Makna dan Pengaruh Belis dalam Perkawinan
Tugas suami istri merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pasangan.Tugas tersebut menyangkut kewajiban mereka dalam keluarga inti maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan berumahtangga, subjek 1 telah membagi tugasnya dan telah melaksanakan kewajiban sebagai seorang suami yang
mempunyai tugas besar sebagai kepala keluarga. Begitu halnya dengan subjek 2, dia selaku istri telah melaksanakan tugas dan kewajiban untuk melayani suami dan
mendidik anak-anak mereka. Terlepas masing-masing mereka memiliki pekerjaan di luar rumah, namun kewajiban sebagai suami istri tetap menjadi prioritas utama
mereka. Latar belakang pekerjaan masing-masing subjek menjadi solusi yang diambil untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti biaya sekolah anak maupun
pemenuhan tuntutan dalam urusan adat atau suku. Istri tidak hanya mengambil peran sebagai ibu rumah tangga, tetapi membantu
suami dalam mencari nafkah demi memenuhi tuntutan hidup. Salah satu alasan yang mendasari subjek 2 istri memilih mencari pekerjaan adalah karena merasa terbeban
dengan tuntutan-tuntutan adat, sedangkan kebutuhan ekonomi keluarga mereka masih kurang.
“
Iya, tekanan itu sendiri ada. Ada dari beberapa sisi, baik itu tekanan dari keluarga besar untuk kita bisa memenuhi adat istiadat dan tekanan dari dalam
keluarga sendiri karena masalah ekonomi sebab kita harus berbagi, jadi saya memutuskan untuk mencari pekerjaan
” Subjek 2,W3:Line 72-76. Tuntutan adat menjadi alasan utama bagi subjek 2 dalam mencari pekerjaan.
Namun harus ada kesepakatan bersama atau persetujuan dari pasangan, apalagi hal ini menyangkut masalah ekonomi dan nama baik keluarga, seperti yang dikatakan
subjek 2 dalam wawancaranya.
“……,
pokoknya harus bekerja agar bisa sedikit meringankan beban ekonomi dan memenuhi tuntutan adat dan tidak timbul hinaan dan tidak di anggap
remeh. Suami saya juga men
dukung saya” Subjek 2,W3:Line 79-82.
Gilarso 1996:14-23, membagi tugas suami istri dalam beberapa hal yaitu, membangun keluarga penuh cinta kasih, mendidik anak, dan membangun
masyarakat. Tugas ini secara garis besar telah dipenuhi oleh pasangan, seperti yang diungkapkan oleh masing-masing subjek. Terpenuhinya tugas ini menandakan
adanya kerjasama yang baik yang dibangun dalam keluarga. Penilaian antar pasangan menyangkut tugas mereka suami dan istri, berawal dari pengalaman
mereka selama hidup bersama. “Sejauh ini saya merasa tugas saya sebagai seorang ibu sudah saya ja
lankan dengan baik. Sebagai contohnya saya memperhatikan perkembangan dan
pendidikan anak-anak saya dan selalu berusaha menjaga keutuhan rumah tangga saya, saya selalu berusaha untuk dapat memenuhi segala kebutuhan
dalam rumah tangga, seperti pendidikan anak-anak dan segala keperluan rumah tangga lainnya
” Subjek 2, W3: Line 203-208. “
Sejauh ini saya melihat suami saya sudah bisa menjalankan tugas dengan baik sebagai seorang suami maupun bapak buat anak-anak, dia
bertanggungjawab dalam hal memperhatikan kebutuhan istri dan anak- anaknya, serta mau membantu, mendorong serta mendukung pekerjaan saya,
yang paling penting dia tidak pernah melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Saya berharap dia akan tetap seperti sekarang menjadi suami dan
bapak yang baik buat anak-anak. Sedangkan kalau di dalam masyarakat, berhubung suami saya berprofesi sebagai seorang polisi sehingga dia sering
terlibat dalam urusan bermasyarakat seperti memberikan penyuluhan ke desa - desa tentang masalah yang sedang dihadapi oleh desa tersebut
” Subjek 2,W3:Line 227-238.
“
Dalam keluarga saya dan istri bekerja sama dalam mengurus anak- anak kami, baik dalam menjaga keutuhan rumah tangga maupun memenuhi semua
kebutuhan yang ada di dalamnya, pendidikan anak-anak kami adalah sesuatu hal yang sangat penting buat
saya pribadi maupun istri saya” Subjek 1,W3:Line 123-127.
Konflik mungkin saja bisa terjadi dalam pembagian tugas tersebut. Untuk itu harus ada kesepakatan bersama antara suami istri.Suami sebagai kepala rumah
tangga, harus bijaksana dalam membuat keputusan, agar seimbang dan tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaanya. Peneliti mengamati dan menilai bahwa
pembagian tugas yang lakukan oleh subjek sebagai suami dan istri telah berjalan dengan baik.
Tidak ditemukan adanya konflik dalam pembagian tugas tersebut. Meskipun dalam pembagian tugasnya, subjek 2 atau istri juga mengambil peran ganda dalam
sebagai ibu rumah tangga dan mencari nafkah lewat bekerja sebagai seorang guru, namum hal tersebut tidak menghilangkan tanggungjawab utama subjek 1 sebagai
kepala rumah tangga dalam mencari nafkah. b.
Harapan suami istri Suami istri yang telah mengarungi bahtera keluarga tentunya banyak harapan
dan tujuan dalam mahligai pernikahan mereka. Setiap pasangan menginginkan keluarga yang harmonis, bahagia dn sejahtera. Mereka bisa bekerjasama dalam
membina rumahtangganya, mendidik anak bersama-sama dan mensejahterakan kehidupan keluarganya bersama-sama. Dalam melaksanakan kehidupan rumahtangga
tentunya selalu ada suka dan duka yang harus dijalani dan dihadapi bersama pula. Oleh karena itu masing-masing harus paham akan tugas dan kewajibannya.
Harapan suami istri yang menginginkan kebahaumahtangga akan tercapai dan terwujud jika perkawinan itu bermakna. Perkawinan merupakan persekutuan hidup
dan cinta. Gilarso, 1996:9 menyebutkan bahwa perkawinan pertama-tama
merupakan suatu persekutuan hidup yang menyatukan seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan lahir batin yang mencakup seluruh hidup.
Harapan suami istri dalam perkawinannya menginginkan cinta sejati yaitu cinta yang saling setia dalam keadaan apapun, suka maupun duka. Dalam sebuah keluarga
dalam hal ini pasangan suami istri juga menginginkan kehadiran buah hati, bila Tuhan memberikannya, dan bila telah mendapatkanya seharusnya dirawat, dididik
dan dibesarkan agar menjadi pribadi yang baik, bertanggungjawab dan mandiri. Dalam keluarga juga mengharapkan keluarga yang mempunyai iman yang selalu
menjaga suasana pada sikap atau penghayatan agama menuju kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga. Dalam keluarga pasangan suami istri juga diwajibkan
membangun masyarakat dan mendidik generasi muda, terutama anak-anak mereka.
Setiap orang memiliki berbagai harapan tentang perkawinan. Ada yang diutarakan kepada pasangan, ada juga yang tidak. Harapan itu bisa sedikit, bisa juga
banyak.Ada yang bisa tercapai, juga ada yang tidak. Tapi semua bermuara pada satu hal, yaitu kebahagiaan. Formulasinya juga bisa berbagai bentuk, mulai dari
pencapaian yang bersifat materi seperti memiliki rumah impian, hingga pada hal- hal yang bersifat non materi seperti harapan memiliki pasangan romantis dan perhatian.
Semua pasti bisa diraih asal dihadapi berdua dengan menanamkan rasa pengertian. Itu keyakinan yang lazimnya dipahami setiap pasangan yang akan dan sudah
menikah sekalipun. Masing-masing subjek memiliki harapan terhadap pasangan mereka sewaktu
belum menikah. Harapan tersebut lebih pada keinginan mereka untuk sesuatu yang lebih baik di saat pernikahan mereka. Pertimbangan-pertimbangan subjek 2 terhadap
subjek 1 seperti pekerjaan atau latar belakang pasangannya dapat dikategorikan sebagai sebuah harapan. Harapan akan masa depan yang lebih baik inilah yang
mendorong subjek untuk menikah. “
Tanta ibu memilih om sebagai pendamping hidup karena waktu itu om sudah memiliki pekerjaan tetap itu salah satu faktor utama dan yang ke dua seperti
yang telah saya sampaikan tadi karena kita berasal dari satu daerah dan setelah melihat keseriusan om bisa melindungi kedepanya
” Subjek 2,W2:Line 35-36.
Pasangan yang menikah ini pun memiliki harapan yang lebih pada sikap dan
tindakan masing-masing pasangan.Harapan ini muncul setelah mereka menikah. Namun ada harapan yang belum terpenuhi, seperti harapan istri terhadap suaminya
agar berhenti mengkonsumsi minuman keras. Sedangkan suami lebih mengharapkan agar istri tetap sabar dalam menghadapi segala keadaan atau persoalan yang terjadi
dalam keluarga. “
Oooo ada nona. Tanta ingin om berhenti minum, sudah semakin umur jadi seharusnya sudah berhenti minum apalagi anak-anak sudah besar
” Subjek 2,W3:Line 240-242.
“Harapan saya semoga dia tetap sabar dan kuat. Namun intinya kami berdua
selalu berdoa kepada Tuhan agar membimbing kami dan menjaga keluarga
kami tetap harmonis” Subjek 1,W3:Line 129-131.
c. Penyelesaian Konflik
Konflik dapat terjadi dalam sebuah keluarga. Konflik tersebut bisa terjadi akibat kurangnya komunikasi, kepercayaan, dan penghargaan terhadap individu
dalam keluarga. Hal ini pun dialami juga oleh subjek dalam membangun kehidupan berkeluarga. Subjek yang pernah tinggal dalam keluarga besar keluarga pihak laki-
laki, mengalami konflik yang berawal dari masalah
belis
. “
Dengan adanya belis ini, kita keluarga baru menikah di bawah kendali dari pilhakkeluarga laki-laki.Mereka memantau seluruh kehidupan kita apakah ini
memenuhi kewajibannya untuk ke suku atau adat. Mereka sangat campur tangan, sehingga saat kita tidak memenuhi tuntutan mereka di situ kita
bentrok
Subjek 2,W1:Line 43-47. “Dari keluarga suami, mereka melihat saya kurang mempunyai potensi yang
memberikan hasil untuk memenuhi kebutuhan dalam suku” Subjek 2,W1:Line 61-62.
Masalah
belis
ini berujung pada tidak adanya kepercayaan dan penghargaan terhadap status subjek sebagai saudara dan pasangan suami istri dalam keluarga laki-
laki. ”Misalnya pi
lhak saudari dari suami menuntut agar saya membayar apa yang dituntut dari suku.sedangkan saya belum mampu untuk membayar. Jika saya
membayar, mereka akan menanyakannya dan jika belum mereka akan langsung menghina dengan mengeluarkan kata -kata yang tidak sopan dan
kasar. Kadang saya melawan mereka dengan mengatakan bahwa saat ini saya belum punya uang namun mereka tidak mau tahu.Pokoknya harus ada. Itu
yang membuat b
eban saya” Subjek 2,W1:Line 49-55. Dalam mengatasi konflik ini, subjek 2 bersikap sabar sehingga lebih
berkonsentrasi atau fokus pada penyelesaian konflik yang tepat. Tindakan yang di ambil adalah mencari pekerjaan agar tidak lagi merasa direndahkan atau dihina
dalam keluarga seperti yang dikatakannya dalam wawancara pertama Line, 78-82. Sikap yang diambil oleh subjek satu merupakan penyelesaian konflik yang baik
dalam rumah tangga sesuai dengan karakteristik subjek yang tenang dan murah senyum tersebut. Solusi ini dapat meredam munculnya situasi atau konflik yang lebih
serius. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Gilarso menyangkut
pengambilan tindakan dalam komunikasi di mana seseorang harus bisa memposisikan diri sebagai pendengar yang baik. Sedangkan subjek 1 memposisikan
dirinya sebagi seorang suami dan saudara yang netral dalam keluarga. Namun
bagaimana pun istrinya adalah segalanya yang harus dilindungi.Ini adalah sebuah sikap berani yang timbul dari rasa cinta yang dalam.
“
Saya lebih banyak dia m dan mengalah, yang di dalam banyak mengalah ini saya merasa tekanan batin yang sangat luar biasa karena kita tidak bisa
memberikan perlawanan
”Subjek 2,W3,Line:63-65. “Saya tidak bisa menyemb
unyikan itu, saya melarang mereka. Sejelek-
jeleknya, dia istri saya, orang yang paling dekat adalah dia bukan mereka” Subjek 1,W3:Line 23-25.
Konflik lainnya pun pernah terjadi dalam hubungan antara suami dan istri
dalam keluarga kecil mereka. Konflik berawal dari ketidakpercayaan terhadap pasangan. Subjek 1 merasa bahwa istrinya kurang menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerjanya, yang berujung pada timbulnya rasa cemburu. Subjek 2 pun membenarkan hal itu, bahwa ia sempat merasa cemburu. Namun ia menganggap hal
itu biasa dan wajar. „
Saya melihat istri saya tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja saya.Kita sering ribut juga soal ini.Dalam kerja saya sebagai polisi,
sering ada tugas ke luar daerah.Di situ istri saya merasa kuatir yang berlebihan jangan sampai saya ada main serong di luar nanti
.’ Subjek 1,W3,line:56-60.
“Persoalan yang muncul sebelum pernikahan pada waktu itu persoalan yang
muncul tidak terlalu besar misalnya cemburu itu masalah-masalah yang biasa
dan kecil”Subjek 2,W2: Line 69-71. Menurut subjek 1, apa yang dikatakan oleh istri adalah hal yang wajar saja.
Penyelesaian konflik yang dilakukan subjek 1 adalah dengan menegur sang istri. Sikap yang diambil subjek 1 dapat dinilai sebagai langkah yang tepat dalam
penyelesaian sebuah masalah dalam keluarga. Adanya kontrol terhadap emosi yang baik oleh subjek 1 membuat hubungan antara pasangan akan semakin harmonis.
“
Dalam penyelesaian masalah rumah tangga, saya tidak pernah kasar seperti memukul istri, menegur saja saya rasa sudah cukup.Namun ada beberapa kali
saya menegur dengan keras ya karena waktu itu mungkin terbawa emosi.Tapi
semuanya bisa terkontrol baik.”Subjek 1,W3: line 65-68. Kesimpulannya bahwa penyelesaian konflik dalam rumah tangga tergantung
sejauh mana subjek bisa mengendalikan dirinya dengan harapan-harapan tertentu agar terhindar dari perselisihan ataupun hal lainnya yang dapat merusak suasana
dalam hubungan keluarga. Sikap yang baik menurut subjek dalam mengatasi konflik dalam keluarga adalah sikap sabar dan saling percaya antara pasangan.
Subjek pernelitian telah mempunyai masalah atau konflik dalam soal utang
belis
yang berimplikasi pada perlakuan yang kurang adil dalam hidup rumah tangganya. Dalam hasil wawancara dengan subjek, belum ditemukan secara jelas
pernyataan yang mengungkapkan adanya upaya rekonsiliasi dalam keluarga, sehingga dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan masalah ini belum terselesaikan
atau sengaja disimpan masing-masing pihak, untuk meredam atau menghindari konflik berkelanjutan. Masalah masa lalu yang belum terselesaikan ini, dapat
dimanifestasikan dengan munculnya kemarahan, tersiksa, dendam, sakit hati, atau pun rasa bersalah.
“….
Kadang saya melawan mereka dengan mengatakan bahwa saat ini saya belum punya uang namun mereka tidak mau tahu. Pokoknya harus ada. Itu
yang membuat beban saya dan sakit hati
” Subjek 2,W1:Line 52-55. “Sekian tahun d
alam keadaan yang tersiksa, saya mengambil keputusan untuk
bekerja agar saya dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut” Subjek 2,W1:Line70-72.
Pernyataan subjek 2 di atas merupakan manifestasi dari masalah masa lalu.
Masalah tersebut mungkin bisa membawa trauma di masa kini yang bisa mempengaruhi perubahan sikap atau pandangan tentang sebuah masalah atau situasi
serupa di kemudian hari. Apalagi subjek memiliki dua putri yang pada kemudian hari akan menikah.
Kebermaknaan hidup yang didapat oleh pasangan atau subyek penelitian dalam permasalahan hutang
belis
ini dapat dilihat dari pernyataan masing-masing subyek sebagai berikut:
“
Sekian tahun dalam keadaan yang tersiksa, saya mengambil keputusan untuk bekerja agar saya dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan tersebut.Saya
lakukan itu, sehingga pada akhirnya saya mendapat pekerjaan tetap sebagi guru SD sehingga sanggup memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Saya
merasa kehidupan saya semakin ringan
” Subyek 2, W1:70-74. “
Kalau menurut saya sudah, contohnya seperti sudah adanya rumah atau tempat yang layak untuk dihuni merupakan suatu gambaran wujud nyata suatu
kebahagiaan
” Subyek 1, W2 42-44.
Pernyataan subyek 2 merupakan gambaran bahwa subyek telah menemukan makna hidup dalam permasalahan yang ia hadapi. Subyek telah mengenal potensi
dalam dirinya dan mencoba untuk bangkit dari keterpurukan dalam himpitan ekonomi dan konflik yang dialami keluarganya.
Pengenalan akan potensi diri inilah yang membawa keluarga subyek menemukan kebahagiaan yang telah terealisasi dalam terpenuhinya kebutuhan
ekonomi keluarga dan mempunyai rumah atau tempat tinggal yang layak untuk membangun sebuah keluarga yang harmonis. Jadi kebahagiaan inilah yang menjadi
hasil dari segala upaya kerja keras dan kesabaran pasangan selama menghadapi segala permasalahan dalam pernikahan mereka.
Meskipun bentuk dari kebahagiaan pasangan bersifat material, namun proses pencapaian itulah yang paling penting. Ini merupakan bukti bahwa kebermaknaan
hidup itu pun ada meski dalam persoalan atau pun kesulitan serumit apapun.
Pasangan suami istri harus bisa mengendalikan emosi masing-masing dan lebih bisa sabar dalam menjalani kehidupan dalam rumahtangganya. Kesabaran dan keikhlasan
dalam melayani satu dengan yang lainnya akan memberikan kekuatan dalam hidup yang mereka jalani.
65