pori-pori dinding sel membesar dan zat warna kristal violet dapat keluar dari sel bakteri. Ketika diberi zat warna safranin sel bakteri dapat menyerapnya,
sehingga sel bakteri berwarna merah. Sebaliknya pada bakteri gram positif pencucian dengan alkohol 96 akan menyebabkan protein terdenaturasi,
sehingga pori-pori mengecil dan zat warna kristal violet terperangkap di dalam sel bakteri, akibatnya bakteri tetap berwarna ungu.
Pengamatan hasil pengecatan gram kedua bakteri uji di bawah mikroskop menunjukkan bahwa bakteri Bacillus cereus berwarna ungu dan bakteri
Escherichia coli berwarna merah. Maka dapat disimpulkan bahwa bakteri
Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif dan bakteri Escherichia coli
merupakan bakteri gram negatif. Pada pengamatan dengan mikroskop digunakan minyak imersi dengan tujuan untuk mengurangi pembiasan
cahaya, sehingga preparat sediaan bakteri terlihat lebih jelas. Gambar hasil pengamatan morfologi koloni dan morfologi sel bakteri Bacillus cereus dapat
dilihat pada lampiran 4 dan bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada lampiran 5.
C. Uji Aktivitas Antibakteri
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antibakteri ekstrak herba meniran terhadap bakteri Bacillus cereus dan
Escherichia coli. Kedua bakteri uji yang digunakan diperoleh dari
laboratorium Bioteknologi Universitas Gajah Mada, sehingga diasumsikan bahwa bakteri uji merupakan kultur murni. Pengujian daya antibakteri ini
dilakukan di microbacterial safety cabinet untuk mengusahakan kondisi lingkungan yang lebih aseptis selama penelitian dilakukan. Pengujian potensi
antibakteri dilakukan dengan metode difusi, teknik paper disk plate cara Kirby Bauer
. Prinsip metode difusi yaitu menempatkan senyawa uji pada media padat yang diinokulasikan bakteri uji dengan metode cawan tebar.
Inkubasi dilakukan selama 24 jam, karena kedua bakteri uji merupakan bakteri dengan pertumbuhan yang tergolong cepat fast growing, dan akan
melakukan perbanyakan diri dengan cepat selama 18-24 jam. Hasil pengukuran zona hambat ekstrak meniran terhadap pertumbuhan
bakteri Bacillus cereus dan Escherichia coli dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil uji aktivitas antibakteri
Bakteri Jenis
Ekstrak Konsentrasi
Ekstrak Jari-jari
zona hambat mm
Diameter zona hambat
mm Kriteria
kekuatan antibakteri
Bacillus cereus
Rebusan 35
1,362
2,724 Lemah
40
2,472
4,944 Lemah
45
5,132
10,264 kuat
Tumbukan 35
1,897
3,794 Lemah
40
5,400
10,800 Kuat
45
6,832
13,664 Kuat
Kontrol positif 28,760
57,520 Sangat kuat
Kontrol negatif Tidak ada
Escherichia coli
Rebusan 35
1,180
2,360 Lemah
40
2,128
4,256 Lemah
45
2,758
5,516 Sedang
Tumbukan 35
1,468
2,936 Lemah
40
2,283
4,566 Lemah
45
4,567
9,134 Sedang
Kontrol positif 15,620
31,240 Sangat kuat
Kontrol negatif Tidak ada
Dari hasil penelitian yang didapat, ekstrak herba meniran baik yang ditumbuk maupun yang direbus memiliki daya antibakteri terhadap kedua
bakteri uji. Hal ini ditandai dengan adanya zona hambat zona bening yang tidak ditumbuhi bakteri di sekeliling kertas cakram. Zona bening dapat
terbentuk karena ekstrak yang terdapat dalam kertas cakram berdifusi ke
media di sekitar kertas cakram sehingga bakteri tidak tumbuh di daerah yang telah diresapi oleh ekstrak.
Gambar 4.1. Grafik panjang zona hambat ekstrak meniran terhadap pertumbuhan bakteri Bacillus cereus.
Dalam uji statistik didapatkan bahwa data hasil pengukuran zona hambat pada bakteri uji Bacillus cereus memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05
yang berarti data berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa data panjang zona hambat berdasarkan variasi konsentrasi dan variasi
ekstrak menunjukkan nilai signifikansi lebih dari 0,05 0,142 untuk variasi konsentrasi dan 0,782 untuk variasi ekstrak yang berarti persebaran data
homogen. Setelah dibuktikan bahwa distribusi data normal dan homogen, maka uji
statistik dapat dilanjutkan ke tahap pengujian anova dua arah two way anova
. Hasil pengujian two way anova menunjukkan bahwa semua variabel independen besarnya konsentrasi dan jenis ekstrak berpengaruh terhadap
variabel dependen panjang zona hambat dengan nilai signifikansi yang lebih
2 4
6 8
10 12
14 16
35 40
45 rebus
tumbuk
kecil dari 0,05. Variasi konsentrasi memberikan pengaruh terhadap zona hambat bakteri Bacillus cereus yang signifikan, dengan nilai signifikansi
sebesar 0,005 0,05. Variasi ekstrak memberikan pengaruh terhadap zona hambat bakteri Bacillus cereus secara signifikan, dengan nilai signifikansi
sebesar 0,007 0,05. Dari hasil analisis menggunakan SPSS , disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata mean yang signifikan baik dari variasi
ekstrak maupun variasi konsentrasi. Dari tiga tingkatan konsentrasi 35, 40, dan 45 perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengatahui konsentrasi
manakah yang berbeda dari ketiganya, yaitu dengan melakukan uji post hoc. Dari tabel post hoc memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi yang
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata yaitu konsentrasi 35 dengan konsentrasi 45. Output data uji statistik aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Bacillus cereus yang dilakukan menggunakan SPSS versi 16 dapat dilihat pada lampiran 2.
Gambar 4.2. Grafik panjang zona hambat ekstrak meniran terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
35 40
45 rebus
tumbuk
Analisis statistik terhadap data zona hambat bakteri Escherichia coli dimulai dengan uji normalitas, dan didapatkan hasil yang menunjukkan
bahwa data hasil pengukuran zona hambat pada bakteri uji Escherichia coli memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 yang berarti data berdistribusi
normal. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa data panjang zona hambat berdasarkan variasi konsentrasi dan variasi ekstrak menunjukkan nilai
signifikansi lebih dari 0,05 0,075 untuk variasi konsentrasi dan 0,106 untuk variasi ekstrak yang berarti persebaran data homogen.
Setelah dibuktikan bahwa distribusi data normal dan homogen, maka uji statistik dapat dilanjutkan ke tahap pengujian anova dua arah two way
annova . Hasil pengujian two way anova menunjukkan bahwa semua variabel
independen besarnya konsentrasi dan jenis ekstrak berpengaruh terhadap variabel dependen panjang zona hambat dengan nilai signifikansi yang lebih
kecil dari 0,05. Variasi konsentrasi memberikan pengaruh terhadap zona hambat bakteri Escherichia coli yang signifikan, dengan nilai signifikansi
sebesar 0,01 0,05. Variasi ekstrak memberikan pengaruh terhadap zona hambat bakteri Escherichia coli secara signifikan, dengan nilai signifikansi
sebesar 0,018 0,05. Dari hasil analisis menggunakan SPSS , disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata mean yang signifikan baik dari variasi
ekstrak maupun variasi konsentrasi. Dari tiga tingkatan konsentrasi 35, 40, dan 45 perlu dilakukan uji lanjutan untuk mengatahui konsentrasi
manakah yang berbeda dari ketiganya, yaitu dengan melakukan uji post hoc. Dari tabel post hoc memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi yang
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata yaitu konsentrasi 35 dengan
konsentrasi 45. Output data uji statistik aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli yang dilakukan menggunakan SPSS versi 16 dapat
dilihat pada lampiran 3. Pada penelitian ini, panjang diameter zona hambat ekstrak terhadap
bakteri uji dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain konsentrasi ekstrak, jenis ekstrak dan respon bakteri terhadap ekstrak. Dari hasil penelitian telah
dibuktikan bahwa kenaikan konsentrasi ekstrak baik rebus maupun tumbuk memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang zona hambat.
Kenaikan konsentrasi berbanding lurus dengan panjang diameter zona hambat bakteri, semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin
panjang diameter zona hambatannya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi maka ekstrak semakin jenuh, dan makin banyak senyawa
antibakteri yang terkandung didalamnya. Berdasarkan panjangnya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak
meniran, dapat dilihat bahwa ekstrak tanaman meniran baik rebus maupun tumbuk memiliki kekuatan daya antibakteri yang lemah hingga kuat untuk
pertumbuhan bakteri Bacillus cereus, dan daya anti bakteri yang lemah hingga sedang untuk pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Perbedaan
kekuatan daya antibakteri ini disebabkan oleh perbedaan sensitivitas kedua bakteri uji yang digunakan. Ekstrak tanaman meniran baik yang direbus
maupun yang ditumbuk menunjukkan hasil panjang diameter zona hambat pada bakteri gram positif Bacillus cereus lebih besar daripada bakteri gram
negatif Escherichia coli. Perbedaan sensitivitas bakteri terhadap antibakteri dipengaruhi oleh
struktur dinding sel bakteri. Bakteri gram positif cenderung lebih sensitif
terhadap antibakteri dibanding bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri secara umum terdiri dari peptidoglikan yang berfungsi mempertahankan
bentuk sel dan melindungi sel bakteri dari tekanan ekstraseluler yang tinggi Radji, 2009.
Secara khusus dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana dibanding dinding sel bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram positif memiliki
ketebalan 15-80 nm, memiliki lapisan tunggal terdiri atas 90 peptidoglikan, lapisan lemak yang rendah 1-4 dan substansi lain berupa asam teikoat.
Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar atau masuk sel Pelczar dan Chan, 1986.
Sifat kelarutan dalam air inilah yang membuat dinding sel bakteri gram negatif bersifat polar. Sedangkan ekstrak meniran yang dibuat bersifat polar,
sehingga lebih mudah masuk ke sel bakteri gram positif. Bakteri gram negatif memiliki dinding sel yang lebih tipis 10-15 nm,
terdiri dari satu atau lebih lapisan peptidoglikan, tidak mengandung asam teikoat, namun kandungan lipidnya tinggi, sekitar 11-22 Pelczar dan Chan,
1986. Membran luar dinding sel bakteri terdiri dari tiga komponen, yaitu lipoprotein, fosfolipid dan lipopilosakarida. Permeabilitas membran terluar
dinding sel bakteri gram negatif ditentukan oleh adanya molekul protein yang disebut porin Radji, 2009. Porin pada membran terluar dinding sel bakteri
gram negatif tersebut bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada membran terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen
ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat dari porin dan komponen ekstrak, dimana porin bersifat
nonpolar sedangkan ekstrak bersifat polar. Karena hal ini senyawa antibakteri
dalam ekstrak meniran lebih sulit masuk ke dalam sel bakteri Escherichia coli gram negatif, sehingga zona hambat yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan zona hambat pada bakteri Bacillus cereus gram positif. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa masing-masing ekstrak baik
yang ditumbuk maupun yang direbus memiliki daya antibakteri terhadap kedua bakteri uji. Maka kedua metode ekstraksi yang dilakukan terbukti dapat
menyari mengeluarkan senyawa metabolit skunder yang memiliki sifat antibakteri dari dalam tanaman meniran. Namun hasil pengukuran diameter
daerah hambat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan daya antibakteri antara ekstrak meniran yang direbus dan ditumbuk. Ekstrak meniran yang
ditumbuk menghasilkan zona hambat yang lebih panjang dibanding ekstrak rebus, baik pada bakteri gram positif Bacillus cereus maupun bakteri gram
negatif Escherichia coli. Hal ini bisa terjadi karena dalam ekstraksi tumbuk, herba meniran
ditumbuk tanpa melakukan penambahan aquades, ekstrak yang didapat merupakan ekstrak murni dari tanaman meniran. Sedangkan dalam ekstraksi
perebusan dekoksi digunakan aquades sebanyak 600 ml untuk merebus herba herba tidak ditumbuk. Karena hal ini maka dapat dipastikan jumlah
senyawa metabolit skunder yang terekstraksi lebih banyak pada ekstrak tumbuk daripada ekstrak rebus.
Kedua ekstrak memiliki daya antibakteri karena tanaman meniran mengandung senyawa metabolit skunder yang mampu menghambat atau
membunuh bakteri. Senyawa dari tanaman meniran yang diduga memiliki daya antibakteri yaitu flavonoid dan tanin. Flavonoid merupakan kelompok
senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat protein,
sehingga mengganggu proses metabolisme. Harbone 1987 dalam Kusdarwati 2010 menyatakan bahwa senyawa flavonoid memiliki
kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang
mengandung protein menjadi tidak stabil dan karena struktur protein bakteri rusak. Hal ini menyebabkan sel bakteri kehilangan aktivitas biologisnya,
akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri. Flavonoid juga
menyebabkan perubahan pada membran sel bakteri yang diikuti dengan masuknya air yang tidak terkontrol ke dalam sel bakteri. Hal ini
menyebabkan pembengkakan sel bakteri dan akhirnya membran sel bakteri pecah.
Tanin adalah salah satu senyawa kimia yang termasuk golongan polifenol yang diduga dapat mengikat salah satu protein yang dimiliki oleh bakteri
yaitu adhesin. Apabila hal ini terjadi, maka dapat merusak ketersediaan reseptor pada permukaan sel bakteri. Tanin telah dibuktikan dapat
membentuk kompleks senyawa yang irreversibel dengan prolin suatu protein lengkap dimana ikatan ini mempunyai efek penghambatan sintesis protein
dalam pembentukan dinding sel Noorhamdani dkk, 2006. Cowan 1994 dalam Ngajow 2013 mengungkapkan bahwa tanin
memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan dengan kemampuannya untuk mengaktifkan adhesin sel mikroba juga mengaktifkan enzim, dan
mengganggu transport protein pada lapisan dalam sel. Tanin juga mempunyai target pada polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel
menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis
karena tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan bakteri,
sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri dengan cara mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma bakteri
sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri Rahmah dkk, 2012.
Kontrol negatif dan kontrol positif digunakan sebagai pembanding dalam menentukan aktivitas antibakteri dari ekstrakmeniran. Kontrol negatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah aquades steril dan cairan formaldehida sebagai kontrol positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol negatif
tidak menghasilkan zona hambat, artinya aquades tidak berpengaruh pada bakteri uji. Sedangkan kontrol positif menghasilkan zona bening yang cukup
panjang pada kedua bakteri uji. Kontrol positif formaldehida memiliki zona hambat lebih besar daripada ekstrak meniran baik yang diekstraksi dengan
cara direbus atau ditumbuk. Pada aktivitas pertumbuhan bakteri Escherichia coli
, cairan formaldehida memberikan diameter zona hambat sepanjang 31,240 mm. Sedangkan pada aktivitas pertumbuhan bakteri Bacillus cereus
kontrol positif menghasilkan diameter zona hambat yang lebih panjang, yaitu 57,520 mm. Gambar hasil pengujian kontrol positif dan kontrol negatif
terhadap bakteri Bacillus cereus dapat dilihat pada lampiran 6 dan untuk bakteri Escherichia coli uji dapat dilihat pada lampiran 7.
Formaldehida merupakan densifektan golongan aldehida yang telah dikenal sebagai antiseptik yang efektif. Formaldehida bekerja dengan
menonaktifkan protein dengan membentuk ikatan kovalen silang dengan beberapa gugus organik fungsional dalam protein. Formaldehida lebih sering
tersedia dalam bentuk formalin, yaitu larutan 37 gas formaldehida. Formalin pernah digunakan secara luas untuk mengawetkan spesimen
biologis dan menonaktifkan bakteri dan virus dalam pembuatan vaksin Radji, 2009.
D. Kadar Hambat Minimum KHM