Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan usia

memiliki kecerdasan emosi cenderung rendah Brackett, Warner Bosco, 2005; Smith, Heaven, dan Ciarrochi, 2008. Salah satu cara untuk meningkatkan kepuasan dalam perkawinan adalah dengan meningkatkan kecerdasan emosi Weisinger, 2010. Weisinger mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk menggunakan emosi, perasaan, dan suasana hati diri sendiri dan juga orang lain. Hal tersebut dapat menjadi sumber informasi yang memungkinkan untuk membuat pilihan yang lebih baik sehingga seseorang dapat mengarahkan kehidupannya menjadi lebih baik. Beberapa emosi, seperti kemarahan dan kecemasan dapat meningkatkan atau menghambat hubungan dan kinerja seseorang, sementara kepercayaan, optimisme, keuletan, dan semangat biasanya meningkatkan kinerja seseorang dan membuat hubungan lebih bahagia. Pasangan dapat mengelola kemarahan dan kecemasan akan lebih menguntungkan dan menghasilkan kepuasan dalam perkawinannya dibandingkan pasangan yang tidak dapat mengelola kemarahan, kecemasan, dan menghindari depresi.

2. Kepuasan Perkawinan Responden Penelitian dilihat dari Data Demografik

Peneliti melakukan analisis tambahan uji beda mengenai data demografik responden dan kepuasan perkawinannya. Data demografik meliputi jenis kelamin, usia, asal daerah, pendapatan, dan usia perkawinan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal kepuasan perkawinan dilihat dari jenis kelamin. Temuan ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kepuasan perkawinan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan Orathinkal Vansteenwegen, 2007. Dalam penelitian ini, semua responden, baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang sama, yaitu tergolong tinggi. Artinya, responden penelitian memiliki penilaian dan perasaan yang positif terhadap pasangan dan kehidupan perkawinannya. Hasil uji beda kepuasan perkawinan berdasarkan usia juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara responden yang berusia 21 tahun hingga 45 tahun dan responden yang berusia lebih dari 45 tahun. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya Orathinkal Vansteenwegen, 2007 yang mengatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kepuasan perkawinan berdasarkan usia responden. Hal ini terjadi karena responden pada masa dewasa awal dan dewasa madya cenderung dapat mengapresiasi kekurangan pasangan mereka. Lain hal dengan data demografik berdasarkan asal daerah, responden yang berasal dari daerah yang sama dengan pasangan memiliki kepuasan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan responden dengan pasangan yang berbeda asal daerah. Hal ini dapat terjadi karena individu dan pasangan