tersebut mempunyai peran dan fungsi yang sama dalam hal penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Permasalahannya birokrasi penyidikan yang menyangkut kewenangan ini membuat para penyidik Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana
korupsi menjadi kurang termotivasi. Penyidik masih dibebani pandangan tumpang tindih kewenangan dalam penyidikan kasus korupsi. Rebut-rebutan
pananganan kasus korupsi dikhawatirkan mereka dapat membawa efek yang kurang baik pada institusi kejaksaan. Permasalahan itu dikhawatirkan penyidik
akan mempengaruhi proses pelimpahan perkara pidana lainnya ke institusi kejaksaan, sedangkan perkara pidana konvensional lainnya menumpuk untuk
segera ditangani oleh mereka.
87
E. Faktor Aparatur Penegak Hukum
1. Agenda Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Belum Berjalan Optimal
Hakikat tugas Polisi yang kompleks saat ini tentunya masih lebih baik dibandingkan zaman dimana era sebelumnya. Pada masa itu Kepolisian tugas
Kepolisian yang begitu kompleks, juga memerankan tugas Dwi Fungsi ABRI dimana Polri berperan sebagai Alat Negara pertahanan negara yang siap bersiap melakukan
pertahanan, bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia TNI melakukan peperangan demi mempertahankan kedaulatan negara. Sehingga diwaktu itu tugas
87
Wawancara dengan sumber Penyidik Polresta Medan, Opcit
Universitas Sumatera Utara
dan kewenangan Polri terpecah-pecah membuatnya kurang profesional dalam melaksanakan tugas. Sejarah kehidupan bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi
pembusukan, pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sisitem peradilan termasuk Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya.
88
Permasalahan Polri sebagai alat politik, penguasa dan berperan ganda sebagai alat negara pertahanan dan keamanan akhirnya terjawab dengan dikeluarnya
Ketetapan Polri acap kali digunakan sebagai alat politik pemerintah untuk memperkokoh
kekuasaan menempatkan masyarakat sebagai lawan . Terjadinya tumpang tindih tugas dan kewenangan antara aparat negara pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat serta penegak hukum yang seharusnya mengesankan humanis, dengan alat negara yang bertugas sebagai pertahanan dan keamanan negara yang cendrung
bernuansa militeristik. Wujud Polri ditampilkan sebagai sosok militer yang menakutkan.
MPR Nomor : VIMPR2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI. Selanjutnya Majelis memperkuat ketetapan yang ada dengan mengeluarkan
Ketetapan MPR Nomor : VIIMPR2000 tentang peran TNI, dan peran POLRI. Sejak dikeluarkannya ketetapan itu otomatis terjadi perubahan struktural dan birokrasi Polri
untuk lebih Profesional menjalankan tugas-tugasnya yang dahulunya berperan ganda sebagai alat pertahanan dan kemananan menjadi sebagai alat negara yang
88
Bibit Samad Rianto, Pemikiran Menuju Polri yang Profesional, Mandiri, Berwibawa dan Dicintai Rakyat, Jakarta, PTIK Press Restu Agung, 2006, hal 37
Universitas Sumatera Utara
membidangi keamanan dalam negeri.
89
Harapan dan imipian masyarakat sepertinya kurang mendapat perhatian dan atensi dari penyidik di Polresta Medan. Permasalahan ini tergambarkan dengan
minimnya penanganan kasus tindak pidana korupsi dalam tiga tahun terakhir. Penanganan kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Polresta Medan dari
tahun 2010 sd 2012 sebanyak 3 kasus. Hingga saat ini 3 kasus yang ditangani belum ada yang dilimpahkan ke kejaksaan untuk diperiksa di muka pengadilan.
Terjadi proses reformasi internal yang signifikan ditandainya dengan perubahan doktrin dan kultur dalam institusi Polri.
Proses reformasi birokrasi dalam institusi kepolisian tidak semudah mebalik telapak tangan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Pola pikir sebagai alat
penguasa masih melekat kuat. Status Polri sebagai alat negara penegak hukum terpisah sebagai alat penguasa belum terealisasi secara optimal. Harapan dan tuntutan
masyarakat menempatkan Polri sebagai penegak hukum yang mampu memberantas kasus-kasus tindak pidana korupsi belum berjalan memuaskan. Saat lahirnya
reformasi yang berbuah pemisahan TNI dan Polri menjadi sia-sia. Lahirnya Inpres Nomor : 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi
masyarakat menginginkan kemandirian Polri dan profesional dalam melakukan penegakan hukum.
90
89
Momo Kelana, Opcit hal 28
90
Wawancara dengan sumber Penyidik Polresta Medan, Opcit
Universitas Sumatera Utara
2. Minimnya Sumber Daya Manusia Penyidik Institusi Kejaksaan dalam melakukan kewenangannya untuk melakukan
penyidikan kasus-kasus tindak pidana korupsi banyak menemukan hambatan- hambatan atau kendala. Hambatan atau Kendala-kendala tersebut baik berupa
hambatan bersifat Undang-undang yang telah dikupas pada pembahasan Sub Bab III A, juga ditemukan hambatan lainnya berupa hambatan personil atau
sumber daya manusia. Hambatan ini sebagaimana ditemukan hampir diseluruh lapisan kantor kejaksaan yang melakukan penyidikan kasus tindak pidana
korupsi. Spesialisasi Kejaksaan dalam penanganan perkara pidana sebagaimana tertuang dalam undang-undang pokok kejaksaan adalah sebagai Penuntut
Umum dan Pengacara Negara. Fungsi dan kewenangan Kejaksaan selaku penyidik dan melakukan
penyidikan yakni dalam hal perkara-perkara pidana khusus termasuk korupsi. Penyidikan kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan akibat kekurangan personil
penyidik, kasus tindak pidana korupsi yang ditanganinya baru akan terungkap setelah kejadiannya selesai dan sudah berlangsung lama. Personil penyidik
yang menangani kasus korupsi sering berperan ganda sehingga dapat menimbulkan kekacauan dalam sistem hukum pidana. Hambatan senada juga
tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh penyidik di Kejari Medan. Akibat kekurangan penyidik dan dibebaninya penyidik selaku Penuntut Umum
pada perkara-perkara yang ditangani dan disidangkan di Pengadilan Negeri
Universitas Sumatera Utara
Medan sedikit banyaknya akan mempengaruhi kinerja dan jumlah keberhasilan penanganan kasus korupsi yang ditangani di Kejari Medan.
91
Dalam kehidupan perundang-undangan kita, dimana hampir semua asfek kehidupan manusia memerlukan aturan pidana.
Hambatan mengenai sumber daya manusia ini juga tidak terlepas dari apa yang dialami oleh penyidik di Polresta Medan. Jika hambatan sumber daya
manusia di Kejari Medan mengenai keberadaan jumlah personil pada kesatuan Polresta hambatan tersebut mengenai ilmu pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan. Personil penyidik kasus tindak pidana korupsi di Polresta Medan sebanyak 11 personil namun dari total keseluruhan tidak ada seorang personil
penyidik yang pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tindak pidana korupsi. Sehingga bekal pengetahuan, pengalaman dan keterampilan sangat
minim. Akibat nya tidak dapat dipungkiri membawa dampak minimnya kuantitas keberhasilan penanganan penyidikan kasus tindak pidana korupsi
oleh Polresta Medan.
3. Belum Adanya Kesamaan Persepsi Sesama Penegak Hukum dalam Sidik Tindak Pidana Korupsi