2.3. Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat di ekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar Hillis, 1978
dalam Falah, 2001. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari
bermacam-macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel. Komponen ini mempunyai nilai yang penting antara lain kayu menjadi tahan terhadap
serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa, warna pada kayu. Zat ekstraktif dapat dipisahkan dengan uap dihasilkan kelompok dari
hidrokarbon, asam-asam aldehid dan alkohol, dengan eter panas dihasilkan asam-asam lemak, asam-asam damar, lemak dan sterol dengan alkohol panas
dihasilkan tannin, zat-zat warna, fenol dan bahan-bahan larut air dan dengan air dihasilkan alkohol siklik, polisakarida, dengan berat molekul rendah dan garam-
garam Sofyan et al., 1977 dalam Falah 2001. Pada umumnya Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut
seperti eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya zat ekstraktif rata-rata 3-8 dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyak resin, lilin, lemak,
tannin, gula, pati dan zat warna Dumanaw, 2003. Menurut Sjostrom 1981 zat ekstraktif digolongkan kedalam 3 sub grup
yaitu: 1. Komponen alifatik lemak dan lilin
2. Terpena dan terpenoid 3. Senyawa fenolik
Dumanaw 2003 menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa
sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu, dapat digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan
mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan. Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap
pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan
terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut organik Syafii et al., 1987.
2.4. Kulit Kayu
Kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang penting setelah kayu. Kulit kayu menempati sekitar 10-12 dari batang tergantung pada spesies dan
kondisi tumbuhan. Pada keseluruhan pohon, bagian kulit kayu yang paling tinggi adalah cabang dengan nilai 20-35.
Kulit pada umumnya lebih kaya akan mineral dari pada kayu. Frekuensi unsur juga berbeda dengan kayu. Unsur utama kulit adalah kalsium 82-95,
kalium dan magnesium menempati urutan yang kedua. Kandungan kalsium yang tinggi disebabkan oleh adanya kristal kalsium oksalat yang terdapat dalam sel tipis
dan parenkim longitudinal, dimana bahan ini menempati sebagian besar lumina. Kulit kayu tersusun atas beberapa tipe sel dan strukturnya kompleks bila
dibandingkan dengan kayu. Secara kasar kulit kayu dapat dibagi menjadi kulit bagian luar dan bagian dalam. Komponen-komponen utama kulit dalam adalah
unsur-unsur tapisan, sel-sel parenkim. Unsur-unsur tapisan berfungsi melakukan transportasi cairan dan makanan ke seluruh bagian-bagian tanaman. Kulit luar
terutama terdiri dari periderm atau lapisan-lapisan gabus melindungi jaringan- jaringan kayu terhadap kerusakan mekanik dan menjaganya dari organisme-
organisme perusak kayu, variasi suhu dan kelembaban Fengel dan Wegener, 1995. Menurut Haygren dan Bowyer 1996 kulit kayu tersusun oleh bahan-
bahan kimia diantaranya selulosa 23,7, hemiselulosa 24,9, lignin 50,0, ekstraktif 13,0 dan abu 0,9.
2.5. Sifat Pestisidal Kayu Kihiyang dan Meranti
Sejumlah senyawa aktif telah diidentifikasi dari sejumlah tanaman keras sebagai anti rayap dan anti jamur. Senyawa tersebut berupa zat ekstraktif yaitu
suatu senyawa yang mengisi rongga sel kayu dan terdapat hanya dalam jumlah kecil saja Findlay,1978: Zat ekstraktif ini berperan dalam keawetan kayu alami
terhapap serangan biologis yaitu berupa senyawa polifenol, terpenoid, dan tanninzabel dan morrel, 1992. Zat ekstraktif tidak hanya terdapat dalam bagian