Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan.

(1)

KEPUASAN PERKAWINAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Ida Ayu Indri Novirayanthi

129114012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(2)

Dosen Pembimbing

tu

Dr. Titik Kristiyani, M.Psi

SKRIPSI

IIUBUNGAN ANTARA KECERDASAIY EMOSI DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN

Disusun Oleh: Ida Ayu Indri Novirayanthi

129114012

Terlah disetujui oleh:


(3)

SKRIPSI

TTUBT]NGAI\ ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KEPUASAI{ PERKAWINAI\

Disusun Oleh: Ida Ayu Indri Novirayanthi

129114012

Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 14 Juni 2017 dan

dinyatakan memenuhi syarat

Penguji I

Penguji II

Penguji

III

Susunan Panitia Penguj i : : Dr. Titik Kristiyani, M.Psi

: Dr. T. Friyo Widiyanto, M.si

: Ratri Sunar Astuti, M.si

,

/alfun/

l')*

- '

+Tl.uw

Yogyakarta, ..1.1

.lul

2017


(4)

iv

Bersabarlah, sebab Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik

untukmu;

Bangun dan berusahalah, sebab mimpi, cita-cita dan hidupmu layak

tuk kau perjuangkan;

Bersyukurlah, sebab hari ini adalah hari keberuntungan dan rejekimu


(5)

PERNYATAAN

KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan sesunggulmya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta

...2017


(6)

LEMBAR

PERNYATAAN

PERSE

TUJUAN

PUBLIKASI

KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Ida Avu Indri Noviravanthi

NIM

:

l29ll40l2

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas

Sanata Dharma, karya tulis saya yang berjudul:

*HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KEPUASAN PERKAWINAN''

Beserta perangkat-perangkat yang diperlukan (bila ada). Saya memberikan kepada Universitas

Sanata Dharma, hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasiikannya di Intemet

atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dan saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Yogyakarla

...2017

Ida Ayu lndri Novirayanthi


(7)

vii

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Perkawinan

Ida Ayu Indri Novirayanthi Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Hipotesis dalam penelitian adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik analisis data Pearson Product Moment untuk menguji korelasi kedua variabel. Responden penelitian ini adalah 67 orang dewasa yang sudah menikah dengan rentang usia 21-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,583 antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan.


(8)

viii

The Relationship of Emotional Intelligence and Marital Satisfaction

Ida Ayu Indri Novirayanthi

Abstract

This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The hypothesis of this study was that there was a positive relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The type of this research was quantitative research and used Pearson Product Moment data analysis techniques to examine correlation between the two variables. Respondents were 67 adults who were married with an age range 21-65 years old. Result of the study showed that there was a significant positive correlation (p<0,05) between emotional intelligence and marital satisfaction (r=0,583).


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya kepada Tuhan atas segala berkat dan penyertaan-Nya

dalam hidup saya sehingga saya mampu menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.

Selama penulisan skripsi ini, saya mendapat banyak bantuan secara langsung dan

tidak langsung. Oleh karena itu, saya sebagai penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan sebagai dosen penguji skripsi.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik dan

sebagai dosen penguji skripsi.

4. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang

selalu memberikan informasi, kesabaran, dan semangat dalam penyusunan

skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang

telah memberikan ilmu dan pengetahuan tentang psikologi, dan semua

karyawan fakultas Psikologi.

6. Ajik dan Mama yang tak henti memberikan doa, kasih sayang, perhatian,

motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan


(10)

x

7. Kakak Intan, Adik Uti, Rajong dan Ona atas perhatian, bantuan dan

dukungan yang diberikan kepada penulis .

8. Teman-teman angakatan 2012 Fakutas Psikologi Universitas Sanata

Dharma.

9. Teman-teman Grup B-02 : Romo Yulius, Felinsa, Ce Agnes, Ce Jejes, Ce

Tipha yang tak pernah henti memberi dukungan untuk menyelesaikan

skripsi ini.

10.Teman-teman payung perkawinan: Dira, Anggie, Ken, Igan, Monic,

Devita, dan Ivi, atas kerjasamanya dan diskusinya dalam beberapa bagian

penulisan skripsi ini.

11.Teman-teman genk pisgor: Olivia, Dira, Igan, sebagai teman revisi dan

atas bantuan dalam mengolah data, dukungan dalam mereduksi stress.

12.Teman-teman KKN : Bang Duwi dan Lindi atas canda dan tawanya.

13.Semua pihak yang telah mendukung saya dengan caranya masing-masing,

yang saya tidak bisa sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis

menerima dan menghargai segala kritik dan saran dengan terbuka. Semoga skripsi ini


(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR BAGAN ... xix

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6


(12)

xii

2. Manfaat Praktis ... 6

BAB II ... 7

LANDASAN TEORI ... 7

A. Kepuasan Perkawinan ... 7

1. Definisi Perkawinan ... 7

2. Definisi Kepuasan Perkawinan ... 8

3. Aspek Kepuasan Perkawinan ... 8

4. Area Kepuasan Perkawinan ... 9

5. Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Perkawinan ... 12

B. Kecerdasan Emosi ... 15

1. Definisi Kecerdasan Emosi ... 15

2. Aspek Kecerdasan Emosi ... 16

C. Temuan yang Relevan ... 19

D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan ... 20

E. Hipotesis ... 23

BAB III ... 25

METODE PENELITIAN ... 25

A. Jenis Penelitian………. ... .. 25

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 25


(13)

xiii

2. Kecerdasan Emosi ... 26

D. Responden Penelitian ... 26

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 27

1. Penyusunan Blue Print... 27

2. Focus Group Discussion (FGD) ... 29

3. Penulisan Item ... 30

4. Review dan Revisi Item ... 31

5. Penghitungan Validitas Isi ... 32

6. Uji Coba Alat Ukur... 33

F. Pemeriksaan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 36

G. Metode Analisis Data ... 36

1. Uji Hipotesis ... 37

2. Uji Asumsi ... 37

BAB IV ... 39

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Deskripsi Responden dan Data Penelitian ... 39

B. Deskripsi Data Penelitian ... 42

C. Analisis Data Penelitian... . 45

1. Uji Asumsi ... 45

2. Uji Hipotesis ... 46


(14)

xiv

D. Pembahasan ... 52

BAB V ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B.Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan FGD Variabel Kepuasan Perkawinan ... 66

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan FGD Variabel Kecerdasan Emosi... 67

Lampiran 3. Form Penilaian Validitas Isi Kepuasan Perkawinan... 68

Lampiran 4. Form Penilaian Validitas Isi Kecerdasan Emosi ... 78

Lampiran 5. Penilaian Validitas Isi Skala Kepuasan Perkawinan ... 87

Lampiran 6. Penilaian Validitas Isi Skala Kecerdasan Emosi ... 89

Lampiran 7. Inform Consent ... 92

Lampiran 8. Skala Kepuasan Perkawinan dan Kecerdasan Emosi ... 93

Lampiran 9. Uji Reliabilitas dan Analisis Item Skala Kepuasan Perkawinan ... 104

Lampiran 10. Uji Reliabilitas dan Analisis Item Skala Kecerdasan Emosi ... 106

Lampiran 11. Reliabilitas Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 109

Lampiran 12. Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba ... 110

Lampiran 13. Uji Normalitas ... 111

Lampiran 14. Uji Linearitas ... 112

Lampiran 15. Uji Hipotesis ... 113

Lampiran 16. Uji Korelasi Tiap Aspek Kecerdasan Emosi terhadap Kepuasan Perkawinan ... 114


(16)

xvi

Lampiran 17.1. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Usia

Perkawinan ... 116

Lampiran 17.2. Uji Beda Kepuasan Perkawinan bedasarkan Pendapatan ... 117

Lampiran 17.3. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Asal Daerah ... 118

Lampiran 17.4. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Usia... 119

Lampiran 17.5. Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Jenis Kelamin ... 120


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kepuasan Perkawinan ... 28

Tabel 2. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi .... ……… 29

Tabel 3. Skor berdasarkan Pilihan Jawaban ... 31

Tabel 4. Distribusi Item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba ... 34

Tabel 5. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba ... 35

Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin Responden Penelitian ... 39

Tabel 7. Deskripsi Usia Responden Penelitian ... 40

Tabel 8. Deskripsi Asal Daerah Responden Penelitian ... 40

Tabel 9. Deskripsi Usia Perkawinan Responden Penelitian ... 41

Tabel 10. Deskripsi Pendapatan Responden Penelitian ... 42

Tabel 11. Deskripsi Jumlah Anak Responden Penelitian……….. 42

Tabel 12. Statistik Deskriptif Data Kepuasan Perkawinan ... 43

Tabel 12.1. Uji Beda mean teori dan empiris Kepuasan Perkawinan ... 43

Tabel 13. Statistik Deskriptif Data Kecerdasan Emosi ... 44

Tabel 13.1. Uji Beda mean teori dan empiris Kecerdasan Emosi ... 44

Tabel 14. Uji Normalitas ... 45

Tabel 15. Uji Linearitas... 46

Tabel 16. Uji Hipotesis ... 46

Tabel 17. Korelasi Aspek Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Perkawinan ... 47


(18)

xviii

Tabel 19. Uji Beda Berdasarkan Pendapatan ... 49

Tabel 20. Uji Beda Berdasarkan Asal Daerah ... 50

Tabel 21. Uji Beda Berdasarkan Usia ... 51


(19)

xix

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Bagan Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap pasangan yang telah menikah memiliki harapan bahwa

perkawinan menjadikan hidup mereka lebih bahagia dan terhindar dari masalah.

Pasangan suami istri pasti memiliki latar belakang yang berbeda, termasuk watak,

kepribadian, cara berpikir dan gaya menyelesaikan masalah. Tidak dapat

dipungkiri bila pasangan sering mengalami konflik dan perselisihan (Smith,

Heaven, & Ciarrochi, 2008).

Setiap pasangan menginginkan kebahagiaan atau kepuasan dalam

perkawinannya. Pada kenyataannya, untuk mencapai kepuasan perkawinan

tidaklah mudah. Battersby (2015) mengatakan bahwa pria merasa lebih puas

dengan hubungan perkawinannya dibandingkan wanita. Kepuasan perkawinan

seseorang ditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan, harapan dan keinginan

orang yang bersangkutan (Animasahun & Oladeni, 2012). Dalam pemenuhan

kebutuhan secara materi, pasangan yang memiliki pendapatan yang besar merasa

lebih puas dengan perkawinannya, meskipun memiliki pendapatan yang besar

tidak berarti bebas dari masalah ekonomi (Dean, 2005).

Kepuasan perkawinan didefinisikan sebagai penilaian subjektif pada

kebahagiaan individu, kesenangan, pemenuhan pengalaman selama perkawinan


(21)

yang merasakan kepuasan dalam perkawinannya memiliki umur panjang, sehat

secara fisik dan mental, serta merasa lebih bahagia dibandingkan individu yang

tidak puas dengan perkawinannya. Kepuasan perkawinan menjadi kunci faktor

yang kuat dalam memengaruhi kualitas dan stabilitas perkawinan yang

menandakan keberhasilan suatu perkawinan (Ardhianita & Andayani, 2005;

Sternberg & Hoggat, 1997 dalam Li & Fung, 2011). Kepuasan perkawinan

memiliki kurva berbentuk U, yang artinya kepuasan akan menurun setelah 5

tahun pertama atau setelah memiliki anak, dan akan kembali meningkat apabila

anak mereka telah menikah (Hughes, 2012).

Dalam konteks hubungan interpersonal, salah satu yang dapat

memengaruhi kepuasan dalam berhubungan adalah kecerdasan emosi. Goleman

(2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosi bermain peran penting dalam

memunculkan dan memelihara suatu hubungan yang mengacu pada

perkembangan sosial dan kualitas dari sebuah hubungan interpersonal.

Penelitian sebelumnya menemukan hasil bahwa pasangan yang memiliki

kecerdasan emosi yang rendah cenderung memiliki hubungan negatif

dibandingkan dengan pasangan yang salah satunya memiliki kecerdasan emosi

yang tinggi (Brackett, Warner, & Bosco,2005; Zeidner & Kaluda, 2008). Adanya

penelitian mengenai kecerdasan emosi dengan hubungan relasi romantis membuat


(22)

perkawinan. Hal ini dikarenakan, untuk melihat apakah kecerdasan emosi dapat

memengaruhi hubungan yang lebih kompleks, yaitu kepuasan perkawinan.

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu dalam memotivasi

diri dan bertahan menghadapi keadaan frustasi, mengendalikan dorongan hati,

mengatur suasana hati, dan menjaga agar stressor tidak melumpuhkan

kemampuan berpikir (Goleman, 2007). Selain itu, kecerdasan emosi merupakan

salah satu faktor penting yang menentukan kesuksesan dalam hidup dan

kesejahteraan psikologis (Bar-On, 2006; Sasanpour, Khodabakshi, & Nooryan,

2012). Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik dapat mengontrol

emosi mereka dalam keadaan stress yang kuat dan dapat menerima diri.

Sebaliknya, individu dengan kecerdasan emosi yang rendah tidak dapat

mengontrol emosi mereka dalam beberapa situasi dan sering mengalami kesulitan

dalam menerima diri mereka (Toyota, 2011).

Mayer dan Salovey (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi

sangat penting dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Individu yang

memiliki kecerdasan emosi yang baik akan lebih sukses dalam kehidupannya dan

lebih sedikit merasakan perasaan negatif baik terhadap diri dan lingkungan.

Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu mengenali

emosi, mengelola emosi dan memahami diri dan orang lain dengan baik sehingga


(23)

mengendalikan emosi negatif cenderung mendapat penerimaan sosial yang lebih

baik dibandingkan dengan individu yang tidak dapat mengendalikan emosinya.

Bracket, Warner, dan Bosco (2005) menemukan bahwa pasangan yang

memiliki kecerdasan emosi yang tinggi menunjukkan tingkat kebahagiaan dalam

relasi romantis yang lebih besar dibandingkan dengan pasangan yang memiliki

kecerdasan emosi yang rendah. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa

kecerdasan emosi dan pola komunikasi berasosiasi positif dengan kepuasan dalam

relasi romantis (Smith, Heaven, & Ciarrochi, 2008).

Mengendalikan emosi, memahami, dan menghargai perasaan anggota

keluarga merupakan faktor penting yang memengaruhi hubungan perkawinan.

Kemampuan-kemampuan kecerdasan emosi bermain peran yang dominan pada

kehidupan perkawinan (Lavaleukar, Kulkarni, & Jagtap, 2010). Pentingnya

mengembangkan kesadaran atas kecerdasan emosi pada diri sebelum atau selama

perkawinan memungkinkan untuk menurunnya masalah di masa mendatang.

Implikasi penelitian ini adalah individu mengetahui bahwa kepuasan perkawinan

merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas dan stabilitas perkawinan.

Salah satu cara agar dapat meningkatkan kepuasan perkawinan adalah dengan

meningkatkan kecerdasan emosi.

Brackett, Warner, dan Bosco (2005) menyebutkan komponen kecerdasan

emosi yang memengaruhi kepuasan suatu hubungan, antara lain seperti


(24)

emosi. Hal penting dalam sebuah hubungan adalah individu mengetahui kapan,

dimana, dan bagaimana mereka meminta maaf kepada pasangan (Eslami,

Hasanzadeh, & Jamshidi, 2014). Kecerdasan emosi yang rendah mengakibatkan

hubungan yang tidak puas dan konflik yang tinggi. Tingkat kecerdasan emosi

yang tinggi mengarahkan pada pengendalian perbedaan pendapat yang baik,

dimana konflik menjadi sedikit dan kepuasan dalam hubungan yang kian

meninggi. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tergolong tinggi dapat

berkomunikasi lebih efektif, menangani masalah dengan efektif, dan mampu

meregulasi emosi dengan baik (Fitness, 2001).

Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah

terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan karena

penelitian-penelitian sebelumnya hanya melihat hubungan kecerdasan emosi

dengan kepuasan dalam hubungan romantis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat

diketahui pentingnya kepuasan perkawinan. Banyaknya kasus perceraian di

Indonesia diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kepuasan dalam perkawinan.

Beranjak dari masalah tersebut, peneliti merasa perlu untuk mengkaji


(25)

Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah

dijabarkan dengan menguji hubungan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan

perkawinan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan referensi

tambahan yang berkaitan dengan kepuasan perkawinan dibidang ilmu

Psikologi Keluarga dan Perkawinan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi

individu yang sudah menikah terkait pengaruh kecerdasan emosi dalam

menciptakan kepuasan di kehidupan perkawian.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan


(26)

7

BAB II

LANDASAN TEORI A. Kepuasan Perkawinan

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai definisi perkawinan, definisi

kepuasan perkawinan, aspek kepuasan perkawinan, area dalam perkawinan, dan

faktor yang memengaruhi kepuasan perkawinan.

1. Definisi Perkawinan

Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 menyatakan

perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita

sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan menurut Duval

dan Miller (1985) adalah suatu hubungan yang telah diakui secara sosial

antara pria dan wanita, yang mensahkan hubungan seksual dan adanya

kesempatan untuk mendapatkan keturunan. Perkawinan adalah persatuan yang

diakui secara hukum antara dua orang, umumya seorang pria dan seorang

wanita, dimana mereka bersatu secara seksual, bekerja sama, dan mungkin

melahirkan atau mengadopsi anak (Strong, DeVault & Cohen, 2011).

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan, maka perkawinan

dapat disimpulkan sebagai suatu ikatan antara pria dan wanita yang

memutuskan untuk berkomitmen dengan tujuan membentuk keluarga yang


(27)

2. Definisi Kepuasan Perkawinan

Duvall dan Miller (1985) mendefinisikan kepuasan perkawinan

sebagai terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya

kedekatan. Fowers dan Olson (1993) mendefinisikan kepuasan perkawinan

sebagai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap seluruh

kehidupan perkawinannya, serta pada aspek-aspek khusus yang berhubungan

dengan pasangan. Kepuasan perkawinan menurut Lemme (1995) adalah

penilaian subjektif suami dan istri terhadap hubungan perkawinan yang

cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri. Menurut

Bradburry, Fincham, dan Beach (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi

mental yang menggambarkan persepsi seseorang tentang kelebihan dan

kekurangan dari suatu perkawinan. Sementara itu, Li dan Fung (2011)

mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai penilaian subjektif individu

mengenai kualitas perkawinan mereka.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa

kepuasan perkawinan adalah evaluasi atau penilaian subjektif individu

terhadap pasangan dan perasaan positif yang muncul dalam perkawinan.

3. Aspek Kepuasan Perkawinan

Aspek dalam kepuasan perkawinan mencakup penilaian secara kognitif


(28)

3.1 Aspek Kognitif

Aspek kognitif dari kepuasan perkawinan didasarkan pada sikap

evaluatif atau keyakinan dalam mempersepsikan apakah perilaku

pasangan bermanfaat atau merugikan. Aspek kognitif tampak dari cara

individu melakukan evaluasi atau memberikan penilaian (judgement)

terhadap kehidupan perkawinannya, seberapa positif atau seberapa baik

perkawinan yang dijalaninya. Evaluasi tersebut didasarkan pada

informasi-informasi yang diperoleh dari pengalaman.

3.2 Aspek Afektif

Aspek afektif dari kepuasan perkawinan didasarkan pada penilaian

pada perasaan yang dirasakan individu terhadap pasangan dalam

kehidupan perkawinannya. Aspek afektif dalam kepuasan perkawinan

digunakan untuk mengamati perasaan individu tentang perkawinan dari

waktu ke waktu. Evaluasi tersebut didasarkan pada informasi yang

diperoleh dari pengalaman kehidupan perkawinannya.

4. Area Kepuasan Perkawinan

Berdasarkan definisinya, kepuasan perkawinan dapat dilihat dari

beberapa area yang telah dijabarkan oleh Olson dan Olson (2000), yaitu:

4.1Kepribadian.

Kepribadian adalah pola-pola perilaku, tata krama, pemikiran, motif,


(29)

sepanjang waktu dan pada berbagai situasi yang berbeda (Wade & Tarvis,

2009). Setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Hal ini

berarti bagi pasangan yang menikah membawa perbedaan-perbedaan

tersebut dalam hubungan perkawinan. Area ini menjelaskan mengenai

penilaian individu terhadap sifat-sifat pasangan dan perilaku dalam

perkawinan.

4.2Komunikasi.

Komunikasi adalah proses pertukaran pesan yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih. Pasangan yang tidak bahagia sering mengeluh bahwa

mereka tidak berkomunikasi, akan tetapi tidak mungkin jika dalam suatu

hubungan tidak terjadi komunikasi. Area ini menjelaskan mengenai

perasaan individu terhadap kehadiran percakapan, kontak fisik, senyuman,

dan keterbukaan komunikasi yang terjadi.

4.3Resolusi Konflik

Konflik adalah permasalahan yang dapat terjadi karena seseorang

tidak menyetujui sebuah kejadian atau situasi dalam kehidupan

perkawinan. Apabila pasangan melihat konflik sebagai hal yang negatif dan

menghindar untuk membicarakan hal tersebut, maka hubungan mereka

akan mengalami kesengsaraan. Konflik akan semakin besar apabila

pasangan tidak memahami bagaimana cara untuk mengatur dan


(30)

pasangan terhadap masalah dan strategi penyelesaian masalah pada

hubungan. Area ini berfokus pada keterbukaan pasangan untuk menyadari

dan menyelesaikan masalah serta strategi yang digunakan untuk

menyelesaikan perdebatan.

4.4Pengaturan keuangan.

Ekonomi merupakan sebuah alasan penting untuk perkawinan.

Banyak masalah terjadi ketika salah satu pasangan berfikir pasangannya

harus lebih berhati-hati dalam menggunakan uang. Mengelola keuangan

agar tetap stabil merupakan masalah bagi sebagian besar pasangan yang

telah menikah. Area ini berfokus pada sikap dan kekhawatiran mengenai

masalah pengaturan ekonomi.

4.5Aktivitas waktu luang.

Bersantai, menonton TV atau melakukan rekreasi merupakan

aktivitas yang biasa dilakukan saat individu memiliki waktu luang.

Menghabiskan waktu bersama pasangan merupakan aspek penting untuk

menunjang kedekatan satu sama lain. Terlebih ketika sudah memiliki anak,

karena sebagian banyak waktu akan habis untuk mengurus anak dan

pekerjaan. Area ini mengkaji mengenai preferensi untuk menghabiskan


(31)

4.6Hubungan seksual.

Sebagian pasangan tidak malu untuk mengekspresikan kasih sayang

mereka satu sama lain, namun beberapa pasangan merasa enggan untuk

mengekspresikan perasaannya terlebih dahulu, begitu juga dalam

mengekpresikan keinginan untuk melakukan hubungan seksual. Area ini

menjelaskan tentang perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan

seksual.

4.7Pola Pengasuhan.

Orangtua bertanggung jawab untuk perkembangan anak-anak mulai

dari harga diri, rasa tanggung jawab, nilai-nilai, kesehatan fisik, dan

emosional serta kebutuhan sosial dan emosi anak. Area ini menjelaskan

mengenai penilaian dan perasaan tentang memiliki dan cara membesarkan

anak.

5. Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Perkawinan

Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) menjelaskan beberapa faktor

yang memengaruhi kepuasan perkawinan, diantaranya adalah sebagai berikut:

5.1 Pola Interaksi.

Pola interaksi antara pasangan dapat memengaruhi seberapa puas

mereka dengan perkawinan mereka. Pola yang paling sering

dihubungkan dengan ketidakpuasan perkawinan adalah permintaan atau


(32)

cederung menuntut suami untuk melakukan perubahan pada perilakunya

karena tidak puas dengan perilaku pasangannya, sementara suami akan

cenderung menghindar dari tuntutan istri. Pola seperti ini memiliki

dampak yang jelas bagi kepuasan perkawinan. Peningkatan tuntutan

menyebabkan peningkatan penghindaran di mana suami dituntut untuk

menyelesaikan konflik yang dapat menyebabkan penurunan pada

kepuasan perkawinan.

Pola interaksi ini dapat memengaruhi beberapa area dalam

perkawinan, seperti komunikasi, resolusi konflik, pengaturan keuangan,

hubungan seksual, dan pola pengasuhan. Jika pola interaksi dalam suatu

hubungan perkawinan tidak baik, akan berpengaruh pada cara pasangan

berkomunikasi, bersifat aktif atau pasif. Pola interaksi yang baik

mendorong pasangan untuk menyelesaikan masalahnya dalam

perkawinannya. Selain itu, pola interaksi yang baik juga dapat

berpengaruh pada pengaturan keuangan, pola pengasuhan, dan hubungan

seksual.

5.2Dukungan Sosial.

Dukungan sosial dipercaya berhubungan dengan fungsi

perkawinan yang baik agar tercipta hubungan yang sehat dalam keluarga.


(33)

pasangannya telah memberikan kontribusi terhadap kepuasan

perkawinan.

Dukungan sosial dapat memengaruhi beberapa area kepuasan

perkawinan, seperti pengaturan keuangan, aktivitas waktu luang, dan pola

pengasuhan. Apabila individu menerima dukungan sosial dari pasangan

atau kerabat terdekat, maka itu dapat membantu individu dalam

melakukan pengaturan keuangan, terpenuhinya kebutuhan aktivitas waktu

luang, serta tidak berperan seorang diri dalam mengasuh dan mendidik

anak.

5.3Kekerasan.

Dalam kehidupan perkawinan, kekerasan fisik sangat dekat

kaitannya dengan kepuasan perkawinan. Individu yang terlibat dalam

perkawinan dengan orang yang kasar secara fisik lebih cederung tidak

puas dengan perkawinannya daripada individu yang tidak terlibat dalam

hubungan yang kasar.

Adanya kekerasan dalam perkawinan merepresentasikan cara

individu dan pasangannya dalam menyelesaikan masalah dalam

perkawinannya. Selain itu, individu yang memiliki pasangan yang sering

melakukan kekerasan akan menilai sikap dan kepribadian pasangan


(34)

terhadap pasangannya. Hal ini akan menyebabkan sebuah perkawinan

tidak harmonis dan bahagia.

B. Kecerdasan Emosi

Pada sub bab ini akan membahas mengenai definisi dan aspek kecerdasan

emosi.

1. Definisi Kecerdasan Emosi

Mayer dan Salovey (1997) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai

kemampuan untuk mengamati perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain,

untuk membedakan diantara mereka dan menggunakan informasi tersebut

untuk mengarahkan pikiran dan tindakan seseorang.

Mayer dan Salovey (dalam Mayer, Salovey, & Caruso, 2004)

menambahkan definisi kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk merasa

secara akurat, menilai, dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk

mengakses dan membangkitkan emosi agar membantu pikiran, kemampuan

untuk memahami emosi dan pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan

meregulasi emosi untuk meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual.

Bar-On (2006) menggambarkan kecerdasan emosi sebagai susunan

emosi yang saling berhubungan dan kompetensi sosial, keterampilan dan

perilaku yang merupakan dampak dari perilaku yang cerdas. Goleman (2007)


(35)

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi keadaan

frustasi, mengendalikan dorongan hati, mengatur suasana hati dan menjaga

agar stressor tidak melumpuhkan kemampuan berpikir.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijabarkan, kecerdasan

emosi adalah kemampuan untuk merasa secara akurat, menilai, dan

mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengakses dan membangkitkan

emosi agar membantu pikiran, kemampuan untuk memahami emosi dan

pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan meregulasi emosi untuk

meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual (Mayer dan Salovey

dalam Mayer, Salovey, & Caruso, 2004).

2. Aspek Kecerdasan Emosi

Mayer dan Salovey (dalam Mayer & Salovey, 1997; Salovey &

Grewel, 2005) membagi kecerdasan emosi menjadi empat aspek, yaitu:

2.1 Mempersepsikan emosi (perceiving emotion)

Mempersepsi emosi adalah kemampuan untuk mendeteksi dan

mengenali emosi dan melibatkan kemampuan untuk mengenali emosi

pada diri sendiri dan orang lain melalui ekspresi wajah, gambar, dan

suara. Mempersepsi emosi merupakan representasi yang paling dasar dari

kecerdasan emosi karena dengan mempersepsi emosi memungkinkan

terjadinya pemrosesan informasi yang terkait dengan emosi (Salovey &


(36)

2.2 Menggunakan emosi ( using emotion to facilitate thoughts)

Menggunakan emosi adalah kemampuan untuk memanfaatkan

emosi untuk memfasilitasi berbagai macam aktivitas kognitif, seperti

berpikir, bekerja, membuat keputusan, dan penyelesaian masalah.

Misalnya, ketika seseorang harus menyelesaikan tugas yang sulit dan

membosankan yang membutuhkan penalaran deduktif dan perhatian

terhadap detail dalam waktu yang singkat, manakah yang lebih baik,

mengerjakan tugas tersebut dengan mood senang atau mood sedih?

Berada dalam sedikit mood sedih akan membantu seseorang untuk

bekerja dengan hati-hati dan sesuai metode. Sebaliknya, mood senang

dapat menstimulasi pikiran yang kreatif dan inovatif. Individu yang

cerdas secara emosi dapat menguasai seutuhnya perubahan mood-nya

agar sesuai dengan tugas atau pekerjaan yang mereka miliki (Salovey &

Grewal, 2005). Emosi juga dapat memfasilitasi pikiran dengan membuat

individu mempertimbangkan banyak perspektif dari lingkungan atau

orang lain (Mayer & Salovey, 1997).

2.3 Memahami dan menganalisa emosi (understanding emotions)

Memahami dan menganalisa emosi adalah kemampuan memahami

pengetahuan terkait emosi dan mengerti relasi diantara emosi yang

kompleks. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk sensitif dengan


(37)

sangat senang. Aspek ini juga mencakup kemampuan untuk mengenali

dan mendeskripsikan bagaimana emosi berkembang seiring waktu,

seperti bagaimana terkejut dapat berubah menjadi duka (Salovey &

Grewal, 2005).

Emosi cenderung terjadi dalam rangkaian yang berpola, misalnya

marah yang semakin intens meningkat, lalu diekspresikan, dan kemudian

berubah menjadi rasa puas atau rasa bersalah, tergantung pada situasi dan

kondisinya. Penalaran terhadap urutan emosi pun terjadi, misalnya

individu yang merasa tidak dicintai akan menolak perhatian dari orang

lain karena ia merasa takut dengan penolakan di masa mendatang.

Penalaran tentang perkembangan emosi dalam relasi interpersonal inilah

yang merupakan pusat dari kecerdasan emosi (Mayer dan Salovey, 1997).

2.4 Mengatur dan meregulasi emosi ( managing emotions)

Mengatur dan meregulasi emosi adalah kemampuan dalam aspek

yang paling tinggi dalam kecerdasan emosi. Kemampuan ini terkait

kemampuan meregulasi emosi secara sadar, baik dalam diri sendiri

ataupun dalam orang lain untuk meningkatkan perkembangan emosi dan

kecerdasan. Individu yang cerdas secara emosi mampu memanfaatkan

emosi, termasuk yang negatif, dan mengelolanya untuk mencapai tujuan


(38)

C. Temuan yang Relevan

Brackett, Warner, dan Bosco pada tahun 2005 melakukan perekrutan 172

responden yang terlibat hubungan romantis selama lebih dari tiga bulan. Survey

yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur kecerdasan emosi

(MSCEIT) dan Quality of Relationship Inventory (QRI). Hasil penelitian ini

adalah pasangan yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah cenderung

memiliki relasi yang lebih buruk daripada pasangan yang salah satu atau

keduanya memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.

Smith, Heaven, dan Ciarrochi (2008) melakukan penelitian kepada 82

pasangan heteroseksual yang tinggal bersama dalam satu atap. Sebanyak 67

pasangan telah menikah dan 15 pasangan lainnya tidak menikah. Penelitian ini

menggunakan tiga alat ukur, yaitu Trait Emotional Intelligence-Short Form

(TEIQue-SF); Communication Patterns Questionnaire (CPQ); Perceived

Relationship Quality Components (PRQC) Inventory. Peneliti menemukan bahwa

penilaian individu atas kecerdasan emosi mereka, perkiraan kecerdasan emosi

pasangan, dan persepsi mengenai pola komunikasi konflik merupakan prediktor

yang secara konsisten memengaruhi kepuasan dalam hubungan romantis.

Pasangan yang tidak menghindari konflik merupakan pasangan yang sangat puas

dalam relasi mereka.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa


(39)

romantis pada responden yang berpacaran dan telah menikah. Pada penelitian

sebelumnya tidak menghubungkan dengan kehidupan perkawinan dan peneliti

belum menemukan penelitian yang menghubungkan secara langsung antara

kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan. Oleh karena itu, pada penelitian

kali ini peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi

dan kepuasan perkawinan.

D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan

dan meregulasi emosi untuk memfasilitasi pikiran dan mencapai suatu tujuan.

Kecerdasan emosi berhubungan dengan keterampilan dalam mengamati perasaan

dan emosi diri sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut untuk

mengarahkan pikiran dan tindakan.

Salah satu aspek dasar kecerdasan emosi adalah mempersepsikan emosi

pada diri sendiri dan orang lain. Salah satu kemampuan dalam merasakan emosi

adalah mengenali emosi. Selain itu, kemampuan lainnya adalah terbuka terhadap

perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Individu

yang mampu terbuka terhadap perasaannya mudah terbuka dalam menyadari dan

memecahkan masalah pada kehidupan perkawinannya. Kedua hal ini membuat


(40)

emosi dan pendapat sehingga individu menilai dan merasakan hal positif terhadap

pasangannya.

Kemampuan individu dalam mengekspresikan emosi mereka dengan tepat

berdampak pada bagaimana individu mengekspresikan emosi positif pada

pasangan dan berkomitmen untuk setia. Sebaliknya, individu yang kurang mampu

dalam mengekspresikan emosi mereka, memiliki kesulitan dalam

mengekspresikan kasih sayang pada pasangan dan memiliki komitmen yang

cenderung rendah untuk setia. Individu yang mampu mengekspresikan kasih

sayang kepada pasangannya memiliki perasaan positif terhadap pasangannya.

Aspek kecerdasan emosi lainnya adalah menggunakan emosi untuk

memfasilitasi pikiran. Individu yang dapat menggunakan emosinya mampu

mempertimbangkan beberapa sudut pandang dan mampu menguasai perubahan

suasana hati. Hal ini akan memengaruhi individu dalam mengambil keputusan

dan mendiskusikan masalah dengan pasangan, sebaliknya individu yang tidak

dapat mempertimbangkan sudut pandang orang lain cenderung mengambil

keputusan sendiri tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu.

Memahami dan menganalisa emosi merupakan aspek kecerdasan emosi

yang ketiga. Kemampuan ini terkait dengan pengetahuan tentang emosi dan relasi

diantara emosi yang kompleks (Mayer & Salovey, 1997). Kemampuan ini

berkaitan dengan aspek afektif dalam kepuasan perkawinan. Memahami dan


(41)

dirasakan oleh individu di sepanjang usia perkawinannya. (Bradburry, Fincham &

Beach, 2000)

Aspek kecerdasan emosi lainnya adalah mampu mengatur dan meregulasi

emosi. Individu yang mampu mengatur emosinya lebih mudah dalam memahami

dan menghargai perasaan anggota keluarga (Lavaleukar, Kulkarni, & Jagtap,

2010). Individu yang mampu meregulasi emosi lebih dapat menyelesaikan

masalah dengan suasana hati yang tenang.

Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa individu yang memiliki

kecerdasan emosi yang tinggi lebih merasa puas terhadap hubungan mereka

dibandingkan dengan pasangan memiliki kecerdasan emosi yang rendah

(Brackett, Warner & Bosco, 2005). Individu yang mampu untuk memahami

emosi—makna emosi, bagaimana emosi berbaur bersama, bagaimana emosi berkembang dari waktu ke waktu—merupakan orang yang memiliki kapasitas untuk memahami aspek penting dari sifat manusia dan hubungan interpersonal

(Salovey, Mayer, Caruso, Yoo, 2008). Individu yang memiliki kecerdasan emosi

yang baik juga memiliki penilaian dan perasaan positif kepada pasangan. Hal ini

akan berdampak pada perkawinan yang memuaskan. Jadi, dapat disimpulkan


(42)

Bagan 1.

Bagan Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan.

Kecerdasan Emosi

Terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan dan tidak menyenangkan

Mampu mengekspresikan kasih sayang pada pasangan dan berkomitmen untuk setia.

Individu akan memiliki perasaan positif terhadap pasangan dan kehidupan Merasa nyaman berkomunikasi dengan pasangan, terutama dalam berbagi emosi dan

Mampu mempertimbangan beberapa sudut pandang dan mampu menguasai perubahan suasana hati.

Mampu mengambil keputusan dan mendiskusikan masalah dengan pasangan

Mampu mengetahui pengetahuan tentang emosi dan relasi emosi yang

Mampu mengamati perasaan-perasaan yang dirasakan oleh individu disepanjang perkawinan

Mampu mengatur emosi

dalam diri dan orang lain. Mudah memahami dan menghargai perasaan anggota keluarga, serta dapat menyelesaikan masalah

Kepuasan Perkawinan

Memiliki penilaian dan perasaan positif


(43)

E. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara

kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Semakin tinggi kecerdasan emosi


(44)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis survei

korelasional, yang bertujuan untuk menguji korelasi antara kcerdasan emosi

dengan kepuasan perkawinan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Tergantung : Kepuasan Perkawinan.

2. Variabel Bebas : Kecerdasan Emosi.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional dirumuskan berdasarkan definisi konseptual pada

masing-masing variabel.

1. Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan adalah evaluasi atau penilaian subjektif individu

terhadap pasangan dan perasaan positif yang muncul dalam perkawinan.

Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala kepuasan

perkawinan yang disusun berdasarkan dua aspek, yaitu aspek kognitif dan


(45)

perkawinan, yaitu (a) kepribadian; (b) komunikasi; (c) resolusi konflik; (d)

pengaturan keuangan; (e) aktivitas waktu luang; (f) hubungan seksual; serta

(g) anak dan pengasuhan.

2. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasa secara akurat,

menilai, dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengakses dan

membangkitkan emosi agar membantu pikiran, kemampuan untuk memahami

emosi dan pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan meregulasi emosi

untuk meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Kecerdasan Emosi

diukur menggunakan skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan empat

aspek dari kecerdasan emosi, yaitu (a) mempersepsi emosi; (b) menggunakan

emosi; (c) memahami dan menganalisa emosi; serta (d) mengatur dan

meregulasi emosi.

D. Responden Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan orang dewasa berusia 21-65 tahun

yang telah menikah sebagai responden penelitian. Teknik pemilihan responden

dalam penelitian ini menggunakan metode non probability purposive sampling

jenis purposive sampling, yaitu pemilihan responden berdasarkan ciri-ciri tertentu

yang berkaitan dengan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya


(46)

yang sudah menikah, memiliki anak, dan tinggal bersama dengan pasangan.

Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena peneliti ingin melihat bagaimana

individu menilai dan perasaan terhadap pasangan dan seputar perkawinan,

termasuk pola pengasuhan anak.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode skala untuk

memperoleh data mengenai kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi. Prosedur

penyusunan skala kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi, meliputi

penyusunan blue print, Focus Group Discussion (FGD), penulisan item, review

dan revisi item, perhitungan IVI-I dan IVI-S, serta uji coba alat ukur.

1. Penyusunan Blue Print

Peneliti menyusun blue print kepuasan perkawinan dan blue print

kecerdasan emosi

1.1 Penyusunan Blue Print Kepuasan Perkawinan

Berdasarkan tujuh area dalam kehidupan perkawinan, peneliti

menyusun blue print di mana masing-masing area mengandung aspek

kognitif dan aspek afektif. Setiap area, terdapat empat item favorable (F)

dan empat item unfavorable (UF). Pernyataan favorable yaitu

pernyataan-pernyataan yang bila disetujui menunjukkan sikap positif atau


(47)

unfavorable adalah pernyataan-pernyataan yang bila disetujui

mencerminkan sikap negatif atau tidak menyukai objek yang menjadi

sasaran perhatian (Supratiknya, 2014).

Total keseluruhan item kepuasan perkawinan adalah 56 item.

Peneliti menyusun item-item skala kepuasan seperti dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 1.

Blue-Print Skala Kepuasan Perkawinan. Aspek

Konteks

Kognitif Afektif Jumlah F UF F UF

Kepribadian 3, 40 31, 22 13, 48 38, 15 8 Resolusi konflik 28, 44 6, 14 1, 11 34, 2 8 Pengaturan keuangan 45, 29 21, 54 39, 32 46, 50 8 Pola pengasuhan 35, 5 16, 47 49, 7 52, 26 8 Waktu luang 4, 53 12, 51 17, 24 25, 30 8 Komunikasi 10, 41 8, 36 19, 42 20, 9 8 Hubungan seksual 23, 18 43, 27 33, 35 37, 56 8

Total 56

1.2 Penyusunan Blue Print Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi memiliki empat aspek, yaitu (a) mempersepsi

emosi; (b) menggunakan emosi; (c) memahami emosi dan; (d) meregulasi

emosi. Berdasarkan keempat aspek tersebut, peneliti menyusun item di

mana masing-masing aspek terdapat delapan item favorable dan delapan

item unfavorable. Total keseluruhan item kecerdasan emosi adalah 64

item. Peneliti menyusun item-item skala kecerdasan emosi seperti dapat


(48)

Tabel 2.

Blue-print Skala Kecerdasan Emosi.

No Area F UF Jumlah

1 Mempersepsi Emosi

1, 3, 11, 24, 31, 49, 53, 54

13, 18, 35, 41, 48, 52, 64, 61

16

2 Menggunakan Emosi

8, 19, 26, 36, 45, 50, 56, 62

2, 5, 20, 25, 42, 43, 55, 58

16

3 Memahami Emosi

4, 7, 27, 33, 37, 39, 46, 57

14, 21, 28, 29, 34, 44, 59, 63

16

4 Mengatur dan meregulasi emosi

5, 12, 15, 17, 32, 38, 40, 47

6, 9, 10, 16, 22, 23, 30, 60

16

Total 64

2. Focus Group Discussion (FGD)

Tujuan peneliti melakukan FGD adalah untuk mengidentifikasi

tingkah laku yang dianggap sebagai indikator, baik pada variabel kepuasan

perkawinan maupun kecerdasan emosi dan untuk memahami konteks calon

responden penelitian. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apakah indikator

indikator tersebut muncul dalam kehidupan perkawinan. FGD dilaksanakan

pada tanggl 8 Desember 2016 dengan 5 orang wanita yang sudah menikah.

Daftar pertanyaan FGD untuk kepuasan perkawinan dapat dilihat pada

lampiran 1.

Hasil FGD mengenai kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa

perilaku-perilaku yang muncul dalam kehidupan sehari-hari responden terkait

kepuasan perkawinan meliputi: menerima kelebihan dan kekurangan


(49)

menggunakan dan menikmati waktu luang bersama pasangan, dan pasangan

menunjukkan perilaku seksualnya seperti menggenggam, memeluk dan

mencium responden

Setelah melakukan FGD mengenai kehidupan perkawinan, peneliti

melakukan istirahat sejenak lalu kembali melakukan FGD terkait dengan

kecerdasan emosi. Daftar pertanyaan FGD untuk kecerdasan emosi yang

diajukan oleh peneliti dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil FGD mengenai

kecerdasan emosi menunjukkan bahwa perilaku-perilaku yang muncul dalam

kehidupan sehari-hari responden terkait kecerdasan emosi meliputi:

mengetahui dan merasakan perasaan yang sedang dirasakan, mengetahui

penyebab dari emosi, cenderung menunda pekerjaan ketika gelisah, serta

meminta pendapat orang lain untuk menemukan jalan keluar dari masalah.

3. Penulisan Item

Peneliti menyusun item-item kepuasan perkawinan dan kecerdasan emosi

berdasarkan hasil FGD yang telah dilakukan. Skala kepuasan perkawinan

terdiri dari 56 item, yaitu 28 item favorable dan 28 item unfavorable.

Item-item skala kecerdasan emosi yang disusun peneliti berjumlah 64 Item-item, terdiri

dari 32 item favorable dan 32 item unfavorable.

Peneliti menggunakan metode penskalaan likert yang terdiri dari empat

pilihan jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),


(50)

favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S),

nilai 2 untuk Tidak setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Sebaliknya, masing-masing item unfavorable diberi nilai 1 untuk Sangat

Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai

4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Ringkasan skor berdasarkan pilihan

jawaban dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.

Skor berdasarkan Pilihan Jawaban.

Kategori Jawaban Skor

Favorable Unfavorabel Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sesuai (S) 3 2

Sangat Sesuai (SS) 4 1

4. Review dan Revisi Item

Dalam penelitian ini, pemeriksaan item didapatkan melalui penilaian

(review) oleh dosen pembimbing skripsi yang dilakukan selama proses

pembuatan item meliputi ketepatan definisi konseptual, pemilihan kata dalam

setiap item, serta kesesuaian item dengan indikator-indikator kepuasan

perkawinan dan kecerdasan emosi. Selanjutnya, peneliti melakukan revisi

item guna mengevaluasi masukan yang diberikan oleh dosen pembimbing

skripsi terkait item-item yang telah disusun. Setelah itu, peneliti melanjutkan


(51)

5. Penghitungan Validitas Isi

Uji validitas isi dilakukan oleh professional judgement yaitu dosen

pembimbing skripsi dan lima orang yang sedang menyusun skripsi. Dalam

melakukan uji validasi isi, peneliti menggunakan dua perhitungan, yaitu

perhitungan IVI-I dan IVI-S. IVI-I adalah indeks validitas isi pada taraf item,

sedangkan IVI-S adalah indeks validasi isi skala. Suatu item dapat dikatakan

relevan apabila nilai IVI >0,78. Jika item memiliki nilai kurang dari <0,78,

maka item perlu diperbaiki atau digugurkan. Setelah menghitung IVI-I,

peneliti melakukan perhitungan IVI-S. Sebuah skala disebut memiliki validasi

isi yang baik jika nilai IVI-S >0,90 (Supratiknya, 2016).

Hasil perhitungan IVI-I skala kepuasan perkawinan, terdapat 7 item

yang memiliki nilai yang <0,78. Selanjutnya, peneliti memperbaiki 7 item

tersebut dan melakukan validasi ulang sehingga item-item tersebut memiliki

nilai 1,00. Setelah seluruh item memiliki nilai IVI-I >0,78, peneliti melakukan

perhitungan IVI-S. Hasil yang didapatkan pada perhitungan IVI-S adalah

0,91. Hal ini berarti skala kepuasan perkawinan memiliki validitas isi yang

baik.

Berdasarkan hasil perhitungan IVI-I skala kecerdasan emosi, terdapat 3

item yang memiliki nilai <0,78. Peneliti memperbaiki 3 item tersebut dan

melakukan validasi ulang sehingga item-item tersebut memiliki nilai IVI-I


(52)

hasil sebesar 0,92. Hal ini berarti skala kecerdasan emosi memiliki validitas

isi yang baik.

6. Uji Coba Alat Ukur

Peneliti melakukan uji coba skala untuk melihat apakah item-item yang

disusun sudah baik dan bisa digunakan untuk mengambil data penelitian.

Pengambilan data uji coba dilakukan pada bulan Maret 2017 dengan jumlah

responden 67 orang. Dalam uji coba alat ukur, responden uji coba yang

digunakan oleh peneliti memiliki kesamaan karakteristik dengan responden

penelitian. Peneliti melakukan uji coba untuk mendapatkan skala dengan taraf

reliabilitas yang memadai melalui analisis item.

Analisis item dilakukan untuk menguji kualitas sebuah skala psikologi

yang dilihat dari setiap itemnya (Azwar, 2011). Tujuan dari analisis item

adalah memilih item-item yang akan membentuk sebuah skala yang bersifat

homogen atau memiliki daya diskriminasi yang baik (Supratiknya, 2014).

Seleksi item dilakukan dengan metode rasional, yaitu dengan

menghitung korelasi tiap item dengan skor total dari 56 item yang terdapat

pada skala kepuasan perkawinan dan 64 item yang terdapat pada skala

kecerdasan emosi. Perhitungan korelasi item total dapat menunjukkan item

item terbaik dalam mengukur konstruk atau isi yang sedang diukur. Semakin

tinggi korelasi item dengan skor total, semakin baik juga item yang


(53)

pemilihan item. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30

dianggap memuaskan dan dapat digunakan, sedangkan item yang memiliki

koefisien korelasi kurang dari 0,30 dianggap sebagai item yang kurang baik

dan tidak dapat digunakan.

Analisis item dalam penelitian ini menggunakan program SPSS for

windows 16 dengan melihat Corrected Item Total Correlation pada Reliability

Statistics. Berdasarkan data yang ada dari 56 item kepuasan perkawinan,

terdapat 21 item dinyatakan gugur karena memiliki koefisien korelasi yang

kurang dari 0,30. Setelah itu, peneliti melakukan eliminasi item untuk

menyeimbangkan jumlah item tiap aspek. Eliminasi item dilakukan dengan

cara menggugurkan item yang memiliki koefisien korelasi diatas 0.30 namun

memiliki nilai paling rendah. Peneliti mengeliminasi 2 item lainnya, sehingga

item yang tersisa untuk skala kepuasan perkawinan adalah 33 item dari 56

item. Distribusi item-item yang telah diseimbangkan pada masing-masing area

kepuasan perkawinan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.

Distribusi item Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Uji Coba.

No Area Favorable Unfavorable Jumlah

1 Kepribadian 1, 15 8, 20, 28 5 2 Resolusi Konflik 9, 21, 24, 27 2 5 3 Pengaturan Keuangan 3, 30 10 3 4 Pola Pengasuhan 11, 32 4, 22, 28 5 5 Waktu Luang 5, 17, 23, 31 12 5 6 Komunikasi 13, 25, 33 6, 18 5 7 Hubungan Seksual 7, 16, 19, 29 14 5


(54)

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa sebaran data tiap area tidak seimbang,

pada aspek kepribadian, resolusi konflik, pola pengasuhan, waktu luang,

komunikasi, dan hubungan seksual berjumlah 5, sedangkan area pengaturan

keuangan berjumlah 3. Peneliti memutuskan untuk tidak menyeimbangkan

setiap area karena peneliti mencoba menyesuaikan dengan keadaan di

lapangan. Selain itu juga agar tidak banyak item yang digugurkan pada area

lainnya.

Skala kecerdasan emosi memiliki jumlah 64 item, terdapat 29 item yang

memiliki nilai koefisien korelasi yang rendah dengan jumlah responden 63

orang. Sebanyak 29 item digugurkan karena tidak memenuhi syarat koefisien

korelasi. Untuk menyeimbangkan jumlah item tiap aspek, peneliti

menggugurkan item kecerdasan emosi hingga menjadi 24 item dari 64 item.

Distribusi item-item yang telah diseimbangkan pada masing-masing

aspek-aspek kecerdasan emosi dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5.

Distribusi item Skala Kecerdasan Emosi Setelah Uji Coba.

No Area Favorable Unfavorable Jumlah

1 Mempersepsi Emosi 1, 22 5, 9, 18, 21 6 2 Menggunakan Emosi 6, 12, 19 2,10,14 6 3 Memahami Emosi 11, 13, 15 7, 20,23 6 4 Mengatur dan

meregulasi emosi

3,17,24 4, 8, 16 6


(55)

F. Pemeriksaan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Peneliti melakukan analisis reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha

Cronbach dengan bantuan program SPSS for Windows versi 16.00. Berdasarkan

data statistik, koefisien reliabilitas skala kepuasan perkawinan sebesar 0,882 dan

0,864 untuk skala kecerdasan emosi. Selanjutnya, peneliti melakukan eliminasi

item yang tidak memenuhi syarat batasan koefisien korelasi. Setelah melakukan

seleksi item, reliabilitas skala kepuasan perkawinan meningkat menjadi 0,930 dan

reliabilitas skala kecerdasan emosi meningkat menjadi 0,876. Hasil ini

menunjukkan bahwa skala kepuasan perkawinan dan skala kecerdasan emosi

memiliki reliabilitas yang baik dan dapat digunakan. Batas nilai alpha cronbach

adalah 0,6 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang kurang baik, sedangkan nilai

alpha cronbach 0,7 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang dapat diterima dan

nilai alpha cronbach 0,8 termasuk dalam kriteria reliabilitas yang baik (Sekaran,

1992 dalam Priyatno, 2012).

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik

korelasi Pearson Product Moment. Asumsi dalam pengujian Pearson Product


(56)

1. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan uji hipotesis dengan teknik korelasi. Peneliti menggunakan teknik

korelasi pearson product moment karena data penelitian memenuhi syarat uji

asumsi.

Salah satu syarat untuk menggunakan teknik korelasi product moment

adalah jika uji asumsi terpenuhi, yaitu data memiliki sebaran atau distribusi

data yang normal, dan linear. Sebaliknya, jika uji asumsi tidak terpenuhi maka

pengolahan data menggunakan uji statistik non-parametrik. Teknik korelasi

yang biasa digunakan adalah teknik korelasi spearman rho (Siregar, 2013).

2. Uji Asumsi

Uji asumsi dasar digunakan untuk mengetahui pola dan varian serta

kelinearitasan dari suatu populasi (data). Apakah populasi atau data

berdistribusi normal atau tidak, dan untuk menguji kelinearitasan data

(Siregar, 2013).

2.1Uji Normalitas

Dalam penelitian korelasi perlu dilakukan uji normalitas karena semua

perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Uji


(57)

program SPSS for windows versi 16. Data dengan sebaran yang normal

memiliki taraf signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) (Santoso, 2010).

2.2Uji Linearitas

Penelitian ini melakukan uji linearitas untuk melihat apakah data-data

yang diuji memiliki hubungan yang linear atau tidak. Suatu hubungan

dapat dikatakan linear jika memiliki taraf sigifikasi kurang dari 0,05

(p<0,05), sebaliknya hubungan antarvariabel dikatakan tidak linear jika


(58)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Responden dan Data Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 16 Maret 2017 hingga

tanggal 20 Maret 2017 dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden

secara langsung maupun dengan bantuan orang lain yang memberikan kepada

tetangga atau kerabat dekat. Pengambilan data secara langsung dilakukan dengan

cara memberikan kuesioner kepada responden yang berdomisili di daerah Sanur,

Kesiman, dan Panjer, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

Penelitian ini melibatkan 67 responden dengan rentang usia 21 tahun hingga

65 tahun yang berada di Denpasar. Data demografik yang diperoleh peneliti

antara lain:

1. Deskripsi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan data demografik, responden terdiri dari 35 orang laki-laki

dan 36 orang perempuan. Tabel 6 menunjukkan deskripsi data responden

penelitian yang dilihat berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 6.

Deskripsi Jenis Kelamin Responden Penelitian.

Keterangan Jumlah Total Jenis Kelamin Laki-laki 33 67


(59)

2. Deskripsi responden penelitian berdasarkan Usia

Berdasarkan 71 responden, peneliti mengelompokkan responden

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dewasa awal (20-45 Tahun) dan

dewasa madya (46-65 Tahun). Pada kelompok dewasa awal, terdapat

responden sebanyak 35 orang, dan sebanyak 36 responden berada pada

kelompok masa dewasa madya. Tabel 7 menunjukkan deskripsi data responden

penelitian berdasarkan usia.

Tabel 7.

Deskripsi Usia Responden Penelitian.

Keterangan Jumlah Total

Usia 20- 45 Tahun 35 67 46-65 Tahun 32

3. Deskripsi responden penelitian berdasarkan asal daerah

Data menunjukkan bahwa sebanyak 37 responden memiliki asal daerah

yang sama dengan pasangannya. 34 responden lainnya memiliki asal daerah

yang berbeda dengan pasangannya. Tabel 8 menunjukkan deskripsi responden

penelitian berdasarkan asal daerah responden dan pasangan.

Tabel 8.

Deskripsi Asal Daerah Responden dan Pasangan.

Keterangan Jumlah Total Asal Daerah Responden

dan Pasangan

Satu Daerah 35

67 Beda Daerah 32

4. Deskripsi responden penelitian berdasarkan usia perkawinan

Berdasarkan data demografik, sebanyak 42 responden telah menikah


(60)

lainnya memiliki rentang usia1-15 tahun. Tabel 9 menunjukkan deskripsi

responden penelitian berdasarkan usia perkawinan.

Tabel 9.

Deskripsi Usia Perkawinan Responden Penelitian.

Keterangan Jumlah Total Usia Perkawinan

Responden

1-15 Tahun 25

67 >15 Tahun 42

6. Deskripsi responden penelitian berdasarkan pendapatan

Data menunjukkan pendapatan dalam sebulan dari masing-masing

responden. Sebanyak 29 responden memiliki pendapatan yang kurang dari Rp

2.500.000. Responden yang memiliki pendapatan yang lebih dari Rp 2.500.000

terdapat sebanyak 42 responden. Tabel 10 menunjukkan deskripsi responden

penelitian berdasarkan pendapatan dalam satu bulan.

Tabel 10.

Deskripsi pendapatan responden penelitian.

Keterangan Jumlah Total Pendapatan

Responden

< Rp 2.500.000 29

67 > Rp 2.500.000 38

7. Deskripsi responden penelitian berdasarkan jumlah anak

Berdasarkan data demografik, tabel 11 menunjukkan deskripsi data

jumlah anak yang dimiliki responden. Sebanyak 49 responden memiliki 1

orang sampai 2 orang anak, dan sebanyak 22 responden memiliki anak yang


(61)

Tabel 11.

Deskripsi jumlah anak responden penelitian.

Keterangan Jumlah Total Jumlah Anak

Responden

1-2 45

67 >2 22

B. Deskripsi Data Penelitian

Pada sub bab ini, peneliti membahas mengenai reliabilitas data skala dan

statistik deskriptif data penelitian.

1. Reliabilitas Data Penelitian

Peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan Alpha Cronbch

untuk mengukur koefisien reliabilitas data kepuasan perkawinan dengan

program SPSS for windows versi 16. Hasil menunjukkan bahwa skala kepuasan

perkawinan memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.942 dengan jumlah 33 item.

Untuk skala kecerdasan emosi diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0.872 dengan

jumlah 24 item.

2. Statistik Deskriptif Data Penelitian

Sub bab ini membahas mengenai statistik deskriptif data kepuasan

perkawinan dan kecerdasan emosi beserta uji beda mean teoretis dan mean

empiris masing-masing variabel.

2.1Deskriptif data kepuasan perkawinan

Peneliti melakukan analisis deskriptif untuk mengetahui gambaran


(62)

adalah skor alat ukur, sedangkan skor empiris diperoleh dari hasil

penelitian. Hasil analisis deskriptif data kepuasan perkawinan dapat dilihat

pada tabel 12.

Table 12.

Deskriptif data kepuasan perkawinan.

Statistik Kepuasan Perkawinan Teoretis Empiris

Skor Minimal 33 67

Skor Maksimal 132 132

Mean 82,5 105,85

Standar Deviasi 16,5 13,198

Dalam tabel deskripsi statistik, diketahui variabel kepuasan

perkawinan memiliki mean teoretis sebesar 82,5 dan berdasarkan hasil

analisis diperoleh mean empiris sebesar 105,85. Peneliti melakukan

analisis uji beda dengan mengunakan teknik One-sample t-test pada

program SPSS for windows versi 16 untuk mengetahui tingkat

perbedaannya. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 12.1

Table 12.1

Hasil uji beda mean teoretis dan mean empiris kepuasan perkawinan.

Kepuasan perkawinan

Test value = 82,5

Sig (2-tailed) Mean Difference 0,000 23,351

Data tabel 12.1 menunjukkan adanya perbedaan sebesar 23,351

dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan terdapat

perbedaan yang signifikan antara mean teoretis dan mean empiris.

Temuan ini menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat kepuasan


(63)

2.2Deskriptif data kecerdasan emosi.

Data tabel analisis deskriptif, diketahui bahwa kecerdasan emosi

memiliki mean sebesar 60, dan berdasarkan hasil analisis diperoleh mean

sebesar 77,91. Hasil analisis deskriptif data kecerdasan emosi dapat dilihat

pada tabel 13.

Tabel 13.

Deskriptif data kecerdasan emosi

Statistik Kecerdasan Emosi Teoretis Empiris

Skor Minimal 24 58

Skor Maksimal 96 98

Mean 60 77,91

Standar Deviasi 12 8,547

Untuk mengetahui perbedaan antara mean teoretis dan mean

empiris, peneliti melakukan analisis uji beda One-sample t-test pada

program SPSS for windows versi 16. Hasil uji beda dapat dilihat pada

tabel 13.1.

Table 13. 1

Hasil uji beda mean teoretis dan mean empiris kecerdasan emosi.

Kecerdasan emosi

Test value = 60

Sig (2-tailed) Mean Difference 0,000 17,910

Berdasarkan hasil analisis, terdapat perbedaan sebesar 17,910

dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan

bahwa responden memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tergolong


(64)

C. Analisis Data Penelitian

Sub bab ini membahas mengenai analisis data penelitian yang sudah

dilakukan oleh peneliti. Sebelum pengujian hipotesis, peneliti melakukan uji

asumsi terlebih dahulu.

1. Uji Asumsi

Dalam uji asumsi, terdapat 2 macam uji, yaitu uji normalitas dan uji

linearitas.

1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik

Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel

14.

Tabel 14. Uji Normalitas.

Kolmogorov-Smirnova Statistik df Sig. Kepuasan Perkawinan 0,089 67 0,200

Kecerdasan Emosi 0,097 67 0,200

Berdasarkan data dalam tabel 14 dapat dilihat bahwa signifikansi

data kepuasan perkawinan sebesar 0,200 (p>0,05), sedangkan nilai

signifikansi pada kecerdasan emosi sebesar 0,200 (0,05). Hasil uji

normalitas menunjukkan bahwa distribusi data kepuasan perkawinan dan


(65)

1.2 Uji Linearitas

Hasil uji linearitas menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,000

(p<0,05). Angka ini menggambarkan bahwa kecerdasan emosi dan

kepuasan perkawinan memiliki hubungan yang linear. Hasil uji linearitas

dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Uji Linearitas.

F Sig. Kepuasan

Perkawinan* Kecerdasan

Emosi

Between Groups

(Combined) 4,643 0,000 Linearity 58,384 0,000 Deviaton from

Linearity 2,724 0,002

2. Uji Hipotesis

Peneliti melakukan uji hipotesis menggunakan teknik uji korelasi

dengan korelasi Pearson Product Moment pada program SPSS for windows

16. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Uji Hipotesis.

Kecerdasan Emosi

Kepuasan Perkawinan

Pearson Correlation 0,583

Sig. (1-tailed) 0,000

N 67

Data pada tabel menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.615 dengan

taraf signifikasi p= 0,000 (p<0,01). Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya

hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan.


(66)

sumbangan yang diberikan kecerdasan emosi kepada kepuasan perkawinan

yaitu sebesar 34%.

3. Analisis Tambahan

Peneliti melakukan analisis tambahan untuk memperkaya data penelitian

mengenai kepuasan perkawinan. Analisis tambahan yang dilakukan oleh

penelitian antara lain:

3.1Korelasi tiap aspek kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan.

Peneliti melakukan analisis korelasi dengan menggunakan

aspek-aspek kecerdasan emosi meliputi (a) mempersepsi emosi (PE); (b)

menggunakan emosi (GE); (c) memahami emosi (ME), dan; (d) meregulasi

emosi (RE) dengan kepuasan perkawinan, adalah sebagai berikut:

Tabel 17.

Korelasi aspek kecerdasan emosi dengan Kepuasan Perkawinan.

PE GE ME RE

Kepuasan Perkawinan

Pearson

Correlation 0,517 0,459 0,398 0,585 Sig.

(1-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000

N 67 67 67 67

Tabel 17 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan sebesar

0,000 (p<0,01) tiap aspek kecerdasan emosi dengan kepuasan perkawinan.

Aspek mempersepsi emosi memiliki koefisien korelasi sebesar 0,517;

aspek menggunakan emosi memiliki koefisien korelasi sebesar 0,459.


(67)

yaitu 0,398 dan aspek mengatur emosi memiliki koefisien tertinggi yaitu

0,585.

3.2Perbedaan kepuasan perkawinan berdasarkan data demografik

Peneliti melakukan analisis tambahan yaitu uji beda menggunakan

independent t-test pada program SPSS for windows 16. Analisis tambahan

yang dilakukan peneliti berdasarkan data demografik yang diperoleh pada

masing-masing responden. Data yang digunakan peneliti dalam uji beda,

antara lain:

3.2.1 Perbedaan kepuasan perkawinan berdasarkan usia perkawinan

Peneliti melakukan analisis uji beda berdasarkan usia

perkawinan responden yang dikelompokkan menjadi 2, yaitu usia

perkawinan yang kurang dari 15 tahun dan usia perkawinan yang

lebih dari 15 tahun. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18.

Uji beda berdasarkan Usia Perkawinan. N Mean

teoretis

Mean Sig.

Usia Perkawinan

<15 Tahun 25

105,85

105,48

0,186 Usia Perkawinan

>15 Tahun 42 107,48

Berdasarkan data pada tabel 19, sebanyak 25 responden

memiliki usia perkawinan yang kurang dari 15 tahun dengan mean

105,48. Terdapat 42 responden yang sudah menikah lebih dari 15


(68)

beda dari data demografik mengenai usia perkawinan yaitu sebesar

0,186 (p>0,05). Hal ini berarti perbedaan kepuasan perkawinan

antara responden yang telah menikah kurang dari 15 tahun dengan

responden yang telah menikah selama lebih dari 15 tahun, tidak

signifikan.

3.2.2 Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan pendapatan

Peneliti melakukan uji beda kepuasan perkawinan

berdasarkan pendapatan dalam sebulan yang dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu pendapatan yang kurang dari Rp 2.500.000 per

bulan dan pendapatan yang lebih dari Rp 2.500.000 per bulan. Hasil

uji beda dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19.

Uji beda berdasarkan Pendapatan.

N Mean teoretis

Mean Sig.

<Rp 2.500.000 29

105,85 105.83 0,990 >Rp 2.500.000 38 107.24

Terdapat 29 responden memiliki pendapatan yang kurang

dari Rp 2.500.000 dengan nilai mean sebesar 105.83. Responden

lainnya sebanyak 38 orang memiliki pendapatan lebih dari Rp

2.500.00 dengan nilai mean sebesar 107,24. Nilai signifikansi uji

beda dari data demografik mengenai pendapatan responden dalam

sebulan yaitu sebesar 0,990 (p>0,05). Hal ini berarti perbedaan


(69)

kurang dari Rp 2.500.000 dengan responden yang memiliki

pendapatan yang lebih dari Rp 2.500.000, tidak signifikan.

3.2.3 Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan Asal Daerah

Peneliti melakukan uji beda kepuasan perkawinan

berdasarkan asal daerah responden dan pasangan yang dibagi

menjadi dua kelompok yaitu sedaerah dan beda daerah. Hasil uji

beda dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20.

Uji beda berdasarkan Asal Daerah.

N Mean teoretis

Mean Sig.

Satu Daerah 35

105,85 111.41 0,002 Beda Daerah 32 101.50

Berdasarkan data pada tabel 20, sebanyak 35 responden

memiliki pasangan berasal dari daerah yang sama dengan responden,

nilai mean yang diperoleh sebesar 114,41. Terdapat 32 responden

lainnya yang memiliki asal daerah berbeda dengan pasangan, nilai

mean yang diperoleh sebesar 101,50. Nilai signifikansi uji beda dari

data demografik mengenai asal daerah yaitu sebesar 0,002 (p<0,05).

Hal ini berarti terdapat perbedaan kepuasan perkawinan yang

signifikan antara responden dengan pasangan berasal dari daerah

yang sama dan responden dengan pasangan dari asal daerah yang

berbedam. Berdasarkan mean dari masing-masing kelompok, dapat


(70)

yang sama memiliki kepuasan perkawinan lebih tinggi dibandingkan

responden dengan pasangan dari asal daerah yang berbeda.

3.2.4 Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan usia

Peneliti melakukan uji beda kepuasan perkawinan

berdasarkan usia responden yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu

usia 21-45 dan usia 46-65. Hasil uji beda kepuasan perkawinan

berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 21.

Tabel 21.

Uji beda berdasarkan Usia.

N Mean teoretis

Mean Sig.

Usia 21-45 35

105,85 107.36 0,444 Usia 46-65 32 105.94

Berdasarkan usia responden, terdapat 35 responden yang

berada pada usia 21 tahun hingga 45 tahun dengan nilai mean

sebesar 107,36. Responden lainnya berada pada usia 46 tahun hingga

65 tahun yaitu sebanyak 32 responden dengan nilai mean sebesar

105,94. Nilai signifikansi uji beda dari data demografik mengenai

usia yaitu sebesar 0,444 (p>0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan

kepuasan perkawinan yang tidak signifikan antara responden yang

berusia dengan rentang 21 tahun hingga 45 tahun dan subjek dengan


(71)

3.2.5 Perbedaan Kepuasan perkawinan berdasarkan jenis kelamin

Peneliti melakukan uji beda pada variabel kepuasan

perkawinan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan

perempuan. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22.

Uji beda berdasarkan Jenis Kelamin. N Mean

teoretis

Mean Sig.

Laki-Laki 33

105,85 107.11 0,444 Perempuan 34 106.20

Tabel 22 menunjukkan terdapat 33 responden laki-laki

dengan nilai mean sebesar 107,11 dan 34 responden perempuan

dengan nilai mean sebesar 106,20. Nilai signifikansi uji beda dari

data demografik mengenai usia perkawinan yaitu sebesar 0,444

(p>0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan kepuasan perkawinan

yang tidak signifikan antara laki-laki dan perempuan.

D. Pembahasan

1. Hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kepuasan

perkawinan. Hal ini berarti individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosi

yang tinggi merasakan perkawinan yang memuaskan, dan begitu sebaliknya.


(72)

memiliki tingkat kepuasan perkawinan yang rendah. Dalam penelitian ini,

kecerdasan emosi memberi sumbangan terhadap kepuasan perkawinan sebesar

33%. Setiap aspek kecerdasan emosi memiliki hubungan positif yang

tergolong tinggi dengan kepuasan perkawinan. Aspek kecerdasan emosi yang

memiliki hubungan terkuat dengan kepuasan perkawinan adalah aspek

mengatur emosi, diikuti oleh aspek mempersepsi emosi, aspek menggunakan

emosi, dan aspek memahami emosi.

Fitness (2001) mengatakan bahwa pasangan yang lebih baik dalam

mempersepsi, akurat mengidentifikasi, mengatur, dan mengekspresikan

emosi, semakin puas dan bahagia dalam hubungan mereka. Salah satu

kemampuan kecerdasan emosi yang baik adalah terbuka terhadap perasaan

baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Hal ini baik

dimiliki oleh seseorang yang sudah menikah agar saling mengerti satu dengan

lainnya sehingga merasa puas satu sama lain. Hubungan suami-istri yang

terjalin dengan baik dapat diasumsikan sebagai perkawinan yang bahagia dan

individu yang terlibat merasakan kepuasan dalam kehidupan perkawinannnya,

khususnya istri yang pada umumnya memiliki naluri kasih sayang dan

kelembutan (Srisusanti & Zulkaida, 2013).

Beberapa aspek dari kecerdasan emosi seperti memahami emosi orang

lain, memiliki kemampuan untuk membantu orang lain meregulasi suasana


(73)

sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain dapat membantu individu

membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan (Schutte, Malouff,

Bobik, Coston, Greeson, Jedlicka, Rhodes & Wendorf, 2001).

Kemampuan dalam mengatur dan meregulasi emosi pada diri sendiri

membantu individu untuk lebih memahami dan menghargai perasaan

pasangan dan anggota keluarga (Lavaleukar, Kulkarni & Jagtap, 2010).

Individu yang mampu meregulasi emosi diasumsikan dapat menyelesaikan

konflik dengan suasana hati yang tenang. Regulasi emosi erat kaitannya

dengan kepuasan perkawinan yang mana dimediasi oleh komunikasi

kontruktif (Bloch, Haase, & Levenson, 2014).

Shackelford dan Buss (2000) mengatakan bahwa prediktor yang paling

konsisten memengaruhi kepuasan perkawinan adalah ketidakstabilan emosi.

Laki-laki atau perempuan yang menikah dengan orang yang memiliki

kepribadian seperti stabilitas emosi yang rendah, kurang teliti dan kurang

terbuka sering mengeluh bahwa pasangannya memiliki sifat cemburu

berlebih, posesif, dan egosentris.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian terkait sebelumnya

yang menunjukkan hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan

kepuasan dalam hubungan romantis. Hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi memiliki


(1)

120

Lampiran 17.5 Uji Beda Kepuasan Perkawinan berdasarkan Jenis Kelamin.

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Nilai Laki-laki 33 107.11 12.111 2.018

Peempuan 34 106.20 14.395 2.433

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Nilai Equal

variances assumed

.909 .344 .289 69 .444 .911 3.154 -5.380 7.203

Equal variances not assumed


(2)

Lampiran 18. Uji Beda Kecerdasan Emosi

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Kecerdasan Emosi 67 72.69 8.444 1.002

One-Sample Test

Test Value = 60

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Kecerdasan


(3)

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Kepuasan Perkawinan

Ida Ayu Indri Novirayanthi Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Hipotesis dalam penelitian adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik analisis data Pearson Product Moment untuk menguji korelasi kedua variabel. Responden penelitian ini adalah 67 orang dewasa yang sudah menikah dengan rentang usia 21-65 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,583 antara kecerdasan emosi dan kepuasan perkawinan. Kata kunci: kecerdasan emosi, kepuasan perkawinan


(4)

The Relationship of Emotional Intelligence and Marital Satisfaction

Ida Ayu Indri Novirayanthi Abstract

This study aimed to examine the relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The hypothesis of this study was that there was a positive relationship between emotional intelligence and marital satisfaction. The type of this research was quantitative research and used Pearson Product Moment data analysis techniques to examined correlation between the two variables. Respondents were 67 adults who were married with an age range 21-65 years old. Result of the study showed that there was a significant positive correlation (p<0,05) between emotional intelligence and marital satisfaction (r=0,583).


(5)

(6)