Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Metode yang pertama adalah yang paling umum. Atasan langsung memiliki tanggung jawab penuh terhadap penilaian dalam organisasi, meskipun merupakan suatu hal yang paling umum dilakukan untuk meninjau dan mendapatkan persetujuan dari petinggi atasan langsung tersebut. Sistem manapun harus termasuk langsung di dalamnya diskusi atau tatap muka langsung antara penilai dari pihak yang dinilai. Oleh karena itu, penggunaan yang semakin bertambah terhadap input dari pihak konsumen, dua sumber informasi penilaian yang semakin meningkat pemanfaatannya adalah anggota kelompok dan sumber-sumber di luar organisasi.

2.2.5. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Luthans 1995 : 307 dinyatakan bahwa “The performance of many task in fact strongly affected by stress ”. Pernyataan ini dapat diartikan bahwa sebenarnya kinerja banyak tugas dipengaruhi oleh stres. Hubungan stres dan kinerja bisa diumpamakan seperti senar tali sebuah biola. Bila tegangan terlalu kecil atau terlalu besar pada senar, senar itu tidak menghasilkan alunan musik yang serasi. Seperti senar biola, demikian juga halnya karyawan, bila tegangan pada seorang karyawan tinggi atau rendah, prestasi kerjanya cenderung memburuk. Stres merupakan suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan – perbedaan individu atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar lingkungan. Kritner dan Kinicki 2003 dalam Koesmono 2007 : 52 mengatakan bahwa komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan- tujuannya. Maka orang-orang yang mengalami suatu stres kerja, memang dapat berubah menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran secara kronis, mudah menjadi marah atau agresif, tidak relax ataupun menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Semua itu merupakan gejala- gejala stres yang harus segera diatasi secara tepat bila terjadi dalam suatu organisasi. Terlambat mengatasi dapat menimbulkan hal-hal yang fatal terhadap komitmen organisasi di mana tujuan-tujuan dari organisasi tidak dapat diwujudkan. Dalam teori Herzberg menyatakan bahwa, hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan bahwa sikapnya terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu. Menurut Hezberg, faktor-faktor yang menghantar ke kepuasan kerja terpisah dan beda dari faktor-faktor yang menghantar ke ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menciptakan ketidakpuasan kerja dapat membawa ketentraman, tetapi belum tentu menciptakan semangat untuk berkarya. Akibatnya, karakteristik seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan telah dicirikan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor hygiane. Jika memadai, orang-orang tidak akan tak terpuaskan; tetapi mereka juga tidak akan puas. Jika kita ingin mendorong orang pada pekerjaannya, Herzberg menyarankan untuk menekankan prestasi, pengakuan kerja itu sendiri, tanggung jawab dan pertumbuhan. Sedangkan Davis dan Newstrom 1996 : 201 menyatakan bahwa “Stres dapat membantu atau merusak kinerja karyawan, tergantung seberapa besar tingkat stres itu. Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cenderung naik karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja, akhirnya stres mencapai titik stabil yang kira-kira sesuai dengan kemampuan prestasi karyawan”. Menurut Robbins 1998 : 314, terdapat pengaruh langsung antara stres kerja terhadap kinerja karyawan, di mana stres tersebut bisa berpengaruh positif atau berpengaruh negatif dalam pelaksanaan kerja. Menurut Higgins dalam Umar, 1998:259 bila stres menjadi terlalu besar, maka kinerja akan mulai menurun karena stres mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya. Akibat yang lebih ekstrem adalah kinerja akan menjadi nol, karyawan tidak kuat lagi bekerja, putus asa, keluar dari pekerjaan dan menolak untuk bekerja. Dampak stres kerja yang negatif dapat berupa kebosanan, kehilangan kesabaran, ketidak puasan dalam bekerja dan keletihan Gibson Ivancevich dan Donelly, 1984:207. Randall Schuller 1980, mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa: terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, mengganggu kenormalan aktivitas kerja, menurunkan tingkat produktivitas, menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Gito Sudarmo dan Suditta 1997, bahwa stres mempunyai dampak yang negatif, stres pada tingkat yang tinggi adalah penurunan pada kinerja karyawan yang drastis. Sementara menurunnya kinerja karyawan bisa memberi dampak pada meningkatnya keinginan untuk keluar dan meningkatnya absensi Boles, Howard dan Donofrio, 2001. Hal tersebut merupakan keadaan yang berbahaya bagi perusahaan, karena menyebabkan pelaksanaan pekerjaan terganggu, yang akhirnya berdampak pada penurunan kinerja karyawan. Kinerja mempunyai dampak terhadap stres di mana semakin tinggi prestasi kerja maka tekanan terhadap stres juga semakin tinggi. Pada suatu titik tertentu di mana kinerja pada titik yang tinggi dan memberikan pengaruh pada titik tertinggi pada stres selanjutnya akan terjadi penurunan terhadap kinerja kembali. 52

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

3.1.1. Definisi Operasional

Berdasarkan uraian di atas, variabel-variabel beserta definisi operasional yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Stres X Adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan Davis dan Newstrom, 1996:95. Dimensi dari variabel ini adalah : a. Subjektif X1 Adalah suatu hal yang berkaitan dengan psikis emosional individu. Indikator pada dimensi ini dikembangkan berdasarkan penelitian Widyatmoko 2007 : X1.1. Kekhawatiran yaitu seringkali merasa khawatir saat sedang bekerja dihinggapi rasa khawatir yang berlebihan terhadap pekerjaannya. X1.2. Peledakan emosi, memperlihatkan sikap amarah yang meledak-ledak.