BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan Laboratorium
Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan Pebuari sampai September 2007.
4.2. Bahan dan Alat
Kulit kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu Kihiyang Albizzia procerra Benth dan kulit kayu Meranti Shorea leprosula
Miq yang berasal dari Palembang dan Sumedang. Untuk menguji toksisitas ekstrak digunakan jamur Sclerotium rolfsii Sacc.
Bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton, n- heksan, etil eter, etil asetat. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol, spirtus,
aquades, PDA, aluminium foil, cling wrap. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin,
hammer mill , mesh screen ukuran 40-60 mesh, stoples, spatula, cawan petri,
tabung reaksi, labu erlenmeyer, rotary vacum evaporator, oven, kertas saring, pipet, botol, autoclav, bunsen, laminar airflow dan funnel separator.
4.3. Metode Penelitian 4.3.1. Persiapan Sampel
Kulit kayu Kihiyang dan Meranti dibuat potongan kecil-kecil kemudian digiling menggunakan penggilingan hammer mill. Serbuk yang dihasilkan
dilewatkan pada mesh screen kemudian dikeringudarakan hingga mencapai kadar air kesetimbangan.
4.3.2. Proses Ekstraksi
Sebanyak 2000 gram serbuk kulit kayu Kihiyang dan Meranti berukuran 40-60 mesh dalam keadaan kering udara dimasukan ke dalam stoples besar
kemudian sedikit demi sedikit dimasukan pelarut aseton sehingga seluruh serbuk
terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3. Campuran serbuk kulit kayu dengan pelarutnya diaduk sesering mungkin dengan menggunakan spatula
selama 48 jam. Setelah itu, larutan tersebut disaring ke botol lain. Ekstraksi ini dilakukan berulang kali sehingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih dan
disimpan dalam wadah yang rapat. Ekstrak aseton yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacum
evaporator pada suhu 30-40
o
C sehingga mencapai 1 liter. Dari jumlah 1 liter tersebut, diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang kering
dan telah diketahui beratnya, untuk diuapkan hingga kering pada oven dengan suhu ±40
o
C sampai mencapai berat konstan. Setelah dingin, lalu ditimbang untuk mengetahui berat kering ekstrak aseton yang diperoleh.
Sebanyak 990 ml ekstrak aseton yang tersisa dievaporasi sehingga volumenya menjadi 100 ml.Ekstrak aseton ini difraksinasi secara berturut-turut
dengan pelarut n-heksan, etil eter dan etil asetat. Fraksinasi dilakukan dengan cara memasukkan larutan yang telah kental ke dalam funnel separator, kemudian
ditambah pelarut n-heksan sebanyak 75 ml dan aquades 20 ml. Campuran ini dikocok dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksan
dipisahkan dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi dengan menggunakan n-heksan ini dilakukan hingga fraksi pelarut
berwarna jernih. Fraksinasi kedua dengan menggunakan pelarut etil eter. Residu hasil
fraksinasi dengan n-heksan selanjutnya difraksinasi dalam funnel separator dengan pelarut etil eter 75 ml dan aquades 20 ml. Selanjutnya dibiarkan sampai
terjadi pemisahan seperti fraksinasi dengan n-heksan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil eter dimasukan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi
dilakukan hingga pelarut etil eter berwarna jernih. Tahap terakhir dari fraksinasi bertingkat ini menggunakan pelarut etil
asetat. Residu hasil fraksinasi etil eter yang telah dimasukkan ke dalam funnel separator dicampur dengan pelarut etil asetat 75 ml dan aquades 20 ml. Sama
seperti pada proses fraksinasi sebelumnya, campuran ini dikocok dan dibiarkan terjadi pemisahan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan