Hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki-laki pra pensiun.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN

KECEMASAN PADA KARYAWAN LAKI

LAKI PRA

PENSIUN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Ni Ketut Mila Puspita Sari

089114006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012


(2)

(3)

(4)

iv

Hidup adalah sebuah Tantangan, maka Hadapilah. Hidup adalah sebuah Nyanyian, maka Nyanyikanlah. Hidup adalah sebuah Mimpi, maka Sadarilah.

Hidup adalah sebuah Permainan, maka Mainkanlah. Hidup adalah Cinta, maka Nikmatilah.

(Bhagawan Sri Sthya Sai Baba)

Karya ini kupersembahkan untuk;

Nenek, Bapak dan Ibu tercinta yang telah mendoakan dan mendukungku selama ini; Kakak – kakakku beserta istrinya yang selama ini telah memotivasiku;

Keponakan – keponakanku tersayang dan terlucu;

Dan “Someone” tersayang yang selama ini selalu mendukung dan mendengarkan keluh – kesahku.

Serta untuk semua sahabat – sahabat terbaikku.

“Manusia tidak dirancang untuk gagal, tapi manusia-lah yang

gagal untuk merancang”

(William J. Siegel)

Yang Anda Pikirkan, menentukan yang Anda Lakukan. Dan yang Anda Lakukan, menentukan yang Anda Hasilkan. Maka, Ukuran dan Kualitas dari pikiran Anda, menentukan Ukuran dan Kualitas hasil dari pekerjaan Anda. (Mario Teguh)


(5)

(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN

PADA KARYAWAN LAKI–LAKI PRA PENSIUN

Ni Ketut Mila Puspita Sari ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Hipotesis yang diajukan, yaitu ada hubungan negatif antara peneriman diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 81 orang dengan batasan usia 54– 55 tahun dan pensiun karena sudah mencapai usia pensiun. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala penerimaan diri dan skala kecemasan. Setelah dilakukan tryout terpakai pada skala penerimaan diri diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,870, sedangkan pada skala kecemasan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,900. Hasil uji linearitas kedua variabel memiliki probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05). Data penelitian ini dianalisis menggunakan teknik Pearson Product

Moment Correlation karena distribusi data normal. Koefisien korelasi

yang diperoleh sebesar -0,687 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penerimaan diri karyawan laki– laki pra pensiun, maka semakin rendah kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.


(7)

vii

THE RELATION BETWEEN SELF ACCEPTANCE AND ANXIETY OF MALE EMPLOYEES IN PRE RETIREMENT

Ni Ketut Mila Puspita Sari ABSTRACT

This research was aimed to know correlation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. Hypothesis that was proposed is that there was a negative relation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. Subjects in this research were 81 people range of 54–55 years old and the retired because they reach retirement age. The collected data was conducted by

self acceptance and anxiety’s scale. After conducted the used try out in

self acceptance, it was obtained a reliability coefficient of 0,870, meanwhile in anxiety scale obtained a reliability coefficient of 0,900. The two variables of linearity test result had a probability of 0,000 (p<0,05). These research data was analyzed by Pearson Product Moment Correlation Technique due to normal data distribution. Correlation coefficient obtained was -0,687 with probability of 0,000 (p<0,01). This research showed that there was a negative relation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. It could be concluded that the higher self acceptance employees male pre retirement, the lower anxiety of male employees in pre retirement.


(8)

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat kuasa dan kasih-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarata.

Proses pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhir telah melibatkan banyak pribadi yang dengan tangan terbuka memberikan dukungan dan bantuannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ungkapan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku dosen Pembimbing Akademik, yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini, serta telah membimbing penulis selama menjalankan studi.

2. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti., M. Si, selaku Dosen Pembimbing, yang telah membimbing, mengarahkan, menyediakan waktu dan banyak memberi masukan berharga dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 3. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, yang telah mendidik dan membantu penulis selama menjalankan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak–bapak karyawan pra pensiun yang bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

5. Nenek, Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kasih, dukungan, perlindungan serta doa yang tiada hentinya.

6. Kakak–kakakku beserta istrinya dan kakak sepupuku tersayang, yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

7. Angga Wira, yang telah memberikan semangat dan setia mendengarkan keluh kesah penulis selama studi dan pengerjaan skripsi ini.


(10)

x

8. Sahabat–sabahat terbaikku, Puput, Komang Ayu, Ayu, Dewi, Vita, Mbok De, Skolast dan Lusi terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

9. Teman–teman Kost Putri “Puri Sekar Negari” terima kasih atas bantuan dan kekeluargaan selama 4 tahun ini.

10. Teman–teman Psikologi angkatan 2008, terima kasih atas dukungan dan dinamikanya selama 4 tahun ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis terbuka menerima kritik dan saran membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih.


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoretis... 6

2. Manfaat Praktis... 6

a. Untuk para pensiunan ... 6


(12)

xii

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Pra Pensiun Karyawan Laki–laki ... 8

1. Pengertian Pra Pensiun ... 8

2. Karakteristik Pra Pensiun ... 10

B. Kecemasan ... 11

1. Pengertian Kecemasan ... 11

2. Bentuk–bentuk Kecemasan ... 12

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 14

4. Gejala Kecemasan ... 14

C. Penerimaan Diri ... 16

1. Pengertian Penerimaan Diri... 16

2. Komponen – komponen Penerimaan Diri ... 17

3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Penerimaan Diri ... 19

D. Dinamika Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan Kecemasan Pada Karyawan Laki–laki Pra Pensiun ... 20

E. Hipotesis ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A. Identifikasi Variabel ... 25

B. Definisi Operasional... 25

1. Penerimaan Diri ... 25


(13)

xiii

C. Subjek Penelitian ... 27

D. Jenis Penelitian ... 27

E. Prosedur ... 28

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 28

1. Skala Penerimaan Diri ... 29

a. Penyusunan Item ... 29

b. Pemberian Skor ... 30

2. Skala Kecemasan ... 31

a. Penyusunan Item ... 32

b. Pemberian Skor ... 32

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

1. Validitas... 33

2. Seleksi Item Alat Ukur ... 34

a. Prosedur Seleksi Item ... 34

b. Hasil Seleksi Item ... 36

3. Uji Reliabilitas ... 39

a. Prosedur Pengujian ... 39

b. Hasil Pengujian Reliabilitas ... 40

H. Teknik Analisis Data ... 40

1. Uji Asumsi Analisis Data ... 40

a. Uji Normalitas ... 40

b. Uji Linearitas ... 41


(14)

xiv

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pelaksanaan Penelitian ... 43

B. Deskripsi Data Penelitian ... 44

C. Hasil Penelitian ... 45

1. Uji Asumsi ... 45

a. Uji Normalitas ... 45

b. Uji Linearitas ... 46

2. Uji Hipotesis ... 47

D. Hasil Penelitian Tambahan ... 47

1. Jabatan ... 47

E. Pembahasan ... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Blueprint Sebaran Item Skala Penerimaan Diri Sebelum

Seleksi Item ... 31

Tabel 2. Blueprint Sebaran Item Skala Kecemasan Sebelum Seleksi Item ... 33

Tabel 3. Distribusi Item-item Pernyataan yang Valid dan Gugur Skala Penerimaan Diri ... 36

Tabel 4. Distribusi Item-item Pernyataan yang Valid Skala Penerimaan Diri ... 37

Tabel 5. Distribusi Item-item Pernyataan yang Valid dan Gugur Skala Kecemasan ... 38

Tabel 6. Distribusi Item-item Pernyataan yang Valid Skala Kecemasan ... 38

Tabel 7. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 44

Tabel 8. Data Teoretis dan Data Empiris ... 44

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Sebaran ... 45

Tabel 10. Hasil Uji Linearitas Hubungan ... 46

Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis ... 47

Tabel 12. Perbandingan Mean Empirik Kecemasan Berdasarkan Jabatan ... 47

Table 13. Perbandingan Mean Empirik Penerimaan Diri Berdasarkan Jabatan ... 48


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala ... 59

Lampiran 2. Reliabilitas Skala A dan B... 71

Lampiran 3. Deskripsi Data Penelitian ... 76

Lampiran 4. Uji Normalitas ... 78

Lampiran 5. Uji Linearitas ... 80

Lampiran 6. Uji Hipotesis ... 82


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pensiun adalah akhir pola hidup seseorang saat berhenti dari pekerjaan yang selama ini ditekuninya (Schwartz dalam Hurlock, 2002). Pensiun juga dapat diartikan sebagai perubahan finansial, peran dan nilai (Tarigan, 2009; Bradbury, 1987). Masa pensiun menyebabkan hilangnya hak–hak tertentu dalam bekerja, seperti hilangnya penghasilan, jabatan, fasilitas, status sosial, harga diri dan kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan kerja (Tarigan, 2009; Eyde dalam Eliana, 2003). Pada saat masa pensiun tiba, sebagian orang cenderung merasa sudah tidak produktif dan dipandang tidak bisa bekerja dengan baik lagi oleh masyarakat (Bradbury, 1987)

Kehadiran masa pensiun ini akan menimbulkan masalah bagi sebagian orang. Seseorang yang hampir setiap harinya bekerja dan tiba–tiba harus berhenti bekerja membuat mereka merasa tidak berharga dan cemas. Hal ini disebabkan karena bekerja dianggap sebagai kepuasan dan kebahagiaan yang bisa mendatangkan uang, status dan harga diri (Suardiman, 2011).

Ketika masa pensiun tiba seseorang juga akan mengalami beberapa perubahan dalam hidupnya, seperti perubahan ekonomi, prestise dan status sosial dalam masyarakat (Suardiman, 2011; Eyde dalam Eliana, 2003). Perubahan ekonomi yang dirasakan, seperti penghasilan mereka akan berkurang atau justru masih harus membiayai anaknya sekolah atau kuliah


(18)

(Bradbury, 1987). Perubahan pola kehidupan tersebut dapat membuat sebagian orang mengalami kecemasan dan perasaan tidak berguna pada lingkungan keluarga maupun masyarakat (Bradbury, 1987). Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat Amerika dan Jerman merasa khawatir dan cemas terhadap pensiun karena mereka khawatir akan penurunan keuangannya, sehingga mereka merasa tidak mempunyai dana yang cukup untuk memenuhi biaya kesehatan yang cukup besar di saat mereka berusia lanjut (McConatha, dkk, 2009).

Kehilangan jabatan atau kedudukan ketika pensiun dapat menimbulkan efek negatif pada sebagian orang, seperti rasa cemas yang dapat berdampak pada penurunan fisik dan mental (Suardiman, 2011; Solinge, 2007; Tarigan, 2009). Kehilangan jabatan yang telah didudukinya selama bekerja juga dapat membuat mereka sulit untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan situasi pensiun, sehingga ketika masa pensiun tiba tingkat kecemasannya meningkat (Tarigan, 2009).

Kecemasan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami dalam suatu keadaan (Priest dalam Safaria & Saputra, 2009). Kecemasan juga dapat diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan ditandai dengan rasa khawatir dan takut (Atkinson, dkk dalam Safaria & Saputra, 2009). Perasaan cemas yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang tentang situasi yang sedang dirasakan dan pengetahuan tentang kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya (Safaria & Saputra, 2009).


(19)

Dari hasil penelitian, laki–laki memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada perempuan saat menjelang pensiun (Prastiti, 2005). Penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa harga diri laki–laki lebih tinggi daripada perempuan, sehingga laki–laki akan merasa lebih khawatir, cemas dan memiliki pandangan yang negatif terhadap masa pensiun (Hanayanthi, 2003; Setiarini, 2010). Hal tersebut disebabkan karena menurut laki–laki tanpa bekerja mereka akan merasa tidak berharga. Dalam keluarga, laki–laki berperan sebagai kepala keluarga sekaligus suami untuk istri dan sebagai bapak untuk anak–anaknya. Ketika masa pensiun tiba, sebagian laki–laki berpikir tidak akan dihargai lagi oleh keluarganya sebagai kepala keluarga (Yulianti, 2010). Oleh karena itu, subjek pada penilitian ini hanya menggunakan subjek laki–laki saja.

Pada sebagian karyawan pra pensiun sudah memiliki perencanaan dan aktivitas sampingan yang bersifat sukarela, seperti perkumpulan gereja, tetapi mereka tetap merasa cemas dan tidak berharga dalam melakukan aktivitas tersebut. Menurut mereka aktivitas tersebut tidak menambah penghasilan mereka dan tidak membuat dirinya merasa berharga seperti saat bekerja. Mereka juga merasa kegiatan yang mereka lakukan tidak sebanding dengan jabatan yang mereka duduki ketika bekerja (Suharyo, Nouwen & Gaffney, 1989). Hal ini dikarenakan mereka belum mampu menerima dirinya yang sebentar lagi akan pensiun.

Seseorang yang mengalami kecemasan pada masa pra pensiun merasa sudah tidak ada lagi yang bisa dibanggakan pada dirinya. Mereka merasa


(20)

sudah tidak diperlukan lagi oleh instansi tempat mereka bekerja, karena menurut mereka sudah ada generasi muda yang lebih baik dari dirinya. Perasaan tersebut akan menimbulkan kemarahan kepada diri sendiri, orang lain maupun kepada anggota keluarganya. Apabila hal tersebut dibiarkan secara terus–menerus dalam waktu yang cukup lama, maka akan terjadi depresi, stres berat dan putus asa yang dapat menimbulkan penyakit kronis, seperti darah tinggi, kolestrol, liver, jantung koroner, kanker dan stroke (Tarigan, 2009). Banyak orang yang sebelum pensiun meninggal dunia karena mereka memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan merasa tidak mampu menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak akan bekerja lagi untuk selamanya (Tarigan, 2009).

Seseorang yang mengalami kecemasan juga disebabkan karena mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya (Daradjat, 1996). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecemasan dengan penyesuaian diri. Semakin tinggi kecemasan, maka semakin rendah penyesuaian diri seseorang dalam menghadapi masa pensiun (Ariyani, 2008). Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam menghadapi masa pensiun, semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh, maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi pensiun (Sari & Kuncoro, 2009; Setyaningsih, 2008). Penelitian lain menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai BRI. Semakin tinggi


(21)

kecerdasan emosi, maka semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi pensiun pada pegawai BRI (Oktaviana & Kumolohadi, 2008). Namun, dari hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penyesuaian diri yang baik lebih ditekankan pada bagaimana individu itu sendiri menyesuaikan diri, meskipun dukungan sosial, keluarga dan ekonomi sudah tercukupi (Solinge, 2007). Dalam hal ini penerimaan diri membantu seseorang dalam menyesuaikan diri, sehingga sifat–sifat dalam dirinya seimbang (Solinge, 2007). Seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik akan mampu menyesuaikan diri dengan baik pula. Penyesuaian diri termasuk dalam bagian dari penerimaan diri. Selain itu, apabila seseorang mampu menerima dirinya dengan baik, maka mereka juga mampu menghadapi perubahan–perubahan yang terjadi. Seseorang juga akan yakin dengan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi masalah dan mampu bersosialisasi. Mereka juga mampu menerima dirinya dengan positif dan mampu menghargai dirinya sendiri (Jersild, 1963). Seseorang yang penerimaan dirinya positif memiliki sikap positif terhadap diri, mau mengakui dan menerima beberapa aspek pada dirinya termasuk sifat yang baik dan buruk (Ryff & Singer, 1996). Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Selain itu, sejauh ini belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti hubungan penerimaan diri dengan kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.


(22)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dirumuskan sebagai

berikut: “Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi

ilmiah dalam bidang psikologi perkembangan mengenai penerimaan diri karyawan laki–laki pra pensiun.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk para pensiunan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan

karyawan laki – laki pra pensiun mengenai penerimaan diri dan bagaimana hubungannya dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun.


(23)

b. Untuk keluarga pensiunan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu keluarga

pensiunan untuk mengetahui dan memahami kondisi anggota keluarganya yang menjelang masa pensiun. Oleh karena itu, mereka tahu bagaimana cara mendampingi dan memberikan dukungan untuk keluarganya yang akan menghadapi masa pensiun.


(24)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PRA PENSIUN KARYAWAN LAKI–LAKI 1. Pengertian Pra Pensiun

Masa pra pensiun adalah masa dimana seseorang mulai mendekati

masa pensiun dan mulai menyadari bahwa masa pensiun sudah dekat, sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Pada masa pra pensiun karyawan mulai mengikuti program persiapan pensiun (Santrock, 2002; Eliana, 2003).

Beberapa ahli mendefinisikan pensiun sebagai akhir pola hidup seseorang saat berhenti bekerja dari pekerjaan yang selama ini telah ditekuninya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Schwartz dalam Hurlock, 1980; Tarigan, 2009). Pada masa pensiun biasanya akan menghadapi masalah penyesuaian finansial dan psikologis, seperti penghasilan menjadi berkurang, merasa tidak berguna dan merasa kontak sosialnya cenderung berkurang (Bradbury, 1987; Suardiman, 2011). Batas usia pensiun ditentukan oleh pemerintah atau perusahaan sesuai dengan latar belakang pekerjaannya. Usia pensiun di Indonesia rata–rata pada usia 56 tahun, walaupun ada juga yang pensiun pada usia 65 tahun, misalnya dosen dan peneliti (Tarigan, 2009; Suardiman, 2011).


(25)

Pensiun juga dapat didefinisikan sebagai proses pelepasan diri dari pekerjaannya setelah mencapai usia tertentu di suatu perusahaan, tetapi tidak melepaskan diri dari kegiatan lainnya (Parkinson, Rustomji & Vieira, 1990). Menurut Tarigan (2009) ada beberapa penyebab pensiun, yaitu karena sudah mencapai usia pensiun, diberhentikan dengan tidak hormat, pemutusan hubungan kerja (PHK), pensiun dini, sakit yang berkepanjangan, permintaan sendiri atau sesuai dengan masa jabatan yang diemban.

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pensiun adalah berhentinya seseorang dari pekerjaan karena telah mencapai usia tertentu yang telah ditentukan oleh pemerintah atau suatu perusahaan, sehingga terjadi perubahan finansial, status dan aktivitas.

Terdapat dua fase pra pensiun yang dilalui oleh para karyawan

pada masa dewasa awal, yaitu: a. Fase Jauh (The Remote Phase)

Fase ini terjadi pada beberapa tahun sebelum tibanya masa pensiun. Pada fase ini sebagian karyawan belum sepenuhnya melakukan sesuatu untuk mempersiapkan masa pensiunnya. Masa pensiun masih dipandang sebagai masa yang jauh.


(26)

b. Fase Dekat (The Near Phase)

Pada fase ini karyawan mulai berpartisipasi atau sudah sepenuhnya menyiapkan program pra pensiun. Selain itu, karyawan juga mulai menyadari pentingnya perencanaan keuangan. Beban kerja mereka mulai dikurangi dan diminta untuk membimbing generasi penerusnya yang akan menggantikan mereka setelah pensiun. (Atchley dalam Santrock, 2002; Aiken dalam Eliana, 2003).

Pada umumnya usia pensiun di Indonesia adalah 56 tahun. Namun, pada penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan adalah karyawan yang sedang memasuki fase dekat pra pensiun, yaitu 1 sampai 2 tahun sebelum pensiun (usia 54–55 tahun). Menurut Tarigan (2002) masa kritis terjadi pada saat 1 sampai 2 tahun sebelum pensiun.

2. Karakteristik Pra Pensiun

Usia karyawan yang memasuki masa pra pensiun fase dekat biasanya pada usia 54 sampai 55 tahun (1–2 tahun sebelum pensiun). Masa pra pensiun yang termasuk dalam fase dekat (The Near Phase) biasanya ada pada tahap perkembangan dewasa madya. Pada tahap ini seseorang mengalami beberapa perubahan perkembangan. Perubahan fisik yang dialami pada tahap ini adalah kulit mulai keriput, rambut yang memutih, daya ingat, penglihatan dan pendengaran mulai menurun. Perubahan psikologis ditunjukkan dengan perasaan cemas yang


(27)

berlebihan, merasa tidak dianggap oleh masyarakat sekitar dan mulai jenuh dengan kegiatan sehari–hari (Santrock, 2002).

Pada penelitian ini akan menggunakan subjek laki–laki, karena menurut laki–laki bekerja adalah hal utama dalam hidupnya dan dengan bekerja mereka akan mendapatkan status dan merasa berharga. Dengan bekerja mereka bisa memenuhi kehidupan keluarganya. Dari hasil penelitian juga dikatakan bahwa harga diri laki–laki lebih tinggi daripada perempuan, karena menurut laki–laki tanpa bekerja mereka merasa tidak berharga (Hanayanthi, 2003; Setiarini, 2010). Dari hasil penelitian lain dikatakan bahwa laki–laki memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi daripada perempuan saat menjelang pensiun (Prastiti, 2005). Kecemasan yang dirasakan oleh karyawan laki–laki pra pensiun menimbulkan masalah pada penyesuaian keuangan dan psikologis. Dalam keluarga, laki–laki berperan sebagai kepala keluarga sekaligus suami untuk istri dan bapak untuk anak–anaknya. Ketika masa pensiun tiba, sebagian laki– laki berpikir tidak akan dihargai lagi oleh keluarganya sebagai kepala keluarga (Yulianti, 2010).

B. KECEMASAN

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan perasaan dan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa khawatir dan takut pada suatu keadaan (Priest & Atkinson, dkk dalam Safari & Saputra, 2009; Muchlas


(28)

dalam Gufron & Risnawita, 2010). Kecemasan juga dapat diartikan sebagai pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan pada seseorang ditandai dengan kekhawatiran atau ketegangan berupa perasaan cemas, tegang dan emosi (Gufron & Risnawita, 2010). Menurut ahli lain, kecemasan adalah perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik agar seseorang mengetahui akan terjadi suatu ancaman atau bahaya. Perasaan cemas tersebut tetap dirasakan walaupun situasi yang tidak menyenangkan dan mengancam tersebut sudah tidak ada lagi (Freud dalam Semiun, 2006). Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan mampu memberi tahu kita bahwa akan terjadi bahaya (Freud dalam Semiun, 2006).

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa takut, cemas dan tegang.

2. Bentuk – bentuk Kecemasan

Perasaan cemas dibedakan menjadi dua berdasarkan penyebabnya,

yaitu state anxiety dan trait anxiety. State anxiety adalah reaksi emosi yang bersifat sementara dan muncul pada situasi tertentu yang dirasakan sebagai ancaman. Trait anxiety merupakan perasaan cemas yang bersifat menetap dalam menghadapi berbagai macam situasi yang sebenarnya tidak bahaya. Kecemasan yang termasuk dalam kategori trait anxiety


(29)

lebih dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang (Lazarus dalam Gufron & Risnawita, 2010).

Ahli lain mengatakan bahwa kecemasan dibagi menjadi tiga, yaitu kecemasan neurotik, kecemasan moral dan kecemasan realistik (Freud dalam Semiun, 2006). Kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap suatu bahaya yang tidak diketahui. Kecemasan neurotik terjadi karena ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan (Freud dalam Safaria & Saputra, 2009). Kecemasan moral terjadi karena adanya konflik antara ego dan superego. Kecemasan moral juga terjadi apabila seseorang gagal dalam melakukan sesuatu yang dianggap baik secara moral (Freud dalam Semiun, 2006). Kecemasan realistik adalah perasaan yang tidak menyenangkan terhadap suatu ancaman yang mungkin terjadi (Freud dalam Semiun, 2006).

Karyawan pra pensiun mengalami kecemasan yang termasuk dalam bentuk state anxiety karena perasaan cemas yang dirasakan oleh karyawan pra pensiun bersifat sementara dan dirasakan pada masa–masa kritis, yaitu setahun sampai dua tahun menjelang pensiun. Kecemasan karyawan pra pensiun juga termasuk dalam bentuk kecemasan realistik, hal ini dikarenakan karyawan pra pensiun merasa cemas dengan kondisi– kondisi setelah pensiun yang belum mereka ketahui. Setelah pensiun penghasilan mereka menurun, tetapi kemungkinan besar kebutuhan hidupnya masih sama seperti saat mereka bekerja atau bahkan bisa lebih besar terutama untuk anggaran kesehatan.


(30)

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Adler dan Rodman (dalam Ghufron & Risnawita, 2010)

kecemasan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:

a. Pengalaman negatif pada masa lalu, pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa lalu yang mungkin bisa terjadi lagi pada masa mendatang.

b. Pikiran yang tidak rasional, yaitu suatu kepercayaan atau keyakinan tentang kejadian.

Menurut Davidson (dalam Safaria & Saputra, 2009), kecemasan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu:

a. Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang tentang situasi atau kondisi yang sedang dirasakan.

b. Pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk mengendalikan dirinya dalam menghadapi situasi atau kondisi tertentu.

4. Gejala Kecemasan

Menurut Daradjat (1996) gejala kecemasan dapat terlihat dalam 2

bentuk, yaitu:

a. Gejala fisik yang sering muncul, yaitu ujung–ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak terganggu, jantung berdebar lebih kencang, sering berkeringat, tidur tidak nyenyak, nafsu makan berkurang, kepala pusing, nafas terengah–engah, dan sebagainya.


(31)

b. Gejala mental yang sering muncul, seperti merasa sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya atau musibah, sulit memusatkan perhatian/ berkonsentrasi, rendah diri, tidak percaya diri dan merasa tidak tenang.

Menurut Nevid, dkk (2003) gejala kecemasan terdiri dari 3, yaitu: a. Gejala fisik, yaitu tangan dan anggota tubuh gemetar, banyak

berkeringat, kepala pusing, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, sering buang air kecil dan panas dingin.

b. Gejala perilaku muncul berupa perilaku menghindar, perilaku dependen dan perilaku tidak tenang atau gelisah.

c. Gejala kognitif, yaitu merasa khawatir tentang sesuatu, merasa takut terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, takut akan kehilangan control, takut akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah dan sulit berkonsentrasi atau memusatkan pikiran.

Hoeksema, Susan Nolen (2007) menyebutkan bahwa terdapat 4 gejala kecemasan, yaitu:

a. Gejala fisik, yaitu, banyak berkeringat, gugup, sakit perut, tangan dan kaki terasa dingin, tidak selera makan, kepala pusing, sulit benafas, jantung berdetak kencang, sering buang air kecil, sulit tidur.


(32)

b. Gejala emosi, yaitu sangat mudah tersinggung, mudah marah, mudah gelisah, takut, resah, khawatir, kecewa.

c. Gejala kognitif, yaitu cemas terhadap sesuatu, pelupa, sulit berkonsentrasi, sulit berpikir jernih.

d. Gejala perilaku muncul berupa perilaku menghindar, tidak perhatian, bersikap kasar, acuh tak acuh, diam, bingung, tersinggung.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan pra pensiun adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan pada saat mendekati masa pensiun yang ditandai dengan munculnya gejala fisik, gejala perilaku, gejala emosi dan gejala kognitif.

C. PENERIMAAN DIRI

1. Pengertian Penerimaan Diri

Penerimaan diri merupakan ciri utama dari kesehatan mental,

karakteristik dari aktualisasi diri dan mampu berfungsi secara optimal serta matang (Ryff & Singer, 1996). Ahli lain mengatakan bahwa penerimaan diri adalah bentuk lain dari kepribadian matang. Individu yang matang memiliki gambaran diri yang positif, sehingga dapat mengantisipasi situasi yang menyakitkan dan mengetahui kelemahannya tanpa harus merasa benci dengan dirinya sendiri (Allport dalam Hjlle & Ziegler, 1981). Apabila seseorang mampu menerima dirinya, maka orang tersebut juga mampu menyesuaikan diri dengan baik. Mereka mampu


(33)

melihat dirinya sebagaimana mereka adanya dan menilai diri sendiri secara realistis (Comb dalam Hurlock, 1973).

Seseorang yang penerimaan dirinya positif memiliki sikap positif terhadap diri, mau mengakui dan menerima beberapa aspek pada dirinya termasuk sifat yang baik dan buruk. Sedangkan, orang yang penerimaan dirinya negatif akan merasa tidak puas dengan diri sendiri (Ryff & Singer, 1996). Menurut ahli lain, seseorang yang penerimaan dirinya negatif akan merendahkan dirinya sendiri, mengucilkan dirinya sendiri dan mengingkari kebutuhannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan orang lain (Hurlock, 1973).

Dari beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah keyakinan akan karakteristik dirinya, termasuk kelemahannya, serta mampu berfungsi secara optimal dan matang.

2. Komponen–komponen Penerimaan Diri

Menurut Sheerer (dalam Cronbach, 1963) komponen–komponen penerimaan diri terdiri dari:

a. Memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan.

b. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang setara dengan orang lain.


(34)

d. Menempatkan dirinya seperti individu yang lainnya, sehingga individu lain dapat menerima dirinya.

e. Berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya. f. Mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif. g. Percaya akan prinsip–prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh

pendapat orang lain.

h. Mampu mengenali kelemahan–kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri.

i. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya.

Pada penelitian ini akan menggunakan komponen penerimaan diri menurut Sheerer (dalam Cronbach, 1963) sebagai indikator penerimaan diri, indikator tersebut dipersempit menjadi 7 komponen. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa komponen yang memiliki kesamaan, sehingga komponen–komponen tersebut digabungkan. Komponen yang digabungkan yaitu, komponen c dengan h, karena tidak merasa malu dengan keadaan dirinya berarti mampu mengenali keadaannya yang buruk atau kelemahannya. Selain itu, komponen yang digabungkan yaitu, komponen b dan d, karena ketika seseorang menganggap dirinya berharga sebagai seorang yang setara dengan orang lain, maka mereka juga akan mampu menempatkan dirinya seperti orang lain. Oleh karena itu, komponen tersebut terdiri dari:


(35)

a. Memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menghadapi masa pensiun nantinya.

b. Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain meskipun sebentar lagi akan menghadapi masa pensiun.

c. Berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya menjelang pensiun.

d. Mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif meskipun sebentar lagi akan pensiun.

e. Percaya akan prinsip–prinsip hidupnya menjelang pensiun tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain.

f. Mampu mengenali kelemahan–kelemahannya menjelang pensiun tanpa harus menyalahkan diri sendiri.

g. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang dirasakan menjelang pensiun.

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Penerimaan Diri Menurut Hurlock (1974), ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi pembentukan penerimaan diri, yaitu: a. Memahami diri sendiri

b. Memperoleh penghargaan yang realistik c. Adanya perilaku sosial yang mendukung

d. Adanya kondisi emosi yang menyenangkan dan tidak ada tekanan emosi


(36)

e. Pengaruh pengalaman sukses

f. Identifikasi dengan individu yang penyesuaian dirinya baik g. Perspektif diri yang relistik

h. Didikan yang baik di masa kecil i. Konsep diri yang stabil

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah keyakinan akan dirinya sendiri yang dapat dilihat dari keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani hidup, menganggap dirinya berharga, berani bertanggungjawab atas perilaku yang dilakukannya, mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif, percaya akan prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain, mampu mengetahui kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri dan tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan dan emosi yang ada pada dirinya.

D. DINAMIKA HUBUNGAN PENERIMAAN DIRI DENGAN

KECEMASAN PADA KARYAWAN LAKI–LAKI PRA PENSIUN

Masa pra pensiun adalah masa dimana seseorang mulai mendekati masa pensiun dan mulai menyadari bahwa masa pensiun sudah dekat, sehingga membutuhkan penyesuaian diri yang baik. Pada masa pra pensiun karyawan mulai mengikuti program persiapan pensiun (Santrock, 2002; Eliana, 2003). Masa pensiun menyebabkan seseorang menghadapi masalah penyesuaian secara finansial dan psikologis, seperti berkurangnya


(37)

penghasilan, hilangnya jabatan, fasilitas, status sosial, harga diri dan kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan kerja (Tarigan, 2009; Eyde dalam Eliana, 2003).

Beberapa perubahan pada masa pensiun tersebut sudah diketahui oleh karyawan ketika menghadapi masa pra pensiun. Pengetahuan mereka tentang perubahan–perubahan yang akan terjadi pada masa pensiun tersebut menyebabkan mereka merasa cemas Mereka merasa takut saat memikirkan situasi yang akan terjadi ketika mereka sudah pensiun, seperti takut tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan sehari–hari anggota keluarganya lagi dan takut tidak berguna lagi pada lingkungan keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, ketakutan–ketakutan dan pandangan negatif terhadap masa pra pensiun tersebut menyebabkan sebagian orang merasa cemas.

Kecemasan adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan pada kondisi tertentu yang ditandai dengan rasa takut, cemas dan tegang. Kecemasan dipengaruhi oleh pengalaman yang negatif pada masa lalu, pikiran yang tidak rasional, pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang tentang situasi atau kondisi yang sedang dirasakan dan pengetahuan tentang kemampuan dirinya untuk mengendalikan dirinya dalam menghadapi situasi tertentu (Adler & Rodman dalam Yustinus, 2009; Davidson dalam Safaria & Saputra, 2009). Apabila kecemasan tersebut dibiarkan terus menerus dalam waktu yang cukup lama, maka akan terjadi depresi, stres berat dan putus asa (Tarigan, 2009). Kecemasan yang muncul berupa gejala fisik, emosi, kognitif dan perilaku.


(38)

Dari hasil penelitian sebelumnya, dikatakan bahwa laki–laki memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada perempuan (Prastiti, 2005). Hal ini disebabkan karena laki–laki memiliki tingkat harga diri yang tinggi daripada perempuan (Hanayanthi, 2003; Setiarini, 2010). Laki–laki akan merasa tidak berharga jika tidak bekerja. Oleh karena itu, subjek dalam penelitian ini adalah laki–laki. Kecemasan pra pensiun muncul karena mereka belum mampu untuk menerima dirinya dan perubahan–perubahan yang akan terjadi ketika pensiun nanti. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan juga disebabkan karena mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan sekitarnya (Nouwen & Gaffney, 1989). Orang bisa melakukan penyesuaian diri dengan baik, apabila mampu menerima dirinya dengan baik. Dengan demikian, penerimaan diri mampu membantu seseorang menyesuaikan diri dengan baik untuk menyesuaikan diri dengan baik, sehingga mereka tidak merasa cemas ketika akan menghadapi masa pensiun.

Penerimaan diri adalah keyakinan akan karakteristik dirinya termasuk kelemahannya tanpa harus membenci dirinya sendiri. Ahli lain mengatakan bahwa penerimaan diri adalah bentuk lain dari kepribadian matang. Individu yang matang memiliki gambaran diri yang positif, sehingga dapat mengantisipasi situasi yang menyakitkan (Allport dalam Hjlle & Ziegler, 1981). Dari hasil penelitian yang meneliti penerimaan diri dan stres pada penderita diabetes mellitus menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dan stres pada penderita diabetes mellitus (Novvida, 2007).


(39)

Seseorang yang penerimaan dirinya positif memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan, menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain. Selain itu, berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya dan mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif. Seseorang yang memiliki penerimaan diri positif juga percaya akan prinsip–prinsip hidupnya tanpa adanya pengaruh dari orang lain, mampu mengenali kelemahan– kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri dan tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya (Sheerer dalam Cronbach, 1963).


(40)

SKEMA HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN

KECEMASAN PADA KARYAWAN LAKI–LAKI PRA PENSIUN

E. HIPOTESIS

Ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Semakin tinggi penerimaan diri, maka semakin rendah kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri, maka semakin tinggi kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.

Penerimaan Diri Rendah Penerimaan Diri

Tinggi

Pra Pensiun: Fase Dekat

(The Near Phase)

Kecemasan Tinggi Kecemasan Rendah

 Kondisi emosi yang menyenangkan

 Tidak merasa khawatir dan takut pada suatu kondisi atau situasi

 Kondisi emosi yang tidak

menyenangkan

 Merasa khawatir dan takut pada suatu kondisi atau situasi

 Memiliki gambaran diri positif

 Mampu mengantisipasi situasi menyakitkan

 Mengetahui kelemahan diri sendiri

 Mampu menilai diri secara realistis

 Memiliki gambaran diri negatif

 Tidak mampu mengantisipasi situasi menyakitkan

 Tidak mampu mengetahui

kelemahan diri sendiri

 Tidak mampu menilai diri secara realistis


(41)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung.

Variabel bebas : Penerimaan diri Variabel tergantung : Kecemasan

B. DEFINISI OPERASIONAL

1. Penerimaan diri

Penerimaan diri adalah keyakinan akan karakteristik dirinya termasuk kelemahannya, serta mampu berfungsi secara optimal dan matang. Variabel penerimaan diri yang diukur melalui aspek dari penerimaan diri yang meliputi:

a. Memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan.

b. Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain. c. Berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya. d. Mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif. e. Percaya akan prinsip–prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh


(42)

f. Mampu mengenali kelemahan–kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri.

g. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya.

Penerimaan diri seseorang diperoleh dari skor pada skala penerimaan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat penerimaan diri seseorang. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat penerimaan diri seseorang.

2. Kecemasan

Kecemasan adalah reaksi emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan rasa takut, cemas dan tegang. Aspek kecemasan yang diukur meliputi:

a. Gejala fisik, yaitu, banyak berkeringat, gugup, sakit perut, tangan dan kaki terasa dingin, tidak selera makan, kepala pusing, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, sering buang air kecil, sulit tidur.

b. Gejala emosi, yaitu sangat mudah tersinggung, mudah marah, gelisah, takut, resah, khawatir, kecewa.

c. Gejala kognitif, yaitu sulit mempertimbangkan, pelupa, sulit berkonsentrasi, sulit berpikir jernih.


(43)

d. Gejala perilaku muncul berupa perilaku menghindar, tidak perhatian, bersikap kasar, acuh tak acuh, diam, bingung.

Tingkat kecemasan seseorang diperoleh dari skor skala kecemasan. Semakin tinggi skor skala kecemasan seseorang, maka tingkat kecemasannya semakin tinggi, sedangkan semakin rendah skor skala kecemasan seseorang, maka tingkat kecemasannya semakin rendah.

C. SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan laki – laki yang berusia 54–55 tahun. Karyawan yang akan pensiun karena sudah mencapai usia pensiun. Sampel penelitian diambil menggunakan metode

snowball, yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara berawal dari satu

atau dua orang kemudian mencari sampel lain dari informasi sampel sebelumnya (Sugiyono, 2011).

D. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang melihat hubungan antar variabel. Dua variabel yang diteliti untuk melihat hubungan yang terjadi diantara variabel tersebut (Kountour, 2003; Azwar, 2011).


(44)

E. PROSEDUR

Prosedur atau langkah–langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Membuat skala Pengukuran Kecemasan dan Penerimaan Diri dengan metode model Likert untuk diujicobakan pada kelompok uji coba yang sekaligus menjadi subjek penelitian, karena dalam penelitian ini menggunakan tryout terpakai.

2. Melakukan uji validitas item dan reliabilitas skala untuk mendapatkan item yang sahih dan data yang reliabel.

3. Menganalisis data yang masuk dengan uji Pearson Product Moment

Correlation untuk melihat ada tidaknya hubungan antara Penerimaan

Diri dengan Kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.

4. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis data yang telah didapatkan.

F. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran skala yang diisi oleh subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria subjek yang telah ditentukan sebelumnya. Peneliti dibantu oleh beberapa karyawan laki–laki pra pensiun dalam mencari informasi karyawan laki–laki yang sebentar lagi akan pensiun. Setelah peneliti mendapatkan daftar nama dan alamat rumah, peneliti mendatangi rumah–rumah subjek tersebut. Ada juga beberapa subjek yang membantu peneliti menyebarkan skala untuk


(45)

teman–teman sekerjanya yang 1–2 tahun lagi akan pensiun. Pengisian skala tersebut diharapkan sesuai dengan keadaan subjek yang sebenarnya, bukan karena dianggap baik oleh orang lain. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Pengukuran Penerimaan Diri dan Skala Pengukuran Kecemasan.

1. Skala Penerimaan Diri

Skala Penerimaan Diri disusun oleh peneliti sendiri dengan

mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963). Item skala penerimaan diri ini disusun berdasarkan 7 aspek, yaitu: memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan, menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain, berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya, mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif, percaya akan prinsip–prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain, mampu mengenali kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri, tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan dan emosi yang ada pada dirinya.

a. Penyusunan Item

Aspek–aspek penerimaan diri tersebut akan disusun menjadi skala Penerimaan Diri yang terdiri dari item–item yang bersifat favorable dan item yang bersifat unfavorable. Metode yang digunakan dalam


(46)

penyusunan skala Penerimaan Diri adalah model Likert. Dalam skala Likert ini dimodifikasi menjadi tipe skala yang hanya menyajikan empat pilihan jawaban saja. Empat pilihan jawaban tersebut terdiri dari: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Pemberian Skor

Pada pernyataan yang bersifat favorable mengindikasikan

penerimaan diri yang positif dengan uraian SS diberi nilai 3, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 1 dan STS diberi nilai 0. Pada pernyataan yang bersifat unfavorable mengindikasikan bahwa penerimaan diri negatif dengan uraian SS diberi nilai 0, S diberi nilai 1, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 3.


(47)

Tabel 1

Blueprint Sebaran Item Skala Penerimaan Diri Sebelum Seleksi Item

No Komponen Penerimaan Diri

Komponen dan nomor

item Jumlah Bobot

(%) Favorable Unfavorable

1 Memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan

2, 15, 30, 36

8, 39, 50, 56

8 14,28 2 Menganggap dirinya

berharga dan sederajat dengan orang lain

4, 9, 22, 47

12, 28, 49, 53

8 14,28 3 Berani bertanggungjawab

atas perilaku yang telah dilakukannya

14, 20, 38, 55

7, 16, 27, 32

8 14,28 4 Mampu menerima pujian

atau celaan atas dirinya secara objektif

26, 31, 35, 44

6, 13, 23, 29

8 14,28 5 Percaya akan prinsip–

prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain

10, 25, 33, 42, 45, 51

5, 18

8 14,28

6 Mampu mengenali

kelemahan–

kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri

1, 24, 40, 43

11, 21, 37, 46

8 14,28 7 Tidak mengingkari/

merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya

17, 41, 52, 54

3, 19, 34, 48

8 14,28

Jumlah 30 26 56 100

2. Skala Kecemasan

Pengukuran Skala Kecemasan juga disusun oleh peneliti sendiri

dengan mengacu pada indikator yang dikemukakan oleh Hoeksema, Susan Nolen (2007). Item skala kecemasan disusun berdasarkan 4 aspek, yaitu: gejala fisik, gejala emosi, gejala kognitif dan gejala perilaku.


(48)

a. Penyusunan Item

Aspek–aspek kecemasan tersebut akan disusun menjadi skala Kecemasan yang terdiri dari item–item yang bersifat favorable dan item yang bersifat unfavorable. Metode yang digunakan dalam penyusunan skala Kecemasan adalah model Likert. Dalam skala Likert ini dimodifikasi menjadi tipe skala yang hanya menyajikan empat pilihan jawaban saja. Empat pilihan jawaban tersebut terdiri dari: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Pemberian Skor

Pada pernyataan yang bersifat favorable mengindikasikan

penerimaan diri yang positif dengan uraian SS diberi nilai 3, S diberi nilai 2, TS diberi nilai 1 dan STS diberi nilai 0. Pada pernyataan yang bersifat unfavorable mengindikasikan bahwa penerimaan diri negatif dengan uraian SS diberi nilai 0, S diberi nilai 1, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 3.


(49)

Tabel 2

Blueprint Sebaran Item Skala Kecemasan Sebelum Seleksi Item

No Aspek

Kecemasan

Komponen dan nomor item

Jumlah Bobot (%) Favorable Unfavorable

1 Gejala fisik 3, 9, 11, 16, 19, 33, 42, 47

6, 28, 30, 36 12

25 2 Gejala emosi 22, 23, 29, 32,

34, 41, 43

12, 14, 25, 31, 48

12

25 3 Gejala kognitif 2, 15, 24, 27, 35,

45

4, 7, 10, 20, 38, 44

12

25 4 Gejala perilaku 1, 8, 17, 26, 39,

46

5, 13, 18, 21, 37, 40

12

25

Total 27 21 48 100

G. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana suatu

alat ukur mampu melakukan fungsi ukurnya dengan baik. Pada penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi dalam skala penerimaan diri dan kecemasan dengan analisis rasional atau professional judgment (penilaian yang diperoleh dari seseorang yang ahli dalam materi tersebut tentang isi atau aspek yang akan diukur) (Azwar, 2011). Validitas isi berguna untuk melihat sejauhmana item pada skala penerimaan diri dan kecemasan yang dibuat mencakup materi atau isi yang hendak diukur pada skala tersebut. Isi setiap item harus sesuai dan tidak melebihi batas dari tujuan–tujuan yang ingin diukur pada penelitian ini. Suatu skala dikatakan valid apabila item–itemnya sesuai dengan tabel blue–print


(50)

penilaian subjektif terhadap isi skala penerimaan diri dan skala kecemasan, yang menguji validitas isi adalah dosen pembimbing.

2. Seleksi Item Alat Ukur

a. Prosedur Seleksi Item

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada item–item setiap skala. Pengujian tersebut dilakukan dengan melakukan tryout terpakai.

Tryout terpakai adalah ujicoba yang hasilnya sekaligus digunakan

sebagai data penelitian yang dianalisis (Hadi, 2005). Tryout terpakai dilakukan pada tanggal 22 Juni–30 Juli 2012 dengan 81 subjek. Pengujian dilakukan dengan menggunakan parameter daya diskriminasi item (koefisien korelasi item total). Daya diskriminasi item adalah sejauhmana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2010). Koefisien korelasi item total (rix) dicari dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item total menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0.

Adapun kriteria item yang dinyatakan dapat diterima, jika koefisien korelasinya positif dan sama dengan atau lebih besar dari 0,30 (rix ≥ 0,30) (Azwar, 2010). Apabila item yang koefisien korelasinya sama dengan atau lebih besar dari 0,30 jumlahnya melebihi jumlah item yang direncanakan sebelumnya untuk dijadikan skala, maka dipilih item–item yang koefisien korelasinya tertinggi.


(51)

Sebaliknya, apabila jumlah item yang lolos tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria menjadi sama dengan atau lebih besar dari 0,25 (rix ≥ 0,25) (Azwar,2010)


(52)

b. Hasil Seleksi Item

1) Skala Penerimaan Diri

Tabel 3

Distribusi Item–item Pernyataan yang Valid dan Gugur Skala Penerimaan Diri

No Aspek No Item Valid No Item Gugur

Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable 1 Memiliki keyakinan akan

kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan

15, 30 39 2, 36 8, 50, 56

2 Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain

9, 22, 47 12, 28, 53 4 49

3 Berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya

14, 38, 55 7, 16, 32 20 27 4 Mampu menerima pujian

atau celaan atas dirinya secara objektif

35 6, 23, 29 26, 31, 44 13 5 Percaya akan prinsip–

prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain

10, 25, 33, 51

18 42, 45 5

6 Mampu mengenali

kelemahan–kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri

1, 24, 40 11, 37 43 21, 46

7 Tidak mengingkari/ merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya

17, 52, 54 34 41 3, 19, 48

Total 19 14 11 12

33 23

Koefisien korelasi item–total (rix) 56 item skala penerimaan diri berkisar -0,006 sampai dengan 0,566. Selanjutnya dilakukan seleksi item–total (rix) dengan standar rix ≥ 0,25. Jadi, dari 56 item terdapat 23 item yang gugur. Koefisien item–total (rix) 33 item


(53)

skala penerimaan diri yang lolos seleksi berkisar dari 0,271 sampai dengan 0,563.

Tabel 4

Distribusi Item–item Pernyataan yang Valid Skala Penerimaan Diri

No Aspek No Item Valid Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Memiliki keyakinan akan

kemampuan dirinya sendiri dalam menjalani kehidupan

9, 19 26 3

2 Menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain

4, 13, 28 7, 17, 31 6

3 Berani bertanggungjawab atas perilaku yang telah dilakukannya

8, 25, 33 3, 10, 20 6

4 Mampu menerima pujian atau celaan atas dirinya secara objektif

23 2, 14, 18 4

5 Percaya akan prinsip– prinsip hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pendapat orang lain

5, 16, 21, 29 12 5

6 Mampu mengenali

kelemahan–kelemahannya tanpa harus menyalahkan diri sendiri

1, 15, 27 6, 24 5

7 Tidak mengingkari/ merasa bersalah atas dorongan–dorongan dan emosi–emosi yang ada pada dirinya

11, 30, 32 22 4


(54)

2) Skala Kecemasan

Tabel 5

Distribusi Item–item Pernyataan yang Valid dan Gugur Skala Kecemasan

No Aspek No Item Valid No Item Gugur

Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable 1 Gejala fisik 3, 9, 11, 16,

19, 33, 42, 47

6, 28, 30

-

36 2 Gejala emosi 22, 23, 32,

34, 41

12, 14, 25, 48

29, 43 31 3 Gejala kognitif 2, 15, 24, 45 7, 10, 20 27, 35 4, 38, 44 4 Gejala perilaku 1, 8, 17, 26,

39, 46

5, 13, 37

- 18, 21, 40

Total 23 13 4 8

36 12

Koefisien korelasi item–total (rix) 48 item skala kecemasan berkisar -0,123 sampai dengan 0,622. Selanjutnya dilakukan seleksi item–total (rix) dengan standar rix ≥ 0,25. Jadi, dari 48 item terdapat 12 item yang gugur. Koefisien item–total (rix) 36 item skala kecemasan yang lolos seleksi berkisar dari 0,272 sampai dengan 0,591.

Tabel 6

Distribusi Item–item Pernyataan yang Valid Skala Kecemasan

No Aspek No Item Valid Jumlah

Favorable Unfavorable 1 Gejala fisik 3, 8, 10, 15, 17, 27,

32, 35

5, 24, 25 11

2 Gejala emosi 19, 20, 26, 28, 31 11, 13, 22, 36 9

3 Gejala kognitif 2, 14, 21, 33 6, 9, 18 7

4 Gejala perilaku 1, 7, 16, 23, 30, 34 4, 12, 29 9


(55)

3. Uji Reliabilitas

a. Prosedur Pengujian

Reliabilitas berasal dari kata rely dan ability. Pengukuran yang

memiliki reliabilitas yang tinggi dikatakan sebagai pengukuran yang reliabel. Reliabilitas adalah sejauhmana hasil dari suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2009).

Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas merupakan korelasi antara skor pada alat ukur pertama dengan skor pada alat ukur kedua. Semakin tinggi koefisien korelasi hasil dari kedua alat ukur yang paralel berarti konsistensi diantara keduanya semakin baik dan dapat dikatakan bahwa alat tes tersebut reliabel. Koefisien korelasi dilambangkan dengan rxx’. Koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00–1,00. Semakin tinggi angka reliabilitasnya mendekati angka 1,00, maka reliabilitasnya tinggi. Sebaliknya, apabila semakin rendah angka reliabilitasnya mendekati 0,00, maka reliabilitasnya rendah (Azwar, 2011).

Reliabilitas skala penerimaan diri dan kecemasan diperoleh melalui teknik koefisien Alpha Cronbach yang diolah dengan program SPSS for Windows versi 16.0.


(56)

b. Hasil Pengujian Reliabilitas

1) Skala Penerimaan Diri

Koefisien reliabilitas (rxx’) (Alpha dari Cronbach) 56 item penerimaan diri sebesar 0,811. Kemudian setelah seleksi item jumlah item skala menjadi 33 item dan koefisien reliabilitas (rxx’) menjadi 0,870.

2) Skala Kecemasan

Koefisien reliabilitas (rxx’) (Alpha dari Cronbach) 48 item kecemasan sebesar 0,871. Kemudian setelah seleksi item jumlah item skala menjadi 36 item dan koefisien reliabilitas (rxx’) menjadi 0,900.

H. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi Analisis Data

Uji asumsi analisis data dilakukan agar memperoleh kesimpulan

yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Uji asumsi meliputi dua hal, yaitu:

a. Uji Normalitas

Berguna untuk mengetahui apakah sebaran variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal/ tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov Test


(57)

data yang diperoleh berdistribusi normal. Sebaliknya, jika taraf signifikan (p) lebih kecil dari 0,05 (p<0,05), maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal (Agusyana & Islandscript,2011).

b. Uji Linearitas

Uji lineritas hubungan digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antara skor variabel penerimaan diri dengan skor variabel kecemasan cukup mengikuti fungsi linear atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Compare

Means Test for Linearity. Jika taraf signifikan (p) lebih kecil dari

0,05 (p<0,05), maka hubungan antara variabel mengikuti fungsi garis linear sehingga dapat diuji dengan statistik parametik. Begitu pula sebaliknya, jika taraf signifikan (p) lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka hubungan antara variabel tidak mengikuti fungsi garis linear, sehingga harus diuji dengan statistik nonparametik.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik

Pearson Product Moment Correlation. Metode analisis data yang

digunakan adalah metode analisis Pearson Product Moment Correlation dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 dengan taraf signifikansi 0,01. Metode korelasi Pearson Product Moment merupakan salah satu analisis parametic yang dapat digunakan ketika distribusi data normal


(58)

(Santoso, 2010). Metode ini bertujuan untuk mengungkap hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Koefisien korelasi antara 0,000 sampai +1,000 atau antara 0,000 sampai -0,000 (Hadi, 2004). Koefisien yang bertanda positif menunjukkan korelasi yang positif, sedangkan koefisien yang bertanda negatif menunjukkan korelasi negatif. Pengujiannya akan menggunakan uji satu ekor (one–tailed). Menggunakan uji satu ekor karena hipotesis


(59)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 22 Juni–30 Juli 2012. Subjek penelitian diambil berdasarkan kriteria penelitian, yaitu berjenis kelamin laki–laki, berusia 54–55 tahun (usia pra pensiun pada fase dekat), karyawan yang pensiun karena sudah mencapai usia pensiun. Peneliti dibantu oleh beberapa teman dan saudara untuk memperoleh subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian. Setelah mendapatkan beberapa subjek, peneliti meminta informasi mengenai karyawan pra pensiun kepada beberapa subjek sebelumnya, sehingga peneliti mendapatkan subjek dari beberapa subjek ke subjek yang lainnya. Subjek penelitian diperoleh sebanyak 86 orang. Setelah diseleksi terdapat 5 subjek yang gugur karena usia dan jenis kelaminnya tidak sesuai dengan kriteria penelitian yang sudah ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada subjek untuk menjawab pertanyaan pada skala penerimaan diri sebanyak 33 item dan skala kecemasan sebanyak 36 item.


(60)

B. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Dari hasil pengumpulan data penelitian, diperoleh data dengan deskripsi sebagai berikut:

Tabel 7

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Deskripsi Data Penerimaan Diri Kecemasan

Mean 74,72 28,12

SD 9,393 10,311

Xmax 98 70

Xmin 47 2

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan mean penerimaan diri sebesar 74,72 dengan standar deviasi sebesar 9,393. Nilai tertinggi dari penerimaan diri sebesar 98 dan nilai terendah sebesar 47. Sedangkan, jumlah mean kecemasan sebesar 28,12 dengan standar deviasi sebesar 10,311. Nilai tertinggi kecemasan sebesar 70 dan nilai terendahnya sebesar 2.

Untuk melihat kecenderungan antara variabel bebas (penerimaan diri) dengan variabel tergantung (kecemasan) pada subjek penelitian, maka dilakukan uji signifikansi perbedaan antara data teoretis dengan data empiris.

Tabel 8

Data Teoretis dan Data Empiris

Variabel Data Teoretis Data Empiris

Mean Xmax Xmin Mean Xmax Xmin

Penerimaan Diri 49,5 99 0 74,72 98 47

Kecemasan 54 108 0 28,12 70 2

Mean teoretis merupakan rata–rata skor alat ukur penelitian, sedangkan mean empiris adalah rata–rata skor hasil penelitian. Mean teoretis pada variabel penerimaan diri sebesar 49,5 dan memiliki mean empiris


(61)

sebesar 74,72. Nilai tersebut menunjukkan bahwa mean teoretis lebih kecil daripada mean empiris, sehingga dapat diartikan bahwa penerimaan diri dalam diri subjek cenderung tinggi. Mean teoretis pada kecemasan sebesar 54 dan memiliki mean empiris sebesar 28,12. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada subjek penelitian cenderung rendah.

C. HASIL PENELITIAN

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu melakukan uji

asumsi yang terdiri dari uji normalitas sebaran dan uji linearitas hubungan.

a. Uji Normalitas

Perhitungan uji normalitas menggunakan program SPSS versi

16.0. Dari hasil perhitungan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 9

Hasil Uji Normalitas Sebaran

Aspek OneSample

Kolmogorov-Smirnov Test

Asymp. Sig.

(2-tailed) Keterangan

Penerimaan Diri 0,545 0,928 Normal

Kecemasan 0,893 0,403 Normal

Tabel 13 menunjukkan bahwa variabel penerimaan diri dari hasil pengujian One–Sample Kolmogorov-Smirnov Test (K-S)

diperoleh nilai 0,545 dengan p sebesar 0,928 (Asymp. Sig. (2-tailed)). Variabel kecemasan dari hasil pengujian One–Sample Kolmogorov-Smirnov Test (K-S) diperoleh nilai sebesar 0,893 dengan p sebesar


(62)

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai p untuk kedua variabel lebih besar dari 0,05 (p>0,05), sehingga sebaran skor variabel penerimaan diri dan kecemasan adalah normal.

b. Uji Linearitas

Dari hasil perhitungan data penelitian, diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 10

Hasil Uji Linearitas Hubungan

Kecemasan* Penerimaan Diri

F Sig

Between Groups (Combined) 5,006 0,000 Linearity 98,346 0,000 Deviation

from Linearity 1,995 0,015 Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F untuk linearitasnya sebesar 98,346 dengan p sebesar 0,000. Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai p lebih kecil daripada 0,05 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel penerimaan diri dengan kecemasan merupakan hubungan linear.


(63)

2. Uji Hipotesis

Dari hasil perhitungan data penelitian, diperoleh data sebagai

berikut:

Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis

PD KKL

PD

Pearson Correlation Sig (1–tailed)

N 1,000 . 81,000 -0,687** 0,000 81 KKL Pearson Correlation Sig (1–tailed)

N -0,687** 0,000 81 1,000 . 81,000 Hasil perhitungan diperoleh nilai r sebesar -0,687 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01), maka kedua variabel tersebut berkorelasi. Hasil hipotesis menyatakan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun, sehingga hipotesis dalam penelitian diterima. Hal tersebut berarti semakin tinggi tingkat penerimaan diri, maka semakin rendah tingkat kecemasan, demikian sebaliknya.

D. HASIL PENELITIAN TAMBAHAN

1. Jabatan

Tabel 12

Perbandingan Mean Empirik Kecemasan Berdasarkan Jabatan Jabatan Mean Empirik Sig. (p) Sig (2-tailed)

Pimpinan 30,22

0,673 0,331


(64)

Tabel 12 menunjukkan bahwa mean empirik pada subjek yang menjabat sebagai pimpinan sebesar 30.22, sedangkan mean empirik pada subjek yang menjabat sebagai staf atau karyawan sebesar 27,52 dengan p sebesar 0,673. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara subjek yang sebagai pimpinan dengan subjek yang sebagai staf atau karyawan. Subjek yang sebagai pimpinan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang sebagai staf atau karyawan.

Tabel 13

Perbandingan Mean Empirik Penerimaan Diri Berdasarkan Jabatan

Jabatan Mean Empirik Sig. (p) Sig (2-tailed)

Pimpinan 74,06

0,703 0,737

Staf/ karyawan 74,90

Tabel 13 menunjukkan bahwa mean empirik pada subjek yang sebagai pimpinan sebesar 74,06, sedangkan mean empirik pada subjek yang sebagai staf sebesar 74,90 dengan p sebesar 0,703. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penerimaan diri yang signifikan antara subjek yang sebagai pimpinan dengan subjek sebagai staf atau karyawan. Subjek yang sebagai pimpinan memiliki penerimaan diri yang lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang sebagai staf atau karyawan.


(65)

E. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson Product Moment. Variabel penerimaan diri sebagai variabel bebas dan variabel kecemasan sebagai variabel tergantung. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh koefisien korelasi (r) yang dihasilkan sebesar –0,687 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01), maka hipotesis yang berbunyi ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun dapat diterima. Semakin tinggi penerimaan diri karyawan laki–laki pra pensiun, maka kecemasan yang dirasakan atau dialami semakin rendah atau berkurang. Begitu sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri karyawan laki–laki pra pensiun, maka semakin tinggi kecemasan yang dirasakan atau dialaminya.

Dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa penerimaan diri memberikan sumbangan sebesar 47,2% dalam menurunkan kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun. Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan, penerimaan diri hanya salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan, sedangkan sisanya disebabkan karena faktor–faktor lain yang tidak tercakup atau termuat dalam penelitian ini.

Sebelumnya juga pernah ada penelitian yang meneliti tentang penerimaan diri dan stres pada penderita diabetes mellitus. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dan stres pada penderita diabetes mellitus (Novvida, 2007).


(66)

Dari hal tersebut kita menjadi tahu manfaat mampu melakukan penerimaan diri dengan baik, yaitu karyawan laki–laki pra pensiun mampu menyesuaikan diri dengan baik untuk mengurangi kecemasan saat menghadapi masa pra pensiun. Sheerer dalam Cronbach (1963) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki penerimaan diri yang baik memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya, merasa dirinya berharga, berani bertanggungjawab, mampu menerima pujian, percaya akan prinsip hidupnya, mampu mengenali kelemahan dan tidak merasa bersalah atas dorongan dan emosi pada dirinya. Hal tersebut diperkuat dengan adanya hasil deskripsi data penelitian yang menunjukkan bahwa mean teoretis pada variabel penerimaan diri sebesar 49,5, sedangkan mean empiris sebesar 74,72. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penerimaan diri dalam diri subjek cenderung tinggi. Pada variabel kecemasan menunjukkan bahwa mean teoretisnya sebesar 54, sedangkan mean empirisnya sebesar 28,12. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun cenderung rendah. Dengan kata lain, semakin tinggi penerimaan diri yang dimiliki oleh karyawan laki– laki pra pensiun, maka semakin rendah kecemasan yang dirasakan oleh karyawan laki–laki pra pensiun. Begitu sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri yang dimiliki oleh karyawan laki–laki pra pensiun, maka semakin tinggi kecemasan yang dirasakan oleh karyawan laki–laki pra pensiun.

Apabila seorang karyawan tidak mengelola penerimaan dirinya dengan baik, maka kecemasan yang dirasakan tetap tinggi. Jika, rasa cemas


(67)

tersebut dibiarkan terus–menerus dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan penyakit kronis seperti darah tinggi, kolestrol, liver, jantung koroner, kanker dan stroke (Nabari, 2009). Penerimaan diri yang tinggi sangat membantu seorang karyawan laki–laki pra pensiun dalam mengatasi perasaan–perasaan cemas menjelang pensiun.

Karyawan laki–laki pra pensiun memang seharusnya mampu mengenali diri apa adanya termasuk sifat yang baik maupun buruk dan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Kemampuan mengenali diri dan menyesuaikan diri tersebut dapat membantu karyawan laki–laki pra pensiun untuk mengetahui dan mengatasi perubahan–perubahan yang akan terjadi setelah pensiun nanti. Perubahan–perubahan tersebut dapat menyebabkan seorang karyawan merasa cemas menjelang pensiun, seperti cemas karena akan mengalami perubahan status, peran, penghasilan, harga diri dan kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan kerja (Bradbury, 1987). Mengelola diri dengan penerimaan diri secara tepat dan efektif dapat membuat kondisi karyawan laki–laki pra pensiun menjadi terbebas dari perasaan cemas.

Dari hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa kecemasan pada subjek yang sebagai pimpinan lebih tinggi dibandingkan dengan kecemasan pada subjek yang sebagai karyawan atau staf. Hasil tersebut didukung dengan teori yang menyatakan bahwa ketika menjelang masa pensiun seseorang seseorang yang saat bekerja menduduki suatu jabatan yang tinggi, seperti sebagai pimpinan akan mengalami kecemasan yang tinggi yang berdampak


(68)

pada penurunan fisik maupun mental saat menjelang pensiun (Suardiman, 2011; Solinge, 2007; Tarigan, 2009). Hal tersebut juga dapat membuat mereka sulit untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan situasi pensiun.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri memiliki pengaruh setidaknya meningkatkan atau mengurangi kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.


(69)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai r sebesar -0,687 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01).

Hal tersebut diperkuat dengan hasil mean teoretis pada variabel penerimaan diri sebesar 49,5, sedangkan mean empirisnya sebesar 74,72. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean teoretis lebih kecil daripada mean empirisnya, sehingga dapat diartikan penerimaan diri pada subjek penelitian cenderung tinggi.

Selain itu, pada variabel kecemasan mean teoretisnya sebesar 54, sedangkan mean empirisnya sebesar 28,12. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean teoretis lebih besar daripada mean empiris, sehingga dapat disimpulkan kecemasan pada subjek penelitian cenderung rendah.

B. SARAN

1. Bagi karyawan laki–laki pra pensiun dapat menyesuaikan diri dengan baik dan mampu menerima aspek pada dirinya termasuk sifat yang baik maupun buruk, sehingga kecemasan yang dirasakan menjelang pensiun dapat dikurangi. Oleh karena itu, karyawan laki–laki pra pensiun


(70)

diharapkan memiliki penerimaan diri yang baik, karena penerimaan diri berperan untuk mengurangi kecemasan–kecemasan yang dirasakan menjelang pensiun.

2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melanjutkan penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki skala penerimaan diri dan kecemasan, karena skala tersebut masih kurang sempurna. Hal tersebut terlihat dari banyaknya item yang gugur. Hal tersebut disebabkan karena banyak item yang tidak culture free dan banyak item yang dapat menimbulkan faking.


(71)

55

DAFTAR PUSTAKA

Agusyana, Yus & Islandscript. 2011. Olah Data Skripsi dan Penelitian dengan

SPSS 19. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Ariyani, Novi. 2008. Hubungan Antara Kecemasan Dengan Penyesuaian Diri

Dalam Menghadapi Pensiun Pada Pegawai Negeri Sipil. Skripsi (tidak

diterbitkan). Yogyakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

Azwar S. Drs., MA. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar S. Drs., MA. 2011. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar S. Drs., MA. 2011. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Bradbury, W. 1987. Masa Dewasa. Jakarta: PT. Tirta Pustaka.

Cronbach, J. P. 1963. Educational Psychology 2nd Edition. New York: Harcourt,

Bruce and World.

Daradjat, Z. 1996. Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung.

Eliana, Rika, S. Psi. 2003. Konsep Diri Pensiunan. Jurnal. Sumatera Utara: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Ghufron, M. Nur & Risnawita, Rini. 2010. Teori–teori Psikologi. Yogyakarta:

Ar–Ruzz Media.

Hadi, Sutrisno. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Hadi, Sutrisno. 2005. Aplikasi Ilmu Statistika di Fakultas Psikologi. Anima Indonesia Psychological Journal, Vol. 20, No. 3, 203–229.

Hanayanthi, Ni Nyoman. T. 2003. Perbedaan Tingkat Harga Diri Antara Pria

Dengan Wanita dalam Masa Pensiun Pada Pensiunan Bank Indonesia.

Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Hjelle, I. A & Ziegler, D. J. 1981. Personality Theories: Basic Asumptions,


(1)

UJI HIPOTESIS

Correlations

PENERIMAAN

DIRI KECEMASAN PENERIMAAN DIRI Pearson Correlation 1.000 -.687**

Sig. (1-tailed) .000

N 81.000 81

KECEMASAN Pearson Correlation -.687** 1.000 Sig. (1-tailed) .000

N 81 81.000


(2)

LAMPIRAN 7


(3)

UJI T KECEMASAN

Group Statistics

JABATAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean SKOR_TOTAL_Y PIMPINAN 18 30.22 12.168 2.868

STAF 63 27.52 9.743 1.228

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper SKOR_TO

TAL_Y

Equal variances assumed

.180 .673 .979 79 .331 2.698 2.756 -2.788 8.185

Equal variances not assumed


(4)

UJI T PENERIMAAN DIRI

Group Statistics

JABATAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean SKOR_TOTAL_X PIMPINAN 18 74.06 10.344 2.438

STAF 63 74.90 9.184 1.157

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper SKOR_TO

TAL_Y

Equal variances assumed

.146 .703 -.336 79 .737 -.849 2.524 -5.874 .146

Equal variances not assumed


(5)

vi

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN

PADA KARYAWAN LAKI

LAKI PRA PENSIUN

Ni Ketut Mila Puspita Sari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Hipotesis yang diajukan, yaitu ada hubungan negatif antara peneriman diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 81 orang dengan batasan usia 54– 55 tahun dan pensiun karena sudah mencapai usia pensiun. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan skala penerimaan diri dan skala kecemasan. Setelah dilakukan tryout terpakai pada skala penerimaan diri diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,870, sedangkan pada skala kecemasan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,900. Hasil uji linearitas kedua variabel memiliki probabilitas sebesar 0,000 (p<0,05). Data penelitian ini dianalisis menggunakan teknik Pearson Product

Moment Correlation karena distribusi data normal. Koefisien korelasi

yang diperoleh sebesar -0,687 dengan probabilitas 0,000 (p<0,01). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan pada karyawan laki–laki pra pensiun. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penerimaan diri karyawan laki– laki pra pensiun, maka semakin rendah kecemasan karyawan laki–laki pra pensiun.


(6)

vii

THE RELATION BETWEEN SELF ACCEPTANCE AND ANXIETY OF

MALE EMPLOYEES IN PRE RETIREMENT

Ni Ketut Mila Puspita Sari

ABSTRACT

This research was aimed to know correlation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. Hypothesis that was proposed is that there was a negative relation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. Subjects in this research were 81 people range of 54–55 years old and the retired because they reach retirement age. The collected data was conducted by

self acceptance and anxiety’s scale. After conducted the used try out in

self acceptance, it was obtained a reliability coefficient of 0,870, meanwhile in anxiety scale obtained a reliability coefficient of 0,900. The two variables of linearity test result had a probability of 0,000 (p<0,05). These research data was analyzed by Pearson Product Moment Correlation Technique due to normal data distribution. Correlation coefficient obtained was -0,687 with probability of 0,000 (p<0,01). This research showed that there was a negative relation between self acceptance and anxiety of male employees in pre retirement. It could be concluded that the higher self acceptance employees male pre retirement, the lower anxiety of male employees in pre retirement.