Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia Procerra Benth.) dan Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Untuk Mengendalikan Sclerotium Rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Kedelai.

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PENELITIAN DASAR (LITSAR) UNPAD

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU KIHIYANG

(Albizzia procerra Benth.) DAN MERANTI (Shorea leprosula Miq.) UNTUK MENGENDALIKAN Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT

LAYU PADA TANAMAN KEDELAI

Oleh:

Sri Hartati, SP. MSi. Rika Meliansyah, SP. Lindung Tri Puspasari, SP.

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2007

Berdasarkan SPK No. 251.E/J06.14/LP/PL/2007 Tanggal 2 April 2007

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN


(2)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR (LITSAR) UNPAD SUMBER DANA DIPA UNPAD

TAHUN ANGGARAN 2007

1. a. Judul Penelitian : Pemanfaatan Limbah kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth.) dan Meranti (Shorea leprosula Miq.) untuk Mengendalikan Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai b. Macam Penelitian : Pengembangan

c. Kategori : 2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Sri Hartati, SP. MSi. b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. Pangkat : Penata Muda Tk-I/III-b/132 316 906 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

e. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan f. Bidang ilmu yang diteliti: Fitopatologi

3. Jumlah Tim Peneliti : 3 orang

4. Lokasi Penelitian : Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan UNPAD dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Jurusan Tekhnologi Hasil Hutan IPB

5. Jangka Waktu Penelitian : 8 bulan

6. Biaya Penelitian : Rp. 5000.000,- (Lima juta rupiah)

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Prof. Dr. Hj. Yuyun Yuwariah AS, Ir., MS. NIP. 130 524 003

Bandung, 15 November 2007 Ketua Peneliti

Sri Hartati, SP. MSi. NIP. 132 316 906

Menyetujui : Ketua Lembaga Penelitian

Universitas Padjadjaran,

Prof. Oekan S. Abdoellah, MA., Ph.D NIP. 130 937 900


(3)

(4)

i

ABSTRAK

Percobaan dilakukan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan Meranti (Shorea leprosula Miq) serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii

penyebab layu pada tanaman kedelai. Percobaan dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai September 2007.

Metode percobaan dilakukan secara in vitro, menggunakan rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan untuk masing-masing kulit kayu. Faktor yang dibandingkan adalah fraksi terlarut (n-heksan, etil eter, etil asetat dan residu) dan konsentrasi ekstrak (1%, 2%, 3%, 4% dan kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap variabel penghambatan pertumbuhan S. rolfsii, jumlah sklerosia dan daya kecambah sklerosia.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh fraksi terlarut dan konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan jamur baik dari kulit kayu kihiyang maupun meranti. Akan tetapi, ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan kihiyang. Fraksi etil asetat dari ekstrak kulit kayu meranti merupakan fraksi yang paling aktif terhadap jamur S. rolfsii. Pembentukan sklerosia pada beberapa perlakuan lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan pada umumnya perlakuan tidak menghambat perkecambahan sklerosia.

Kata kunci : Albizzia procerra, Shorea leprosula, Sclerotium rolfsii, daya hambat, sklerosia


(5)

ii

ABSTRACT

The experiment was hold to know the content of extractive from kihiyang bark (Albizzia procerra Benth) and Meranti bark (Shorea leprosula Miq) and to know the influence of that extractives to suppress the growth of Sclerotium rolfsii

causing wilt at soybean. The experiment was done from February until September 2007.

Experiment methode was done by in vitro, using factorial design in complete random design by 2 factors and 3 replications for each wood. Factor that was compared was soluble fraction (n-heksan, etil eter, etil asetat and residu) and concentration of extract (1%, 2%, 3%, 4% and control). Observation was done towards variables that suppressed the growth S. rolfsii, the amount of sklerosia and viability of sklerosia.

Experiment result showed that there was influenced of soluble fraction and concentration of extractive toward suppression of fungus growth, from both of kihiyang bark and meranti bark. Although, meranti bark extract suppress the growth of fungy more than kihiyang. Etil asetat fraction from meranti bark was the most active toward funguf of S. rolfsii. Formation of sklerosia at several treatment was faster than control. Usualy, treatment was not suppressed sklerosia seedling.

Keywords: Albizzia procerra, Shorea leprosula, Sclerotium rolfsii, suppression, sklerosia


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa tercurah ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya Laporan Akhir Penelitian dengan judul ” Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan Meranti (Shorea leprosula Miq) untuk Mengendalikan Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai” dapat terselesaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu Kihiyang dan meranti serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan S. Rolfsii penyebab penyakit layu pada tanaman kedelai.

Kami berharap bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik untuk dunia keilmuan maupun untuk kegiatan praktek dan aplikasi di lapangan. Namun demikian, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik isi maupun bahasanya, sehingga saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini sampai terselesaikannya laporan ini.

Bandung, November 2007


(7)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK..... i

ABSTRACT.... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai... 3 2.2. Keawetan Alami Kayu... 4

2.3. Zat Ekstraktif... 5

2.4. Kulit Kayu... 6

2.5. Sifat Pestisidal Kayu Kihiyang dan Meranti... 6

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN... 8

3.1. Tujuan Penelitian... 8

3.2. Manfaat Penelitian... 8

BAB IV METODE PENELITIAN... 9

4.1. Tempat dan Waktu... 9

4.2. Bahan dan Alat... 9

4.3. Metode Penelitian... 9

4.3.1. Persiapan Sampel... 9

4.3.2. Proses Ekstraksi……… 9

4.3.3. Penentuan Kadar Zat Ekstraktif………... 11

4.3.4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak………. 12

4.3.5. Isolasi Jamur S. rolfsii dan Perbanyakan………... 12

4.3.6. Pengujian Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur………... 12 4.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik……….. 13

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 14

5.1. Presentase Kandungan Zat Ekstraktif………. 14

5.2. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii………... 16 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 22

6.1. Kesimpulan... 22


(8)

v

DAFTAR PUSTAKA... 23


(9)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti...

14

Tabel 2. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Beberapa Fraksi pada Hari ke-7...

16

Tabel 3. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Beberapa Konsentrasi pada Hari ke-7...

17

Tabel 4.Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. Rolfsii dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrk Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7...

18

Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. Rolfsii pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi...


(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Koloni Jamur S. Rolfsii dan Gejala Layu yang Ditimbulkannya pada Tanaman Kedelai...

4

Gambar 2. Grafik Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. Rolfsii

dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrk Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7...

19

Gambar 3. GrafikRata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. Rolfsii

pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi.... 21


(11)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Hari ke-7 dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Terlarut Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Konsentrasi...

25

Lampiran 2. Persen Penghambatan Beberapa Fraksi Terlarut Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Hari ke-7...

26

Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii……….... 27 Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii………… 27

Lampiran 5. Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Media PDA dengan Perlakuan Beberapa Jenis Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti Pada Beberapa Konsentrasi……… 28 Lampiran 6. Personalia Tenaga Peneliti……….. 29


(12)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii Sacc., merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kedelai yang dapat menurunkan hasil sampai 75% bahkan dapat menyebabkan gagal panen (Sudantha, 1997). Salah satu komponen PHT yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah pestisida nabati.

Penggunaan beberapa jenis ekstrak nabati merupakan salah satu alternatif pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan sebagai pengganti pestisida sintesis (Prijono, 1983). Potensi tumbuhan sebagai pestisida nabati disebabkan kandungan zat ekstraktif yang ada pada bagian kayu maupun non kayu yang bersifat racun terhadap organisme perusak tumbuhan tersebut (Syafii et al., 1987). Eksplorasi sifat pestisidal pada tumbuhan memiliki peluang yang sangat besar mengingat negara Indonesia yang kaya akan sumber daya hutan. Sementara itu, pemanfaatan sumber daya hutan melalui pengolahan kayu yang akhir-akhir ini meningkat, telah menimbulkan antara lain adanya limbah. Kulit kayu sebagai salah satu limbah industri kayu sangat berpotensi sebagai bahan pestisida nabati.

Kihiyang (Albizzia procerra) merupakan jenis pohon dari famili Leguminoceae yang memiliki kelas awet II dengan kadar tanin 16,02% (Martawijaya, et al., 1983). Kulit kayu kihiyang dapat digunakan sebagai racun ikan dan obat baik untuk binatang maupun manusia. Selain Leguminoceae, Dipterocarpaceae merupakan famili yang anggotanya menghasilkan kayu bernilai tinggi dan menghasilkan damar, getah dan minyak. Famili ini juga telah dikenal resisten terhadap serangan biologis (Sen-Sarma dan Chaterjee,1968 dalam Richardson et al., 1989). Salah satu genus Dipterocarpaceae adalah Shorea atau dikenal dengan sebutan kelompok meranti.

Laporan mengenai sifat pestisidal dari kulit kayu kihiyang (A. procerra) dan meranti (S. leprosula) masih terbatas pada sifat insektisidalnya, sifat fungisidal dari kedua ekstrak kulit kayu ini masih belum banyak dilaporkan. Ekstrak kulit kayu kihiyang yang difraksinasi dengan pelarut n-heksan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap kematian rayap Coptotermes


(13)

(1996) menunjukkan bahwa ekstrak kulit S. leprosula mengandung senyawa golongan terpenoid dan menyebabkan mortalitas rayap yang tinggi.

Dalam rangka pemanfaatan limbah industri pengolahan kayu berupa kulit kayu dan pengembangan pestisida nabati dalam menekan S. rolfsii penyebab penyakit layu pada tanaman kedelai dari beberapa tumbuhan yang memiliki potensi pestisidal, maka perlu dilakukan penelitian yang terkait dengan hal tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu faktor pembatas yang dapat menghambat produksi tanaman kedelai adalah adanya serangan jamur S. rolfsii yang dapat menimbulkan penyakit layu pada tanaman kedelai. Penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu alternatif dalam pengendalian penyakit tumbuhan yang ramah lingkungan.

Beberapa tanaman keras telah dilaporkan memiliki sifat pestisidal karena kandungan zat ekstraktif dalam kayunya. Zat ekstraktif yang terkandung dalam kayu juga terkandung dalam kulit dengan konsentrasi yang berbeda. Pemanfaatan kulit kayu yang merupakan salah satu limbah industri kayu, dewasa ini belum maksimal. Kulit kayu hanya terbatas penggunaannya untuk bahan bakar dan filler pada perekat. Sementara itu, di dalam kulit kayu terkandung zat ekstraktif yang belum tereksplorasi penggunaannya. Untuk tercapainya tujuan pengendalian penyakit tanaman yang ramah lingkungan dan pemanfaatan limbah kayu, maka perlu dilakukan penelitian yang terkait dengan hal tersebut. Oleh karena itu, dapat

dirumuskan masalah apakah ekstrak limbah kayu berupa kulit meranti

(S. leprosula) dan kihiyang (A. procerra) dapat menekan S. rolfsii Sacc. penyebab


(14)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jamur Sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai

Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii merupakan penyakit yang umum terdapat pada tanaman kedelai (Semangun, 1991). Penyakit ini sering juga disebut sebagai penyakit busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium, karena menimbulkan pangkal batang membusuk. Pada tanaman kedelai, jamur

S. rolfsii juga dapat menyerang daun, tangkai dan polong apabila kondisi sangat

lembab (Takaya dan Sudjono, 1987).

Dalam lingkungan yang lembab, jamur S. rolfsii membentuk miselium tipis, berwarna putih, teratur seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan tanah di sekitarnya. Pada miselium ini, kelak akan terbentuk banyak butir-butir kecil, berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-butiran kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda sampai coklat tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung (Agrios, 1997).

S. rolfsii adalah jamur yang polifag yaitu dapat menyerang

bermacam-macam tanaman, antara lain kedelai, kacang tanah, tembakau, cabai dan terong (Sunardi, 1988). Selain menyebabkan layu, Wahyuni dan Wiwiek (1979) melaporkan bahwa S. rolfsii dapat menyebabkan busuk akar rimpang kunyit di pembibitan dan penyebab damping off pada beberapa tanaman.

Dalam sistem klasifikasi, S. rolfsii dimasukan dalam filum Deuteromycota, kelas Agonomycetes, karena jamur ini tidak diketemukan spora seksual maupun aseksualnya atau disebut dengan miselia sterilia (Alexopoulos dan Mims, 1979). Akan tetapi, di daerah subtropics jamur dapat membentuk basidiospora dan termasuk Corticium.


(15)

Gambar 1. Koloni Jamur S. rolfsii dan Gejala Layu yang ditimbulkannya pada Tanaman Kedelai

2.2. Keawetan Alami Kayu

Keawetan alami kayu diartikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk lainnya yang di ukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif}yang merupakan unsur beracun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif pada kayu mulai terbentuk disaat kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu, kayu teras pada semua jenis umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal (Dumanauw 2003).

Syafii (1996) menyatakan bahwa factor-faktor yang berpengaruh taerhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan factor perusak yaitu factor luar dan factor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Dalam sifat keawetan kayu, yang paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu, keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap nilai berat jenis kayu.


(16)

2.3. Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat di ekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar (Hillis, 1978 dalam Falah, 2001). Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari bermacam-macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel. Komponen ini mempunyai nilai yang penting antara lain kayu menjadi tahan terhadap serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa, warna pada kayu.

Zat ekstraktif dapat dipisahkan dengan uap (dihasilkan kelompok dari hidrokarbon, asam-asam aldehid dan alkohol), dengan eter panas (dihasilkan asam-asam lemak, asam-asam damar, lemak dan sterol) dengan alkohol panas (dihasilkan tannin, zat-zat warna, fenol dan bahan-bahan larut air) dan dengan air (dihasilkan alkohol siklik, polisakarida, dengan berat molekul rendah dan garam-garam) (Sofyan et al., 1977 dalam Falah 2001).

Pada umumnya Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya zat ekstraktif rata-rata 3-8 % dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyak resin, lilin, lemak, tannin, gula, pati dan zat warna (Dumanaw, 2003).

Menurut Sjostrom (1981) zat ekstraktif digolongkan kedalam 3 sub grup yaitu:

1. Komponen alifatik (lemak dan lilin) 2. Terpena dan terpenoid

3. Senyawa fenolik

Dumanaw (2003) menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu, dapat digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan


(17)

terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas atau dengan pelarut organik (Syafii et al., 1987).

2.4. Kulit Kayu

Kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang penting setelah kayu. Kulit kayu menempati sekitar 10-12% dari batang tergantung pada spesies dan kondisi tumbuhan. Pada keseluruhan pohon, bagian kulit kayu yang paling tinggi adalah cabang dengan nilai 20-35%.

Kulit pada umumnya lebih kaya akan mineral dari pada kayu. Frekuensi unsur juga berbeda dengan kayu. Unsur utama kulit adalah kalsium (82-95%), kalium dan magnesium menempati urutan yang kedua. Kandungan kalsium yang tinggi disebabkan oleh adanya kristal kalsium oksalat yang terdapat dalam sel tipis dan parenkim longitudinal, dimana bahan ini menempati sebagian besar lumina.

Kulit kayu tersusun atas beberapa tipe sel dan strukturnya kompleks bila dibandingkan dengan kayu. Secara kasar kulit kayu dapat dibagi menjadi kulit bagian luar dan bagian dalam. Komponen-komponen utama kulit dalam adalah unsur-unsur tapisan, sel-sel parenkim. Unsur-unsur tapisan berfungsi melakukan transportasi cairan dan makanan ke seluruh bagian-bagian tanaman. Kulit luar terutama terdiri dari periderm atau lapisan-lapisan gabus melindungi jaringan-jaringan kayu terhadap kerusakan mekanik dan menjaganya dari organisme-organisme perusak kayu, variasi suhu dan kelembaban (Fengel dan Wegener, 1995). Menurut Haygren dan Bowyer (1996) kulit kayu tersusun oleh bahan-bahan kimia diantaranya selulosa 23,7%, hemiselulosa 24,9%, lignin 50,0%, ekstraktif 13,0% dan abu 0,9%.

2.5. Sifat Pestisidal Kayu Kihiyang dan Meranti

Sejumlah senyawa aktif telah diidentifikasi dari sejumlah tanaman keras sebagai anti rayap dan anti jamur. Senyawa tersebut berupa zat ekstraktif yaitu suatu senyawa yang mengisi rongga sel kayu dan terdapat hanya dalam jumlah kecil saja (Findlay,1978): Zat ekstraktif ini berperan dalam keawetan kayu alami terhapap serangan biologis yaitu berupa senyawa polifenol, terpenoid, dan tannin(zabel dan morrel, 1992). Zat ekstraktif tidak hanya terdapat dalam bagian


(18)

kayu, tetapi juga terdapat pada kulit, daun, buah dan biji. Findlay (1978) menjelaskan bahwa beberapa kayu dari hutan tropika mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun. Lebih lanjut dikatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat pada kayu teras, kulit dan xilem, bersifat racun atau anti jamur sehingga melindungi pohon dari gangguan faktor perusak kayu (Sjostrom, 1981).

Kihiyang (A. procerra Benth) merupakan jenis pohon dari famili Leguminoceae. Tumbuhan ini merupakan pohon nusantara, tinggi mencapai 28 m dan diameter 55 cm. Mutu kayu kihiyang dinilai tinggi (kelas awet II) dengan kadar tanin 16,02% (Martawijaya, 1983). Kadar tanin yang tinggi menyebabkan potensi bagi tumbuhan ini sebagai petisida nabati. Intansari (2006) melaporkan bahwa ekstrak kulit kayu kihiyang yang difraksinasi dengan pelarut n-heksan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap kematian rayap Coptotermes

curvignatus yaitu sebesar 51,33% pada konsentrasi 4%.

Dipterocarpaceae merupakan famili tanaman hutan yang telah diketahui dengan baik sifat resistensinya terhadap serangan biologis (Nicolas, 1996). Zat aktif yang terdapat dalam resin kasar dan murni dari salah satu anggota famili ini mampu mematikan rayap dan jamur (Richardson et al., 1989). Salah satu anggota famili Dipterocarpaceae yaitu genus Shorea telah dilaporkan dapat menyebabkan 99% rayap pekerja menderita dan 86% rayap pekerja mati (Mol, 1980 dalam Richardson et al., 1989). Penelitian Nicolaus et al. (1996) menunjukkan bahwa ekstrak kulit S. leprosula dengan pelarut heksan dapat menyebabkan kematian rayap Cryptotermes cynocephalus sebesar 72,0-91,3% pada konsentrasi 5,0-45,0%.


(19)

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu kihiyang (A. procerra Benth.) dan meranti (S. leprosula Miq.) serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan jamur S. rolfsii penyebab layu pada tanaman kedelai.

3.2. Manfaat Penelitian

Setelah diketahui kadar zat ekstraktif kulit kayu kihiyang (A. procerra

Benth.) dan meranti (S. leprosula Miq.) serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan jamur S. rolfsii penyebab layu pada tanaman kedelai, maka hasil ini dapat digunakan sebagai salah satu komponen pengendalian terpadu penyakit layu S. rolfsii pada tanaman kedelai.


(20)

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan Pebuari sampai September 2007.

4.2. Bahan dan Alat

Kulit kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan kulit kayu Meranti (Shorea leprosula

Miq) yang berasal dari Palembang dan Sumedang. Untuk menguji toksisitas ekstrak digunakan jamur Sclerotium rolfsii Sacc.

Bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton, n-heksan, etil eter, etil asetat. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol, spirtus, aquades, PDA, aluminium foil, cling wrap.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin,

hammer mill, mesh screen ukuran 40-60 mesh, stoples, spatula, cawan petri,

tabung reaksi, labu erlenmeyer, rotary vacum evaporator, oven, kertas saring, pipet, botol, autoclav, bunsen, laminar airflow dan funnel separator.

4.3. Metode Penelitian 4.3.1. Persiapan Sampel

Kulit kayu Kihiyang dan Meranti dibuat potongan kecil-kecil kemudian digiling menggunakan penggilingan hammer mill. Serbuk yang dihasilkan dilewatkan pada mesh screen kemudian dikeringudarakan hingga mencapai kadar air kesetimbangan.

4.3.2. Proses Ekstraksi

Sebanyak 2000 gram serbuk kulit kayu Kihiyang dan Meranti berukuran 40-60 mesh dalam keadaan kering udara dimasukan ke dalam stoples besar kemudian sedikit demi sedikit dimasukan pelarut aseton sehingga seluruh serbuk


(21)

terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3. Campuran serbuk kulit kayu dengan pelarutnya diaduk sesering mungkin dengan menggunakan spatula selama 48 jam. Setelah itu, larutan tersebut disaring ke botol lain. Ekstraksi ini dilakukan berulang kali sehingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih dan disimpan dalam wadah yang rapat.

Ekstrak aseton yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacum

evaporator pada suhu 30-40oC sehingga mencapai 1 liter. Dari jumlah 1 liter

tersebut, diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang kering dan telah diketahui beratnya, untuk diuapkan hingga kering pada oven dengan suhu ±40oC sampai mencapai berat konstan. Setelah dingin, lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering ekstrak aseton yang diperoleh.

Sebanyak 990 ml ekstrak aseton yang tersisa dievaporasi sehingga volumenya menjadi 100 ml.Ekstrak aseton ini difraksinasi secara berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil eter dan etil asetat. Fraksinasi dilakukan dengan cara memasukkan larutan yang telah kental ke dalam funnel separator, kemudian ditambah pelarut n-heksan sebanyak 75 ml dan aquades 20 ml. Campuran ini dikocok dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksan dipisahkan dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dengan menggunakan n-heksan ini dilakukan hingga fraksi pelarut berwarna jernih.

Fraksinasi kedua dengan menggunakan pelarut etil eter. Residu hasil fraksinasi dengan n-heksan selanjutnya difraksinasi dalam funnel separator dengan pelarut etil eter 75 ml dan aquades 20 ml. Selanjutnya dibiarkan sampai terjadi pemisahan seperti fraksinasi dengan n-heksan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil eter dimasukan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan hingga pelarut etil eter berwarna jernih.

Tahap terakhir dari fraksinasi bertingkat ini menggunakan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi etil eter yang telah dimasukkan ke dalam funnel separator dicampur dengan pelarut etil asetat 75 ml dan aquades 20 ml. Sama seperti pada proses fraksinasi sebelumnya, campuran ini dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan


(22)

dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dilakukan hingga pelarut etil asetat berwarna jernih.

Tahap fraksinasi bertingkat dengan empat macam pelarut disajikan secara skematis pada Gambar 1.

Ekstraksi aseton

Fraksinasi n-heksan

Fraksinasi etil eter

Fraksinasi etil asetat

Gambar 1. Skema Fraksinasi Bertingkat dengan Menggunakan Empat Macam Pelarut

4.3.3. Penentuan Kadar Zat Ekstraktif

Larutan hasil ekstraksi dengan pelarut aseton, n-heksan, etil eter, etil asetat dan residu dikeringudarakan pada suhu antara 40-60oC. Kadar zat ekstraktif dari hasil ekstraksi masing-masing pelarut dihitung terhadap kering tanur serbuk dengan menggunakan rumus :

Kadar zat ekstraktif = (Wa/Wb) x 100% dimana : Wa = berat padatan ekstraktif (gram) Wb = berat kering tanur serbuk (gram)

Serbuk kayu 60 mesh

Residu Aseton ekstrak

Fraksi terlarut n-heksana Residu

Fraksi terlarut etil eter Residu


(23)

4.3.4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak

Masing-masing fraksi (fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat dan residu) dibuat dalam 6 taraf konsentrasi yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, kontrol + dan kontrol -. Penentuan konsentrasi larutan ekstrak dibuat berdasarkan uji pendahuluan.

4.3.5. Isolasi Jamur S. rolfsii dan Perbanyakan

Jamur S. rolfsii diisolasi dari tanah pertanaman kedelai dan dari tanaman kedelai yang menunjukkan gejala layu sklerotium. Isolasi dari tanah dilakukan dengan metode pengenceran, sedangkan isolasi dari tanaman kedelai dilakukan dengan metode tanam secara langsung menggunakan media PDA.

Jamur S. rolfsii yang didapatkan diuji patogenesitasnya pada tanaman kedelai yang sehat. Selanjutnya, jamur S. rolfsii yang telah diketahui sifat patogenesitasnya diperbanyak pada media PDA.

4.3.6. Pengujian Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur Pengujian toksisitas masing-masing fraksi dilakukan dengan metode bioassay test menurut Loman dengan beberapa modifikasi. Media yang digunakan adalah PDA (Potato Dextros Agar) yang telah diautoclave pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan masing-masing fraksi dicampur dengan PDA dengan perbandingan sesuai dengan konsentrasi uji. Untuk kontrol dibuat dua perlakuan yaitu media PDA saja tanpa pelarut maupun zat ekstraktif (kontrol -) dan media PDA ditambah pelarut tanpa zat ekstraktif (kontrol +). Selanjutnya jamur diinokulasikan ke dalam cawan petri yang telah berisi media PDA dan zat ekstraktif tersebut. Daya hambat dihitung berdasarkan rumus :

% Daya hambat = DK-DP x 100% DK

Dimana : DK = diameter miselium jamur pada kontrol DP = diameter miselium jamur pada perlakuan


(24)

4.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian dilaksanakan dengan metode percobaan secara in vitro,

menggunakan rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan untuk masing-masing kulit kayu. Faktor yang dibandingkan tersebut adalah :

1. Fraksi terlarut (faktor A) yang terdiri dari fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat dan residu.

2. Konsentrasi (faktor B) yang terdiri dari : 1%, 2%, 3%, 4%, kontrol + dan kontrol -

Pengamatan dilakukan terhadap variabel penghambatan pertumbuhan

S. rolfsii pada hari ke-7, jumlah sklerosia yang terbentuk dan daya kecambah

sklerosia pada hari ke-14 setelah perlakuan. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program SPSS.13, selanjutnya dilakukan uji wilayah berganda Duncan.


(25)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Persentase Kandungan Zat Ekstraktif

Hasil proses ekstraksi didapatkan padatan ekstraktif kulit kayu kihiyang sebesar 23,02 gram atau setara dengan 2,24% dan padatan ekstraktif kulit kayu meranti sebesar 19,91 gram atau setara dengan 2,02% (Tabel 1). Persentase berat padatan ekstrak aseton merupakan total berat padatan ekstrak dari proses fraksinasi secara bertingkat. Menurut klasifikasi kelas komponen kimia kayu Indonesia (Lestari dan Pari, 1990), apabila kandungan zat ekstraktif yang larut dalam pelarut aseton lebih dari 2%, maka kandungan zat ekstraktif tergolong tinggi. Sehingga, hasil ekstraksi kulit kayu kihiyang dan meranti dapat dikatakan memiliki kandungan zat ekstraktif yang tinggi.

Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti

Kulit Kayu Fraksi Terlarut Berat Padatan Zat Ekstraktif (gr) Kandungan dalam Ekstrak Aseton (%) Kandungan Ekstraktif Fraksi (%)

N-Heksan 7,32 31,80 0,71

Etil eter 7,81 33,93 0,76

Etil asetat 4,64 20,16 0,45

Residu 3,25 14,19 0,32

Kihiyang

Ekstrak aseton 23,02 100 2,24

N-Heksan 5,09 25,57 0,52

Etil eter 6,02 30,24 0,61

Etil asetat 3,23 16,22 0,33

Residu 5,57 27,98 0,57

Meranti

Ekstrak aseton 19,91 100 2,02

Pelarut-pelarut organik yang digunakan dalam proses fraksinasi cukup dapat melarutkan ekstrak aseton terutama dari kulit kayu kihiyang. Hal ini dapat dilihat dari lebih sedikitnya residu yang dihasilkan yaitu sebesar 3,25 gram atau 14,12% dari total zat ekstraktif yang larut dalam aseton untuk kulit kayu kihiyang dan untuk kulit kayu meranti sebesar 5,57 gram atau 27,98% (Tabel 1).

Pelarut Etil eter merupakan pelarut yang paling banyak melarutkan ekstrak aseton kulit kayu kihiyang dan meranti yaitu sebesar 7,81 gram atau 33,93% untuk kulit kayu kihiyang dan 6,02 gram atau 30,24% untuk kulit kayu meranti.


(26)

Hasil fraksinasi dengan pelarut n-heksan sedikit di bawah pelarut etil eter yaitu sebesar 7,32 gram atau 31,80% untuk kulit kayu kihiyang dan 5,09 gram atau 25,57% untuk kulit kayu meranti. Sedangkan hasil fraksinasi dengan pelarut etil asetat adalah yang paling sedikit, yaitu sebesar 4,64 gram atau 20,16% untuk kulit kayu kihiyang dan 3,23 gram atau 16,22% untuk kulit kayu meranti (Tabel 1).

Perbedaan kandungan zat ekstraktif kayu maupun kulit kayu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jenis kayu, jenis pelarut yang digunakan, ukuran serbuk, frekuensi pengadukan dalam perendaman dan kadar air serbuk. Kandungan zat ekstraktif setiap jenis kayu tidak sama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan setiap jenis kayu memiliki kandungan ekstrak aseton yang berbeda-beda.

Pelarut aseton digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa pelarut ini memiliki sifat baik yaitu dapat dicmpur dengan air dalam berbagai perbandingan. Selain itu, pelarut aseton memiliki nilai polaritas dan konstanta dielektrik yang tinggi, sehingga zat ekstraktif yang terlarut cenderung bersifat polar.

Ukuran serbuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40-60 mesh. Ukuran ini sudah cukup efektif dalam proses adsorbsi pelarut ke dalam seluruh bagian sel, terutama dinding sel. Pada ukuran ini, dinding sel kayu sudah mulai terbuka sehingga lebih memudahkan meresapnya pelarut ke dalam dinding sel. Apabila ukuran serbuk terlalu besar, maka daya resap pelarut kurang maksimal. Sedangkan serbuk yang terlalu halus, kondisi dinding selnya terbuka, hal ini dapat mengakibatkan semakin cepat menguapnya zat ekstraktif pada masa penyimpanan sebelum direndam.

Pengadukan pada saat perendaman berguna dalam menyeragamkan penetrasi pelarut dalam serbuk. Dengan seragamnya penetrasi, pelarut dapat memberikan hasil ekstrak yang lebih banyak dibandingkn penetrasi yang tidak seragam. Kadar air serbuk juga sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya ekstraktif yang diperoleh. Semakin besar kadar air suatu serbuk maka semakin sedikit hasil ekstrak yang diperoleh, hal ini diduga karena penetrasi pelarut terhalang oleh adanya air dalam serbuk.


(27)

5.2. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii Hasil pengamatan daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan jamur

S. rolfsii pada hari ke-7 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa fraksi baik pada

ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti memberikan pengaruh yang nyata terhadap penghambatan pertumbuhan jamur S. rolfsii. Demikian juga dengan perlakuan konsentrasi dan interaksi antara jenis fraksi dengan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap penghambatan pertumbuhan jamur

S. rolfsii. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiganya memiliki nilai

probabilitas yang lebih kecil dari alpha (5%) baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti. (Lampiran 3 dan 4).

Hasil fraksinasi dengan beberapa pelarut memberikan nilai penghambatan yang berbeda-beda terhadap jamur S. rolfsii baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti. Fraksi etil asetat memberikan pengaruh daya hambat yang paling besar bila dibandingkan dengan fraksi lainnya baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti, yaitu sebesar 32,03% pada ekstrak kulit kayu kihiyang dan 80,1% pada ekstrak kulit kayu meranti. Pada ekstrak kulit kayu kihiyang, daya hambat fraksi n-heksan tidak berbeda nyata dengan fraksi etil eter yaitu masing-masing sebesar 17,95% dan 16,95% tetapi berbeda nyata dengan daya hambat fraksi etil asetat dan residu (Tabel 2). Daya hambat fraksi residu lebih besar apabila dibandingkan dengan daya hambat fraksi n-heksan dan etil eter yaitu sebesar 27,9%.

Tabel 2. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada beberapa Fraksi pada Hari ke-7

Jenis Fraksi Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Meranti

N-heksan 17,95 a 63,7 a

Etil eter 16,95 a 61,3 a

Etil asetat 32,03 b 80,1 b

Residu 27,9 c 51,03 c

Rata-rata penghambatan pertumbuhan jamur S. rolfsii oleh ekstrak kulit kayu meranti lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang (Tabel 2), walaupun apabila dilihat dari hasil proses ekstraksi didapatkan padatan


(28)

ekstraktif kulit kayu kihiyang lebih besar dari kulit kayu meranti (Tabel 1). Hal ini diduga karena zat ekstraktif kulit kayu meranti memiliki daya racun yang lebih tinggi daripada zat ekstraktif pada kulit kayu kihiyang. Seperti halnya pada ekstrak kulit kayu kihiyang, pada ekstrak kulit kayu meranti, daya hambat fraksi n-heksan tidak berbeda nyata dengan fraksi etil eter yaitu masing-masing sebesar 63,7% dan 61,3% tetapi berbeda nyata dengan daya hambat fraksi etil asetat dan residu (Tabel 2). Pada ekstrak kulit kayu meranti juga daya hambat fraksi residu lebih besar apabila dibandingkan dengan daya hambat fraksi n-heksan dan etil eter yaitu sebesar 51,03%. Besarnya daya hambat residu terhadap pertumbuhan jamur

S.rolfsii diduga bahwa pada residu masing terkandung zat ekstraktif yang tidak

terlarutkan oleh pelarut yang digunakan.

Apabila dilihat dari hasil padatan zat ekstraktif yang dihasilkan dalam proses ekstraksi, jumlah padatan zat ekstraktif fraksi etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan fraksi lainnya kecuali dengan residu pada ekstrak kulit kayu kihiyang (Tabel 1). Namun, pengaruh daya hambat fraksi etil asetat paling tinggi dibandingkan dengan fraksi lain baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti. Hal ini diduga karena fraksi etil asetat memiliki keaktifan yang tinggi dibandingkan dengan fraksi lain.

Hasil pengamatan daya hambat oleh perbedaan konsentrasi ekstrak menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin tinggi pula daya hambat ekstrak tersebut terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii

baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti (Tabel 3).

Tabel 3. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada beberapa Konsentrasi pada Hari ke-7

Konsentrasi (%)

Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Meranti

1 14,45 a 47,30 a

2 19,25 b 62,00 b

3 25,85 c 68,85 b

4 35,28 d 77,98 c

Kisaran daya hambat pada ekstrak kulit kayu kihiyang sebesar 14,45% sampai 35,28%, sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti sebesar 47,30%


(29)

sampai 77,98%. Daya hambat tertinggi terjadi pada konsentrasi 4% yaitu pada ekstrak kulit kayu meranti sebesar 77,98% (Tabel 3).

Rata-rata penghambatan ekstrak kulit kayu kihiyang pada semua perlakuan konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi, pada ekstrak kulit kayu meranti pengaruh daya hambat pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata dengan pengaruh daya hambat pada konsentrasi 3% yaitu masing-masing sebesar 62,00% dan 68,85% (Tabel 3).

Apabila diamati secara keseluruhan terlihat bahwa kisaran daya hambat ekstrak kulit kayu kihiyang terendah sebesar 5,6% dan tertinggi sebesar 45,6% yaitu berturut-turut terjadi pada perlakuan etil eter konsentrasi 1% dan residu konsentrasi 4%, sedangkan kisaran daya hambat kulit kayu meranti terendah sebesar 23,7% dan tertinggi sebesar 87,8%, yaitu berturut-turut terjadi pada perlakuan etil eter konsentrasi 1% dan etil asetat konsentrasi 4% (Tabel 4 dan Gambar 2).

Tabel 4.Rata-rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7

Perlakuan Rata-rata Penghambatan (%) oleh Fraksi Terlarut Konsentrasi (%) Ekstrak Kulit

Kayu Kihiyang

Ekstrak Kulit Kayu Meranti

1 12,2 59,6

2 14,8 61,8

3 20,0 64,5

N-Heksan

4 24,8 68,9

1 5,6 33,3

2 12,6 65,9

3 21,1 71,9

Etil eter

4 28,5 74,1

1 22,2 72,6

2 26,6 80,7

3 37,1 79,3

Etil asetat

4 42,2 87,8

1 17,8 23,7

2 23,0 39,6

3 25,2 59,7

Residu

4 45,6 81,1

Kontrol + 0,0 0,0


(30)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K

+ K

-Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi (%)

P en g h am b at an ( % ) Kihiyang Meranti

Gambar 2. Grafik Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7

Secara keseluruhan, ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih baik terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang (Tabel 4 dan Gambar 2). Pada kontrol baik kontrol + maupun – pertumbuhan jamur S. rolfsii tidak terhambat, bahkan pada hari ke-4 setelah perlakuan jamur telah memenuhi cawan Petri.

Perlakuan fraksi dan konsentrasi ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti nampaknya dapat menyebabkan terbentuknya sklerosia, akan tetapi tidak semua perlakuan menyebabkan terbentuknya sklerosia pada hari ke-14 setelah perlakuan (Tabel 5 dan Gambar 3). Rata-rata jumlah sklerosia yang dihasilkan oleh jamur

S. rolfsii tertinggi terjadi pada residu dengan konsentrasi 2% yaitu sebesar 35,7

butir. Apabila dicermati, pada ekstrak kulit kayu kihiyang sklerosia terbentuk pada konsentrasi 1% pada semua fraksi kecuali residu sklerotium juga dihasilkan pada konsentrasi 2%. Sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti, sklerotium terbentuk pada semua konsentrasi uji kecuali fraksi n-heksan tidak terbentuk sklerosia dan pada residu sklerosia hanya terbentuk pada konsentrasi 1% (Tabel 5). Sklerosia yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang lebih banyak daripada yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu meranti (Tabel 5 dan Gambar 3).


(31)

Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi Kulit Kayu Fraksi Terlarut Konsentrasi

(%)

Rata-Rata Jumlah Sklerosia

Perkecambahan Sklerosia

1 0,3 Berkecambah

2 -

3 -

N-Heksan

4 -

1 34,3 Perkecambahan

terhambat

2 -

3 -

Etil eter

4 -

1 16,7 Berkecambah

2 -

3 -

Etil asetat

4 -

1 26,7 Berkecambah

2 35,7 Perkecambahan

terhamabat

3 -

Residu

4 -

Kihiyang

1 -

2 -

3 -

N-Heksan

4 -

1 2 Berkecambah

2 7 Berkecambah

3 2,7 Berkecambah

Etil eter

4 2 Berkecambah

1 4,7 Berkecambah

2 1 Berkecambah

3 0,7 Berkecambah

Etil asetat

4 -

1 29,7 Berkecambah

2 -

3 -

Residu

4 -

Kontrol + 14 Berkecambah

Meranti


(32)

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K

+ K

-Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi (%)

Ju m la h s k le ro si a Kihiyang Meranti

Gambar 3.Grafik Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada Hari ke-14 dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi

Pada beberapa perlakuan sklerosia terbentuk pada hari ke-11 setelah perlakuan, sedangkan pada kontrol sklerotia baru terbentuk pada hari ke-14 akan tetapi pertumbuhan miselium jamur sangat cepat hingga mencapai tutup cawan petri. Hal ini diduga karena zat ekstraktif telah membuat kondisi media tumbuh jamur tidak mendukung untuk pertumbuhannya sehingga memacu terbentuknya struktur ketahanan jamur yaitu berupa sklerosia yang lebih cepat. Sedangkan pada kontrol, kondisi media tumbuh jamur sangat mendukung pertumbuhannya sehingga miselium jamur tumbuh secara maksimal dan sklerosia terbentuk lebih lambat.

Hasil pengujian daya kecambah sklerosia menunjukkan bahwa sebagian besar sklerosia yang terbentuk baik dari perlakuan maupun kontrol mampu berkecambah, kecuali sklerosia yang terbentuk dari perlakuan etil eter dengan konsentrasi 1% dan residu konsentrasi 2% (Tabel 5).


(33)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Kulit kayu kihiyang(Albizzia procerra Benth) memiliki kadar zat ekstraktif

sebesar 2,24% yang terlarut dalam aseton. Ekstrak aseton tersebut mengandung 0,71% fraksi n-heksan, 0,76% fraksi etil eter, 0,45% fraksi etil asetat dan 0,32% residu. Sedangkan kulit kayu meranti (Shorea leprosula

Miq) memiliki kadar zat ekstraktif sebesar 2,02% yang terlarut dalam aseton. Ekstrak aseton terebut mengandung 0,52% fraksi n-heksan, 0,61% fraksi etil eter, 0,33% fraksi etil asetat dan 0,57% residu.

2. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat pertumbuhan jamur S. rolfsi,i

menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang. Fraksi etil asetat dari ekstrak kulit kayu meranti merupakan fraksi yang paling aktif terhadap jamur S. rolfsii yaitu dengan daya hambat sebesar 87,8%.

3. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat ekstraktif, maka daya hambat terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii juga semakin besar.

4. Beberapa perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti menyebabkan pembentukan sklerosia yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan pada umumnya perlakuan tidak menghambat perkecambahan sklerosia.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat anti organisme perusak tanaman yang lain.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakterisasi fraksi teraktif (etil asetat) serta isolasi dan identifikasi komponen bioaktif yang bersifat anti jamur baik pada kulit kayu kihiyang maupun meranti.


(34)

BAB VII. DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. London.

Alexopoulos, C.J. and Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third edition. John Wiley & Sons. New York.

Dumanauw, J.F. 2003. Mengenal Kayu, Pendidikan Kayu Atas. Cetakan ke-14. Kanisius. Yogyakarta.

Falah, S. 2001. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Kayu Torem (Manilkara

kanosinensis Lam) sebagai Bahan Pengawet Alami. Universitas Wianay

Mukti. Bandung.

Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktural, Reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Findlay, W.P.K. 1978. Timber Properties and Uses. Granuda Publishing. London. Intansari, H. 2006. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Kihiyang (Albizzia

procerra Benth) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes

curvignathus Holmgreen). Fakultas Kehutanan UNWIM. Jatinangor.

Lestari SB. Dan Pari G. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Vol. VII (3): 96-100.

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1983. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Nicolaus, N.A., L.K. Darusman dan E.A. Husaeni. 1996. Pemisahan dan Isolasi Terpenoid dari Serbuk Gergaji dan Kulit Shorea leprosula Miq sebagai Anti Rayap. Buletin Jurusan Kimia. 11: 67-81.

Prijono, D. 1993. Tapping Insect Control Agents from Plants: How Successful are We? Bul. HPT. 6: 1-14.

Richardson, D.P., et al. 1989. Defensive Sesquiterpenoids from Dipterocarp (Dipterocarpus kerrii). J. Chem Ecol. 15: 731-747.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sjostrom, C. 1981. Wood Chemistry: Fundamental and Aplication. Academic Press. New York.


(35)

Sudantha, I.M. 1997. “BIOTRIC” sebagai Biofungisida untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah PFI; Palembang.

Sunardi. 1988. Laporan Survei Hama dan Penyakit serta Penggunaan Pestisida pada Sayuran Dataran Rendah di Indonesia. Kerjasa Proyek ATA-395 dan Balai Penelitian Horttik. Lembang.

Syafii, W., M. Samijima dan T. Yoshimoto. 1987. The Role of Extractives in Resistance of Ulin Wood (Eusideroxilon zwageri). Bulletin of The Tokyo University. Tokyo No 77.

Syafii, W. 1996. Zat Ekstraktif dan Pengaruhnya terhadap Keawetan Alami Kayu. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Volume IX, No.2. Institut Pertanian Bogor. Takaya, S. and M.S. Sudjono. 1987. Pathogenicity of Sclerotium rolfsii and

Rhizoctonia sp. To Soybean. Prosiding Kongres Nasional IX PFI;

Surabaya,November 1987.

Wahyuni, S. Dan Wiwiek. 1979. Inventarisasi Kelainan pada Tanaman Obat-obatan terutama yang termasuk famili Zingiberaceae. Kapita Selekta Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Zabel, R.A. and J.J. Morrel. 1992. Wood Microbiology, Decay and Its Prevention. Academic Press. California.


(36)

Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah Kuadrat

F Sig. Jenis fraksi (A) 969.102 3 323.034 51.362 .000 Konsentrasi (B) 1420.351 3 473.450 75.278 .000 Interaksi (AB) 158.360 9 17.596 2.798 .015

Galat 201.259 32 6.289

Total 41751.324 48

Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Meranti

terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah Kuadrat

F Sig. Jenis fraksi (A) 2043.644 3 681.215 27.988 .000 Konsentrasi (B) 2308.244 3 769.415 31.612 .000 Interaksi (AB) 1211.864 9 134.652 5.532 .000

Galat 778.864 32 24.339


(37)

Lampiran 6. Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Media PDA dengan Perlakuan Beberapa Jenis Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti Pada Beberapa Konsentrasi


(38)

Lampiran 6. Personalia Tenaga Peneliti A. Ketua Peneliti

N a m a : Sri Hartati, SP. MSi.

NIP : 132 316 906

Gol/Pangkat : III-b/Penata MudaTk-I Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Komplek Griya Cempaka Arum Blok H4 No. 16 Rancasari, Bandung. Telp (022) 7831746, HP : 08156116592, E-mail : S_hart@plasa.com Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor,

Bandung UBR, 40600 Telp./Fax. 7796316

RIWAYAT PENDIDIKAN

Pendidikan Asal Perguruan Tinggi Tahun Bidang Keahlian

Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor 1995 Hama dan Penyakit Tumbuhan

Magister Sain Institut Pertanian Bogor 2003 Fitopatologi

PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

1. Pengaruh Ekstrak Biji Aglaia harmsiana Perkins (Meliaceae) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae)

2. Studi Kelayakan Ekologis Areal Kampus Fakultas Kehutanan UNWIM sebagai Tempat Pembudidayaan Lebah Madu

3. Inventarisasi dan Identifikasi Serangga di Hutan Rakyat Tasikmalaya Jawa Barat

4. Kemampuan Minyak Cengkeh dan Filtrat Trichoderma harzianum dalam Mengendalikan Rhizopus stolonifer Penyebab Penyakit Lodoh Semai Pinus

merkusii

SEMINAR YANG PERNAH DIIKUTI

1. Kongres XV dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di UNSOED Purwokerto tahun 1999

2. Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di IPB Bogor tahun 2001

3. Seminar Nasional Bioteknologi dalam Tinjauan Islam di IPB Bogor tahun 2002

4. Seminar Uji Coba Perlakuan Karantina Tumbuhan di Bogor 2002

5. Seminar Nasional Gaharu “Peluang dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia” di SEAMEO BIOTROP, Bogor 2005


(39)

6. Seminar Ilmiah “Pro dan Kontra Padi SRI” di Fakultas Pertanian UNPAD tahun 2007

Bandung, November 2007

Sri Hartati, SP. MSi

NIP. 132 316 906


(40)

B. Anggota Peneliti I

Nama : Rika Meliansyah, SP.

NIP : 132 315 817

Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Komplek Griya Jatinangor II Blok C-17 Dessa Cinanjung, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, 45362 HP 08156171703 E-mail: rimelia26@yahoo.com

Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316

Riwayat Pendidikan :

(S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2001)

Pengalaman Penelitian :

(1) Pengaruh Air Seduhan The pada Beberapa Tingkat Konsentrasi terhadap Efikasi Spodoptera exiguaNuclear Polyhedrosis Virus (Se-NPV)…. (2001) (2) Pengujian Lapangan Efikasi Fungisida Roside 77 WP (Tembaga Hidroksida 77%) (248/DPP/2004) terhadap Jamur Exobasidium vexans Penyebab Penyakit Cacar Daun pada Tanaman Teh di Ciwidey Kabupaten Bandung ………... (2005) (3) Pengujian Tingkat Ketahanan Beberapa Jenis Ras Ulat Sutera (Bombyx morri)

terhadap Penyakit Muscardine ………... (2005) (4) Pemanfaatan Ekstrak Lantana camara untuk Mengendalikan Hama Boleng

(Cylas formicarius) pada Ubi Jalar Cilembu……… (2006)

(5) Pengendalian Biologi Nematoda Meloidogyne spp. Dengan Jamur

Paecilomyces fumosoroseus dan Bakteri Pasteuria penetrans dan

Pengaruhnya terhadap Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L) …… (2006)

Bandung, November 2007

Rika Meliansyah, SP. NIP. 132 315 817


(41)

B. Anggota Peneliti I I

Nama : Lindung Tri Puspasari, SP.

NIP : 132 317 120

Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Jl. Rajawali III/No. 12 Bandung 40184

HP 08122115223E-mail: lindungtp@yahoo.com

Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316

Riwayat Pendidikan :

(S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2003)

Pengalaman Penelitian :

(1) Hubungan Antara Kepadatan Populasi Hama Tungau Mawar, Tetranychus

urticae Koch. (Acarina: Tetranychidae) dengan Tingkat Kerusakan Daun

Tanaman Mawar (Rosa hybrida L.) pada Fase Vegetatif di Rumah Kasa Kegiatan Ilmiah yang pernah Diikuti :

(1) Pelatihan Tambahan Retooling Program-TPSDP Batch II Bidang Hortikultura Kerjasama Antara Asian Development Bank-Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan PT Primakelola Agribisnis Agroindustri (6 September-10 Desember 2004)

Bandung, November 2007

Lindung Tri Puspasari, SP. NIP. 132 317 120


(1)

Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah Kuadrat

F Sig.

Jenis fraksi (A) 969.102 3 323.034 51.362 .000

Konsentrasi (B) 1420.351 3 473.450 75.278 .000

Interaksi (AB) 158.360 9 17.596 2.798 .015

Galat 201.259 32 6.289

Total 41751.324 48

Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Meranti terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah Kuadrat

F Sig.

Jenis fraksi (A) 2043.644 3 681.215 27.988 .000

Konsentrasi (B) 2308.244 3 769.415 31.612 .000

Interaksi (AB) 1211.864 9 134.652 5.532 .000

Galat 778.864 32 24.339


(2)

Lampiran 6. Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Media PDA dengan Perlakuan Beberapa Jenis Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti Pada Beberapa Konsentrasi


(3)

Lampiran 6. Personalia Tenaga Peneliti A. Ketua Peneliti

N a m a : Sri Hartati, SP. MSi.

NIP : 132 316 906

Gol/Pangkat : III-b/Penata MudaTk-I Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Komplek Griya Cempaka Arum Blok H4 No. 16 Rancasari, Bandung. Telp (022) 7831746, HP : 08156116592, E-mail : S_hart@plasa.com Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor,

Bandung UBR, 40600 Telp./Fax. 7796316

RIWAYAT PENDIDIKAN

Pendidikan Asal Perguruan Tinggi Tahun Bidang Keahlian Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor 1995 Hama dan Penyakit

Tumbuhan Magister Sain Institut Pertanian Bogor 2003 Fitopatologi

PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

1. Pengaruh Ekstrak Biji Aglaia harmsiana Perkins (Meliaceae) terhadap Mortalitas dan Perkembangan Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae)

2. Studi Kelayakan Ekologis Areal Kampus Fakultas Kehutanan UNWIM sebagai Tempat Pembudidayaan Lebah Madu

3. Inventarisasi dan Identifikasi Serangga di Hutan Rakyat Tasikmalaya Jawa Barat

4. Kemampuan Minyak Cengkeh dan Filtrat Trichoderma harzianum dalam Mengendalikan Rhizopus stolonifer Penyebab Penyakit Lodoh Semai Pinus merkusii

SEMINAR YANG PERNAH DIIKUTI

1. Kongres XV dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di UNSOED Purwokerto tahun 1999

2. Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di IPB Bogor tahun 2001

3. Seminar Nasional Bioteknologi dalam Tinjauan Islam di IPB Bogor tahun 2002

4. Seminar Uji Coba Perlakuan Karantina Tumbuhan di Bogor 2002

5. Seminar Nasional Gaharu “Peluang dan Tantangan Pengembangan Gaharu di Indonesia” di SEAMEO BIOTROP, Bogor 2005


(4)

6. Seminar Ilmiah “Pro dan Kontra Padi SRI” di Fakultas Pertanian UNPAD tahun 2007

Bandung, November 2007

Sri Hartati, SP. MSi

NIP. 132 316 906


(5)

B. Anggota Peneliti I

Nama : Rika Meliansyah, SP.

NIP : 132 315 817

Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Komplek Griya Jatinangor II Blok C-17 Dessa Cinanjung, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, 45362 HP 08156171703 E-mail: rimelia26@yahoo.com

Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316

Riwayat Pendidikan :

(S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2001)

Pengalaman Penelitian :

(1) Pengaruh Air Seduhan The pada Beberapa Tingkat Konsentrasi terhadap Efikasi Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus (Se-NPV)…. (2001) (2) Pengujian Lapangan Efikasi Fungisida Roside 77 WP (Tembaga Hidroksida 77%) (248/DPP/2004) terhadap Jamur Exobasidium vexans Penyebab Penyakit Cacar Daun pada Tanaman Teh di Ciwidey Kabupaten Bandung ………... (2005) (3) Pengujian Tingkat Ketahanan Beberapa Jenis Ras Ulat Sutera (Bombyx morri)

terhadap Penyakit Muscardine ………... (2005) (4) Pemanfaatan Ekstrak Lantana camara untuk Mengendalikan Hama Boleng (Cylas formicarius) pada Ubi Jalar Cilembu……… (2006) (5) Pengendalian Biologi Nematoda Meloidogyne spp. Dengan Jamur Paecilomyces fumosoroseus dan Bakteri Pasteuria penetrans dan Pengaruhnya terhadap Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L) …… (2006)

Bandung, November 2007

Rika Meliansyah, SP. NIP. 132 315 817


(6)

B. Anggota Peneliti I I

Nama : Lindung Tri Puspasari, SP.

NIP : 132 317 120

Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : -

Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD

Alamat Rumah : Jl. Rajawali III/No. 12 Bandung 40184

HP 08122115223E-mail: lindungtp@yahoo.com

Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316

Riwayat Pendidikan :

(S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2003)

Pengalaman Penelitian :

(1) Hubungan Antara Kepadatan Populasi Hama Tungau Mawar, Tetranychus urticae Koch. (Acarina: Tetranychidae) dengan Tingkat Kerusakan Daun Tanaman Mawar (Rosa hybrida L.) pada Fase Vegetatif di Rumah Kasa Kegiatan Ilmiah yang pernah Diikuti :

(1) Pelatihan Tambahan Retooling Program-TPSDP Batch II Bidang Hortikultura Kerjasama Antara Asian Development Bank-Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan PT Primakelola Agribisnis Agroindustri (6 September-10 Desember 2004)

Bandung, November 2007

Lindung Tri Puspasari, SP. NIP. 132 317 120