LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pensiun adalah akhir pola hidup seseorang saat berhenti dari pekerjaan yang selama ini ditekuninya Schwartz dalam Hurlock, 2002. Pensiun juga dapat diartikan sebagai perubahan finansial, peran dan nilai Tarigan, 2009; Bradbury, 1987. Masa pensiun menyebabkan hilangnya hak –hak tertentu dalam bekerja, seperti hilangnya penghasilan, jabatan, fasilitas, status sosial, harga diri dan kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan kerja Tarigan, 2009; Eyde dalam Eliana, 2003. Pada saat masa pensiun tiba, sebagian orang cenderung merasa sudah tidak produktif dan dipandang tidak bisa bekerja dengan baik lagi oleh masyarakat Bradbury, 1987 Kehadiran masa pensiun ini akan menimbulkan masalah bagi sebagian orang. Seseorang yang hampir setiap harinya bekerja dan tiba –tiba harus berhenti bekerja membuat mereka merasa tidak berharga dan cemas. Hal ini disebabkan karena bekerja dianggap sebagai kepuasan dan kebahagiaan yang bisa mendatangkan uang, status dan harga diri Suardiman, 2011. Ketika masa pensiun tiba seseorang juga akan mengalami beberapa perubahan dalam hidupnya, seperti perubahan ekonomi, prestise dan status sosial dalam masyarakat Suardiman, 2011; Eyde dalam Eliana, 2003. Perubahan ekonomi yang dirasakan, seperti penghasilan mereka akan berkurang atau justru masih harus membiayai anaknya sekolah atau kuliah Bradbury, 1987. Perubahan pola kehidupan tersebut dapat membuat sebagian orang mengalami kecemasan dan perasaan tidak berguna pada lingkungan keluarga maupun masyarakat Bradbury, 1987. Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat Amerika dan Jerman merasa khawatir dan cemas terhadap pensiun karena mereka khawatir akan penurunan keuangannya, sehingga mereka merasa tidak mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi biaya kesehatan yang cukup besar di saat mereka berusia lanjut McConatha, dkk, 2009. Kehilangan jabatan atau kedudukan ketika pensiun dapat menimbulkan efek negatif pada sebagian orang, seperti rasa cemas yang dapat berdampak pada penurunan fisik dan mental Suardiman, 2011; Solinge, 2007; Tarigan, 2009. Kehilangan jabatan yang telah didudukinya selama bekerja juga dapat membuat mereka sulit untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan situasi pensiun, sehingga ketika masa pensiun tiba tingkat kecemasannya meningkat Tarigan, 2009. Kecemasan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami dalam suatu keadaan Priest dalam Safaria Saputra, 2009. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan ditandai dengan rasa khawatir dan takut Atkinson, dkk dalam Safaria Saputra, 2009. Perasaan cemas yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang tentang situasi yang sedang dirasakan dan pengetahuan tentang kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya Safaria Saputra, 2009. Dari hasil penelitian, laki –laki memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada perempuan saat menjelang pensiun Prastiti, 2005. Penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa harga diri laki –laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga laki–laki akan merasa lebih khawatir, cemas dan memiliki pandangan yang negatif terhadap masa pensiun Hanayanthi, 2003; Setiarini, 2010. Hal tersebut disebabkan karena menurut laki –laki tanpa bekerja mereka akan merasa tidak berharga. Dalam keluarga, laki –laki berperan sebagai kepala keluarga sekaligus suami untuk istri dan sebagai bapak untuk anak –anaknya. Ketika masa pensiun tiba, sebagian laki –laki berpikir tidak akan dihargai lagi oleh keluarganya sebagai kepala keluarga Yulianti, 2010. Oleh karena itu, subjek pada penilitian ini hanya menggunakan subjek laki –laki saja. Pada sebagian karyawan pra pensiun sudah memiliki perencanaan dan aktivitas sampingan yang bersifat sukarela, seperti perkumpulan gereja, tetapi mereka tetap merasa cemas dan tidak berharga dalam melakukan aktivitas tersebut. Menurut mereka aktivitas tersebut tidak menambah penghasilan mereka dan tidak membuat dirinya merasa berharga seperti saat bekerja. Mereka juga merasa kegiatan yang mereka lakukan tidak sebanding dengan jabatan yang mereka duduki ketika bekerja Suharyo, Nouwen Gaffney, 1989. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu menerima dirinya yang sebentar lagi akan pensiun. Seseorang yang mengalami kecemasan pada masa pra pensiun merasa sudah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan pada dirinya. Mereka merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh instansi tempat mereka bekerja, karena menurut mereka sudah ada generasi muda yang lebih baik dari dirinya. Perasaan tersebut akan menimbulkan kemarahan kepada diri sendiri, orang lain maupun kepada anggota keluarganya. Apabila hal tersebut dibiarkan secara terus –menerus dalam waktu yang cukup lama, maka akan terjadi depresi, stres berat dan putus asa yang dapat menimbulkan penyakit kronis, seperti darah tinggi, kolestrol, liver, jantung koroner, kanker dan stroke Tarigan, 2009. Banyak orang yang sebelum pensiun meninggal dunia karena mereka memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan merasa tidak mampu menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak akan bekerja lagi untuk selamanya Tarigan, 2009. Seseorang yang mengalami kecemasan juga disebabkan karena mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya Daradjat, 1996. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian diri. Semakin tinggi kecemasan, maka semakin rendah penyesuaian diri seseorang dalam menghadapi masa pensiun Ariyani, 2008. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh, maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun Sari Kuncoro, 2009; Setyaningsih, 2008. Penelitian lain menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai BRI. Semakin tinggi kecerdasan emosi, maka semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai BRI Oktaviana Kumolohadi, 2008. Namun, dari hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penyesuaian diri yang baik lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri menyesuaikan diri, meskipun dukungan sosial, keluarga dan ekonomi sudah tercukupi Solinge, 2007. Dalam hal ini penerimaan diri membantu seseorang dalam menyesuaikan diri, sehingga sifat –sifat dalam dirinya seimbang Solinge, 2007. Seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik akan mampu menyesuaikan diri dengan baik pula. Penyesuaian diri termasuk dalam bagian dari penerimaan diri. Selain itu, apabila seseorang mampu menerima dirinya dengan baik, maka mereka juga mampu menghadapi perubahan –perubahan yang terjadi. Seseorang juga akan yakin dengan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi masalah dan mampu bersosialisasi. Mereka juga mampu menerima dirinya dengan positif dan mampu menghargai dirinya sendiri Jersild, 1963. Seseorang yang penerimaan dirinya positif memiliki sikap positif terhadap diri, mau mengakui dan menerima beberapa aspek pada dirinya termasuk sifat yang baik dan buruk Ryff Singer, 1996. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki –laki pra pensiun. Selain itu, sejauh ini belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti hubungan penerimaan diri dengan kecemasan karyawan laki –laki pra pensiun.

B. RUMUSAN MASALAH