Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi
keinginan penutur. Tidak tutur ini meliputi; perintah, pemesanana, permohonan, dan pemberian saran. Contoh 4: Jangan menyentuh itu Seperti yang digambarkan dalam
contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata lewat
pendengar. Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis tindak tutur yang
dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan
oleh penutur. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh 5: Kami
tidak akan melakukan itu. Seperti ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan
sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-
kata lewat penutur. Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin 1962, John R. Searle
1969 dalam buku Speech Acts: An Essay in The Philisophy of Language menyatakan bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu terdapat
tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut ini: 1 tindak lokusioner locutionary
acts , 2 tindak ilokusioner illocutionary acts, dan 3 tindak perlokusioner
perlocutionary acts. 1.
Tindak Lokusioner locutionary acts Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat,
sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat dinyatakan dengan ungkapan the act
of saying something. Di dalam tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalhkan dalam ihwal maksud tuturan yang idsampaikan oleh penutur.
Jadi sekali lagi perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.
2. Tindak Ilokusioner illocutionary acts
Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya. Tindak
tutur ilokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of doing something. Jadi, ada semacam daya atau force di dalamnya yang
dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan. 3.
Tindak perlokusioner perlocutionary acts Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada
sang mitra tutur oleh penutur. Tindak perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of affecting someone. cf. Wijana,
1996; Rahardi, 2004;, dan Rahardi; 2006. Rahardi, 2009:17.
2.4 Teori basa-basi
Basa-basi menurut Malinowski 1923:315 dalam tesis Waridin 2008:13 mendefinisikan phatic communion
sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word
“. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan
personal antar peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk
hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi 1998 mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini
bukanlah jenis kata contrived, dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah
naturally occuring language yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi phatic communion, untuk mengikat
antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan antarpenutur. Lengkapnya
ia mengatakan sebagai berikut: “ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal
communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which
form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to
speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as isntrument of reflection but a mode of action.
” Berdasarkan definisi-definisi basa-basi tersebut tuturan basa-basi dapat
dikaitkan dan diklasifikasikan dalam kategori fatis yaitu partikel dan kata fatis serta frase fatis. Wujud tuturan basa-basi tersebut diklasifikasikan dalam 8 bentuk tuturan,
yaitu bentuk salam, menerima, meminta maaf, mengundang, menolak, berduka cita, selamat dan terimakasih. Kedelapan tuturan tersebut kemudian dapat dikategorikan
dalam pilihan kata sesuai dengan frase fatis. Menurut Kridalaksana sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan.
Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar. Maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung
unsur-unsur daerah atau dialek regional. Ada bentuk fatis yang terdapat di awal kalimat, misalnya “kok kamu pergi juga?”,
ada yang di tengah kalimat, misalnya “Bukan dia, kok, yang mengambil uang itu”, dan a
da pula yang di akhir kalimat, misalnya “Saya hanya lihat saja, kok”. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebeas, misalnya kok. Deh, atau selamat, dan wujud
bentuk terikat misalnya –lah atau pun.
Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar
kategori fatis merupakan ciri ragam lisan karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam
kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah.
2.5 Kerangka Berpikir
Basa-basi merupakan sebuah fenomena baru dalam studi pragmatik. Basa-basi berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk
memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat,
bahkan pada keluarga pendidik. Sekarang, dalam ranah keluarga pendidik, basa-basi banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan antar penutur
dan lawan tutur di ranah keluarga pendidik. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi
berbahasa dalam ranah keluarga pendidik, khususnya basa-basi dalam berbahasa antar anggota keluarga pendidik di Desa Kalirejo, Kulon Progo.
Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antarkeluarga pendidik. Pertama,
Malinowski 1923:315 dalam tesis Waridin 2008:13 mendefinisikan phatic communion
sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word
“. Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta
komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang
menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi 1998 mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived ,
dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu
pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah naturally occuring language yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas
fungsi basa-basi phatic communion, untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi
sebagai modus tindakan antarpenutur. Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut: “ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal
communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which
form convivial gregariousness, by the give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to
speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as isntrument of reflection but a mode of action. “
Kedua, Jakobson 1980 dalam tesis Waridin 2008:15 mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau
memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap
memperhatikan. Menurut Jakobson 1980:81 dalam tesis Waridin 2008:16, terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresser pengirim pesan, message pesan, addressee penerima pesan, context konteks, contact kontak,
dan code kode.
Ketiga, Searle 1976 : 1-24 mengatakanan bahwa jenis tindak tutur yang merupakan salah satu fenomena teori pragmatik. Dalam fenomena tindak tutur,
terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Dalam hal ini Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi menjadi lima
jenis, yaitu : 1 tindak tutur representatif, 2 tindak tutur direktif, 3 tindak tutur ekspresif, 4 tindak tutur komisif, 5 tindak tutur deklaratif. Fenomena pragmatik
Searle ini digolongkan dalam tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertututur. Secara tidak langsung basa-basi berbahasa masuk dalam pengertian bentuk tindak verbal
yang digolongkan oleh Searle. Keempat, Geoffrey Leech 1983: 8 menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu
tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi speech situation. Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut, karena
memang Pragmatik mempelajari makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasan mengenai basa-basi, tuturan akan dikatan basa-basi ditinjau melalui
konteks yang melingkupinya. Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan
metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak langsung di
dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode
pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.
Kelima, Anwar 1984:46 menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan
suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk
membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud.
Keenam, Arimi 1998: 95 secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar
pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya mental atau menolak
jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Arimi 1998: 96 juga menjelaskan bahasa secara metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan
dengan aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia
marah atau serius. Ketujuh Harimurti Kridalakasna 1986:111 menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan,
atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan
metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertutuan langsung maupun tidak langsung di
dalam ranah pendidikan. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode