65
Tabel 1: Identitas Responden N= 30
No Kelas Laki-Laki
Perempuan Jumlah
1 VIII A
5 Siswa 10 Siswa
15 Siswa 50
2 VIII B
4 Siswa 11 Siswa
15 Siswa 50
Tabel 2: Hasil Penelitian Melalui Kuesioner N= 30
No Pernyataan Jumlah
Siswa Positif
Netral Negatif
A. Pendidikan
Agama Katolik di sekolah SMP
Negeri 1 Sepauk, Kabupaten
Sintang, Kalimantan
Barat telah sungguh
membantu perkembangan
iman siswa SS S
N TS STS
1. Materi
Pendidikan Agama Katolik
disampaikan oleh guru dengan
penuh kreativitas 19 63,3
7 23,3 3 10
1 3,3
2. Guru Pendidikan
Agama Katolik Mengajarkan
tentang karya Yesus di dunia
agar siswa semakin
28 93,3 2
6,6
66
mengenal dan mencintai Yesus
3. Guru Pendidikan
Agama Katolik Mendampingi
siswa dengan senang hati
18 60
12 40
4. Guru Pendidikan
Agama Katolik tidak
memberikan banyak
kesempatan kepada siswa
untuk mensharingkan
pengalaman mereka
1 3,3 5 16,6
3 10 18
60 3 10
5. Guru Pendidikan
Agama Katolik tidak
memperlakukan siswa sebagai
subjek pada saat mengajar di
kelas 2 6,6
11 36,6
5 16,6 11 36,6
1 3,3
6. Pendidikan
Agama Katolik merupakan
komunikasi iman 21 70 9 30
7. Pendidikan
Agama Katolik membantu
Perkembangan iman siswa
menjadi lebih matang
20 66,6 6 20
3 10 1 3,3
8. Pendidikan
Agama Katolik membantu siswa
semakin mengimani
Yesus sebagai anak Allah
28 93,3 2 6,6
9. Siswa mengenali
kehadiran Allah melalui refleksi
pengalaman hidupnya
7 23,3 20 66,6
2 6,6 1 3,3
67
10. Pengalaman hidup membawa
siswa untuk berkembang
dalam pikiran, perbuatan, dan
iman 20 66,6
10 33,3
11. Siswa terlibat aktif dalam
kegiatan Gereja sehingga mampu
membantu perkembangan
iman menjadi lebih matang
19 63,3 7 23,3
2 6,6 1 3,3 1 3,3
12. Pendidikan Agama Katolik
membantu perkembangan
siswa melalui interaksi dengan
lingkungan sekitar dalam
kehidupan sehari-hari
9 30 16
53,3 4 13,3
1 3,3
13. Pada saat proses belajar mengajar
di kelas ada jarak antara guru
Pendidikan Agama Katolik
dan siswa 3 10 9 30
3 10 12 40 3 10
14. Guru Pendidikan Agama Katolik
tidak mengenal siswa secara
personal 13
43,3 2 6,6
8 26,6 7 23,3
B. Faktor
Pendukung dan
penghambat nya
SS S N TS STS
15. Guru Pendidikan Agama Katolik
menyampaikan materi pelajaran
dengan jelas pada saat
26 86,6 4 13,3
68
mengajar 16. Tersedia fasilitas
yang memadai pada saat proses
belajar mengajar berlangsung
11 36,6 12 40 3 10 3 10 1 3,3
17. Guru Pendidikan Agama Katolik
memberikan kesempatan
kepada siswa untuk terlibat
aktif pada saat belajar di kelas
23 76,6 6 20
1 3,3
18. Proses penyampaian
materi Pendidikan
Agama Katolik di kelas kurang
menyenangkan 2 6,6
3 10 4 13,3
11 36,6 10 33,3
19. Suasana kelas waktu
pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik kurang
mendukung pada saat proses
pembelajaran 3
10 6
20 15
50 6
20
20. Siswa malas mengikuti
pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik 1 3,3 1 3,3
2 6,6 9 30 17 56,6
a Identitas Responden
Jumlah rata-rata responden kelas VIII A yang terdiri dari 5 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan adalah 15 orang dengan jumlah prosentase 50.
Jumlah rata-rata responden kelas VIII B yang terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan adalah 15 orang dengan jumlah prosentase 50.
69
b Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1
Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Pada variabel pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP
Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dari tabel no 2 di atas, pada item no. 1 diketahui sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6
menyatakan pilihan positif bahwa materi Pendidikan Agama Katolik disampaikan oleh guru dengan penuh kreativitas. Ada juga siswa yang menyatakan pilihan
negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3. Responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan netral dalam pernyataan
tersebut. Pada item no. 2, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase
100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mengajarkan tentang karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus.
Pada item no. 3, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mendampingi siswa
dengan senang hati. Pada item no. 4, responden sebanyak 6 orang dengan jumlah prosentase
20 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman
mereka. Ada 21 orang yang menyatakan tidak setuju dengan jumlah prosentase 70 dalam pernyataan tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah
memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah
prosentase 10.
70
Pada item no. 5, responden sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik masih
memperlakukan siswa sebagai objek pada saat mengajar di kelas. Responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40 menyatakan tidak setuju dalam
pernyataan tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memperlakukan siswa sebagai subjek pada saat mengajar di kelas. Ada 5 orang
dengan jumlah prosentase 16,6 menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Pada item no. 6, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase
100 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman.
Pada item no. 7, responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6 menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu
perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Responden sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pilihan negatif bahwa Pendidikan
Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Ada juga yang menyatakan netral dalam pernyataan tersebut sebanyak 3 orang dengan
jumlah prosentase 10. Pada item no. 8, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase
100 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin mengimani Yesus sebagai anak Allah.
Pada item no. 9, responden sebanyak 27 orang dengan jumlah prosentase 90 menyatakan pilihan positif bahwa siswa mengenali kehadiran Allah melalui
refleksi pengalaman hidupnya. Siswa sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase
71
3,3 menyatakan pilihan negatif terhadap pernyataan ini. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6 menyatakan netral.
Pada item no. 10, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang
dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Pada item no. 11, responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase
86,6 menyatakan pilihan positif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang.
Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6 menyatakan pilihan negatif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja membantu
perkembangan iman menjadi lebih matang. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6.
Pada item no. 12, responden sebanyak 25 orang dengan jumlah prosentase 83,3 menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu
perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Ada siswa menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang
dengan jumlah prosentase 3,3. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan netral dalam pernyataan ini.
Pada item no. 13, responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40 menyatakan setuju bahwa pada saat proses belajar mengajar di kelas ada
jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Responden sebanyak 15 orang dengan jumlah prosentase 50 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan
tersebut karena pada saat proses belajar mengajar di kelas tidak ada jarak antara
72
guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Ada juga siswa menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10 dalam pernyataan tersebut.
Pada item no. 14, responden sebanyak 13 orang dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal
siswa secara personal. Ada 15 orang dengan jumlah prosentase 50 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Responden sebanyak 2 orang dengan
jumlah prosentase 6,6 menyatakan netral bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal.
c Faktor pendukung dan penghambatnya
Pada item no. 15, responden sebanyak 30 orang dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi
pelajaran dengan jelas pada saat mengajar. Pada item no. 16, responden sebanyak 23 orang dengan jumlah prosentase
76,6 menyatakan pilihan positif bahwa tersedianya fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Responden sebanyak 4 orang dengan
jumlah prosentase 13,3 menyakan pilihan negatif dalam pernyataan ini. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase
10. Pada item no. 17, responden sebanyak 29 orang dengan jumlah prosentase
96,6 menyatakan pilihan positif bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di
73
kelas. Ada siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3.
Pada item no. 18, responden sebanyak 5 orang dengan jumlah prosentase 16,6 menyatakan setuju bahwa proses penyampaian materi Pendidikan Agama
Katolik di kelas kurang menyenangkan. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena
proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas menyenangkan. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan netral
dalam pernyataan ini. Pada item no. 19, responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase
10 menyatakan setuju bahwa suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran. Responden
sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 6 orang
dengan jumlah prosentase sebanyak 20. Pada item no. 20, responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase
6,6 menyatakan setuju bahwa siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6
menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena siswa rajin mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 2 orang dengan
jumlah prosentase 6,6 menyatakan netral dalam pernyataan tersebut.
74
2 Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Kuesioner
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dengan menyebarkan kuesioner
berupa angket kepada 30 responden, penulis akan membahas hasil penelitian dengan menguraikan masing-masing variabel dari data yang sudah diperoleh.
Dalam pembahasan ini penulis mengelompokkan ke dalam 3 bagian yaitu: identitas responden, pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP
Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat serta faktor pendukung dan penghambatnya.
a Identitas Responden
Tabel 1 menyampaikan identitas responden yaitu 30 orang. Dimana 30 orang tersebut diambil dari masing-masing kelas VIII A terdiri dari 5 siswa laki-
laki dan 10 siswa perempuan sehingga jumlah keseluruhannya adalah 15 orang dengan prosentase 50. Kelas VIII B terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 11 siswa
perempuan, jumlah keseluruhannya adalah 15 orang dengan prosentase 50. 30 siswa tersebut dipilih langsung oleh guru Pendidikan Agama Katolik berdasarkan
kemampuan pengetahuan dan keaktifan mereka di sekolah serta di Gereja. Hal ini dimaksudkan agar 30 siswa tersebut dapat mewakili jumlah keseluruhan siswa
kelas VIII yaitu 69 orang siswa SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
75
b Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1
Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat Berdasarkan tabel 2 di atas diperoleh gambaran tentang pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Pada variabel pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dari tabel no 2 di atas,
pada item no. 1 diketahui sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6 menyatakan pilihan positif bahwa materi Pendidikan Agama Katolik disampaikan
oleh guru dengan penuh kreativitas. Kreativitas guru dalam menyampaikan materi sangat dibutuhkan, misalnya guru Pendidikan Agama Katolik menggunakan
media cerita atau gambar dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik. Tentu saja hal ini sangat membantu guru dalam menyampaikan materi.
Selain itu, siswa akan merasa senang dan lebih mudah memahami materi yang diberikan oleh guru Pendidikan Agama Katolik di kelas. Ada juga siswa yang
menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan cara guru
menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga siswa tersebut tidak mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan baik.
Responden sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10 menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak
memahami apa yang guru Pendidikan Agama Katolik sampaikan di kelas. Pada item no. 2, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase
100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mengajarkan tentang
76
karya Yesus di dunia agar siswa semakin mengenal dan mencintai Yesus. Data ini dapat disimpulkan bahwa materi Pendidikan Agama Katolik yang disampaikan
oleh guru mampu dipahami oleh siswa di kelas. Pusat dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik adalah Yesus sendiri, oleh sebab itu sangat pentinglah guru
memberikan materi dan mengajak siswa untuk mengenal serta mencintai Yesus. Karya-karya Yesus di dunia diharapkan mampu memotivasi siswa agar mereka
mempunyai kesadaran dalam melaksanakan kewajiban mereka sebagai generasi penerus Gereja.
Pada item no. 3, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik mendampingi siswa
dengan senang hati. Menjadi guru Pendidikan Agama Katolik merupakan sebuah panggilan, oleh sebab itu guru Pendidikan Agama Katolik harus mempunyai
spiritualitas yang teguh agar mampu mendampingi serta mencintai siswa dengan sepenuh hati. Sebagai orang yang berspiritualitas dengan murah hati guru
Pendidikan Agama Katolik mendengarkan, menghormati, mengasihi, dan mempercayai mereka Heryatno, 91. Guru Pendidikan Agama Katolik berusaha
secara sungguh-sungguh membantu memperkembangkan iman siswa sehingga mampu bertindak menjadi lebih baik.
Pada item no. 4, sebanyak 6 orang responden dengan jumlah prosentase 20 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum
memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum terbiasa berbicara di
depan guru dan teman di kelas sehingga mereka masih malu pada saat diberikan
77
kesempatan untuk mensharingkan pengalaman mereka. Kepada siswa yang belum terlibat aktif mensharingkan pengalaman mereka harus dilakukan pendekatan oleh
guru Pendidikan Agama Katolik agar mereka mendapat motivasi. Ada 21 orang yang menyatakan tidak setuju dengan jumlah prosentase 70 dalam pernyataan
tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mensharingkan pengalaman mereka. Data ini
menunjukkan bahwa siswa tersebut terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik dengan rendah hati
mendengarkan sharing pengalaman siswa sehingga siswa merasa nyaman dalam mensharingkan pengalaman mereka. Ada juga siswa yang menyatakan netral
sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban yang pasti dan masih ragu-ragu dalam
menjawab pertanyaan yang tersedia. Pada item no. 5, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase
43,3 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik masih memperlakukan siswa sebagai objek pada saat mengajar di kelas. Data ini
menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak sepenuhnya melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa tidak aktif pada saat
di kelas. Hal ini perlu diperhatikan karena guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa sama-sama mempunyai peranan yang penting dalam proses pembelajaran
sehingga saling bertukar pengetahuan dan pengalaman. Responden sebanyak 12 orang dengan jumlah prosentase 40 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan
tersebut karena guru Pendidikan Agama Katolik sudah memperlakukan siswa
78
sebagai subjek pada saat mengajar di kelas. Berdasarkan data yang sudah diperoleh lebih banyak siswa yang menjawab setuju daripada siswa menjawab
tidak setuju dalam pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya menempatkan siswa sebagai subjek pada saat di kelas dengan cara menghormati
dan memberi kepercayaan terhadap siswa untuk mengembangkan bakat-bakat mereka. Ada 5 orang dengan jumlah prosentase 16,6 menyatakan netral dalam
pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak memahami apa yang disampaikan oleh guru di kelas sehingga mareka tidak mempunyai
jawaban. Pada item no. 6, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase
100 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik merupakan komunikasi iman. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami inti Pendidikan Agama
Katolik bagi kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai komunikasi iman guru Pendidikan Agama Katolik perlu menekankan sifatnya yang praktis, artinya
bermula dari pengalaman penghayatan iman, melalui refleksi dan komunikasi menuju kepada penghayatan iman baru yang lebih baik Heryatno, 16. Melalui
Pendidikan Agama Katolik di sekolah siswa merasa terbantu dalam perkembangan iman mereka. Iman siswa berkembang apabila tindakan nyata
dapat siswa refleksikan menjadi pengalaman iman sehingga iman mereka diteguhkan. Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu
iman siswa berkembang. Oleh sebab itu, setiap materi pelajaran Pendidikan Agama Katolik diakhiri dengan refleksi. Hal ini dimaksudkan agar siswa belajar
merefleksikan apa yang sudah mereka dapatkan dan alami.
79
Pada item no. 7, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,6 menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu
perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut terbantu dengan adanya pelajaran Pendidikan Agama Katolik di
sekolah untuk mengembangkan iman mereka menjadi lebih matang. Tentu saja perkembangan tersebut berasal dari dalam diri siswa sehingga mereka dengan
mudah diarahkan guru Pendidikan Agama Katolik kepada hal-hal yang positif agar membantu perkembangan iman menjadi lebih baik. Selain itu, siswa diajak
untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja, aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Kegiatan tersebut dengan
sendirinya membantu siswa mempunyai arahan yang baik dalam hidup mereka. Responden sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pilihan
negatif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan iman siswa menjadi lebih matang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum merasa
terbantu dengan adanya pengajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Tentu saja ini menjadi kewajiban guru Pendidikan Agama Katolik agar membantu siswa
menjadi lebih baik serta mampu mengembangkan iman mereka secara pribadi. Ada juga yang menyatakan netral dalam pernyataan tersebut sebanyak 3 orang
dengan jumlah prosentase 10. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut perlu pendekatan secara personal dari guru Pendidikan Agama Katolik agar mereka
memahami pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan membantu iman mereka berkembang.
80
Pada item no. 8, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu siswa semakin
mengimani Yesus sebagai Anak Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sangat dibutuhkan masing-masing siswa karena materi Pendidikan
Agama Katolik banyak menceritakan tentang Yesus sehingga siswa mengenal Yesus sebagai Anak Allah. Guru Pendidikan Agama Katolik memberikan
pengetahuan kepada siswa bukan hanya untuk mengenal Yesus saja, akan tetapi siswa diajak untuk mencintai Yesus dan percaya kepada-Nya.
Pada item no. 9, sebanyak 27 orang responden dengan jumlah prosentase 90 menyatakan pilihan positif bahwa siswa mengenali kehadiran Allah melalui
refleksi pengalaman hidupnya. Data ini menunjukkan bahwa siswa telah melakukan refleksi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hari siswa dihadapkan
dengan berbagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan menjadi bermakna apabila siswa mampu merefleksikan pengalaman mereka. Melalui refleksi siswa
merasakan kehadiran Allah dalam hidup mereka sehingga refleksi mampu membantu siswa mempunyai pondasi yang kuat jika mengalami masalah dalam
hidupnya. 1 orang siswa dengan jumlah prosentase 3,3 menyatakan pilihan negatif terhadap pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum
secara mendalam melakukan refleksi sehingga masih sulit mengenali kehadiran Allah dalam hidupnya. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase
6,6 menyatakan netral. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum memahami arti refleksi bagi hidup mereka.
81
Pada item no. 10, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa pengalaman hidup membawa siswa untuk berkembang
dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Data ini menunjukkan bahwa setiap siswa mempunyai pengalaman hidup yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, semua
tergantung bagaimana cara siswa tersebut menyikapinya. Apabila semua pengalaman suka maupun duka dapat disikapi dengan baik, maka akan membantu
perkembangan pikiran, perbuatan, dan iman siswa. Begitu juga sebaliknya, apabila pengalaman tersebut tidak disikapi dengan baik maka pikiran, perbuatan,
dan iman tidak akan berkembang. Perkembangan siswa dalam pikiran, perbuatan, dan iman dapat terjadi karena mereka dapat menyikapi dengan baik.
Pada item no. 11, sebanyak 26 orang responden dengan jumlah prosentase 86,6 menyatakan pilihan positif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan
Gereja sehingga mampu membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Data ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah tidak hanya
memberikan materi saja, akan tetapi mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kegiatan Gereja membantu siswa agar mampu bersosialisasi
dengan sesama umat dan teman sebaya baik di sekolah maupun di rumah sehingga mereka bisa belajar dari pengalaman. Dari kegiatan Gereja inilah siswa belajar
untuk bertanggungjawab dengan tugasnya serta mampu mengendalikan diri dalam sikap. Tentu saja pengendalian diri tersebut membantu perkembangan iman
menjadi lebih matang. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6 menyatakan pilihan negatif bahwa siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja
membantu perkembangan iman menjadi lebih matang. Hal ini menunjukkan
82
bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan kegiatan yang diadakan oleh Gereja sehingga mereka belum secara mendalam untuk terlibat aktif di Gereja. Ada juga
siswa yang menyatakan netral sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak terlibat aktif dalam kegiatan
Gereja. Pada item no. 12, sebanyak 25 orang responden dengan jumlah prosentase
83,3 menyatakan pilihan positif bahwa Pendidikan Agama Katolik membantu perkembangan siswa melalui interaksi dengan lingkungan sekitar dalam
kehidupan sehari-hari. Data ini menyimpulkan bahwa siswa tersebut mampu berbaur dengan lingkungan sekitar. Selain itu, siswa juga bisa membawa diri
dalam berbicara sopan dan menjaga sikap dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tentu saja siswa semakin berkembang menjadi lebih baik karena
lingkungan mampu mengubah orang menjadi lebih baik apabila disikapi dengan baik. Ada siswa menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah
prosentase 3,3. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut masih menutup diri dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Responden sebanyak 4 orang
dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan netral dalam pernyataan ini. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum memahami materi Pendidikan
Agama Katolik sehingga tidak mempunyai jawaban yang pasti dalam pernyataan yang tersedia.
Pada item no. 13, sebanyak 12 orang responden dengan jumlah prosentase 40 menyatakan setuju bahwa pada saat proses belajar mengajar di kelas ada
jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Data ini menunjukkan
83
bahwa siswa tersebut belum merasa nyaman dan akrab dengan guru Pendidikan Agama Katolik sehingga mereka merasa ada jarak dengan guru pada saat di kelas.
Responden sebanyak 15 orang dengan jumlah prosentase 50 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena pada saat proses belajar mengajar di kelas
tidak ada jarak antara guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut sudah merasa nyaman dengan cara guru
Pendidikan Agama Katolik mengajar di kelas sehingga mereka merasa tidak ada jarak antara guru dan siswa. Sebagai pendidik guru Pendidikan Agama Katolik
tidak pernah kehilangan pengharapan dan keyakinan bahwa semua anak didik dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang mereka terima dari Allah
Heryatno, 104. Oleh sebab itu, sangatlah penting kepercayaan guru terhadap siswa agar siswa mampu menemukan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan
mengembangkan bakat yang mereka miliki. Ada juga siswa menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10 dalam pernyataan tersebut. Data
ini menunjukkan bahwa siswa tersebut merasa biasa-biasa saja dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas.
Pada item no. 14, sebanyak 13 orang responden dengan jumlah prosentase 43,3 menyatakan setuju bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal
siswa secara personal. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik belum secara merata melakukan pendekatan terhadap siswa sehingga ada
siswa yang merasa tidak diperhatikan. Ada 15 orang dengan jumlah prosentase 50 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa tersebut sudah merasa diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama
84
Katolik sehingga mereka dengan senang hati mensharingkan pengalaman mereka pada saat di sekolah. Melakukan pendekatan secara personal sangat perlu
dilakukan oleh guru agar guru mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa pada saat di kelas. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase
6,6 menyatakan netral bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak mengenal siswa secara personal. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama
Katolik perlu melakukan pendekatan terhadap siswa tersebut.
c Faktor Pendukung dan Penghambatnya
Pada item no. 15, sebanyak 30 orang responden dengan jumlah prosentase 100 menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik menyampaikan materi
pelajaran dengan jelas pada saat mengajar. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sudah mempunyai kesiapan yang matang sebelum
mengajar sehingga pada saat mengajar dapat menyampaikan materi pelajaran dengan jelas. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga menggunakan
berbagai macam media misalnya LCD, gambar, dan cerita untuk menunjang kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini merupakan salah satu faktor pendukung
agar siswa dengan mudah memahami materi Pendidikan Agama Katolik. Pada item no. 16, sebanyak 23 orang responden dengan jumlah prosentase
76,6 menyatakan pilihan positif tersedia fasilitas yang memadai pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Data ini menunjukkan bahwa sekolah sudah
menyediakan fasilitas yang memadai agar menunjang kegiatan pembelajaran di kelas sehingga guru Pendidikan Agama Katolik memanfaatkan fasilitas yang
85
tersedia di sekolah dengan baik untuk mengajar di kelas. Melalui fasilitas yang ada siswa merasa terbantu dalam proses pembelajaran. Tentu saja fasilitas tersebut
membuat sistem pembelajaran sangat menyenangkan sehingga siswa dengan senang hati dan tertarik untuk mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik.
Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan pilihan negatif dalam pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut
tidak menyukai fasilitas yang digunakan oleh guru pada saat menyampaikan materi sehingga mereka tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Ada juga siswa
yang menyatakan netral sebanyak 3 orang dengan jumlah prosentase 10. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban yang pasti
dalam pernyataan ini. Pada item no. 17, sebanyak 29 orang responden dengan jumlah prosentase
96,6 menyatakan pilihan positif bahwa guru Pendidikan Agama Katolik memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif pada saat belajar di
kelas. Data ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik tidak menempatkan siswa sebagai objek pada saat proses pembelajaran. Siswa diajak
untuk berani berbicara di depan kelas agar mereka terbiasa tampil di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik dengan senang hati mendengarkan sharing dari siswa
dan memberi peneguhan agar siswa semakin berkembang. Ada siswa yang menyatakan pilihan negatif sebanyak 1 orang dengan jumlah prosentase 3,3.
Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut belum mempunyai keberanian untuk sharing dan terlibat aktif pada saat di kelas.
86
Pada item no. 18, sebanyak 5 orang responden dengan jumlah prosentase 16,6 menyatakan setuju bahwa proses penyampaian materi Pendidikan Agama
Katolik di kelas kurang menyenangkan. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik dengan cara penyampaian guru dalam memberikan materi.
Hal ini dikarenakan berbagai faktor misalnya kurangnya media yang digunakan oleh guru dan suasana kelas yang kurang mendukung. Responden sebanyak 21
orang dengan jumlah prosentase 70 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut karena proses penyampaian materi Pendidikan Agama Katolik di kelas
menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut dengan senang hati mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru sehingga suasana kelas sangat
mendukung pada saat proses pembelajaran berlangsung. Responden sebanyak 4 orang dengan jumlah prosentase 13,3 menyatakan netral dalam pernyataan ini.
Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak tertarik mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas.
Pada item no. 19, sebanyak 3 orang responden dengan jumlah prosentase 10 menyatakan setuju bahwa suasana kelas waktu pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik kurang mendukung pada saat proses pembelajaran. Data ini menunjukkan bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung ada siswa yang
tidak memperhatikan guru di kelas sehingga suasana kelas menjadi tidak kondusif. Tentu saja hal tersebut membuat guru kesulitan mengendalikan situasi
kelas menjadi nyaman untuk belajar. Responden sebanyak 21 orang dengan jumlah prosentase 70 menyatakan tidak setuju dalam pernyataan tersebut. Data
ini menunjukkan bahwa siswa tersebut merasa nyaman dengan suasana di kelas
87
sehingga mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Ada juga siswa yang menyatakan netral sebanyak 6 orang dengan jumlah prosentase sebanyak 20.
Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempunyai jawaban dalam pernyataan yang tersedia.
Pada item no. 20, sebanyak 2 orang responden dengan jumlah prosentase 6,6 menyatakan setuju bahwa siswa malas mengikuti pembelajaran Pendidikan
Agama Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik harus melakukan pendekatan secara personal agar mengetahui kesulitan-kesulitan
pada siswa tersebut. Selain itu, guru juga memberi motivasi kepada siswa agar mereka mempunyai gambaran dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik
sehingga tidak malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 26 orang dengan jumlah prosentase 86,6 menyatakan tidak
setuju dalam pernyataan tersebut karena siswa rajin mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut
menyadari bahwa Pendidikan Agama Katolik sangat penting bagi perkembangan iman mereka sehingga mereka dengan senang hati mengikuti pelajaran
Pendidikan Agama Katolik. Tentu saja siswa yang rajin mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik lebih banyak daripada siswa yang malas. Hal ini
membuktikan bahwa siswa antusias dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Katolik. Responden sebanyak 2 orang dengan jumlah prosentase 6,6
menyatakan netral dalam pernyataan tersebut. Data ini menunjukkan bahwa siswa tersebut perlu dorongan yang kuat dari guru agar mereka tidak malas mengikuti
pelajaran Pendidikan Agama Katolik.
88
b. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Melalui Wawancara
Dalam penelitian ini, penulis juga mewawancarai 1 orang guru yang mengampu pelajaran Pendidikan Agama Katolik khususnya kelas VIII yaitu ibu
Seravina. Penulis memberikan 8 pertanyaan kepada guru Pendidikan Agama Katolik. Berikut ini akan dipaparkan laporan dan pembahasan hasil wawancara
penulis dengan responden: 1
Hasil wawancara dari pertanyaan no. 1 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan guru secara maksimal sesuai
dengan kebutuhan siswa pada saat di kelas. Hal ini terbukti pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah dilaksanakan rutin setiap minggunya
selama 2 jam pelajaran yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Guru Pendidikan Agama Katolik juga memberi tugas berupa pekerjaan rumah PR agar siswa semakin
memahami materi Pendidikan Agama Katolik yang telah disampaikan oleh guru sehingga siswa semakin terbantu dalam perkembangan iman mereka.
Data ini menunjukkan bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah dilaksanakan oleh guru Pendidikan Agama Katolik sesuai
dengan kebutuhan siswa di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik secara rutin memberikan pelajaran Pendidikan Agama Katolik setiap minggunya dan
memfasilitasi siswa agar mereka semakin berkembang menjadi lebih baik sehingga Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana secara maksimal.
Tentu saja agar siswa semakin terbantu dan memahami pentingnya Pendidikan Agama Katolik dalam kehidupan mereka. Selain itu, guru
89
Pendidikan Agama Katolik dengan sepenuh hati membantu siswa untuk berkembang menjadi lebih baik melalui materi yang diberikan.
2 Hasil wawancara dari pertanyaan no. 2 menyimpulkan bahwa tujuan
Pendidikan Agama Katolik di sekolah sudah tercapai yaitu membantu memperkembangkan iman siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu pertama, pada saat memberikan materi Pendidikan Agama Katolik guru menggunakan media gambar, cerita, dam film sehingga siswa memahami
materi yang diberikan. Kedua, sekolah bekerjasama dengan Gereja untuk melibatkan siswa dalam kegiatan Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan
misdinar. Kedua faktor tersebut mampu membantu iman siswa berkembang sehingga tujuan Pendidikan Agama Katolik di sekolah terlaksana dengan
baik. Wawancara menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah bertujuan untuk membantu perkembangan iman siswa. Terlihat jelas bahwa
tidak hanya materi saja yang disajikan secara menarik akan tetapi sekolah juga melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan Gereja. Tentu saja
pemahaman siswa tentang Pendidikan Agama Katolik diterapkan melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah. Keduanya saling mendukung
dalam perkembangan iman siswa. 3
Hasil wawancara dari pertanyaan no. 3 menyatakan bahwa Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman siswa
daripada penguasaan materi karena perkembangan iman siswa tidak hanya dilihat dari perkembangan akademik saja tetapi juga dilihat dari sikap dan
perbuatannya sehari-hari. Pendidikan Agama Katolik diharapkan membantu
90
siswa untuk berkembang menjadi lebih baik terutama dalam sikap dan perbuatan terhadap teman di sekolah dan orangtua di rumah. Hal ini
menunjukkan bahwa iman siswa berkembang tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah. Pada saat di rumah perkembangan iman siswa terlihat dari cara
siswa tersebut berperilaku kepada orangtua. Siswa bersikap hormat dan berbicara sopan kepada orangtua serta taat terhadap peraturan yang ada di
rumah. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Katolik di sekolah lebih mengutamakan perkembangan iman daripada penguasaan materi. Akan tetapi
bukan berarti materi Pendidikan Agama Katolik diabaikan karena materi Pendidikan Agama Katolik dapat mendukung proses perkembangan iman
siswa. 4
Hasil wawancara dari pertanyaan no. 4 menyatakan bahwa ada perbedaan antara siswa yang beragama Katolik dengan siswa yang beragama lain. Hal
ini terlihat jelas pada saat mereka berada di lingkungan sekolah. Siswa yang beragama Katolik mempunyai kepekaan yang kuat apabila melihat guru yang
membutuhkan bantuan mereka. Selain itu, siswa yang beragama Katolik sudah mempunyai kesadaran dari dalam dirinya untuk menghormati orang
yang lebih tua dan bersikap sopan apabila berbicara dengan orang lain. Tentu saja ini dilatarbelakangi oleh keluarga di rumah terutama orangtua. Orangtua
memberi nasehat dan membantu siswa agar mampu berperilaku baik. Wawancara menunjukkan bahwa siswa yang beragama Katolik sudah
mempunyai pondasi yang kuat dari dalam dirinya. Ketika mereka berada di
91
lingkungan sekolah, siswa tersebut bisa mengendalikan diri dalam bersikap terutama dengan teman dan guru.
5 Hasil wawancara dari pertanyaan no. 5 menunjukkan bahwa siswa sudah
terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertama, kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja menarik bagi siswa
sehingga mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut. Kedua, dalam setiap kegiatan Gereja siswa dilibatkan langsung misalnya pada saat
dekorasi sehingga mereka mempunyai pengalaman yang mengesankan. Siswa sangat perlu untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja karena siswa akan
menjadi tulang punggung Gereja sehingga mereka diajarkan bagaimana bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan. Data ini menunjukkan
bahwa sekolah dan Gereja saling berkerjasama dalam membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Kegiatan tersebut
melatih siswa agar mempunyai pengalaman bagi masa depan mereka sebagai generasi penerus Gereja.
6 Hasil wawancara dari pertanyaan no. 6 menunjukkan bahwa guru Pendidikan
Agama Katolik memotivasi siswa dengan berbagai cara agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Pertama, siswa diberikan gambaran tentang
karya-karya Yesus di dunia agar siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam kegiatan Gereja. Kedua, guru Pendidikan Agama Katolik memberikan
penghargaan berupa rosario kepada siswa yang mempunyai prestasi misalnya juara lomba koor dan lomba Kitab Suci. Ketiga, guru mendekati siswa secara
personal apabila ada siswa yang belum terlibat aktif dalam kegiatan Gereja
92
serta memberikan arahan. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh berusaha untuk membantu siswa agar
mereka mempunyai kesadaran dari dalam dirinya bahwa sangat penting melibatkan diri dalam kegiatan Gereja. Selain itu, guru Pendidikan Agama
Katolik juga memberikan kesempatan untuk siswa mengembangkan bakat- bakat mereka. Bakat yang siswa miliki sangat bermanfaat bagi kemajuan
Gereja misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. 7
Hasil wawancara dari pertanyaan no. 7 menunjukkan bahwa ada 4 faktor pendukung dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah
yaitu pertama, 70 siswa di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik sehingga sangat mendukung untuk
pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Kedua, 50 guru-guru SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat beragama Katolik
jadi tidak mengalami kesulitan apabila melakukan kegiatan. Ketiga, sekolah melaksanakan Iman dan Taqwa IMTAQ yang rutin dilaksanakan setiap hari
jumat sebelum masuk kelas jam 06.30. Keempat, tugas-tugas siswa tidak hanya tugas sebagai murid di sekolah tetapi mereka juga mendapat tugas
untuk koor di Gereja, membaca Kitab Suci, dan misdinar di Gereja. Data ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang mendukung dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Katolik sehingga siswa sangat terbantu untuk berkembang. Sekolah tidak hanya memberikan materi Pendidikan Agama
Katolik tetapi juga mengadakan kegiatan agar siswa terlibat langsung dalam
93
kegiatan tersebut. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik juga mendapat dukungan dari guru-guru yang lain dalam melaksanakan kegiatan di sekolah.
8 Hasil wawancara dari pertanyaan no.8 menyatakan bahwa ada 2 faktor
penghambat dalam proses pembelajaran yaitu pertama, kurangnya minat siswa dalam proses pembelajaran artinya ada sebagian siswa menganggap
bahwa pelajaran Pendidikan Agama Katolik hanya sebatas belajar di sekolah. Kedua, siswa kurang terlibat aktif sehingga hanya beberapa orang saja tetapi
siswa yang kurang terlibat aktif bukan berasal dari daerah Sepauk sehingga merekapun dalam menjalankan proses pembelajaran Pendidikan Agama
Katolik di sekolah hanya sebatas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Katolik perlu melakukan pendekatan secara personal
terhadap masing-masing siswa. Hal ini diharapkan dapat membantu berbagai kesulitan baik dari dalam diri maupun dari luar diri siswa. Mengingat tidak
semua siswa berasal dari daerah Sepauk sehingga mereka perlu dilakukan pendekatan.
3. Kesimpulan Penelitian
Dari hasil penelitian melalui kuesioner untuk siswa kelas VIII A dan VIII B, peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk,
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat sudah membantu perkembangan iman siswa. Hal ini terlihat dari pilihan jawaban pada tiap item pernyataan yang
terdapat dalam variabel peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat kebanyakan siswa
94
memilih jawaban positif. Siswa terbantu dengan adanya peranan Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Pendidikan Agama Katolik di sekolah membantu
siswa untuk memperkembangkan imannya. Perkembangan iman siswa dapat terlihat dari perilaku mereka sehari-hari. Siswa mampu berperilaku sopan, hormat,
dan bersikap jujur terhadap teman sebaya, guru-guru, orangtua, serta masyarakat sekitar. Hal ini juga didasari oleh keinginan dari dalam diri siswa untuk
berkembang menjadi lebih baik sehingga mereka terlibat aktif di kelas dan di Gereja serta mendapat dukungan dari orangtua di rumah dan guru di sekolah.
Melihat data yang diperoleh ada faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk,
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Faktor pendukungnya adalah pertama, fasilitas yang diberikan oleh sekolah dimanfaatkan guru Pendidikan Agama
Katolik dalam menyampaikan materi Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga siswa dengan senang hati mengikutinya. Kedua, sekolah mengadakan
banyak kegiatan yang berkerjasama dengan Gereja untuk melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan tersebut. Sedangkan faktor penghambatnya adalah ada
beberapa siswa yang malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik sehingga mereka tidak mengikuti pelajaran dengan baik dan membuat situasi
kelas menjadi tidak kondusif. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah berusaha membantu siswa untuk berkembang akan tetapi ada beberapa siswa yang malas
mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas sehingga guru perlu melakukan pendekatan agar mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa
tersebut.
95
Dari hasil penelitian melalui wawancara penulis dengan guru Pendidikan Agama Katolik yang mengampu kelas VIII penulis menyimpulkan bahwa guru
Pendidikan Agama Katolik sudah membantu siswa untuk berkembang baik dalam pikiran, perbuatan, dan iman. Hal ini terlihat bahwa guru Pendidikan Agama
Katolik sudah memfasilitasi siswa pada saat di kelas. Selain itu, sekolah juga mengadakan kegiatan rutin Iman dan Taqwa IMTAQ serta melibatkan siswa
dalam kegiatan Gereja pada hari minggu misalnya koor, mazmur, lektor, dan misdinar. Tentu saja penyelenggaraan Pendidikan Agama Katolik di sekolah perlu
ditingkatkan lagi karena masih ada beberapa siswa yang malas mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di kelas. Penyelenggaraan Pendidikan
Agama Katolik di sekolah akan berjalan dengan baik apabila guru Pendidikan Agama Katolik dan siswa saling mendukung agar tujuan Pendidikan Agama
Katolik sungguh-sungguh terwujud karena tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah memperkembangkan iman siswa bukan mengutamakan materi pelajaran.
Kesimpulan dari penelitian ini akan menjadi titik tolak dalam penyusunan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP yang akan disumbangkan
untuk SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dalam rangka membantu perkembangan iman siswa.
96
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK DI SEKOLAH DEMI PERKEMBANGAN IMAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEPAUK, KABUPATEN SINTANG,
KALIMANTAN BARAT
Pada bab III penulis telah menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk,
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat serta faktor pendukung dan penghambatnya. Hasil penelitian dan pembahasan tersebut menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Katolik sudah dilaksanakan guru dengan cara memberikan materi menggunakan media serta melibatkan siswa dalam kegiatan di sekolah dan
Gereja. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Katolik sudah dilaksanakan dengan baik oleh guru, akan tetapi kegiatan tersebut perlu
ditingkatkan lagi agar pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah sungguh-sungguh terwujud dalam membantu perkembangan iman siswa.
Dalam bab IV ini, penulis memaparkan upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah. Tentu saja peningkatan pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik di sekolah ditujukan kepada guru Pendidikan Agama Katolik agar semakin membantu siswa berkembang dalam pikiran, perbuatan, dan
iman. Sebagai tindak lanjut terhadap hasil penelitian yang sudah penulis laksanakan di SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
penulis memberikan sumbangan pemikiran berbentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP. Pemilihan silabus dan Rencana Pelaksanaan
97
Pembelajaran RPP tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dalam membantu perkembangan iman
siswa. Penulis akan menjelaskan dalam 3 bagian yaitu pertama, spiritualitas guru
Pendidikan Agama Katolik dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Kedua,
upaya meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pada bagian ini, penulis
menjelaskan usaha dalam meningkatkan pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah dengan menggunakan model yang berpusat pada hidup peserta, model
praksis dan model naratif eksperiensial. Ketiga, penulis akan menyampaikan usulan program dalam bentuk matrik program yang bisa dipahami sebagai silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP untuk pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat.
A. Spiritualitas Guru Pendidikan Agama Katolik dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Katolik di Sekolah SMP Negeri 1 Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat
Spiritualitas guru Pendidikan Agama Katolik sangat penting dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah karena dengan adanya
spiritualitas tersebut guru Pendidikan Agama Katolik sungguh-sungguh membantu siswa dalam mewujudkan perkembangan iman mereka. Heryatno
2008: 91 mengungkapkan bahwa:
98
Berkat sakramen baptis, guru Pendidikan Agama Katolik diangkat menjadi anak-anak Allah yang dirahmati sekaligus dipanggil untuk mengambil
bagian di dalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan kasih Allah. Panggilan-Nya dapat ditanggapi dengan berbagai macam
bentuk pelayanan kemuridan. Panggilan-Nya itu ditanggapi oleh guru Pendidikan Agama Katolik dengan meneguhkan, mengasihi,
menyemangati, memperhatikan, mendampingi, dan membantu hidup para siswa yang dipercayakan kepada pengabdian guru.
Hal ini dimaksudkan bahwa pada saat di kelas guru Pendidikan Agama
Katolik tidak hanya mengajar, melainkan guru Pendidikan Agama Katolik tersebut mempunyai kesadaran dalam tugas pelayanannya di sekolah yaitu
membantu perkembangan iman siswa. Oleh sebab itu, guru Pendidikan Agama Katolik dengan sepenuh hati meneguhkan, mengasihi, menyemangati,
memperhatikan, mendampingi, dan membantu hidup para siswa. Tentu saja hal itu bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Katolik melalui berbagai macam cara
pada saat mengajar di kelas misalnya guru dengan sabar mendampingi siswa yang mengalami kesulitan pada saat belajar di kelas. Guru Pendidikan Agama Katolik
menyadari bahwa tugas pelayanannya menjadi guru Pendidikan Agama Katolik merupakan pengabdiannya sebagai murid Yesus. Mintara Sufiyanta 2011: 344
menyatakan bahwa: Menjadi guru bukan sekedar profesi. Menjadi guru sudah mendarah-
daging dan menjadi panggilan hidup. Tidak ada persembahan hidup yang lebih mulia dan harum mewangi kepada Tuhan selain tetap setia menemani
orang-orang muda menapaki jalan hidup mereka. Tanda jasa lahiriah yang paling sejati sebagai bukti kesetiaan dan perjuangan guru tiada lain adalah
pribadi para murid sendiri. Jumlah dan kualitas para murid yang pernah ditemani perjalanannya itulah jumlah dan kualitas tanda jasa sejati seorang
guru. Guru Pendidikan Agama Katolik menyadari bahwa menjadi seorang guru
bukan sekedar profesi tetapi merupakan panggilan hidup. Panggilan hidup
99
tersebut dimaknai dengan pengabdian diri seorang guru dengan sungguh-sungguh untuk mendampingi, membimbing, dan memotivasi siswa agar mereka
mempunyai masa depan yang baik. Selain itu, guru Pendidikan Agama Katolik tidak pernah mengenal rasa lelah dalam mendampingi dan membimbing siswa
karena bagi guru yang terpenting adalah siswa mampu berkembang menjadi lebih baik dalam hidup mereka. Keberhasilan seorang siswa merupakan kebanggaan
bagi guru karena guru menyerahkan sebagian hidupnya untuk mendampingi siswa di sekolah.
Guru yang berkualitas dan efektif memperhatikan pribadi siswa dengan cara mendengarkan, memahami, dan mengenal siswa. Guru yang efektif
mampu mendengarkan penuh empatik, tidak hanya mendengarkan apa yang terjadi di dalam kelas, tetapi terlebih tentang kehidupan siswanya
secara umum. Oleh sebab itu, siswa sangat menghormati guru yang memahami apa yang menjadi masalah dan pertanyaan mereka. Guru yang
efektif dan peduli mengenal sungguh siswanya secara formal maupun informal Mintara Sufiyanta, 2010: 218.
Guru Pendidikan Agama Katolik tidak hanya mempunyai kemampuan
dalam mengajar, tetapi guru Pendidikan Agama Katolik juga harus mempunyai kualitas dalam dirinya agar sungguh-sungguh mampu mendengarkan, memahami,
serta mengenal siswa. Dengan mendengarkan, guru mengetahui apa yang menjadi kebutuhan siswa sehingga dapat memberikan solusi yang baik bagi siswa. Selain
itu, guru juga memahami keterbatasan yang siswa miliki dan menjadikan keterbatasan tersebut sebagai kelebihan sehingga siswa mempunyai kepercayaan
dalam dirinya. Apabila guru sungguh-sungguh mendengarkan dan memahami siswa, maka guru tersebut mengenal siswa baik secara formal maupun informal.
Tentu saja hal tersebut sangat membantu guru untuk meningkatkan perkembangan iman siswa.
100
B. Upaya Meningkatkan Pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di