Proses Ekstraksi Metode Penelitian 1. Persiapan Sampel

terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3. Campuran serbuk kulit kayu dengan pelarutnya diaduk sesering mungkin dengan menggunakan spatula selama 48 jam. Setelah itu, larutan tersebut disaring ke botol lain. Ekstraksi ini dilakukan berulang kali sehingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih dan disimpan dalam wadah yang rapat. Ekstrak aseton yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacum evaporator pada suhu 30-40 o C sehingga mencapai 1 liter. Dari jumlah 1 liter tersebut, diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang kering dan telah diketahui beratnya, untuk diuapkan hingga kering pada oven dengan suhu ±40 o C sampai mencapai berat konstan. Setelah dingin, lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering ekstrak aseton yang diperoleh. Sebanyak 990 ml ekstrak aseton yang tersisa dievaporasi sehingga volumenya menjadi 100 ml.Ekstrak aseton ini difraksinasi secara berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil eter dan etil asetat. Fraksinasi dilakukan dengan cara memasukkan larutan yang telah kental ke dalam funnel separator, kemudian ditambah pelarut n-heksan sebanyak 75 ml dan aquades 20 ml. Campuran ini dikocok dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksan dipisahkan dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dengan menggunakan n-heksan ini dilakukan hingga fraksi pelarut berwarna jernih. Fraksinasi kedua dengan menggunakan pelarut etil eter. Residu hasil fraksinasi dengan n-heksan selanjutnya difraksinasi dalam funnel separator dengan pelarut etil eter 75 ml dan aquades 20 ml. Selanjutnya dibiarkan sampai terjadi pemisahan seperti fraksinasi dengan n-heksan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil eter dimasukan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan hingga pelarut etil eter berwarna jernih. Tahap terakhir dari fraksinasi bertingkat ini menggunakan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi etil eter yang telah dimasukkan ke dalam funnel separator dicampur dengan pelarut etil asetat 75 ml dan aquades 20 ml. Sama seperti pada proses fraksinasi sebelumnya, campuran ini dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan hingga pelarut etil asetat berwarna jernih. Tahap fraksinasi bertingkat dengan empat macam pelarut disajikan secara skematis pada Gambar 1. Ekstraksi aseton Fraksinasi n-heksan Fraksinasi etil eter Fraksinasi etil asetat Gambar 1. Skema Fraksinasi Bertingkat dengan Menggunakan Empat Macam Pelarut

4.3.3. Penentuan Kadar Zat Ekstraktif

Larutan hasil ekstraksi dengan pelarut aseton, n-heksan, etil eter, etil asetat dan residu dikeringudarakan pada suhu antara 40-60 o C. Kadar zat ekstraktif dari hasil ekstraksi masing-masing pelarut dihitung terhadap kering tanur serbuk dengan menggunakan rumus : Kadar zat ekstraktif = WaWb x 100 dimana : Wa = berat padatan ekstraktif gram Wb = berat kering tanur serbuk gram Serbuk kayu 60 mesh Residu Aseton ekstrak Fraksi terlarut n-heksana Residu Fraksi terlarut etil eter Residu Fraksi terlarut etil asetat Fraksi tak terlarut

4.3.4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak

Masing-masing fraksi fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat dan residu dibuat dalam 6 taraf konsentrasi yaitu 1, 2, 3, 4, kontrol + dan kontrol -. Penentuan konsentrasi larutan ekstrak dibuat berdasarkan uji pendahuluan.

4.3.5. Isolasi Jamur S. rolfsii dan Perbanyakan

Jamur S. rolfsii diisolasi dari tanah pertanaman kedelai dan dari tanaman kedelai yang menunjukkan gejala layu sklerotium. Isolasi dari tanah dilakukan dengan metode pengenceran, sedangkan isolasi dari tanaman kedelai dilakukan dengan metode tanam secara langsung menggunakan media PDA. Jamur S. rolfsii yang didapatkan diuji patogenesitasnya pada tanaman kedelai yang sehat. Selanjutnya, jamur S. rolfsii yang telah diketahui sifat patogenesitasnya diperbanyak pada media PDA.

4.3.6. Pengujian Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur

Pengujian toksisitas masing-masing fraksi dilakukan dengan metode bioassay test menurut Loman dengan beberapa modifikasi. Media yang digunakan adalah PDA Potato Dextros Agar yang telah diautoclave pada suhu 121 o C dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan masing-masing fraksi dicampur dengan PDA dengan perbandingan sesuai dengan konsentrasi uji. Untuk kontrol dibuat dua perlakuan yaitu media PDA saja tanpa pelarut maupun zat ekstraktif kontrol - dan media PDA ditambah pelarut tanpa zat ekstraktif kontrol +. Selanjutnya jamur diinokulasikan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PDA dan zat ekstraktif tersebut. Daya hambat dihitung berdasarkan rumus : Daya hambat = DK-DP x 100 DK Dimana : DK = diameter miselium jamur pada kontrol DP = diameter miselium jamur pada perlakuan