Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

ekstraktif kulit kayu kihiyang lebih besar dari kulit kayu meranti Tabel 1. Hal ini diduga karena zat ekstraktif kulit kayu meranti memiliki daya racun yang lebih tinggi daripada zat ekstraktif pada kulit kayu kihiyang. Seperti halnya pada ekstrak kulit kayu kihiyang, pada ekstrak kulit kayu meranti, daya hambat fraksi n-heksan tidak berbeda nyata dengan fraksi etil eter yaitu masing-masing sebesar 63,7 dan 61,3 tetapi berbeda nyata dengan daya hambat fraksi etil asetat dan residu Tabel 2. Pada ekstrak kulit kayu meranti juga daya hambat fraksi residu lebih besar apabila dibandingkan dengan daya hambat fraksi n-heksan dan etil eter yaitu sebesar 51,03. Besarnya daya hambat residu terhadap pertumbuhan jamur S.rolfsii diduga bahwa pada residu masing terkandung zat ekstraktif yang tidak terlarutkan oleh pelarut yang digunakan. Apabila dilihat dari hasil padatan zat ekstraktif yang dihasilkan dalam proses ekstraksi, jumlah padatan zat ekstraktif fraksi etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan fraksi lainnya kecuali dengan residu pada ekstrak kulit kayu kihiyang Tabel 1. Namun, pengaruh daya hambat fraksi etil asetat paling tinggi dibandingkan dengan fraksi lain baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti. Hal ini diduga karena fraksi etil asetat memiliki keaktifan yang tinggi dibandingkan dengan fraksi lain. Hasil pengamatan daya hambat oleh perbedaan konsentrasi ekstrak menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin tinggi pula daya hambat ekstrak tersebut terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada beberapa Konsentrasi pada Hari ke-7 Konsentrasi Rata-Rata Penghambatan Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang Rata-Rata Penghambatan Ekstrak Kulit Kayu Meranti 1 14,45 a 47,30 a 2 19,25 b 62,00 b 3 25,85 c 68,85 b 4 35,28 d 77,98 c Kisaran daya hambat pada ekstrak kulit kayu kihiyang sebesar 14,45 sampai 35,28, sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti sebesar 47,30 sampai 77,98. Daya hambat tertinggi terjadi pada konsentrasi 4 yaitu pada ekstrak kulit kayu meranti sebesar 77,98 Tabel 3. Rata-rata penghambatan ekstrak kulit kayu kihiyang pada semua perlakuan konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi, pada ekstrak kulit kayu meranti pengaruh daya hambat pada konsentrasi 2 tidak berbeda nyata dengan pengaruh daya hambat pada konsentrasi 3 yaitu masing-masing sebesar 62,00 dan 68,85 Tabel 3. Apabila diamati secara keseluruhan terlihat bahwa kisaran daya hambat ekstrak kulit kayu kihiyang terendah sebesar 5,6 dan tertinggi sebesar 45,6 yaitu berturut-turut terjadi pada perlakuan etil eter konsentrasi 1 dan residu konsentrasi 4, sedangkan kisaran daya hambat kulit kayu meranti terendah sebesar 23,7 dan tertinggi sebesar 87,8, yaitu berturut-turut terjadi pada perlakuan etil eter konsentrasi 1 dan etil asetat konsentrasi 4 Tabel 4 dan Gambar 2. Tabel 4.Rata-rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7 Perlakuan Rata-rata Penghambatan oleh Fraksi Terlarut Konsentrasi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang Ekstrak Kulit Kayu Meranti 1 12,2 59,6 2 14,8 61,8 3 20,0 64,5 N-Heksan 4 24,8 68,9 1 5,6 33,3 2 12,6 65,9 3 21,1 71,9 Etil eter 4 28,5 74,1 1 22,2 72,6 2 26,6 80,7 3 37,1 79,3 Etil asetat 4 42,2 87,8 1 17,8 23,7 2 23,0 39,6 3 25,2 59,7 Residu 4 45,6 81,1 Kontrol + 0,0 0,0 Kontrol - 0,0 0,0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K + K - Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi P en g h am b at an Kihiyang Meranti Gambar 2. Grafik Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7 Secara keseluruhan, ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih baik terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang Tabel 4 dan Gambar 2. Pada kontrol baik kontrol + maupun – pertumbuhan jamur S. rolfsii tidak terhambat, bahkan pada hari ke-4 setelah perlakuan jamur telah memenuhi cawan Petri. Perlakuan fraksi dan konsentrasi ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti nampaknya dapat menyebabkan terbentuknya sklerosia, akan tetapi tidak semua perlakuan menyebabkan terbentuknya sklerosia pada hari ke-14 setelah perlakuan Tabel 5 dan Gambar 3. Rata-rata jumlah sklerosia yang dihasilkan oleh jamur S. rolfsii tertinggi terjadi pada residu dengan konsentrasi 2 yaitu sebesar 35,7 butir. Apabila dicermati, pada ekstrak kulit kayu kihiyang sklerosia terbentuk pada konsentrasi 1 pada semua fraksi kecuali residu sklerotium juga dihasilkan pada konsentrasi 2. Sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti, sklerotium terbentuk pada semua konsentrasi uji kecuali fraksi n-heksan tidak terbentuk sklerosia dan pada residu sklerosia hanya terbentuk pada konsentrasi 1 Tabel 5. Sklerosia yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang lebih banyak daripada yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu meranti Tabel 5 dan Gambar 3. Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada Hari ke- 14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi Kulit Kayu Fraksi Terlarut Konsentrasi Rata-Rata Jumlah Sklerosia Perkecambahan Sklerosia 1 0,3 Berkecambah 2 - 3 - N-Heksan 4 - 1 34,3 Perkecambahan terhambat 2 - 3 - Etil eter 4 - 1 16,7 Berkecambah 2 - 3 - Etil asetat 4 - 1 26,7 Berkecambah 2 35,7 Perkecambahan terhamabat 3 - Residu 4 - Kihiyang 1 - 2 - 3 - N-Heksan 4 - 1 2 Berkecambah 2 7 Berkecambah 3 2,7 Berkecambah Etil eter 4 2 Berkecambah 1 4,7 Berkecambah 2 1 Berkecambah 3 0,7 Berkecambah Etil asetat 4 - 1 29,7 Berkecambah 2 - 3 - Residu 4 - Kontrol + 14 Berkecambah Meranti Kontrol - 12 Berkecambah 5 10 15 20 25 30 35 40 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K + K - Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi Ju m la h s k le ro si a Kihiyang Meranti Gambar 3.Grafik Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada Hari ke-14 dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi Pada beberapa perlakuan sklerosia terbentuk pada hari ke-11 setelah perlakuan, sedangkan pada kontrol sklerotia baru terbentuk pada hari ke-14 akan tetapi pertumbuhan miselium jamur sangat cepat hingga mencapai tutup cawan petri. Hal ini diduga karena zat ekstraktif telah membuat kondisi media tumbuh jamur tidak mendukung untuk pertumbuhannya sehingga memacu terbentuknya struktur ketahanan jamur yaitu berupa sklerosia yang lebih cepat. Sedangkan pada kontrol, kondisi media tumbuh jamur sangat mendukung pertumbuhannya sehingga miselium jamur tumbuh secara maksimal dan sklerosia terbentuk lebih lambat. Hasil pengujian daya kecambah sklerosia menunjukkan bahwa sebagian besar sklerosia yang terbentuk baik dari perlakuan maupun kontrol mampu berkecambah, kecuali sklerosia yang terbentuk dari perlakuan etil eter dengan konsentrasi 1 dan residu konsentrasi 2 Tabel 5.

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Kulit kayu kihiyangAlbizzia procerra Benth memiliki kadar zat ekstraktif sebesar 2,24 yang terlarut dalam aseton. Ekstrak aseton tersebut mengandung 0,71 fraksi n-heksan, 0,76 fraksi etil eter, 0,45 fraksi etil asetat dan 0,32 residu. Sedangkan kulit kayu meranti Shorea leprosula Miq memiliki kadar zat ekstraktif sebesar 2,02 yang terlarut dalam aseton. Ekstrak aseton terebut mengandung 0,52 fraksi n-heksan, 0,61 fraksi etil eter, 0,33 fraksi etil asetat dan 0,57 residu. 2. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat pertumbuhan jamur S. rolfsi,i menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang. Fraksi etil asetat dari ekstrak kulit kayu meranti merupakan fraksi yang paling aktif terhadap jamur S. rolfsii yaitu dengan daya hambat sebesar 87,8. 3. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat ekstraktif, maka daya hambat terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii juga semakin besar. 4. Beberapa perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti menyebabkan pembentukan sklerosia yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan pada umumnya perlakuan tidak menghambat perkecambahan sklerosia.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat anti organisme perusak tanaman yang lain. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakterisasi fraksi teraktif etil asetat serta isolasi dan identifikasi komponen bioaktif yang bersifat anti jamur baik pada kulit kayu kihiyang maupun meranti.

BAB VII. DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. London. Alexopoulos, C.J. and Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third edition. John Wiley Sons. New York. Dumanauw, J.F. 2003. Mengenal Kayu, Pendidikan Kayu Atas. Cetakan ke-14. Kanisius. Yogyakarta. Falah, S. 2001. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Kayu Torem Manilkara kanosinensis Lam sebagai Bahan Pengawet Alami. Universitas Wianay Mukti. Bandung. Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktural, Reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Findlay, W.P.K. 1978. Timber Properties and Uses. Granuda Publishing. London. Intansari, H. 2006. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Kihiyang Albizzia procerra Benth terhadap Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgreen. Fakultas Kehutanan UNWIM. Jatinangor. Lestari SB. Dan Pari G. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Vol. VII 3: 96-100. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1983. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Nicolaus, N.A., L.K. Darusman dan E.A. Husaeni. 1996. Pemisahan dan Isolasi Terpenoid dari Serbuk Gergaji dan Kulit Shorea leprosula Miq sebagai Anti Rayap. Buletin Jurusan Kimia. 11: 67-81. Prijono, D. 1993. Tapping Insect Control Agents from Plants: How Successful are We? Bul. HPT. 6: 1-14. Richardson, D.P., et al. 1989. Defensive Sesquiterpenoids from Dipterocarp Dipterocarpus kerrii. J. Chem Ecol. 15: 731-747. Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sjostrom, C. 1981. Wood Chemistry: Fundamental and Aplication. Academic Press. New York.