hidup mereka tidak bermakna, kembali bangkit dan menemukan kebermaknaan hidup. Hadirnya kedua orang anak, menjadi motivasi pasangan dalam membangun
rumah tangga yang lebih baik, hingga mereka akhirnya membangun rumah tangga kecil yang bersahaja, jauh dari tekanan dan konflik yang telah dirasakan sebelumnya.
Makna kehidupan pasangan diperjelas oleh subjek 3 dari kalimat dalam wawancara sebagai berikut :
“
O iya.., mereka adalah orang-orang yang mempunyai pendidikan dan sudah dewasa jadi mereka bisa berpikir jernih dalam menyelesaikan masalah mereka
sendiri, saya sangat yakin bila mereka bisa menyelesaikan masalah rumah tangga mereka walaupun mungkin mereka terkadang membutuhkan masukan
dari orang lain, saya rasa itu manusiawi sekali
” Subjek 3,Line :31-35 Dari kalimat ini menjelaskan bahwa masing-masing subjek adalah pribadi yang
dewasa dan mandiri
.
“
Ya, tentu saja hal itu dapat terlihat dari mereka mengambil keputusan untuk tinggal di rumah sendiri tanpa harus tinggal di rumah keluarga. Selain itu
sang istri memutuskan untuk bekerja agar dapat membantu membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua hal ini mungkin terlihat biasa saja namun
dengan adanya kedua hal ini bisa membuat kehidupan keduanya menjadi lebih baik
” Subjek 3, Line :39-43
Subjek 1 dan subjek 2 dalam menjalani kehidupannya telah bisa menyelesaikan masalah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kehidupan keduanya
menjadi lebih baik.
2. Makna dan Pengaruh Belis dalam Perkawinan
Pengertian
belis
seperti yang diutarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT 2003: 59, adalah sebuah alat dalam mempererat hubungan
kekeluargaan.
Belis
dapat menyatukan keluarga dari pasangan yang telah menikah dan juga dapat pula mempererat hubungan pasangan yang telah menikah.
Belis
yang diberikan kepada pihak keluarga wanita merupakan suatu kewajiban yang menandakan
penghargaan terhadap seorang wanita dan untuk menghargai hal itu pihak keluarga perempuan akan memberikan sarung adat dan gelang gading kepada pilhak laki-laki. Ini
ada sebuah gambaran bagaimana hubungan dalam keluarga itu mulai dibangun.
Permasalahan yang dihadapi oleh subjek adalah adanya utang
belis
. Utang
belis
dalam pernikahan ternyata merupakan sebuah hal yang dapat berakibat pada retaknya hubungan antara ke dua belah pihak yaitu antara keluarga laki-laki dan perempuan. Hal
ini juga akan terbawa dalam hubungan keluarga pasangan yang telah menikah. Utang
belis
dari keluarga pria dapat dilunasi sebagiannya dengan gading dari saudari
mempelai laki-laki yang telah menikah sebelumnya.
“Jadi
mereka menutupi hutang adat tersebut dengan memberikan belis dari
saudari wanita kepada keluarga istri”.Subjek 1, W1: Line 83-84.
Di satu sisi, utang
belis
yang tadinya dibayar oleh keluarga laki-laki dengan menggunakan
belis
saudari dari pasangan laki-laki tersebut, ternyata berimplikasi pada sebuah tuntutan tanggung jawab terhadap pasangan perempuan dalam keluarga.
Pasangan perempuan dituntut untuk bertanggungjawab terhadap urusan adat atau suku
dalam keluarga pihak laki-laki.
“ Dalam kehidupan sekarang ini, kita banyak dituntut. Jika kita sudah di
belis maka perempuan dituntut harus memenuhi aturan suku dari laki-laki.Jadi
otomatis perempuan harus berusaha sekuat mungkin untuk mendapatkan biaya atau uang untuk memenuhi kebutuhan yang nanti dituntut dari pilhak laki-laki.
Seandainya tidak bisa memenuhi kebutuhan itu, maka kita diperlakukan seenaknya oleh pihak laki-laki
”.Subjek 2, W1: Line 17-24. Subjek 2 pun kembali menegaskan bagaimana pengaruh
belis
dalam kehidupan
rumah tangganya setelah ia menikah.
“
Kalau dalam kehidupan rumah tangga saya, belis itu punya pengaruh yang besar.Karena saya sendiri harus berusaha untuk bagaimana caranya untuk
memenuhi segala tuntutan dari pihak laki-laki.Misalnya ketika ada orang yang
meninggal, maka saya harus mengumpulkan uang atau bagian saya yaitu membeli kain sarung untuk orang yang meninggal.Jika pada saat itu saya
belum memiliki uang, saya harus mencari pinjaman agar membeli apa yang
menjadi bagian tanggungan saya dalam acara duka tersebut”.Subjek 2, W1: Line 27-34
Persoalan utang
belis
ini ternyata membawa tekanan psikologis Subjek 2. Ia merasa adanya ketidakadilan dalam hal ini menyangkut perlakuan keluarga
terhadapnya.
“……,saya merasa terlalu tertekan. Karena di satu sisi saya sudah menikah,
tetapi belis untuk saya belum diberikan.Sedangkan dalam kehidupan sehari-
hari saya dituntut untuk memenuhi kebutuhan dalam suku”.Subjek 2, W1: Line 65-68.
Dari pernyataan subjek di atas, lahirlah sebuah pandangan berbeda tentang
belis
dalam sebuah pernikahan. Makna
belis
yang awalnya adalah sebuah alat pemersatu dalam keluarga, telah kehilangan arahnya menjadi sebuah simbol pemaksaan
tanggungjawab yang harus jalani oleh sang istri atau pasangan perempuan. Pasangan perempuan menjadi korban dalam masalah utang
belis
. Utang
belis
berdampak negatif terhadap perlakuan keluarga kepada pasangan perempuan yang akhrinya memberi
tekanan psikologis bagi pasangan tersebut.
Belis
yang terkesan bersifat wajib, tidak berbanding lurus dengan pengakuan terhadap hak seseorang dalam mendapat
kebahagiaan dalam pernikahannya.
Makna perkawinan seperti yang dikatakan Gilarso 1996: 9-12 dapat dilihat dari bagaimana pasangan membangun hakikat, tujuan, dan juga komunikasi dalam
perkawinan tersebut. Subjek dalam wawancaranya memberikan pandangan masing-
masing mengenai makna pernikahannya.
“Makna dari pernikahan itu adalah bagaimana cinta yang sudah sekian lama
dijalin, membuahkan suatu hasil yang mana dikatakan menjadi suami
istri‟.Subjek 1,W2:Line 7-9.
“Makna perkawinan itu adalah berkumpul, ber
satu, bersama, dan itu atas dasar sakramen sesuai dengan kepercayaan kita agama katolik dan membina
sebuah keluarga atau rumah tangga untuk mendidik anak dikala kita memiliki
keturunan” Subjek 2,W2:Line 8-11.
Kedua pendapat di atas memperjelas apa yang dimaksudkan Gilarso mengenai makna perkawinan. Subjek 1 telah menjelaskan bahwa hakikat perkawinan itu adalah
cinta yang terjalin antara pasangan sampai pada sebuah pernikahan. Sedangkan subjek 2 lebih menekankan pada tujuan dari perkawinan itu sendiri yaitu memiliki keturunan,
mendidik anak, serta alasan-alasan lain seperti jaminan perlindungan dan rasa aman. “Tujuan pernikahan itu mungkin yang pertama adalah kebahagiaan” Subjek
1,W2:Line 28.
“
Tujuan perkawinan itu supaya membangun sebuah keluarga atau rumah tangga yang harmonis, keluarga yang utuh, keluarga yang baik dan harus ada
rasa aman supaya kalau memiliki anak atau keturunan kita bisa mendidik mereka di dalam suatu keluarga yang baik
” Subjek 2,W2:Line 43-46.
Makna perkawinan dapat dilihat juga dalam komunikasi yang dibangun keluarga. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam membangun keutuhan sebuah
rumah tangga. Gilarso 1996:44 mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses timbal balik. Untuk membangun komunikasi dalam keluarga, harus ada seorang yang
berani membuka hati, jujur dan berani mengungkapkan isi hatinya dan yang lain mau mendengar, menerima, dan mengerti. Inilah yang dinamakan Gilarso sebagai sebuah
proses komunikasi timbal balik. “
Oh dia tidak langsung ngomong atau mengungkapkan emosinya, dia akan memberi tahu saya kira-kira harus bagaimana, begini atau begitu. Nanti saya
yang akan menyelesaikannya
”Subjek 1,W3:Line 41-43.
Pernyataan subjek di atas mencerminkan adanya komunikasi antara pasangan suami dan istri dalam menyelesaikan sebuah konflik atau masalah yang sedang dihadapi
dalam keluarga. Istri membuka diri, lebih jujur, dan meminta pertimbangan kepada suami. Di sini komunikasi lebih pada sikap yang diambil oleh masing-masing pasangan.
Suami memposisikan diri sebagai pendengar dan pengambil keputusan. Relasi yang terbangun baik antara ke dua pasangan menandakan telah adanya
komunikasi yang baik pula.Komunikasi yang baik dibangun oleh sikap masing-masing pasangan dalam menghadapi masalah dalam sebuah rumah tangga.Salah satu sikap yang
dibangun adalah rasa percaya terhadap pasangan. Sikap ini yang akan memberi ruang agar setiap pasangan dapat membuka diri dan saling menjaga keutuhan keluarga.
“Saya tetap berprinsip bahwa walau ada ses
uatu yang terjadi dalam rumah saya, saya atau anak saya sakit misalnya, orang pertama adalah istri saya,
bukan saudari saya. Kadang saya jujur, tapi kalau mereka megganggap istri
saya jika secara adat dia harus di bawah, saya tidak begitu menerima” Subjek 1,W3:Line 15-19.
Pernyataan di atas mengungkapkan adanya sikap percaya dalam keluarga.
Suami mengandalkan istri dalam situasi apapun. Dalam konflik yang sedang mereka hadapi sekarang tidak membuat mereka saling tidak percaya, meski di satu sisi
pengaruh keluarga laki-laki sangatlah besar dalam mengatur kehidupan mereka. Ini adalah modal kuat yang dimiliki pasangan tersebut dalam membangun hubungan yang
kuat ke depannya. Dalam analisis mengenai hubungan dalam keluarga, peneliti mengacu pada
tugas pasangan suami istri dalam rumah tangga, harapan mereka, dan penyelesaian konflik dalam keluarga.
a. Tugas Suami dan Istri
Tugas suami istri merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pasangan.Tugas tersebut menyangkut kewajiban mereka dalam keluarga inti maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan berumahtangga, subjek 1 telah membagi tugasnya dan telah melaksanakan kewajiban sebagai seorang suami yang
mempunyai tugas besar sebagai kepala keluarga. Begitu halnya dengan subjek 2, dia selaku istri telah melaksanakan tugas dan kewajiban untuk melayani suami dan
mendidik anak-anak mereka. Terlepas masing-masing mereka memiliki pekerjaan di luar rumah, namun kewajiban sebagai suami istri tetap menjadi prioritas utama
mereka. Latar belakang pekerjaan masing-masing subjek menjadi solusi yang diambil untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti biaya sekolah anak maupun
pemenuhan tuntutan dalam urusan adat atau suku. Istri tidak hanya mengambil peran sebagai ibu rumah tangga, tetapi membantu
suami dalam mencari nafkah demi memenuhi tuntutan hidup. Salah satu alasan yang mendasari subjek 2 istri memilih mencari pekerjaan adalah karena merasa terbeban
dengan tuntutan-tuntutan adat, sedangkan kebutuhan ekonomi keluarga mereka masih kurang.
“
Iya, tekanan itu sendiri ada. Ada dari beberapa sisi, baik itu tekanan dari keluarga besar untuk kita bisa memenuhi adat istiadat dan tekanan dari dalam
keluarga sendiri karena masalah ekonomi sebab kita harus berbagi, jadi saya memutuskan untuk mencari pekerjaan
” Subjek 2,W3:Line 72-76. Tuntutan adat menjadi alasan utama bagi subjek 2 dalam mencari pekerjaan.
Namun harus ada kesepakatan bersama atau persetujuan dari pasangan, apalagi hal ini menyangkut masalah ekonomi dan nama baik keluarga, seperti yang dikatakan
subjek 2 dalam wawancaranya.