ketika anak telah matang dalam aspek seksual dan kemudian berakhir setelah matang secara hukum Hariyadi, 1993:18.
Remaja adalah mulai berpikir lebih abstrak dan idealistik ketika diminta untuk mendeskripsikan mengenai dirinya sendiri, remaja mulai
menggunakan istilah-istilah yang lebih abstrak dan idealistik Santrock, 2007:178.
Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak- kanakdan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau
13 tahun danberakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun Papalia dan Olds, 2001.
Pengertian remaja dari para ahli dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke remaja awal
sehingga masa remaja sudah dianggap matang secara seksual dan cara pikirnya.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Menurut hasil penelitian Siti 2012 mengenai “Motivasi Belajar Anak Jalanan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya” menunjukkan
bahwa motivasi belajar pada subjek penelitian masih memiliki motivasi belajar yang tinggi walaupun mereka harus berjuang
dijalanan sekedar untuk mencari nafkah membantu orang tua, membiayai sekolah adik-adiknya, dan ada subjek yang menyatakan
bahwa dia turun kejalanan hanya sekedar mencari kesenangan. Faktor- faktor yang mempengaruhi belajar pada subjek penelitian cita-cita dan
harapan subjek untuk hidup lebih baik dan menyogsong masa depan mereka. Model pembelajaran yang diinginkan subjek penelitian adalah
model pembelajaran secara formal, model keterampilan dibidang otomotif dan model pembelajaran kejar paket A.
2. Menurut hasil penelitian Setyowati 2007 mengenai “Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMPN 13
Semarang” menunjukan bahwa secara nyata motivasi belajar
berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 13 Semarang, terbukti dengan adanya pengambilan data
dengan cara observasi, dokumentasi, angket yang kemudian diolah dengan cara silmultan. Besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap
hasil belajar siswa kelas VII SMPN 13 Semarang sebesar 29,766 sedangkan sisanya sebesar 70,234 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
termasuk anak yang memiliki keluarga yang broken home. 3. Menurut penelitian Artitriani 2010 tentang “Upaya Meningkatkan
Kepercayaan Diri Pada Siswa Broken Home Melalui Konseling Individual dengan Pendekatan Realita Studi Kasus Pada Siswa SMP
Mardisiswa 1 Semarang Tahun Pelajaran 20092010” menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang
Broken Home mengalami
permasalahan dalam kepercayaan dirinya. Mereka cenderung menunjukkan sikap dan perilaku yang kurang percaya diri dalam
belajar di sekolah. Perilaku jarang bergaul, introvert, merasa berbeda dengan kebanyakan teman yang lain dan cenderung kurang aktif dalam
kegiatan belajar baik di dalam kelas maupun sekolah. Walaupun demikian siswa yang mempunyai masalah kepercayaan diri tersebut
dapat dibantu untuk dapat ditingkatkan kepercayaan dirinya melalui Layanan Konseling Individual dengan Pendekatan Realita. Karena
melalui layanan ini siswa akan dibantu dengan pola pemecahan masalah yang realistis dengan aplikasi-aplikasi kegiatan yang dapat
dengan mudah dilaksanakan oleh para siswa tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan dan perkembangan pada setiap
klien setelah diberikan konseling. Kesimpulan dari penelitian yang relevan ini peneliti semakin yakin untuk
memilih judul skripsi tentang anak yang mengalami Broken Home. Karena hampir semua peneliti mengungkapkan bahwa keluarga yang mengalami
Broken Home, akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian sehingga perilakunya sering tidak sesuai. Merekapun masih memiliki motivasi
belajar meskipun mengalami keluarga yang broken home. Kasus keluarga Broken Home ini sering kita temui di sekolah dengan penyesuaian diri yang
kurang baik seperti malas belajar, kurangnya motivasi belajar, menyendiri, agresif, membolos, suka menentang guru, dan lain-lain. Istilah broken home
juga biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di
rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, di sekolah yang anak alami tidak memiliki motivasi untuk belajar,
sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya. Meskipun banyak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesamaan penelitian oleh para ahli tentang broken home namun ada perbedaan dengan penelitian dari peneliti yaitu peneliti lebih melihat atau mendalami
remaja yang mengalami broken home masih memiliki motivasi atau tidak dalam belajar di sekolah.
C. Kerangka Pikir