Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii merupakan penyakit yang umum terdapat pada tanaman kedelai Semangun, 1991. Penyakit ini sering juga disebut sebagai penyakit busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium, karena menimbulkan pangkal batang membusuk. Pada tanaman kedelai, jamur S. rolfsii juga dapat menyerang daun, tangkai dan polong apabila kondisi sangat lembab Takaya dan Sudjono, 1987. Dalam lingkungan yang lembab, jamur S. rolfsii membentuk miselium tipis, berwarna putih, teratur seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan tanah di sekitarnya. Pada miselium ini, kelak akan terbentuk banyak butir-butir kecil, berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-butiran kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda sampai coklat tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium berperan sebagai alat bertahannya jamur karena memiliki sifat yang sangat tahan terhadap lingkungan yang tidak mendukung Agrios, 1997. S. rolfsii adalah jamur yang polifag yaitu dapat menyerang bermacam- macam tanaman, antara lain kedelai, kacang tanah, tembakau, cabai dan terong Sunardi, 1988. Selain menyebabkan layu, Wahyuni dan Wiwiek 1979 melaporkan bahwa S. rolfsii dapat menyebabkan busuk akar rimpang kunyit di pembibitan dan penyebab damping off pada beberapa tanaman. Dalam sistem klasifikasi, S. rolfsii dimasukan dalam filum Deuteromycota, kelas Agonomycetes, karena jamur ini tidak diketemukan spora seksual maupun aseksualnya atau disebut dengan miselia sterilia Alexopoulos dan Mims, 1979. Akan tetapi, di daerah subtropics jamur dapat membentuk basidiospora dan termasuk Corticium. Gambar 1. Koloni Jamur S. rolfsii dan Gejala Layu yang ditimbulkannya pada Tanaman Kedelai

2.2. Keawetan Alami Kayu

Keawetan alami kayu diartikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan makhluk lainnya yang di ukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu zat ekstraktif}yang merupakan unsur beracun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif pada kayu mulai terbentuk disaat kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu, kayu teras pada semua jenis umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal Dumanauw 2003. Syafii 1996 menyatakan bahwa factor-faktor yang berpengaruh taerhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan factor perusak yaitu factor luar dan factor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu disebabkan oleh adanya komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia mampu menahan serangan organisme perusak kayu. Dalam sifat keawetan kayu, yang paling berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu, keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap nilai berat jenis kayu.

2.3. Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat di ekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar Hillis, 1978 dalam Falah, 2001. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari bermacam-macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel. Komponen ini mempunyai nilai yang penting antara lain kayu menjadi tahan terhadap serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa, warna pada kayu. Zat ekstraktif dapat dipisahkan dengan uap dihasilkan kelompok dari hidrokarbon, asam-asam aldehid dan alkohol, dengan eter panas dihasilkan asam-asam lemak, asam-asam damar, lemak dan sterol dengan alkohol panas dihasilkan tannin, zat-zat warna, fenol dan bahan-bahan larut air dan dengan air dihasilkan alkohol siklik, polisakarida, dengan berat molekul rendah dan garam- garam Sofyan et al., 1977 dalam Falah 2001. Pada umumnya Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya zat ekstraktif rata-rata 3-8 dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyak resin, lilin, lemak, tannin, gula, pati dan zat warna Dumanaw, 2003. Menurut Sjostrom 1981 zat ekstraktif digolongkan kedalam 3 sub grup yaitu: 1. Komponen alifatik lemak dan lilin 2. Terpena dan terpenoid 3. Senyawa fenolik Dumanaw 2003 menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki peranan dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu, dapat digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan. Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan