman Kepercayaan yang Bertanya-tanya ... 41

3. Perkembangan Remaja ... 42

a. Masa Remaja ... 42

b. Perkembangan Sosial Remaja ... 43

c. Perkembangan Moral Remaja ... 43

d. Perkembangan Iman Remaja ... 44

C. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah yang Mendukung Terwujudnya Perkembangan Iman Siswa ... 45

BAB III. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT DAN PERANANNYA TERHADAPPERKEMBANGAN IMAN SISWA ... 49

A. Gambaran Umum Keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 50

1. Sejarah, Visi, dan Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 50

a. Sejarah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten sintang, Kalimantan Barat dan Perkembangannya ... 50 b. Visi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang,


(17)

Kalimantan Barat ... 52

c. Misi SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 52

B. Gambaran Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 54

1. Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, kalimantan Barat ... 54

2. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 56

C. Penelitian Tentang Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Iman Siswa ... 57

1. Desain Penelitian ... 57

a. Latar Belakang Penelitian ... 57

b. Tujuan Penelitian ... 59

c. Jenis Penelitian ... 59

d. Instrumen Pengumpulan Data ... 61

e. Responden ... 62

f. Waktu Pelaksanaan dan Cara Pengumpulan Data ... 62

g. Variabel Penelitian ... 63

h. Kisi-kisi Instrumen ... 63

2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

a. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner ... 64

1) Laporan Penelitian Melalui Kuesioner ... 64

2) Pembahasan Hasil Penelitian Melaui Kuesioner ... 74

b. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Wawancara ... 88


(18)

BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG,

KALIMANTAN BARAT ... 96

A. Spiritualitas Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 97

B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat ... 100

1. Model yang Berpusat Pada Hidup Peserta ... 100

2. Model Praksis ... 100

3. Model Naratif Eksperiensial ... 101

C. Usulan Program Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah ... 102

1. Latar Belakang ... 102

2. Tujuan Program ... 103

3. Materi Program ... 103

4. Matrik Usulan Program ... 105

5. Pengembangan Program ... 110

BAB V. PENUTUP ... 116

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

LAMPIRAN ... 121

Lampiran 1 : Surat Permohonan Penelitian ... (1)


(19)

Lampiran 3 : Surat Sudah Melaksanakan Penelitian ... (3)

Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian ... (4)

Lampiran 5 : Pertanyaan wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ... (7)

Lampiran 6 : Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Katolik ... (12)

Lampiran 7 : Nama-nama Siswa-Siswi SMP Negeri 1 Sepauk ... (13)  


(20)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964

GE : Gravissimum Educationis, Dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen yang dikeluarkan pada tanggal 7 Desember 1965

B. Singkatan Lain Hal. : Halaman

PAK : Pendidikan Agama Katolik

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran SMP : Sekolah Menengah Pertama

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia Kis : Kisah Para Rasul

OMK : Orang Muda Katolik PIR : Pembinaan Iman Remaja PIA : Pembinaan Iman Anak

C. Istilah

Hakikat : Hal yang mendasar Konteks : Ruang lingkup


(21)

Liturgia : Peribadatan

Diakonia : Pelayanan Kemasyarakatan

Koinonia : Persekutuan

Kerygma : Pewartaan

Paguyuban : Komunitas Apostolik : Bersifat Rasuli


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Heryatno (2008: 14) berpendapat Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalam hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka. Pendidikan Agama Katolik juga berusaha membantu peserta didik memperkembangkan jiwa dan interioritas hidup mereka. Jiwa merupakan tempat dimana Allah bersemayam dan karena itu membuat manusia merasa rindu kepada-Nya dan peduli kepada hidup sesamanya. Sedang interioritas berhubungan dengan kesadaran, kedalaman dan nilai hidup yang dipegang dan diwujudkan. Karena itu, Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak hanya mengejar prestasi akademis, tetapi juga memperkembangkan kejujuran, kepekaan, kebijaksanaan, dan hati nurani peserta didik.

Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik (1991) sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta mengemukakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus demi perubahan batin dan pembaharuan hidup secara langsung bagi kaum muda, baik di sekolah negeri maupun swasta Katolik. Secara langsung maksudnya di dalam Pendidikan Agama Katolik iman kepada Kristus dibicarakan dan diolah bersama. Di sekolah negeri Pendidikan Agama Katolik merupakan satu-satunya sarana perwartaan


(23)

secara langsung bagi perserta didik yang percaya kepada Kristus. Adapun di sekolah swasta Katolik Pendidikan Agama Katolik merupakan satu kemungkinan pewartaan secara langsung, di samping pewartaan tidak langsung kepada seluruh peserta didik di sekolah itu. Pewartaan tidak langsung itu ialah pengajaran agama yang dipadukan ke dalam seluruh pelajaran dan kehidupan komunitas sekolah Katolik.

Di Indonesia, agama dalam kehidupan masyarakat sangat berperan penting. Agama diyakini dapat membantu manusia mempunyai tujuan hidup yang jelas, oleh sebab itu setiap orang beriman bebas menentukan pilihan dalam memeluk agamanya. Manusia secara umum memang tidak bisa tanpa menganut agama, karena agama dipercaya agar orang bisa berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam agama Katolik, ada banyak hal yang perlu dilakukan agar iman umat berkembang, misalnya mengikuti doa bersama pada bulan Rosario dan bulan Maria, mengunjungi tempat ziarah seperti Gua Maria, mengikuti Misa di Gereja, serta memberi kesaksian. Manusia hidup berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, oleh sebab itu agama akan mengantar manusia agar sampai kepada Tuhan. Tuhan memang tidak kelihatan, tetapi melalui kepercayaannya manusia merasakan kehadiran Tuhan melalui cinta kasih terhadap sesama. Cinta kasih terhadap sesama seringkali dirasakan manusia melalui kebersamaan dalam hidup sehari-hari antar umat beragama serta mendorong umat manusia agar saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.

Hal tersebut juga dirasakan oleh masyarakat di Kalimantan Barat khususnya kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang di mana masyarakat aslinya


(24)

adalah suku Dayak. Pada awalnya masyarakat disana belum mengenal agama dan sangat kental dengan hal-hal mistis. Oleh sebab itu, banyak para misionaris terutama misionaris yang datang dari luar negeri tertarik untuk menyebarkan agama Katolik disana sehingga pada akhirnya masyarakat Dayak mempunyai kesadaran dalam dirinya dan menganut agama Katolik. Agama Katolik menjadi agama mayoritas. Setelah masyarakat mempunyai kepercayaan dalam hidupnya, banyak perubahan positif yang terjadi pada masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat terutama dalam kehidupan menggereja. Masyarakat bergotong-royong membangun Gereja dan mengadakan banyak kegiatan pada hari-hari tertentu khususnya Natal dan Paska sehingga rasa persaudaraan semakin terjalin di antara masyarakat Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Selain itu, para misionaris juga membangun biara, paroki, dan gedung untuk pertemuan Orang Muda Katolik (OMK), Pembinaan Iman Anak (PIA), dan Pembinaan Iman Remaja (PIR) agar membantu perkembangan iman anak sejak dini dan sebagai generasi penerus Gereja di masa mendatang.

Perkembangan iman anak sejak dini berawal dari agama yang berkembang di dalam keluarga. Seorang anak akan mengenal agama yang menjadi kepercayaannya dari orangtua. Orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya tentang agama sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang serta mempunyai kepercayaan yang dapat membantu anak tersebut untuk terus beriman kepada Tuhan. Perkembangan iman seorang anak akan semakin berkembang ketika anak tersebut semakin percaya kepada Tuhan dan mengamalkannya di dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saling mengasihi, bekerjasama, serta saling


(25)

meghargai antar pemeluk agama. Pendidikan Agama Katolik di dalam keluarga yang dilakukan oleh orangtua kepada anaknya merupakan kewajiban orangtua dan hak bagi anaknya. Kewajiban orangtua selain memberi nafkah juga mendidik anaknya agar semakin berkembang baik dalam berperilaku juga dalam iman. Seorang anak dapat berkembang baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat karena anak tersebut juga merasakan kasih di dalam keluarga. Orangtua sangat berperan penting dalam perkembangan iman anak karena orangtua merupakan pendidik utama dalam keluarga sehingga apa yang sudah diajarkan oleh orangtua kepada anaknya akan terus melekat dalam diri anak tersebut dimanapun ia berada.

Supriyati (2013: 10-16) berpendapat bahwa masa remaja adalah transisi ke taraf kedewasaan. Masa remaja adalah suatu periode transisi sebagai perluasan dari masa individu menjadi matang secara seksual sampai mencapai kematangan secara legal. Masa ini berawal dari masa pra remaja pada usia antara 10-11 tahun untuk putri dan 12 tahun untuk putra. Masa remaja berlangsung antara usia 11-12 tahun sampai dengan 18-19 tahun. Masa pubertas lebih menunjuk pada masa kematangan seksual, sedangkan masa remaja menunjuk pada seluruh fase kematangan. Remaja sering dicap irreligious atau kurang beriman. Secara umum beriman dapat dilihat dari kesetiaan atau keyakinan yang didasari kepercayaan. Kesadaran beragama remaja lebih berkaitan dengan pertambahan minat beragama yang dapat membimbing seseorang pada suatu kesadaran merekonstruksi kembali tingkah laku dan keyakinan beragamanya. Dalam hal kesadaran beragama bagi remaja, ada dua macam, ialah kesadaran secara bertahap dan kesadaran secara mengejutkan. Kesadaran pertama biasanya dialami oleh kelompok masyarakat


(26)

dengan keadaan sosial ekonomi tinggi, sedangkan kesadaran ke dua dialami golongan sosial ekonomi rendah. Pada kesadaran yang mengejutkan, remaja mengalami badai atau goncangan atau pengalaman tidak sehat.

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 156) mengungkapkan bahwa munculnya pubertas membawa serta suatu revolusi dalam kehidupan fisik dan emosional. Remaja membutuhkan suatu cermin untuk mengawasi pertumbuhan dalam minggu-minggu ini, cermin untuk menjadikan terbiasa dengan perubahan baru pada tubuh. Perubahan yang terjadi pada laki-laki adalah raut muka menjadi agak persegi, tidak montok lagi, kasar tidak mulus; dan pada perempuan rupa tubuhnya semakin elok dan bagian-bagian tertentu menonjol. Tetapi dengan satu cara baru (secara kualitatif), orang muda juga mencari cermin-cermin jenis yang lain. Remaja, laki-laki atau perempuan, membutuhkan mata dan telinga orang lain yang dapat dipercayai. Mata untuk melihat gambaran kepribadian yang sedang muncul dan telinga untuk mendengarkan perasaan, pengertian, kecemasan dan komitmen baru yang sedang terbentuk dan yang sedang mencari pengungkapannya.

Siswa kelas VIII dapat dikelompokkan sebagai usia tahap remaja, dimana tahap remaja sangat rentan dipengaruhi oleh teman sebayanya. Pada masa remaja ini siswa akan bertumbuh baik fisik maupun mental. Melalui teman sebayanya, siswa akan mendapat banyak tantangan baik tantangan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya, misalnya siswa tersebut melakukan hal-hal atau perbuatan di luar kehendak dirinya agar dapat diakui oleh teman-teman dalam kelompoknya. Tantangan yang dilalui inilah merupakan proses perjalanan hidup serta akan


(27)

mempengaruhi perkembangan iman. Jika seorang siswa mempunyai kepercayaan yang kuat maka tidak akan mudah goyah dan akan terus dipupuk dalam pertumbuhan imannya. Tahap remaja juga berkaitan erat dengan kenakalan remaja karena pada masa remaja inilah seorang siswa ingin dirinya mempunyai pengaruh bagi orang lain.

Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat secara rutin melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya tugas koor, lektor, dan mazmur pada hari minggu. Kegiatan ini diharapkan dapat membantu siswa semakin aktif dalam kegiatan menggereja serta menambah pengalaman siswa sehingga siswa dapat berinteraksi secara positif dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pengalaman yang telah dilalui membantu iman siswa akan terus berkembang. Iman yang berkembang tidak akan terbentuk tanpa adanya bimbingan dari orangtua dan sekolah serta masyarakat luas. Siswa belajar dari pengalamannya dan akan terus dikembangkan baik fisik maupun mentalnya. Dalam kehidupan menggereja, iman yang berkembang sangat berguna bagi pertumbuhan Gereja, karena di dalam kehidupan menggereja, umatlah yang menjadi pusat utama Gereja. Tanpa umat, Gereja tidak akan berkembang. Supaya siswa dapat menjadi generasi penerus Gereja, maka sangat pentinglah perkembangan iman setiap siswa agar Gereja terus berkembang.

Iman siswa dapat dilihat dari perbuatannya. Perbuatan tersebut akan terus dilakukan selagi mengandung hal yang positif dan tidak merugikan orang yang berada di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia merupakan mahkluk yang saling


(28)

membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Melalui perbuatan yang dilakukan oleh siswa baik di tengah keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat, maka iman yang ada dalam diri siswa akan menjadi penopang hidupnya. Agama yang dianut dan dipercayai oleh siswa akan terus digunakan selama hidupnya mengarah kepada Tuhan. Siswa juga merasa terbantu dengan Pendidikan Agama Katolik yang telah diberikan orangtua di rumah dan guru di sekolah serta pengetahuan lain di Gereja. Setiap siswa mempunyai peranannya masing-masing, sehingga perkembangan iman siswa juga berdasarkan pemahaman dari pribadi siswa, bukan pengendalian dari orang lain di sekitarnya.

Buku Iman Katolik (1996: 129) mengungkapkan bahwa dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Manusia dari dirinya sendiri tak mungkin mengenal Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus. “Tidak seorang pun mengenal Bapa, selain Anak dan orang yang kepadanya Anak berkenan menyatakan-Nya” (Mat 11:27).

Selain keluarga dan sekolah serta masyarakat di sekitar, Gereja juga berperan penting dalam perkembangan iman remaja. Gereja mengembangkan


(29)

iman remaja melalui Pembinaan Iman Remaja (PIR), dengan adanya Pembinaan Iman Remaja (PIR) ini para remaja Katolik akan terlibat aktif di dalam kegiatan Gereja, misalnya koor, lektor, menjadi pembina Pembinaan Iman Anak (PIA), serta menjadi panitia Natal dan Paska. Kegiatan tersebut secara langsung akan membentuk iman para remaja menjadi berkembang karena para remaja mempunyai kepercayaan yang ada di dalam dirinya melalui pengaruh yang positif dari Gereja. Remaja yang bergabung dalam Pembinaan Iman Remaja (PIR) merupakan generasi penerus Gereja di masa yang akan datang. Generasi ini berawal dari bayi yang baru dibaptis. Melalui baptisan tersebut anak menjadi Katolik. Ketika anak tersebut sudah memasuki usia anak-anak, maka Gereja membina anak-anak dengan Pembinaan Iman Anak (PIA), sampailah pada masa remajanya, anak dibina dan diteguhkan imannya dengan komuni pertama. Komuni pertama akan mengantar para remaja sampai pada pemahaman Katolik yang sesungguhnya, sehingga para remaja semakin percaya kepada Tuhan dan dikuatkan dalam iman.

Berdasarkan uraian di atas, Pendidikan Agama Katolik yang diberikan kepada siswa di tengah keluarga, sekolah, Gereja dan masyarakat luas dalam meningkatkan perkembangan imannya dapat membantu mereka mencapai kepercayaan sejati di dalam dirinya. Selain itu Pendidikan Agama Katolik juga mempengaruhi tingkah laku siswa. Iman yang ada pada diri siswa membuat siswa bertindak secara terarah kepada suatu tujuan yang terpilih dan telah diniatkan. Oleh karena itu, skripsi ini dibatasi pada “Peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Terhadap Perkembangan Iman Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk,


(30)

Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat”. Dengan demikian, skripsi ini akan lebih melihat pengaruh yang ditimbulkan dari peranan Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa khususnya siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah ditulis dalam uraian di atas, penulis merumuskan 3 masalah skripsi sebagai berikut:

1. Apa hubungan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dengan perkembangan iman?

2. Sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa dan apa yang menjadi faktor pendukung serta penghambatnya? 3. Apa yang perlu diusahakan agar Pendidikan Agama Katolik sungguh

membantu perkembangan iman siswa?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah dan perkembangan iman siswa

2. Menggambarkan sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh


(31)

membantu perkembangan iman siswa dan seberapa besar faktor yang menjadi pendukung dan penghambat

3. Menemukan usaha agar Pendidikan Agama Katolik sungguh membantu perkembangan iman siswa

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan ini antara lain: 1. Bagi Guru Pendidikan Agama Katolik

Skripsi ini diharapkan membantu guru Pendidikan Agama Katolik dalam proses belajar mengajar di kelas serta bisa meningkatkan mutu Pendidikan Agama Katolik di Sekolah.

2. Bagi Siswa

Skripsi ini diharapkan membantu siswa dalam mengembangkan imannya agar lebih percaya kepada Tuhan, mandiri, dan berahlak mulia.

3. Bagi Penulis

Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan penulis bisa lebih berkembang dalam pemahaman dan pengetahuan serta bisa menjadi bekal ketika sudah menjadi guru Agama Katolik.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analitis. Melalui metode ini, penulis menggambarkan sejauh mana peranan tujuan Pendidikan Agama Katolik, keadaan Pendidikan Agama Katolik, pokok-pokok


(32)

Pendidikan Agama Katolik terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Dari metode yang digunakan, penulis juga mencoba untuk memahami peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa. Untuk mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa, penulis menyebarkan kuesioner kepada siswa kelas VIII, melakukan wawancara dengan 1 orang guru Pendidikan Agama Katolik, pengamatan, penelitian kualitatif, dan studi pustaka. Data-data yang dihasilkan akan dianalisis guna mengetahui peranan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai skripsi ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok uraian sebagai berikut:

Bab I memaparkan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan tentang pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu hakikat, tujuan, konteks, model, dan pelaku Pendidikan Agama Katolik untuk membantu perkembangan iman siswa.

Bab III membahas tentang gambaran sejauh mana Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat telah sungguh membantu perkembangan iman siswa. Dalam bab ini terdapat dua


(33)

bagian yaitu pertama, gambaran umum keadaan SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang meliputi sejarah singkat, visi-misi, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik dan sosok guru Pendidikan Agama Katolik. Kedua, mencakup penelitian yaitu latar belakang penelitian, tujuan penelitian, jenis penelitian, instrumen pengumpulan data, responden penelitian, waktu pelaksanaan dan cara pengumpulan data, variabel penelitian, kisi-kisi instrumen, dan pembahasan serta kesimpulan hasil penelitian.

Bab IV menguraikan spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik dan upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh pembahasan mengenai peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terhadap perkembangan iman siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat yang meliputi kesimpulan dan saran.


(34)

BAB II

PENYELENGGARAAN POKOK-POKOK PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH DEMI TERWUJUDNYA PERKEMBANGAN IMAN SISWA

Pada bab II ini penulis menguraikan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang memiliki kesinambungan dengan pembahasan pada bab sebelumnya. Penulis melihat bahwa Pendidikan Agama Katolik di Sekolah belum terlaksana secara maksimal, karena guru lebih mengutamakan perkembangan kognitif (pikiran) daripada perkembangan iman siswa, sehingga siswa yang kurang mendapat pendampingan dari orangtua di rumah, imannya tidak berkembang secara maksimal sehingga mudah dipengaruhi secara negatif oleh teman sebayanya di sekolah. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah haruslah mengutamakan perkembangan iman siswa karena remaja akan banyak menghadapi persoalan untuk mencapai proses pendewasaan diri. Jika dibekali iman yang tangguh maka siswa dapat menghadapi berbagai persoalan dengan baik. Tetapi Pendidikan Agama Katolik di Sekolah tidak begitu saja melupakan segi kognitif (pikiran) karena hal ini bisa membantu pengetahuan siswa dengan wawasan yang luas. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah diharapkan mampu memberikan secara seimbang segi koginitif, afeksi, dan praksis sehingga mampu membantu perkembangan iman siswa.

Bab II merupakan kajian pustaka. Pada bab ini penulis membagi uraian menjadi tiga bagian, yaitu pada bagian pertama penulis menjelaskan pengertian pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Pada bagian kedua penulis menjelaskan perkembangan iman siswa di sekolah sebagai salah satu tujuan


(35)

Pendidikan Agama Katolik. Pada bagian ketiga penulis menjelaskan pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang mendukung terwujudnya perkembangan iman siswa.

A. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah 1. Pengertian Pendidikan Agama Katolik

Penulis menyampaikan pengertian Pendidikan Agama Katolik dari para ahli yakni Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 15) yang menyatakan bahwa “hakikat dasar Pendidikan Agama Katolik sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama”. Komunikasi iman dapat menumbuhkembangkan kepercayaan dalam diri manusia sedangkan pengajaran agama hanya sebagai pengetahuan manusia serta membantu manusia untuk menerapkannya. Sangat perlulah komunikasi iman antar sesama melalui sharing pengalaman. Sharing pengalaman dapat membantu seseorang agar imannya berkembang. Mangunwijaya sebagaimana dikutip Heryatno (2008: 16) mengungkapkan bahwa:

Sebagai komunikasi iman Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik. Bersifat praktis juga berarti Pendidikan Agama Katolik lebih menekankan tindakan (kehidupan) daripada konsep atau teori. Dengan sifatnya yang praktis, Pendidikan Agama Katolik menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung secara terus-menerus.

Refleksi tidak dapat dipisahkan dari komunikasi iman karena dengan adanya refleksi yang dilakukan oleh siswa di sekolah, maka siswa dapat melakukan komunikasi iman dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Refleksi juga membantu siswa dalam menghayati pengalaman imannya sehingga


(36)

siswa semakin percaya kepada Tuhan. Perkembangan iman siswa dibantu melalui pengalaman iman yang direfleksikan karena dengan refleksi siswa mampu menemukan pengalaman imannya sehingga siswa bisa melakukan komunikasi iman terhadap sesama serta semakin mengimani Kristus sebagai Anak Allah. Siswa yang percaya kepada Tuhan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih menekankan tindakan nyata daripada teori karena Pendidikan Agama Katolik bertujuan untuk mengembangkan iman siswa secara konkrit dalam hidup siswa, hal ini dimaksudkan agar perkembangan iman siswa bukan hanya berguna bagi dirinya sendiri tetapi juga berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.

Senada dengan pemikiran Mangunwijaya, Jacobs sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengungkapkan bahwa “Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu bentuk komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan, pergumulan, dan penghayatan dalam pelbagai bentuk”. Komunikasi iman yang meliputi unsur pengetahuan dimaksudkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak begitu saja melupakan pengetahuan karena dengan pengetahuan yang dimiliki, siswa mampu melakukan tindakan nyata. Pengetahuan juga membantu siswa memahami apa yang harus mereka lakukan dan tidak merugikan diri sendiri serta orang lain. Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga merupakan bentuk komunikasi berupa pergumulan dan penghayatan berbagai bentuk. Hal ini diartikan bahwa siswa tidak hanya mengetahui atau memahami saja tetapi siswa diharapkan mampu menghayati serta merangkul sesama dalam iman dan perbuatan, sehingga siswa semakin terbantu dalam mengembangkan


(37)

imannya dan mengimani Kristus sebagai sumber kehidupan. Heryatno (2008: 14-15) berpendapat bahwa:

Pendidikan Agama Katolik harus bervisi spiritual. Yang dimaksud spiritual disini adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti Pendidikan Agama Katolik secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup peserta didik, memperkembangkan jati diri atau inti hidup mereka.

Dengan bervisi spiritual, Pendidikan Agama Katolik diharapkan dapat membantu perkembangan iman siswa melalui kepercayaan yang ada dalam diri siswa. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan kepada siswa di sekolah agar siswa mendapatkan nilai-nilai yang bisa menopang kepercayaan yang terkandung di dalam Pendidikan Agama Katolik. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membantu siswa dalam menghadapi berbagai masalah pada masa remajanya. Pendidikan Agama Katolik mengajarkan kepada siswa agar pengetahuan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata dan keduanya haruslah seimbang.

Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus”. Sarana merupakan alat agar manusia menjadi pewarta Kristus di dunia. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda sebagai pewarta misalnya berbuat baik dan saling mengasihi sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana agar siswa dapat mengenal Kristus sebagai pewarta iman yang sejati. Sarana yang diberikan guru terhadap siswa berupa pengetahuan dari materi yang disampaikan serta pekerjaan rumah (PR) agar siswa dapat menerapkannya di tengah keluarga, Gereja, dan masyarakat luas.


(38)

Lokakarya mengenai tempat dan peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah yang diadakan oleh Komkat KWI di Malino sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta (2011: 4) mengemukakan bahwa “Pendidikan Agama Katolik merupakan bagian dari katekese yang berusaha membantu siswa agar dapat menggumuli hidupnya dari segi pandangan Kristiani”. Katekese merupakan pelayanan sabda dengan fungsi khas pendidikan iman. Pelayanan sabda yang dilakukan melalui pengajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah diupayakan dapat membantu siswa menemukan jati dirinya serta beriman kepada Kristus. Siswa yang beriman kepada Kristus akan senantiasa melayani sesama dengan sepenuh hati.

Berdasarkan pengertian di atas, penulis lebih tertarik dengan pernyataan Ajaran dan pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik sebagaimana dikutip oleh Dapiyanta yakni Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan sarana atau pelaksanaan pewartaan Kristus. Sarana merupakan alat, dimana alat tersebut dapat digunakan guru di sekolah untuk mendidik siswanya menjadi berkembang, baik berkembang dalam rohani maupun jasmani. Pendidikan Agama Katolik di Sekolah membantu siswa agar mampu mengenal dan mencintai Kristus. Sarana juga membantu siswa agar mewartakan kasih Allah. Selain itu, Pendidikan Agama Katolik menjadi tolak ukur siswa dalam perkembangan imannya. Berbagai cara dapat dilakukan dalam melaksanakan pewartaan Kristus, misalnya berdoa. Berdoa merupakan sarana agar manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, berdoa juga diajarkan guru kepada para muridnya, bahkan sebelum memulai dan mengakhiri kegiatan selalu diawali


(39)

dengan berdoa. Semuanya merupakan sarana agar manusia dekat dengan Tuhan serta mewartakan kasih Kristus.

Suradibrata (1984: 2) mengungkapkan bahwa “mendidik adalah kegiatan untuk membantu sesama agar “jadi orang”, dengan segala keterbatasannya, secara berangsur-angsur, dalam kebersamaan dengan orang lain”. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan diri sebagai guru yang mempunyai jiwa pendidik yang sepenuh hati mendidik siswanya agar siswa tersebut mendapat pengetahuan dan perkembangan iman yang utuh dan penuh sehingga dapat berguna bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mempunyai keunikan masing-masing dalam mendidik siswanya agar dapat berkembang. Berbagai macam cara dilakukan agar siswa dapat memahami materi yang disampaikan dan dapat mewujudnyatakan dalam kehidupannya di tengah masyarakat luas. Groome (2010: 37) mengungkapkan bahwa:

Pendidikan Agama Kristen adalah kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen, dan Visi Kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir diantara kita.

Pada jaman dahulu Yesus menjadi guru bagi para murid-Nya dan mengajarkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Tentu saja Yesus tidak hanya memberikan pengetahuan kepada para murid-Nya tetapi memberikan harapan agar para murid-Nya dapat menerapkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia. Begitu pula Pendidikan Agama Katolik di sekolah, guru memberikan pengetahuan kepada siswa dengan harapan siswa mampu melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Silabus (2010: 1) menyatakan bahwa:


(40)

Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan agar siswa mampu memahami dan melakukan kegiatan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, kegiatan yang dilakukan dapat membantu mengembangkan iman dan kepercayaan siswa. Siswa juga diajarkan untuk menghargai dan menghormati agama lain sejak dini baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah agar siswa dapat menjalin komunikasi yang baik antar sesama. Guru terlibat aktif dalam proses perkembangan siswa di sekolah agar siswa melakukan kegiatan secara terarah dan mempunyai dorongan yang kuat dari guru tersebut.

2. Tujuan Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2008: 23) mengungkapkan bahwa “tujuan Pendidikan Agama Katolik bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup peserta didik, tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah harus mencakup segi kognitif, afeksi dan praksis”. Segi kognitif (pikiran), afeksi (perasaan), dan praksis (tindakan) tidak dapat dipisahkan karena saling mendukung dalam perkembangan siswa, sehingga ketiganya diberikan secara seimbang oleh guru Pendidikan Agama Katolik kepada masing-masing siswa. Kemampuan siswa di kelas sangatlah beragam, oleh sebab itu guru Pendidikan Agama Katolik haruslah mempunyai kemampuan dalam mendidik siswanya, misalnya memberikan materi Pendidikan


(41)

Agama Katolik dengan cara yang mudah ditangkap dan menyenangkan oleh semua siswa, sehingga kreativitas guru sangat penting dalam mendidik. Berikut ini disampaikan 3 tujuan Pendidikan Agama Katolik yaitu 1) demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah: inti segala tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah, 2) tujuan formal jangka panjang: kedewasaan iman, 3) iman yang dihayati membebaskan manusia.

a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah: Inti Segala Tujuan Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Heryatno (2008: 25) mengungkapkan bahwa:

Sifat holistik tujuan Pendidikan Agama Katolik dapat lebih konkret kalau diletakkan pada inti dari segala tujuan proses penyelenggaraannya, yang sering disebut metapurpose yaitu untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus di dalam sabda, karya dan seluruh hidup-Nya mempunyai keprihatinan pokok mewartakan serta mewujudkan kerajaan Allah. Dapat juga dikatakan bahwa Yesus adalah kerajaan Allah.

Yesus telah bersabda dalam hidup manusia. Yesus diutus Allah ke dunia dengan sabda, karya, serta menyerahkan seluruh hidup-Nya untuk manusia. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang ditanamkan Yesus kepada manusia adalah Nilai-nilai-Nilai-nilai kebaikan, cinta kasih, saling menghargai, serta melayani sesama. Selama hidup di tengah dunia, Yesus berusaha mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah, melalui sabda dan karya-Nya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Tujuan Pendidikan Agama Katolik dalam proses penyelenggaraannya dimaksudkan tidak hanya untuk mengetahui dan memahami saja tetapi tindakan nyata merupakan salah satu cara untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah.


(42)

b. Tujuan Formal Jangka Panjang: Kedewasaan Iman

Heryatno (2008: 29) mengungkapkan bahwa “iman yang dewasa juga diartikan sebagai iman yang berkembang semakin matang secara penuh dan bersifat holistik karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis.” Siswa yang memasuki masa remajanya membutuhkan proses untuk mencapai iman yang dewasa. Iman yang dewasa diartikan sebagai iman yang berkembang karena mencakup segi pemikiran, hati, dan praksis, artinya setiap siswa yang mempunyai keinginan untuk berkembang dalam iman akan mengandalkan pemikiran, hati, dan perasaan karena ketiganya merupakan penunjang agar siswa mampu melaksanakan sesuatu didasari oleh dorongan dalam diri mereka. Jika segi pemikiran, hati, dan perasaan berjalan secara seimbang, maka siswa akan lebih terbantu dalam proses pendewasaan iman serta mampu mengendalikan dirinya. Seseorang yang dianggap dewasa dalam iman adalah seseorang yang mampu mengendalikan dirinya sendiri dari hal-hal negatif atau yang merugikan dirinya sendiri serta orang di sekitarnya.

c. Iman yang Dihayati Membebaskan manusia

Heryatno (2008: 33) mengungkapkan bahwa “kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati dan memperkembangkan imannya. Hanya di dalam suasana hati yang bebas manusia dapat sungguh menghayati dan mewujudkan imannya”. Melakukan pekerjaan tanpa adanya paksaan dari orang lain sangat menyenangkan bagi manusia, hal inilah yang dimaksud dengan kebebasan. Kebebasan merupakan kondisi utama bagi manusia untuk menghayati


(43)

dan memperkembangkan imannya. Hal ini dimaksudkan bahwa suasana hati yang bebas sangat dibutuhkan oleh semua orang karena manusia melakukan sesuatu berdasarkan kehendak dari diri sendiri bukan karena adanya paksaan dari orang lain. Tentu saja bebas tidak diartikan secara individualitas karena bebas disini adalah bebas untuk mengasihi sesama, bebas untuk melaksanakan nilai-nilai Kerajaan Allah, bebas menanggapi cinta kasih Allah. Iman manusia akan berkembang menjadi lebih baik dengan adanya kebebasan.

3. Konteks Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2008: 40) mengungkapkan bahwa “para guru Pendidikan Agama Katolik diharapkan mengenal dengan baik keadaan hidup peserta didiknya dan memiliki perhatian personal kepada mereka.” Guru di sekolah diharapkan mampu untuk mengenal siswa secara personal agar dapat membantu proses perkembangan siswa baik rohani maupun jasmani. Guru tidak hanya memberikan materi di kelas, tetapi guru juga memberikan dorongan atau motivasi sehingga siswa dapat berkembang di masa remajanya. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah memiliki perhatian personal bagi para siswa, artinya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang siswa miliki, guru senantiasa membantu siswa untuk berkembang.

a. Sosialisasi Menuju Pribadi yang Lebih Matang Heryatno (2008: 41) mengungkapkan bahwa:

Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup di mana seseorang memasukkan diri atau dimasukkan ke dalam etos hidup


(44)

bersama. Di dalam proses tersebut sebagai manusia kita menghadapi dan menanggapi pengaruh konteks sosial yang berupa tatanan hidup, nilai yang dianut, corak tingkah laku yang diharapkan, dll.

Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, artinya sepanjang hidupnya manusia akan terus melakukan sosialisasi karena manusia selalu berinteraksi dengan sesama. Dalam lingkungan keluarga anak mulai belajar bersosialisasi dengan orangtua dan saudaranya, jika anak tersebut mampu melakukan sosialisasi dengan keluarganya maka kebiasaan tersebut akan membawa dampak yang baik ketika sudah berada atau berinteraksi di lingkungan sekolah serta masyarakat luas. Anak menjadi pribadi yang lebih matang ketika anak mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat luas maka nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh orangtuanya di rumah terus melekat dalam dirinya. Sosialisasi menjadi suatu kebutuhan bagi hidup manusia karena dengan adanya sosialisasi setiap manusia menjumpai banyak orang yang dapat mengubah dirinya menjadi lebih dewasa dalam bersikap.

b. Sosialisasi Menuju Hidup Beriman yang Dewasa Heryatno (2008: 43) mengungkapkan bahwa:

Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani. Di dalam komunikasi dengan sesama umat Kristiani tersebut kita menjumpai cara hidup umat, harta kekayaan dan pengakuan iman mereka. Di dalam proses yang sama itu, kita mempelajari harta kekayaan iman Gereja, kita berkenalan dan mengambil bagian di dalam cara hidup umat sehingga kita makin mencintai, meyakini dan menghayati iman umat.

Sosialisasi terhadap sesama umat Kristiani dengan cara menjalin relasi yang baik dengan sesama, secara tidak langsung membantu proses pendewasaan


(45)

iman seseorang. Hal ini dapat dilakukan melalui keterlibatan atau partisipasi umat dalam kehidupan menggereja, misalnya mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Setiap mengikuti pendalaman iman di lingkungan, umat bisa saling bertukar pengalaman iman mereka dengan cara mensharingkannya, dari sharing tersebut umat saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain, pada akhirnya iman umat semakin diperkuat dan dipersatukan dalam nama Yesus. Untuk menjadi lebih Kristiani kita membutuhkan komunikasi dengan sesama umat Kristiani, artinya menjalin komunikasi antar umat Kristiani akan membantu setiap umat untuk berkembang.

c. Proses Sosialisasi Memerlukan Edukasi yang Bersifat Kritis Heryatno (2008: 47) mengungkapkan bahwa:

Dalam membantu memperkembangkan iman siswa Pendidikan Agama Katolik secara serentak memerlukan baik proses sosialisasi maupun edukasi yang bersifat kritis. Pendidikan Agama Katolik di sekolah memang harus bersifat kontekstual dan secara serius bertolak dari kenyataan hidup beriman siswa dan menanggapi kebutuhan mereka baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Dalam membantu memperkembangkan iman siswa Pendidikan Agama Katolik secara serentak memerlukan baik proses sosialisasi maupun edukasi yang bersifat kritis, hal ini dimaksudkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah membantu siswa dengan cara memberikan pendidikan kepada siswa, dimana pendidikan tersebut mampu membantu siswa untuk menemukan sendiri apa yang menjadi kebutuhan mereka berdasarkan hati nurani siswa. Edukasi yang bersifat kritis sangat diperlukan dalam bersosialisasi, artinya Pendidikan Agama katolik di sekolah membantu siswa untuk berkembang dalam iman dengan


(46)

dibekali pendidikan agar siswa mampu menjadi dirinya sendiri sehingga tidak terjadi keseragaman antar siswa. Siswa dapat saling melengkapi dengan segala perbedaan yang ada dalam diri mereka.

4. Model-Model Pendidikan Agama Katolik

Heryatno (2008: 49) mengungkapkan bahwa “istilah model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan tertentu yang memiliki suatu kerangka yang tertentu pula untuk suatu proses kegiatan penyelenggaraan pendidikan dalam iman dengan langkah-langkah yang kurang lebih tetap.” Pendidikan Agama Katolik di sekolah menempatkan siswa sebagai subjek dan guru sebagai fasilitator. Model perlu dimengerti sebagai suatu pendekatan hal ini dimaksudkan bahwa ada banyak cara atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru agar siswanya dapat memahami apa yang disampaikan guru di kelas sehingga membantu siswa untuk berkembang, perkembangan tersebut tentu saja berasal dari dorongan yang ada dalam diri siswa sehingga guru dengan berbagai cara pula membantu dan mengarahkan siswanya dalam bertindak.

a. Tiga Unsur Pokok Pendidikan Agama Katolik 1) Pengalaman Hidup Peserta Didik

Heryatno (2008: 50) mengungkapkan bahwa “pengalaman hidup mencakup seluruh kenyataan hidup peserta. Melalui refleksi terhadap pengalaman hidupnya peserta didik mengenali kehadiran Allah yang melimpahkan rahmat-Nya dan mengundang mereka untuk menanggapinya.” Pengalaman hidup dan


(47)

refleksi memang tidak dapat dipisahkan karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan mengalami banyak hal yang membuat manusia merefleksikannya baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal ini merupakan suatu proses pembelajaran hidup menuju suatu perkembangan iman manusia. Dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah, guru selalu membiasakan siswanya agar merefleksikan semua pengalaman yang sudah siswa dapatkan baik dalam pelajaran maupun dalam kegiatan siswa sehari-hari. Refleksi melatih siswa agar mampu memperbaiki yang menjadi kekurangannya dan mempertahankan apa yang menjadi kelebihan atau bakatnya serta menanggapi kehadiran Allah dalam hidupnya. Pengalaman hidup membawa setiap orang untuk berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan iman sehingga seseorang semakin percaya dan mengimani Kristus di tengah dunia.

2) Visi dan Kisah Kristiani (Harta Kekayaan Iman Gereja)

Heryatno (2008: 51) mengungkapkan bahwa “visi dan kisah hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, agar peserta menyadari makna pengalamannya dan dihantar untuk sampai pada pengakuan iman Katolik yang lebih personal dan otentik.” Visi dan kisah hidup Kristiani menjadi kerangka untuk menafsirkan pengalaman hidup konkret peserta, artinya setiap orang pasti mengalami pengalaman iman dalam hidupnya. Dari pengalaman iman tersebut seseorang menyadari makna pengalaman imannya bahwa pengalaman iman mampu mengubah hidup manusia menjadi lebih baik. Dalam kehidupan menggereja setiap umat yang sudah dibaptis percaya bahwa


(48)

Tuhan selalu hadir di tengah hidup manusia. Pengalaman dibaptis merupakan pengalaman iman karena manusia menyadari akan kehadiran Tuhan melalui baptisan tersebut. Setelah dibaptis setiap orang akan semakin diperteguh imannya dan hidup dalam nama Yesus sebagai Anak Allah. Hal inilah yang dimaksud dengan pengakuan Katolik yang lebih personal dan otentik karena setiap orang yang memutuskan dirinya untuk dibaptis maka orang tersebut siap dengan segala konsekuensinya mengikuti Kristus.

3) Komunikasi Hidup Konkret Peserta dengan Visi dan Kisah/Tradisi Kristiani

Heryatno (2008: 51) mengungkapkan bahwa “salah satu tugas utama Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah mendialogkan atau mempertemukan pengalaman hidup dengan harta kekayaan iman Katolik.” Dialog membantu siswa semakin menghayati imannya sebagai pribadi yang mengimani Krsitus. Tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah adalah mendialogkan pengalaman hidup dengan harta kekayaan iman Katolik. Hal ini dimaksudkan agar Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh membantu siswa agar mampu memaknai pengalaman hidupnya sehingga mampu menghayati dirinya sebagai anggota Gereja Katolik. Pengakuan dirinya sebagai anggota Gereja Katolik diwujudkan dalam kehidupannya sehari-hari yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah hidup manusia dan menghayati semangat injili dalam dirinya. Dialog diharapkan dapat memperkembangkan hidup siswa artinya siswa menyadari dan memaknai pengalaman hidupnya sehingga mampu membantu dirinya untuk mewujudnyatakan pengalaman hidup secara kontekstual


(49)

b. Beberapa Model Pendidikan Agama Katolik 1) Model Transmisi/Transfer

Heryatno (2008: 55) mengungkapkan bahwa “model ini berpusat pada guru yang mentransfer (mengoper) seluruh pengetahuannya pada siswa dengan menerapkan relasi guru dengan siswa.” Model transmisi/transfer merupakan cara lama yang digunakan para guru dalam mengajar. Model ini kurang efektif karena tidak melibatkan siswa dalam kegiatan mengajar/memberikan materi. Dalam mengikuti pelajaran di kelas ada jarak antara guru dan siswa sehingga guru tidak kreatif dalam menyampaikan materi dan siswa kurang aktif mengikuti pelajaran di kelas. Hal ini tidak membantu perkembangan siswa baik secara kognitif maupun dalam iman karena guru tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan siswa.

2) Model yang Berpusat pada Hidup Peserta

Heryatno (2008: 57) mengungkapkan bahwa “model pendidikan yang berpusat pada hidup peserta ini merupakan reaksi yang ekstrem terhadap model pendidikan yang bersifat dogmatis.” Pada jaman era globalisasi seperti saat ini, para guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah hanya sebagai fasilitator dengan berpusat pada hidup peserta/peserta didik. Model ini diyakini mampu memperkembangkan pengetahuan dan iman siswa secara utuh. Siswa terlibat aktif dalam kegiatan pengajaran di kelas dengan cara tanya jawab dan kerja kelompok/sharing pengalaman, pada akhir pelajaran siswa diajak untuk merefleksikan pengalaman mereka selama mengikuti pelajaran di kelas berkaitan dengan pengalaman hidup mereka secara konkrit.


(50)

Kedua model di atas masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan, oleh sebab itu kedua model di atas saling melengkapi. Guru Pendidikan Agama Katolik di sekolah bukan hanya sebagai fasilitator tetapi guru juga memberikan pengetahuan/informasi sehingga membantu perkembangan kognitif siswa dan memfasilitasi siswa agar siswa aktif di kelas serta membantu perkembangan iman mereka.

5. Sosok Guru Pendidikan Agama Katolik Memandang Siswa Sungguh Baik, Diciptakan Menurut Gambar Dan Rupa Tuhan

a. Antropologi Kristiani: Manusia Sungguh Baik

Heryatno (2008: 101) mengungkapkan bahwa “manusia diciptakan supaya dapat mengasihi Allah dan sesamanya. Manusia selalu berada di dalam relasinya dengan Tuhannya, sesamanya dan seluruh alam semesta lingkungannya.” Manusia diciptakan agar saling mengasihi Allah, sesamanya dan alam semesta, artinya setiap umat manusia harus saling mengasihi sebagaimana Allah mengasihi manusia serta menjaga alam semesta yang diciptakan Allah untuk manusia agar manusia hidup berkecukupan di dunia ini. Manusia diciptakan Allah dengan segala keunikannya, artinya manusia diciptakan Allah dengan segala perbedaan agar manusia saling melengkapi dan bekerjasama dengan sesama serta menjalin hubungan yang baik dengan sesama, karena Allah menciptakan manusia menurut citra-Nya maka Allah memandang manusia sungguh baik. Walaupun manusia dapat berdosa dan berbuat jahat akan tetapi Allah selalu mengampuni manusia. Hal inilah bukti bahwa Allah sungguh mengasihi manusia.


(51)

b. Implikasi Antropologi Positif bagi Pengembangan Sikap Hidup para Guru

1) Meneguhkan Pribadi dan Jati Diri Siswa

Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa “sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati lebih-lebih siswanya yang bermasalah, lemah dan nakal, diharapkan dapat mendorong dan memberdayakan siswa agar mereka (sendiri) dapat memperkembangkan hidupnya.” Manusia diciptakan Tuhan dengan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki setiap orang. Sikap dasar guru Pendidikan Agama Katolik, yang meneguhkan dan menghormati siswanya yang bermasalah, lemah, dan nakal dimaksudkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mampu mengenal siswa secara personal, sehingga guru dapat mendorong dan memberdayakan siswanya dengan cara memahami kebutuhan siswa tanpa memandang latar belakang mereka. Guru Pendidikan Agama Katolik membantu siswa berkembang dengan melihat bakat-bakat yang mereka miliki. Melalui bakat-bakat yang ada dalam diri siswa tersebut maka guru dengan kerendahan hatinya mendampingi siswa, menaruh harapan dan kepercayaan agar siswa berkembang menjadi lebih baik serta bersikap lembut dan murah hati apabila menghadapi siswa yang bermasalah, lemah, dan nakal serta berusaha mendampingi para siswa untuk berkembang.

2) Tetap Yakin dan Penuh Harap pada Siswa Heryatno (2008: 104) menyatakan bahwa:

Sebagai guru kita tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan bahwa semua siswa dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang


(52)

mereka terima dari Allah mereka; karena kebaikan dan kemurahan hati-Nya semua siswa dapat sampai pada kelimpahan dan kepenuhan hidup. Sebagai pendidik guru tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan terhadap siswanya, artinya guru tidak hanya melihat kekurangan yang siswa miliki tetapi guru percaya bahwa di balik kekurangan ada kelebihan dalam diri siswa. Melalui kepercayaan tersebut guru sungguh-sungguh mempunyai keinginan yang tulus untuk membantu siswa dalam berkembang. Guru membantu siswa untuk menemukan bakat-bakat yang ada dalam diri siswa serta membantu siswa untuk mengembangkan bakat tersebut. Guru meyakini bahwa setiap anak bisa berkembang menjadi lebih baik ketika ia tersebut mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dirinya mampu dan bisa melakukan apa yang menjadi cita-citanya.

3) Mengasihi Siswa

Heryatno (2008: 105) menyatakan bahwa “beriman, berharap dan mengasihi hidup siswa itulah yang menjadi sikap, tekad dan kesadaran yang wajib mereka wujudkan di dalam menunaikan tugas panggilan mereka sebagai guru Pendidikan Agama Katolik.” Guru mengasihi siswanya seperti Yesus mengasihi para murid-Nya. Guru mengasihi siswa dengan tulus hati mendampingi siswa dan rela berkorban demi terwujudnya perkembangan iman siswa. Beriman, berharap dan mengasihi hidup siswa menjadi sikap dasar sebagai guru Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dimaksudkan bahwa iman dilandasi dengan pengharapan dan diwujudnyatakan melalui kasih seorang guru kepada siswa. Guru memadukan keutamaan sifat-sifat ayah dan ibu, sifat ayah yang selalu tegar, kuat, serta rela


(53)

berkoban dan sifat ibu yang lemah lembut, sabar, serta rendah hati. Sifat-sifat inilah yang membantu seorang guru dalam meperkembangkan hidup siswa.

4) Menghormati Siswa Sebagai Subjek

Heryatno (2008: 106) menyatakan bahwa “dengan memperlakukan mereka sebagai subjek, para guru Pendidikan Agama Katolik juga akan memberdayakan mereka sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif serta realistis.” Guru Pendidikan Agama Katolik memberdayakan siswa sebagai pelaku pendidikan yang aktif, kreatif, serta realistis artinya guru memfasilitasi siswa di kelas dengan penuh kepercayaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Guru juga memotivasi serta mempermudah siswa sehingga siswa mempunyai kreativitas dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. Hal ini secara realistis membantu perkembangan iman siswa secara utuh.

5) Menghormati Kebebasan, Hak dan Tanggungjawab Siswa

Heryatno (2008: 107) menyatakan bahwa “kebebasan terwujud kalau para guru Pendidikan Agama Katolik menghormati hidup siswa sebagai pribadi di dalam totalitasnya dan mendorong mereka untuk bersikap serta bertindak berdasar hati nuraninya.” Setiap orang perlu menentukan pilihan dalam hidupnya berdasarkan hati nurani. Kebebasan terwujud apabila guru Pendidikan Agama Katolik menghormati hidup siswa sebagai pribadi serta bertindak berdasarkan hati nurani, artinya bahwa guru berkewajiban mendidik siswa tetapi guru tidak berhak


(54)

menentukan pilihan dalam hidup siswa. Siswa hanya dimotivasi dan difasilitasi agar siswa mampu menetukan pilihannya sendiri secara kontekstual, dengan penuh kesadaran bahwa apa yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik dalam hidupnya. Kebebasan yang dimiliki oleh siswa berdasarkan kesadaran dan hati nurani tanpa adanya paksaan dari guru atau orang lain.

B. Perkembangan Iman 1. Pengertian Perkembangan

Nagel sebagaimana dikutip Singgih (1981: 29) mengemukakan bahwa “perkembangan merupakan struktur yang teroganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi”. Perkembangan yang dimaksud di atas diibaratkan dengan anggota tubuh manusia yang mempunyai satu kesatuan. Jika anggota tubuh yang satu sakit atau tidak berfungsi lagi maka akan berakibat pada anggota tubuh yang lain. Suatu perkembangan dalam hidup manusia dimulai dari sebuah kemauan atau tekat yang besar dari diri sendiri. Dalam berkembang, manusia mempunyai banyak faktor dari dalam dan luar dirinya, baik faktor yang mendukung maupun faktor yang kurang mendukung. Oleh sebab itu setiap orang harus mampu mengendalikan diri sehingga dapat mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya.

Scbneirla sebagaimana dikutip Singgih (1981: 29) mengungkapkan bahwa “perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi pada organisme, dan organisme ini dilihat sebagai sistem fungsional dan adaptif


(55)

sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor, yakni kematangan dan pengalaman”. Kematangan dan pengalaman menjadi faktor dalam perkembangan karena setiap orang yang tumbuh baik jasmani dan rohani akan mengalami perubahan yang sangat signifikan. Berkembang melalui berbagai proses sehingga seseorang akan banyak mengalami pengalaman dan membantu proses kematangan dalam dirinya.

Senada dengan Scbneirla sebagaimana dikutip oleh Singgih, Hurlock, (1989: 2) mengungkapkan bahwa “perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.” Semakin banyak pengalaman yang dilalui oleh setiap orang maka semakin matang dan berkembang orang tersebut, karena setiap pengalaman mempunyai nilai atau kesan tersendiri bagi setiap orang sehingga mengajak orang tersebut untuk merefleksikannya sebagai proses pendewasaan diri serta secara perlahan mengajak seseorang tersebut untuk berubah.

Siti Rahayu (1989: 2) mengungkapkan bahwa “perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar. Terutama isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar.” Perkembangan berhubungan dengan proses belajar artinya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan mengalami berbagai pengalaman sehingga pengalaman tersebut dapat membantu menuju pada perkembangan dalam diri seseorang. Hal inilah yang disebut dengan proses belajar karena dalam berproses setiap orang mengalami pengalaman yang berbeda sehingga ada yang cepat mengalami perkembangan dan ada yang lama mengalami perkembangan. Tentu semua itu tergantung dari setiap individu serta


(56)

orang-orang yang berada disekitarnya. Setiap orang yang sedang berproses akan cepat mengalami perkembangan apabila mendapat dukungan dari orang sekitar. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkembang mengenal isinya, yaitu mengenal apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa setiap orang yang mempunyai keinginan untuk berkembang mempunyai tujuan agar hidupnya menjadi lebih baik.

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 24) mengungkapkan bahwa “kepercayaan eksistensial bukanlah sekedar kegiatan pemberian arti, tetapi juga proses dinamis pemberian arti itu sendiri. Proses tersebut terwujud dalam urutan sejumlah tahap perkembangan kepercayaan.” Setiap orang yang mempunyai kemauan untuk berkembang pasti ada kepercayaan yang kuat dalam dirinya. Kepercayaan inilah yang mendorong orang tersebut untuk terus maju. Manusia merupakan mahkluk yang dinamis atau berubah-ubah sehingga akan dimudahkan dalam berkembang jika dimotivasi untuk berubah menjadi lebih baik.

Berdasarkan ungkapan para ahli di atas tentang pengertian perkembangan, penulis lebih tertarik pada pendapat Siti Rahayu yang mengungkapkan bahwa perkembangan berhubungan dengan proses belajar. Hal ini dimaksudkan bahwa jika seseorang mengalami perkembangan dalam hidupnya berarti seseorang tersebut sudah melalui berbagai macam pembelajaran. Masing-masing individu mempunyai tingkatan kesulitan yang berbeda dalam perkembangan karena berkembang berdasarkan kebutuhan dari individu tersebut. Pengalaman seseorang mampu mengubah orang tersebut untuk berkembang karena melalui pengalamanlah manusia bisa merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.


(57)

Selain itu kepercayaan yang ada dalam diri kita juga membawa perubahan yang baik bagi kita karena percaya diri sangat membantu setiap orang untuk berkembang.

2. Iman

a. Pengertian Iman

Buku Iman Katolik (1996: 127) mengungkapkan bahwa:

Dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan menyerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama. Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman, penyerahan kepada Allah, pertemuan dengan Allah. Umat Kristen mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus.

Dalam kegiatan menggereja setiap umat yang beriman kepada Tuhan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan karena manusia mempunyai kepercayaan dalam dirinya bahwa hanya Tuhanlah jalan keselamatan bagi manusia. Setiap orang beriman pasti mempunyai pengalaman iman yang berbeda-beda sehingga mereka sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup manusia. Melalui Yesus Kristus umat Kristen mengenal Allah sebagai Bapa. Yesus yang kita sambut melalui Ekaristi merupakan bukti nyata bahwa Allah bersemayam di dalam hati semua umat manusia yang percaya kepada-Nya.


(58)

Fowler sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 8) mengungkapkan bahwa “iman adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya.” Ketika manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup, manusia yang beriman hanya bersandar kepada Tuhan sehingga dapat menyelesaikan atau melalui masalah dengan baik dan mendapat pengalaman yang berharga dari persoalan tersebut. Banyak pengalaman yang membuat manusia lebih dewasa dalam iman dan semakin percaya kepada Tuhan.

Banawiratma (1991: 49) mengungkapkan bahwa “beriman Kristiani berarti memilih makna kehidupan yang ditentukan oleh Yesus Kristus dengan keprihatinan tunggal Kerajaan Allah. Penghayatan iman Kristiani terjadi dalam paguyuban atau persekutuan iman dengan ajaran maupun ibadahnya.” Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memperkuat iman manusia misalnya dengan mengikuti pendalaman iman di lingkungan. Dalam pendalaman iman, ada sharing pengalaman iman dan refleksi, keduanya mampu membantu manusia untuk berkembang dalam imannya. Begitu pula pada saat mengikuti kegiatan Gereja misalnya koor, umat dapat ambil bagian dalam kemajuan Gereja. Semuanya dilakukan karena umat percaya kepada Tuhan sang pemberi hidup.

Suradibrata (1984: 2) mengungkapkan bahwa “iman sebagai kegiatan manusiawi menyangkut potensi manusia untuk mengerti, maka iman mengarah pada kegiatan pemahaman. Intellectualitas merupakan kebutuhan penyempurnaan dan aktualisasi tindak beriman.” Iman tidak hanya semata-mata mengandalkan perasaan manusia saja tetapi juga menyangkut pengetahuan manusia. Setiap


(59)

manusia yang beriman mengetahui kepada siapa ia percaya dan mampu menjalin relasi yang baik dengan sesama.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa iman merupakan penyerahan diri manusia secara utuh dan penuh kepada Allah. Dengan iman dan kepercayaan itulah manusia dapat mencintai Allah melalui sesama. Pendidikan Agama Katolik di sekolah mengajarkan kepada siswa agar mempunyai iman yang tangguh sehingga tidak mudah terpengaruh oleh masalah apapun yang ada di dalam maupun di luar diri kita. Setiap orang beriman percaya bahwa hanya kepada Tuhanlah segala masalah dapat terselesaikan dengan baik, sehingga manusia hanya bisa berpasrah diri dan berusaha. Iman seseorang memang tidak dapat diukur tetapi iman dapat diamati dari kepercayaan yang ada dalam diri seseorang. Orang yang beriman tidak akan mudah putus asa jika dihadapkan dengan situasi yang sulit. Seseorang termotivasi oleh orang lain agar menjadi lebih baik merupakan suatu perkembangan iman.

b. Iman Kristen Dalam Tiga Dimensi

Groome (2010: 81) mengungkapkan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga dimensi yang esensial: 1) keyakinan, 2) hubungan yang penuh kepercayaan, dan 3) kehidupan agape yang hidup.

1) Iman sebagai Kegiatan Meyakini Groome (2010: 82) berkeyakinan bahwa:

Dalam mentalitas Barat, iman (faith) dan keyakinan (belief) sering dianggap sama. akan tetapi, meskipun iman Kristen lebih luas daripada kepercayaan, tentu saja ada dimensi kepercayaan dalam iman Kristen ketika iman Kristen diwujudkan dalam kehidupan manusia. David Tracy


(60)

menyatakan “keyakinan” (belief) adalah simbol yang menjelaskan “pernyataan kognitif, moral, atau historis tertentu yang terkandung dalam sikap ‘iman’ tertentu”.

Keyakinan menjadi tolak ukur dari iman itu sendiri, dengan beriman berarti manusia yakin akan keberadaan Tuhan di dunia ini. Manusia yang mempunyai keyakinan memaknai keberadaan Tuhan melalui sesama, misalnya saling mengasihi dan meneguhkan. Setiap manusia mempunyai batasan-batasan kemampuan dalam menjalani hidupnya, ketika mendapat suatu cobaan, orang yang mempunyai keyakinan kepada Tuhan akan berdoa kepada Tuhan memohon berkat-Nya agar masalah yang menimpanya dapat diselesaikan.

2) Iman sebagai Kegiatan Mempercayakan Groome (2010: 87) menyatakan bahwa:

Beriman mengandung arti kegiatan mempercayakan. Jika kegiatan iman Kristen “percaya” (believing) terutama menunjuk pada tindakan kognitif, maka kegiatan iman Kristen mempercayakan (trusting) terutama bersifat afektif. Kegiatan iman Kristen mempercayakan adalah dimensi iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman Kristen yang bersifat afektif/kepercayaan ini mengambil bentuk hubungan pribadi yang penuh kepercayaan dengan Allah yang menyelamatkan di dalam Yesus Kristus; dan mempercayakan (trust) diekspresikan dalam kesetiaan, kasih, dan kelekatan. Karena Allah adalah setia, kita dapat menyerahkan diri kita dengan penuh kepercayaan.

Iman sebagai kegiatan mempercayakan artinya manusia mempercayakan seluruh hidupnya ke dalam tangan-Nya. Pada perjamuan Ekaristi, manusia menerima tubuh dan darah Kristus. Tubuh dan darah Kristus merupakan tanda bahwa Allah selalu hadir dalam hidup manusia melalui perantaraan Yesus Kristus Putra-Nya. Ketika manusia menerima tubuh dan darah Kristus, manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah. Bukti kesetiaan Allah kepada


(61)

manusia adalah Allah tidak meninggalkan manusia pada saat manusia jatuh ke dalam dosa bahkan Allah datang untuk menyelematkan manusia dari dosa.

3) Iman sebagai Kegiatan Melakukan Groome (2010: 90) mengungkapkan bahwa:

Iman Kristen sebagai respons terhadap Kerajaan Allah dalam Kristus harus mencakup melakukan kehendak Allah. Secara lebih khusus, melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Panggilan hidup mengasihi di dalam dunia begitu penting dalam tradisi Kristen sehingga kita dapat dengan mudah menganggap sudah secara otomatis demikian atau berhenti memperhatikan sentralitasnya.

Melakukan kehendak Allah harus diwujudkan dalam kehidupan agape yang hidup mengasihi Allah dengan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Hal ini dimaksudkan bahwa manusia yang beriman kepada Tuhan mewujudnyatakan kasih mereka melalui perbuatan nyata misalnya peduli terhadap sesama yang membutuhkan serta mencintai sesama dengan segala kerendahan hatinya. Melakukan kehendak Allah merupakan salah satu cara manusia mencintai Allah bahwa manusia mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah.

c. Iman: “kepercayaan-tanpa-jaminan”

1) Allah serentak sebagai tujuan sasaran iman dan dasar/alasan iman Syukur Dister (1989: 126-131) mengungkapkan bahwa:

Dalam iman, seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri. Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. Maka dari itu “objek” iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Allah melainkan Tuhan Allah sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi pribadi: bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan


(1)

melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. Kedua faktor tersebut mampu membantu iman siswa berkembang sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana dengan baik. Wawancara menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu perkembangan iman siswa. Terlihat jelas bahwa tidak hanya materi saja yang disajikan secara menarik akan tetapi sekolah juga melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan Gereja. Tentu saja pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Katolik diterapkan melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Keduanya saling mendukung dalam perkembangan iman siswa.

3) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 3 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman siswa daripada penguasaan materi karena perkembangan iman siswa tidak hanya dilihat dari perkembangan akademik saja tetapi juga dilihat dari sikap dan perbuatannya sehari-hari. Pendidikan Agama Katolik diharapkan membantu siswa untuk berkembang menjadi lebih baik terutama dalam sikap dan perbuatan terhadap teman di sekolah dan orangtua di rumah. Hal ini menunjukkan bahwa iman siswa berkembang tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Pada saat di rumah perkembangan iman siswa terlihat dari cara siswa tersebut berperilaku kepada orangtua. Siswa bersikap hormat dan berbicara sopan kepada orangtua serta taat terhadap peraturan yang ada di rumah. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman daripada penguasaan materi. Akan tetapi bukan berarti materi Pendidikan Agama Katolik diabaikan karena materi Pendidikan Agama Katolik dapat mendukung proses perkembangan iman siswa.

4) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 4 menyatakan bahwa ada perbedaan antara siswa yang beragama Katolik dengan siswa yang beragama lain. Hal ini terlihat jelas pada saat mereka berada di lingkungan sekolah. Siswa yang


(2)

beragama Katolik mempunyai kepekaan yang kuat apabila melihat guru yang membutuhkan bantuan mereka. Selain itu, siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai kesadaran dari dalam dirinya untuk menghormati orang yang lebih tua dan bersikap sopan apabila berbicara dengan orang lain. Tentu saja ini dilatarbelakangi oleh keluarga di rumah terutama orangtua. Orangtua memberi nasehat dan membantu siswa agar mampu berperilaku baik. Wawancara menunjukkan bahwa siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai pondasi yang kuat dari dalam dirinya. Ketika mereka berada di lingkungan sekolah, siswa tersebut bisa mengendalikan diri dalam bersikap terutama dengan teman dan guru.

5) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 5 menunjukkan bahwa siswa sudah terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja menarik bagi siswa sehingga mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Kedua, dalam setiap kegiatan Gereja siswa dilibatkan langsung misalnya pada saat dekorasi sehingga mereka mempunyai pengalaman yang mengesankan. Siswa sangat perlu untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja karena siswa akan menjadi tulang punggung Gereja sehingga mereka diajarkan bagaimana bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan. Data ini menunjukkan bahwa sekolah dan Gereja saling berkerjasama dalam membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Kegiatan tersebut melatih siswa agar mempunyai pengalaman bagi masa depan mereka sebagai generasi penerus Gereja.

6) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 6 menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memotivasi siswa dengan berbagai cara agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pertama, siswa diberikan gambaran tentang karya-karya Yesus di dunia agar siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kedua, guru Pendidikan Agama Katolik memberikan penghargaan berupa rosario kepada siswa yang mempunyai prestasi misalnya


(3)

juara lomba koor dan lomba Kitab Suci. Ketiga, guru mendekati siswa secara personal apabila ada siswa yang belum terlibat aktif dalam kegiatan Gereja serta memberikan arahan. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh berusaha untuk membantu siswa agar mereka mempunyai kesadaran dari dalam dirinya bahwa sangat penting melibatkan diri dalam kegiatan Gereja. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan bakat-bakat mereka. Bakat yang siswa miliki sangat bermanfaat bagi kemajuan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar.

7) Hasil wawancara dari pertanyaan no. 7 menunjukkan bahwa ada 4 faktor pendukung dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah yaitu pertama, 70% siswa di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik sehingga sangat mendukung untuk pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Kedua, 50% guru-guru SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik jadi tidak mengalami kesulitan apabila melakukan kegiatan. Ketiga, sekolah melaksanakan Iman dan Taqwa (IMTAQ) yang rutin dilaksanakan setiap hari jumat sebelum masuk kelas jam 06.30. Keempat, tugas-tugas siswa tidak hanya tugas sebagai murid di sekolah tetapi mereka juga mendapat tugas untuk koor di Gereja, membaca Kitab Suci, dan misdinar di Gereja. Data ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang mendukung dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga siswa sangat terbantu untuk berkembang. Sekolah tidak hanya memberikan materi Pendidikan Agama Katolik tetapi juga mengadakan kegiatan agar siswa terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga mendapat dukungan dari guru-guru yang lain dalam melaksanakan kegiatan di sekolah.

8) Hasil wawancara dari pertanyaan no.8 menyatakan bahwa ada 2 faktor penghambat dalam proses pembelajaran yaitu pertama, kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran artinya ada sebagian siswa menganggap


(4)

bahwa pelajaran Pendidikan Agama Katolik hanya sebatas belajar di sekolah. Kedua, siswa kurang terlibat aktif sehingga hanya beberapa orang saja tetapi siswa yang kurang terlibat aktif bukan berasal dari daerah Sepauk sehingga merekapun dalam menjalankan proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah hanya sebatas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik perlu melakukan pendekatan secara personal terhadap masing-masing siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu berbagai kesulitan baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa. Mengingat tidak semua siswa berasal dari daerah Sepauk sehingga mereka perlu dilakukan pendekatan.


(5)

Lampiran 7 : Nama-nama siswa-siswi Kelas VIII SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

1. Leni Marlina 2. Margareta Ita 3. Fransiska Nika 4. Priska Leberta Idot 5. Gabrilia Domita Sari 6. Veronika Alda 7. Ayek Sina

8. Natalia Nita Sasmita 9. Veronika Lena Melinda 10. Sumi Yati

11. Hendro

12. Crishtopy Dugarry 13. Indi Hermanto

14. Alexsander Candrawati 15. Blasius Yodi Diatamas 16. Sabina Balon

17. Elma Tiana 18. Yosepha Rani 19. Mida

20. Yuliana 21. Mega

22. Devensius Hengky 23. Meriyani

24. Martina Sugiarti 25. Supardi


(6)

26. Donius Niko 27. Yanki 28. Sudirman

29. Silvanus Anes Andry 30. Petrus Cuuk