d. Methods metode kerja
Pada faktor methods metode kerja yang menjadi akar penyebab pemborosan waste adalah work pengimplementasian metode kerja dan
setting ketepatan susunan metode kerja. e.
Materials bahan baku Pada faktor Materials bahan baku yang menjadi akar penyebab
pemborosan waste adalah Hardness tingkat kekerasan material dan colours warna material.
Dari faktor – faktor tersebut dapat dilihat akibatnya, seperti : defect waste. Sehingga akan diketahui secara rinci akar penyebab dari waste pada suatu
perusahaan yang diteliti.
2.2.10 Failure Mode Effect and Analysis FMEA
FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan
dampaknya pada kesuksesan suatu misi dan keselamatan anggota atau peralatan. Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi manufaktur modern
yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa prioritas baru, termasuk
kepuasan dan keselamatan konsumen. Haviland, 1998. Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai
sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu 1 Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau produk selama siklus hidupnya. 2 Efek dari kegagalan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tersebut. 3 Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk atau proses. Haviland, 1998.
FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan reliability dan penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan
produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan, desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang
berpengaruh, antara lain : 1.
Rating keparahan severity adalah rating yang berhubungan dengan tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek dirating pada
skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut berbagai aspek dari desain,
pemilihan material, kekurangan atau kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang, perakitan, inspeksi, uji coba atau testing,
pengendalian kualitas quality control, penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan penyimpanan yang tidak terduga akibat kelebihan
beban atau kerusakan mekanis atau kimia dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber tersebut memberikan kontribusi kegagalan. Ford Motor
Company, 1992. 2.
Rating kejadian occurrence adalah rating yang berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada
elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating kejadian ini diestimasikan
dengan jumlah kegagalan kumulatif yang muncul pada setiap 1000 komponen atau CNF Cumulative Number of Failure1000. CNF1000 dapat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
diestimasikan dari sejarah tingkat kegagalan proses manufaktur dan komponen yang mirip atau yang dapat mewakili jika estimasi dari kegagalan dari
komponen yang dimaksud tidak dapat ditentukan. 3.
Rating deteksi detection tergantung pada metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating deteksi adalah ukuran kemampuan metode tipe
2 untuk mendeteksi penyebab atau mekanisme kegagalan atau kemampuan pengendalian metode tipe 3 untuk mendeteksi kegagalan. Satu nilai deteksi
diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Metode
pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang sebagai sebuah sistem jika beroperasi secara independen.
Tahapan FMEA diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Identifikasi sistem dan elemen system 2.
Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of Failure
merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan. 3.
Menentukan tingkat keparahan dari suatu kegagalan severity. Tim FMEA dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria menurut
Stam,1998. 4.
Menentukan occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah kegagalan yang terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai
dari angka 1 tingkat kejadian rendah hingga 10 tingkat kejadian sering. Rating occurrence dapat ditentukan menurut Ford, 1992
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Menentukan tingkat deteksi detection. Tingkat deteksi menyatakan tingkat
ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Tingkat deteksi mulai dari angka 1 sampai 10. Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin
tinggi kemampuan metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu, maka diberikan nilai deteksi terendah. Apabila
nilai deteksi tidak dapat ditentukan, maka nilai deteksi yang digunakan adalah 10.
6. Menghitung Risk Priority Number RPN. RPN menyatakan tingkat resiko
dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1-1000, semakin tinggi angka RPN, maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap
sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN = Severity x Occurrence x Detection.
7. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko
kegagalan dan selanjutnya dianalisa.
Tabel 2.5 Failure Mode Effect and Analysis FMEA
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Sumber : Danang Prasetyo, 2010
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.3 Peneliti Terdahulu
Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun penerapan Lean Manufacturing, maka peneliti menggunakan metode ini dengan
melihat peneliti terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan tugas akhir ini, diantaranya adalah :
1. Ucok James MP Marpaung, 2008
“Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean
Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan Studi kasus : PT. Barata Indonesia Persero ”
Kesimpulan : -
Dari gambar ibig picture mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk mesin gilas MG-6 adalah 509,7 jam dengan
value added time sebesar 1129,1 jam -
Jumlah ragam aktivitas yang termasuk value adding activity adalah operasi dengan 566 aktivitas 40,3 necessary non value adding
activity 491 aktivitas 35 dan yang tergolong non value adding activity 364 aktivitas 24,7
- Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa
terdapat 3 jenis pemborosan yang paling sering terjadi yaitu : gerakan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat dan cacat dalam proses
pembuatan mesin gilas MG-6 di PT. Barata Indonesia Persero. -
Jenis pemborosan gerakan yang tidak perlu dan proses yang tidak tepat dideteksi dan dievaluasi dengan menggunakan tool process activity
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.