PENERAPAN METODE LEAN MANUFACTURING PADA PROSES PRODUKSI KERAMIK Single Firing 40 x 40 Cm DI PT. X GRESIK.

(1)

PENERAPAN METODE LEAN MANUFACTURING

PADA PROSES PRODUKSI KERAMIK

Single Firing

40 x 40 Cm

DI PT. X GRESIK

Oleh :

ANDRODION GONADI KRUSANTO

0732010057

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah berkat rahmat Tuhan YME yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Laporan Penelitian Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul “ Penerapan Metode Lean Manufacturing Pada Proses Produksi Keramik Single Firing 40 x 40 Cm di PT. X Gresik ” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan Program Sarjana Strata - 1 (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Terselesaikannya Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto,MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Moch. Tutuk Safirin, MT. Selaku Dosen Pembimbing I 5. Ibu Ir. Endang Pudji W, MMT. Selaku Dosen Pembimbing II 6. Dosen penguji Seminar 1 dan Seminar 2 saya.

7. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Ir. Sidik Herwanto dan Ibunda Rusmiyati serta adik penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya. Dan juga seluruh keluarga besar Ir. Sidik Herwanto dan Rusmiyati.

8. Bapak Winny Luhur selaku Manager Produksi PT. Keramik Diamond Industries Gresik.

9. Bapak Mahendra dan Bapak Sulhan selaku pembimbing lapangan di PT. Keramik Diamond Industries Gresik dan Seluruh karyawan PT. Keramik Diamond Industries Gresik yang telah membantu dan meluangkan waktunya terhadap penelitian saya.


(3)

10. Ocky Hegar Pratama, ST, Rizky Aditya, ST, dan Andy Farizal yang selalu membantu penulis dalam penyelsaian skripsi saya. Saya do’akan moga sukses dalam karir kerjanya, amien!

11. Semua kawan – kawan penulis angkatan 2007 Paralel A-D yang selalu memberi aku motivasi dan canda tawa waktu Dikampus.

12. Yang terakhir penulis mengucapkan terima kasih buat kawan-kawan Paralel B yang membantu dan bekerjasama melancarkan dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah.

Penulis mohon maaf jika penulisan Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini terdapat kesalahan. Akhirnya semoga Laporan Tugas Akhir (Skripsi) ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak,amien!

Surabaya, November 2011 Hormat kami


(4)

DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

Abstrak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan masalah ... 2

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan penelitian ... 3

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistemetika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas ... 7

2.1.1 Konsep Kualitas Berdasarkan Pandangan Modern... 9

2.1.2 Pengendalian Kualitas... 10

2.1.3 Konsep Dasar Lean... 14

2.1.3.1 Definisi Lean ... 14

2.1.3.2 Prinsip Dasar Lean... 16


(5)

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing ... 17

2.2.2 Prinsip-prinsip Lean Manufacturing ... 21

2.2.3 Pemborosan Waste... 22

2.2.4 Tujuh Pemborosan (Seven Waste)... 23

2.2.4.1 Tiga Katagori Waste... 26

2.2.4.2 Seven Wastes Relationship ... 26

2.2.5 Value Stream Mapping ... 27

2.2.5.1 Current State Value Stream Mapping ... 29

2.2.6 Big Picture Mapping ... 30

2.2.7 Kuisioner atau Formulir... 32

2.2.8 Value Stream Analysis Tools (VALSAT) ... 34

2.2.8.1 Penggunaan VALSAT... 37

2.2.9 Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)... 39

2.2.10 Failure Mode Effect And Analysis (FMEA)... 41

2.3 Peneliti Terdahulu... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 53

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 53

3.2.1 Variabel Bebas ... 53

3.2.2 Variabel Terikat... 54

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 55

3.3.1 Data Primer ... 55

3.3.2 Data Sekunder ... 55


(6)

3.4.1 Pengolahan Data Dengan BPM ... 56

3.4.2 Pengolahan Data Kuisioner ... 56

3.4.3 Perhitungan VALSAT (Value Stream Analysis Tools) ... 57

3.4.4 Fish Bone Chart ... 58

3.4.5 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)... 59

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 60

3.6 Penjelasan Flowchart Pemecahan Masalah ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 64

4.1.1 Data Hasil Pengamatan Tujuh Waste... 64

4.1.2 Jam Kerja Karyawan... 64

4.1.3 Bahan Baku... 65

4.1.4 Mesin dan Peralatan... 67

4.1.5 Produk Yang Dihasilkan... 67

4.1.6 Big Picture Mapping (BPM)... 68

4.1.6.1 Data Aliran Bahan... 68

4.1.6.2 Data Aliran Informasi... 70

4.1.7 Data Waktu Produksi... 73

4.2 Pengolahan Data ... 74

4.2.1 Identifikasi Waste... 74

4.2.2 Pemilihan Tools dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT)... 77

4.2.3 Process Activity Mapping (PAM)... 81


(7)

4.3.1 Analisa Identifikasi Value Stream Dengan Big Picture

Mapping (BPM) ... 86 4.3.2 Analisa Kuisioner (Identifikasi Waste)... 88 4.3.3 Analisa Pemilihan Tools Dengan Value Stream Analysis Tools (VALSAT)... 88 4.3.4 Process Activity Mapping (PAM)... 89 4.3.5 Analisa Waste Dengan Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)... 93 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 104 5.2 Saran... 105 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga Katagori Waste... 26

Gambar 2.2 Seven Wastes Relationship... 27

Gambar 2.3 Simbol Yang Digunakan Dalam VSM... 28

Gambar 2.4 Simbol-simbol Big Picture Mapping... 32

Gambar 2.5 Matriks VALSAT... 37

Gambar 2.6 Fish Bone Chart... 40

Gambar 3.1 flowchart pemecahan masalah ... 60

Gambar 4.1 Aliran Bahan Pembuat Keramik ... 69

Gambar 4.2 Aliran Informasi ... 73

Gambar 4.3 Persentase Jumlah Aktivitas... 82

Gambar 4.4 Persentase Waktu Aktivitas... 84

Gambar 4.5 Value Stream Activity... 85

Gambar Big Picture Mapping... 87

Gambar 4.6 Process Activity Mapping... 91

Gambar 4.7 Kecacatan (Defect) ... 94

Gambar 4.8 Menunggu (Waiting) ... 95

Gambar 4.9 Produksi Berlebih (Overproduction)... 96

Gambar 4.10 Perpindahan (Transportation) ... 97

Gambar 4.11 Persediaan Yang Tidak Perlu (Unnecessary Inventory) ... 98

Gambar 4.12 Proses Yang Tidak Sesuai (Innapproprite Process) ... 99


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pendekatan Untuk Mereduksi Pemborosan Dalam Industri

Manufactur ... 25

Tabel 2.2 Kuisioner... 32

Tabel 2.3 Formulir ... 33

Tabel 2.4 Tabel Korelasi Waste Terhadap Tools ... 38

Tabel 2.5 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)... 44

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 57

Tabel 4.1 Bahan Baku Keras... 66

Tabel 4.2 Bahan Baku Lunak... 66

Tabel 4.3 Bahan Baku Pendukung ... 66

Tabel 4.4 Mesin dan Peralatan ... 67

Tabel 4.5 Jumlah Output Produksi Keramik... 68

Tabel 4.6 Waktu Proses Produksi Keramik Ukuran 40x40 Cm PT.X ... 73

Tabel 4.7 Rekap Hasil Waste Dari Kuisioner ... 76

Tabel 4.8 Rekap Hasil Waste Dari Kuisioner Sesuai Ranking ... 77

Tabel 4.9 Perhitungan VALSAT... 79

Tabel 4.10 Perhitungan Ranking Skor VALSAT ... 79

Tabel 4.11 Penentuan Tools VALSAT ... 80

Tabel 4.12 Persentase Jumlah Aktivitas... 82

Tabel 4.13 Persentase Waktu Aktivitas ... 83

Tabel 4.14 Value Stream Activity... 85

Tabel 4.15 Value Stream Activity... 90


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pendekatan Untuk Mereduksi Pemborosan Dalam Industri

Manufactur ... 25

Tabel 2.2 Kuisioner... 32

Tabel 2.3 Formulir ... 33

Tabel 2.4 Tabel Korelasi Waste Terhadap Tools ... 38

Tabel 2.5 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)... 44

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 57

Tabel 4.1 Bahan Baku Keras... 66

Tabel 4.2 Bahan Baku Lunak... 66

Tabel 4.3 Bahan Baku Pendukung ... 66

Tabel 4.4 Mesin dan Peralatan ... 67

Tabel 4.5 Jumlah Output Produksi Keramik... 68

Tabel 4.6 Waktu Proses Produksi Keramik Ukuran 40x40 Cm PT.X ... 73

Tabel 4.7 Rekap Hasil Waste Dari Kuisioner ... 76

Tabel 4.8 Rekap Hasil Waste Dari Kuisioner Sesuai Ranking ... 77

Tabel 4.9 Perhitungan VALSAT... 79

Tabel 4.10 Perhitungan Ranking Skor VALSAT ... 79

Tabel 4.11 Penentuan Tools VALSAT ... 80

Tabel 4.12 Persentase Jumlah Aktivitas... 82

Tabel 4.13 Persentase Waktu Aktivitas ... 83

Tabel 4.14 Value Stream Activity... 85

Tabel 4.15 Value Stream Activity... 90


(12)

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tiga Katagori Waste... 26

Gambar 2.2 Seven Wastes Relationship... 27

Gambar 2.3 Simbol Yang Digunakan Dalam VSM... 28

Gambar 2.4 Simbol-simbol Big Picture Mapping... 32

Gambar 2.5 Matriks VALSAT... 37

Gambar 2.6 Fish Bone Chart... 40

Gambar 3.1 flowchart pemecahan masalah ... 60

Gambar 4.1 Aliran Bahan Pembuat Keramik ... 69

Gambar 4.2 Aliran Informasi ... 73

Gambar 4.3 Persentase Jumlah Aktivitas... 82

Gambar 4.4 Persentase Waktu Aktivitas... 84

Gambar 4.5 Value Stream Activity... 85

Gambar Big Picture Mapping... 87

Gambar 4.6 Process Activity Mapping... 91

Gambar 4.7 Kecacatan (Defect) ... 94

Gambar 4.8 Menunggu (Waiting) ... 95

Gambar 4.9 Produksi Berlebih (Overproduction)... 96

Gambar 4.10 Perpindahan (Transportation) ... 97

Gambar 4.11 Persediaan Yang Tidak Perlu (Unnecessary Inventory) ... 98

Gambar 4.12 Proses Yang Tidak Sesuai (Innapproprite Process) ... 99


(14)

   

ABSTRAK

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan

manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan yang pada akhirnya adalah meningkatkan daya saingperusahaan itu sendiri.

PT. X adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang industri keramik. Peluang pasar yang masih besar membuat perusahaan ini selalu meningkatkan jumlah produksinya dari waktu kewaktu, akan tetapi banyaknya faktor kendala yang dihadapi oleh perusahaan tersebut misal produksi berlebih yang disebabkan karena memproduksi lebih dari kebutuhan pelanggan, transportasi yang disebabkan perpindahan produk jadi (keramik) ke gudang produk jadi yang jaraknya terlalu jauh, menunggu dan kecacatan yang masih banyak terjadi yaitu keramik pecah, ratak dan seding (permukaan keramik tidak rata) yang membuat jalannya produksi kurang begitu maksimal.

Tujuan dilakukan penelitian di PT. X adalah untuk mengidentifikasi aktivitas secara keseluruhan menggunakan Big Picture Mapping, Value Stream Analysis Tools

(VALSAT) dan menganalisa penyebab pemborosan yang ada selama proses produksi denan Fish Bone Chart dan memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode Effect and Analysis) untuk mengurangi waste yang ada pada proses produksi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa waste terbesar adalah Defect (4,57) dan waste terkecil adalah motion (0,86) dengan kegiatan Value Added 76,19% dengan waktu aktivitas 63,35%. Kegiatan Non Value Added 7,14% dengan waktu aktivitas 16,46%. Kegiatan Necessary but Non Value Added 16,60% dengan waktu aktivitas 20,19% dan usulan perbaikan Peningkatan faktor kontrol pada setiap pekerja, pemberian visual control dan melakukan preventive maintenance. Penambahan tenaga kerja (terutama pada proses packaging), dan pengaturan ulang tata letak stasiun kerja . Koordinasi antar bagian ditingkatkan, standard produksi harus jelas dan pembenahan metode kerja. Pembenahan tata letak/layout pabrik, perawatan alat transportasi untuk pemindahan barang ditingkatkan dan penambahan alat transportasi untuk pemindahan barang. Lebih teliti dalam mengontrol bahan baku dan pembaharuan metode kerja. Mengadakan pelatihan pada tenaga kerja, maintenance alat/mesin harus ditingkatkan, mematuhi peraturan SOP dan pemberian visual control. Pembenahan fasilitas dan layout kerja dan memberikan metode kerja yang benar pada operator.

Kata kunci : Lean manufacture,Pemborosan, BPM, VALSAT, Fish bone chart, FMEA


(15)

   

ABSTRACT

Intense competition in the industrial world increasingly encourage manufacturing companies to continuously improve its products in the form of quality, price, quantity production, timely delivery, with a more tangible goal is to provide satisfaction to customers. Real effort in a production of goods is to reduce the waste that has no added value in many ways including the provision of raw materials, material traffic, operator movement, the movement of tools and machines, waiting for the process, rework and repair. The main idea is the achievement of the overall production efficiency by reducing waste, which in turn is increasing the competitiveness of the company itself.

PT. X is a manufacturing company engaged in the ceramics industry. Huge market opportunity that still make these companies always increase the amount of production from time to time, but many factors constraints faced by these companies eg due to excessive production producing over customer requirements, which caused the displacement of transportation of finished products (ceramic) to a warehouse product so that the distance is too far away, waiting and defects occur is still a lot of broken pottery, and seding ratak (uneven tile surface) which makes the course less so maximum production.

The goal of research conducted at PT. X is to identify the activity as a whole using the Big Picture Mapping, Value Stream Analysis Tools (VALSAT) and analyze the causes of the existing waste during the production process primarily to Fish Bone Chart and propose improvements by using the method of FMEA (Failure Mode Effect and Analysis) to reduce waste that exist in the production process.

Based on survey results revealed that the greatest waste is the Defect (4,57) and waste is the smallest motion (0,86) with 76,19% Value Added activities with the activities of 63,35%. Non-Value Added Activity 7,14% to 16,46% of activity time. Activities Necessary but Non Value Added activities of 16,60% with a time of 20,19% and the proposed improvements Improved control factors on each worker, the provision of visual control and perform preventive maintenance. The addition of labor (especially in the packaging process), and rearranging the layout of work stations. Improved coordination between divisions, production standards must be clear and revamping work methods. Improving the layout / layout of the plant, maintenance of transportation for moving goods and the addition of improved means of transportation for moving goods. More thoroughly in control of raw materials and working methods reform. Conduct training on labor, maintenance tool / machine must be upgraded, to comply with SOP regulation and provision of visual control. Improving the facilities and layout work and provide the correct working methods on the service.

Keywords: Lean manufacturing, Waste, BPM, VALSAT, Fish bone chart, FMEA


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ketatnya persaingan dalam dunia industri semakin memacu perusahaan manufacturing untuk meningkatkan terus menerus hasil produksinya dalam bentuk kualitas, harga, jumlah produksi, pengiriman tepat waktu, dengan tujuan yang lebih nyata adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan. Usaha yang nyata dalam suatu produksi barang adalah mengurangi pemborosan yang tidak mempunyai nilai tambah dalam berbagai hal termasuk penyediaan bahan baku, lalu lintas bahan, pergerakan operator, pergerakan alat dan mesin, menunggu proses, kerja ulang dan perbaikan. Ide utamanya adalah pencapaian secara menyeluruh efisiensi produksi dengan mengurangi pemborosan (waste) yang ada pada proses produksi mulai dari body preparation (pembuatan powder atau bubuk), press (mencetak tile mentah atau basah), glazing line (memberikan lapisan glaze dan motif atau warna pada tile), indo kiln (proses pembakaran pada tile) dan grading (penyeleksian tile menurut kwalitas) sampai pada penyimpanan produk barang jadi yang akhirnya adalah meningkatkan daya saing.

PT. X merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang melayani pembuatan produk keramik, akan tetapi dalam proses produksi tersebut masih terjadi pemborosan diarea proses produksi. Semisal produksi berlebih yang disebabkan karena memproduksi lebih dari kebutuhan


(17)

pelanggan, transportasi yang disebabkan perpindahan produk jadi (keramik) ke gudang produk jadi yang jaraknya terlalu jauh, menunggu dan kecacatan yang masih banyak terjadi yaitu keramik pecah, ratak dan seding (permukaan keramik tidak rata). Oleh sebab itu pendekatan Lean Manufacturing sangat menunjang untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada di PT. X.

Berdasarkan permasalahan yang ada diperusahaan maka perusahaan membutuhkan penyelesaian untuk mengurangi pemborosan dalam hal ini penggunaan metode lean manufacturing itu sendiri akan dapat mengidentifikasi dan menganalisa waste (pemborosan) di dalam proses produksi yang ada di PT. X untuk menentukan faktor penyebab pemborosan dan menganalisanya sehingga kualitas produk yang baik akan didapatkan dan tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen akan tercapai dengan baik dan memuaskan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas masalah yang dihadapi perusahaan sekarang ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana mengidentifikasi dan meminimasi pemborosan (waste) yang terjadi pada proses produksi dengan mereduksi kegiatan yang tidak menghasilkan

nilai tambah di PT. X.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mencapai tujuan yang dinginkan dalam penelitian maka perlu dilakukan pembatasan masalah yang dihadapi, yaitu:


(18)

1. Pengukuran dibatasi dengan mengukur dan mencari waste pada proses produksi keramik Single Firing ukuran 40 x 40 Cm.

2. Penelitian ini ditekankan untuk mengurangi waste pada produksi keramik

Single Firing ukuran 40 x 40 Cm, dan dilakukan diarea proses produksi PT. X. 3. Konsep Waste yang diteliti adalah 7 tipe yaitu produksi berlebihan

(overproduction), menunggu (waiting), transportasi (transportation), proses yang tidak tepat (excess processing), persediaan yang tidak perlu, gerakan yang tidak perlu (motion), serta kecacatan (defect).

4. Penelitian ini untuk meminimalis pemborosan di area proses produksi sebagai usulan/rekomendasi perbaikan.

1.4. Asumsi

Dalam menyelesaikan penelitian untuk mencapai hasil yang diinginkan digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Kondisi mesin pada saat produksi dalam kondisi yang stabil dan baik. 2. Aliran poses produksi tidak berubah selama penelitian berlangsung. 3. Tidak ada penambahan alat atau mesin produksi selama penelitian.

4. Pada bagian produksi tidak mengalami perubahan kebijakan oleh perusahaan.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan di PT. X adalah:

1. Mengidentifikasi waste yang sering terjadi dalam proses produksi keramik di PT. X


(19)

2. Menentukan kegiatan Value Added, Non Value Added dan Necessary Non Value Added.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penerapan metode Lean Manufacture, diharapakan pihak perusahaan dapat mengurangi jumlah waste (pemborosan) yang dialami selama ini, serta bukti konsistensi perusahaan dalam penerapan standard mutu produk untuk memuaskan keinginan konsumen.

2. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dengan menerapkan penggunaan metode Lean Manufacture dalam permasalahan waste

(pemborosan) yang ada di dalam proses produksi suatu perusahaan. 3. Bagi Universitas

Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna sebagai pembanding bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan penelitian sesuai dengan sistematika penulisan yang ditetapkan oleh pihak fakultas dalam memudahkan penelitian adalah sebagai berikut :


(20)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, asumsi-asumsi, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori dasar yang berkaitan dengan Lean Phylosophy, BPM (Big Picture Mapping), VALSAT( Value Stream

Analysis Tools), Fish Bone Chart, Failure Mode Effect and

Analysis yang dijadikan acuan dalam melakukan langkah-langkah penelitian sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan. BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini dibahas tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi operasional variabel, metode pengumpulan data, pengolahan data dan langkah – langkah pemecahan masalah.

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang beberapa hal yang berkaitan dengan tahapan identifikasi permasalahan yang ada di perusahaan dengan diawali penjelasan tentang proses produksi di PT. X secara umum, pembuatan current state value stream mapping, identifikasi waste

dengan VALSAT, identifikasi penyebab permasalahan, dan perancangan solusi perbaikan. Selain itu, juga akan dilakukan identifikasi hasil perbaikan dengan pembuatan rekomendasi


(21)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan atas analisa dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Kesimpulan ini akan menjawab tujuan penelitian. Selain itu juga berisi saran penelitian sehingga diharapkan dapat dilanjutkan untuk penelitian yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas

Untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat, sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu perusahaan adalah kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Produk dan jasa yang berkualitas adalah produk dan jasa yang sesuai dengan apa yang dinginkan konsumen. Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut Dorothea W.A (2002), beberapa ahli yang banyak dikenal, antara lain :

a. Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.

b. Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi avaibility, delivery, reability, maintainability, dan cost effectiveness”.


(23)

c. Deming (1982) “kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang”.

d. Feigenbaum (1991) “kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan

maintenance, di mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan”.

e. Scherkenbach (1991) “kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut”.

f. Elliot (1993) “kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan”.

g. Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.

h. Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.


(24)

2.1.1 Konsep kualitas berdasarkan pandangan modern

Pengertian dari konsep kualitas pada masa sekarang adalah lebih luas dari sekedar inspeksi yang mengandalkan pada strategi pendeteksian. Kegiatan inspeksi ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia-sia, karena tidak memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas (quality improvement). Pengertian modern dari konsep kualitas adalah membangun sistem kualitas modern. Pada dasarnya sistem kualitas modern mempunyai 5 (lima) karakteristik sebagai berikut (Gaspersz, 2007) :

1) Sistem kualitas modern berorientasi kepada pelanggan.

2) Adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top management).

3) Adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.

4) Adanya aktifitas yang berorientasi kepada tindakan pencegahan kerusakan bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja.

5) Adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life).

Sistem kualitas modern pada dasarnya terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu sebagai berikut:

a) Kualitas desain

Kualitas dari sebuah desain berhubungan kuat dengan kebutuhan

customer (ekspektasi) dari produk yang nantinya akan dihasilkan, sehingga seminimal mungkin ketidaksesuaian antara desain yang dirancang dengan desain yang diinginkan oleh customer dapat dikurangi.


(25)

Kualitas dari desain biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tipe dari produk, biaya, kebijakan profit yang ditetapkan perusahaan, tingkat kebutuhan, tingkat ketersediaan komponen dan material, serta

safety product.

b) Kualitas konformansi.

Kualitas disini berhubungan dengan kemapuan dari proses produksi suatu produk atau jasa dengan standard - standard yang telah dipilih atau ditetapkan dalam tahapan desain. Dengan demikian kualitas konformasi menunjukkan tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk.

c) Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual

Berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam penggunaan produk itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan, dan pelayanan purna jual.

2.1.2 Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen dimana aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengansumsi, tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang standar. Pengendalian proses statistic pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan benar sejak awal (Montgomery, Douglas C, 1998 ).

Dalam pemeriksaan atau pengujian kualitas kedalam suatu produk itu tidak mungkin harus dibuat dengan benar sejak awal. Ini berarti proses produksi


(26)

harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi.

Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama sama menggambarkan kecocokan penggunanya. Parameter parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas yaitu :

a. Fisik, Panjang, berat, voltase, kekentalan. b. Indera, rasa, penampilan, warna.

c. Orientasi Waktu, keandalan, dapatnya dipelihara, dirawat. (Montgomery, Douglas C, 1998)

Pengendalian kualitas memiliki beberapa tujuan yaitu :

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien. 2. Perbaikan hubungan manusia.

3. Peningkatan moral karyawan.

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan diatas akan terjadi peningkatan produktivitas dan profitabilitas usaha. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan 2. Penurunan ongkos kualitas secara keseluruhan.


(27)

Untuk mencapai pengendalian mutu yang baik perlu dilakukan beberapa tindakan, antara lain :

a) Pemeriksaan bahan baku

Harus ada pemeriksaan dan pengendalian bahan baku yang masuk untuk memastikan bahwa bahan-bahan itu memenuhi standard yang telah ditetapkan oleh pabrik atau perusahaan.

b) Pemeriksaan proses

Harus ada pemeriksaan dalam proses untuk memastikan bahwa produk yang dibuat memenuhi standard serta mengatur dan mengganti peralatan proses yang tidak layak pakai yang dapat mempengaruhi produk.

c) Pemeriksaan produk akhir

Harus ada pemeriksaan dan pengujian terhadap produk yang dihasilkan, biasanya dilakukan di gudang sebagai tempat menyimpan produk sebelum dipasarkan.

Kegiatan pengendalian kualitas sangat luas, karena pengaruh terhadap kualitas harus dimasukkan dan diperhatikan. Menurut Assauri (1980) secara garis besar pengendalian kualitas dibedakan atau dikelompokkan ke dalam 2 tingkatan, yaitu :

1. Pengawasan selama pengolahan (proses)

Banyak cara-cara pengawasan kualitas yang berkenaan dengan proses yang teratur. Contoh atau sampel dari hasil diambil pada jarak waktu yang sama, dan dilanjutkan dengan pengecekan statistik untuk melihat apakah proses dimulai dengan baik atau tidak. Apabila mulainya salah, maka keterangan kesalahan ini dapat diteruskan pada pelaksana


(28)

semula untuk penyesuaian kembali. Pengawasan yang dilakukan hanya sebagian dari proses mungkin itu tidak ada artinya bila tidak diikuti pengawasan pada bagian lain.

2. Pengawasan dari hasil yang telah diselesaikan

Walaupun telah diadakan pengawasan kualitas dalam tingkat-tingkat proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin hasil proses semuanya baik. Untuk menjaga agar barang-barang hasil yang cukup baik atau yang paling sedikit rusaknya, tidak keluar atau lolos dari pabrik sampai ke konsumen, maka diperlukan adanya pengawasan atas barang hasil akhir atau produk jadi.

Seperti yang sudah dibahas di atas, arti dari mutu adalah cocok dengan maksudnya, sesuai dengan persyaratan. Yang dimaksud disini adalah produk didesain dan dibuat agar sesuai dengan kegunaannya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan arti pengendalian adalah suatu jaminan atau penjagaan agar pelaksanaan sedapat mungkin selaras dengan rencana yang telah ditetapkan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian mutu berkenaan dengan semua fungsi-fungsi dan aktivitas yang harus dilaksanakan untuk memenuhi sasaran-sasaran mutu perusahaan. Di beberapa perusahaan fungsi-fungsi ini sangat luas dan mencakup banyak karyawan, sedangkan di perusahaan lain fungsi ini hanya terbatas pada pemeriksaan dan karyawan yang dilibatkannya hanya sedikit.


(29)

2.1.3 Konsep Dasar Lean 2.1.3.1 Definisi Lean

Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk barang/jasa agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). (Vincent Gaspersz, 2008). Tujuan lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terus menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value to waste ratio ).

APICS Dictionary (2005) mendefinisikan lean sebagai suatu filosofi bisnis yang berlandaskan pada minimalisasi penggunaan sumber daya (termasuk waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding activities) dalam desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa),

supply chain management, yang berkaitan langsung kepada pelanggan.

Lean dapat didefinisikan sebagai pendekatan sistemik dan sistematis untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radical continuous improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan external untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan.

Lean yang diterapkan pada keseluruhan perusahaan akan disebut sebagai Lean Enterprise. Apabila Lean diterapkan pada manufacturing, hal itu disebut sebagai

Lean Manufacturing, jika dalam bidang jasa disebut Lean Service. Demikian pula apabila Lean diterapkan dalam fungsi : design/development, order entry,


(30)

accounting, finance, engineering, sales/marketing, production, administration,

office, maka akan disebut sebagai : Lean Design/Development, Lean Order Entry, Lean Accounting, Lean Finance, Lean Engineering, Lean Sales/Marketing, Lean

Production, Lean Administration, Lean Office. Demikian pula Lean yang diterapkan dalam bank akan disebut sebagai Lean Banking, Lean dalam bidang retail disebut sebagai Lean Retailing, Lean dalam pemerintahan disebut sebagai

Lean Government, dll. (Vincent Gaspersz, 2008).

Pendekatan Lean adalah berfokus pada peningkatan terus-menerus

customer value melalui identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah yang merupakan pemborosan (waste). Waste dapat didefinisikan sebagai aktivitas kerja (work activity) yang tidak memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream. Berdasarkan perspektif

Lean semua jenis pemborosan yang terdapat sepanjang proses value stream, yang mentransformasikan input menjadi output harus dihilangkan agar meningkatkan nilai produk (barang/jasa) guna peningkatan customer value.

Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu type one waste dan type two waste. Type one waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output

sepanjang value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Misalnya aktivitas inspeksi dan penyortiran dari perspektif Lean merupakan aktivitas tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste. Namun pada saat sekarang ini kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan sudah berusia lama sehingga tingkat kendalanya menjadi berkurang. Type one waste ini


(31)

sering disebut sebagai incidental activity atau incidental work yang termasuk kedalam aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding work activity). Type two waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera. Misalnya menghasilkan produk cacat (defects) atau melakukan kesalahan (errors) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type two waste ini sering disebut sebagai waste saja, karena benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera. (Vincent Gaspersz, 2008).

2.1.3.2 Prinsip Dasar Lean

Terdapat lima prinsip dasar konsep Lean yaitu :

1. Mengidentifikasi nilai produk (barang/jasa) berdasarkan perpektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang/jasa) berkualitas superior dengan harga yang kompetitif pada penyerahan yang tepat waktu.( ingat prinsip Q = Quality, C = Cost dan D = Delivery ). 2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada

value stream) untuk setiap produk (barang/jasa). Catatan : Kebanyakan manajemen perusahaan industri di indonesia hanya melakukan pemetaan proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan pada proses produk. Hal ini berbeda dengan pendekatan Lean.

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream.


(32)

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik (pull system).

5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan (improvements tools and techniques) untuk mencari keunggulan (excellence) dan peningkatan terus-menerus (continuous improvement).

2.2 Lean Manufacturing

2.2.1 Definisi Lean Manufacturing

Pengertian Lean manufacturing adalah suatu pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan melalui improvement atau perbaikan dan pengembangan yang terus-menerus dan berkelanjutan, berusaha membuat aliran industri dalam perusahaan menjadi lancar untuk berusaha menarik konsumen dalam upaya mencapai kesempurnaan. Lean Manufacturing adalah sebuah filosofi, didasarkan pada TPS (Toyota Production System) yang bertujuan untuk mengurangi waste melalui continuous improvement.

James womack dan daniel jones (2003) mendefiniskan Lean Manufacturing sebagai suatu proses yang terdiri dari lima langkah diantaranya adalah : mendefinisikan nilai bagi pelanggan, menetapkan value stream, membuatnya ”mengalir”, ”ditarik” oleh pelanggan, dan berusaha keras untuk mencapai yang terbaik. Untuk menjadi sebuah proses manufaktur yang Lean

diperlukan suatu pola pikir yang terfokus pada membuat produk mengalir melalui proses penambahan nilai tanpa interupsi (one piece flow), suatu sistem ”tarik” yang berawal dari permintaan pelanggan, dengan hanya menggantikan apa yang


(33)

diambil oleh proses berikutnya dalam interval yang singkat dan suatu budaya dimana semua orang berusaha keras melakukan peningkatan secara terus-menerus. ( Jeffery K. Liker, 2006).

Istilah ”Lean” yang dikenal luas dalam dalam dunia manufacturing

dewasa ini dikenal dalam berbagai istilah yang berbeda, seperti : Lean Production, Lean Manufacturing, Toyota Production System, dan lain-lain. Namun Lean dipercaya oleh sebagaian orang dikembangkan di Negara Jepang, khususnya Toyota sebagai pelopor system Lean Manufacturing. Perusahaan dikatakan Lean jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem Lean ini adalah perusahaan Toyota Motor Company. Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota Production System) ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah memeriksa proses manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah-langkah yang menambah nilai dan yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja. (Jeffery K. Liker, 2006).

Apabila hal diatas disederhanakan, maka dapat dikatakan suatu aktifitas tergolong pemborosan secara umum apabila :

1. Melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat (tidak bernilai tambah) 2. Melebihi dari apa yang dibutuhkan


(34)

Dalam istilah Toyota Production System (TPS) juga dikenal dengan Muda,

Mura, dan Muri, yang berarti :

1. Muda (waste) : tidak menambah nilai. Ini adalah aktifitas yang tidak berguna yang memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan, atau berakibat pada penambahan jenis waktu tunggu.

2. Mura (inconsistency) : adanya variasi dalam pembebanan kerja atau ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-kadang terdapat lebih banyak terdapat pekerjaan dibanding dengan yang dapat ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat lain hanya ada sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang tidak teratur atau volume produksi yang berfluktuasi karena masalah

internal, seperti kerusakan mesin, kekurangan komponen, dan produk cacat. Muda berarti akibat dari Mura. Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan, material, dan orang-orang yang melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.

3. Muri (irrationality) : pembebanan yang melebihi kapasitas atau memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan. Dari sudut pandang tertentu, hal ini merupakan ujung yang berseberangan dari spectrum Muda . Muri adalah memanfaatkan mesin atau orang dibatas kemampuannya, membebani orang secara berlebih akan menimbulkan masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan kerusakan dan produk cacat.


(35)

Implementasi Lean Manufacturing adalah menfokuskan diri mendapatkan hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi pemborosan dan menjadi fleksible (mudah berubah). Implementasi Lean Manufacturing pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam

improvement. Lean Manufacturing diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat.

Lean Manufacturing menyaring intisari dari pendekatan Lean ke dalam lima langkah utama (Hines & Taylor, 2000) yaitu :

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan), yaitu mengidentifikasi nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream), yaitu mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam

whole value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah).

3. Flow (mengalir), yaitu membuat value flow untuk semua aktifitas yang memberikan nilai tambah disusun dalam suatu aliran yang tidak terputus (continuous).


(36)

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan), yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar dan tepat sepanjang proses value stream dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik), yaitu mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Lean Manufacturing

Prinsip Lean Manufacturing sejatinya telah digunakan oleh Henry Ford sejak awal tahun 1920, dan terbukti telah membuat Ford Motor Company menjadi perusahaan otomotif terbesar kedua di dunia. Henry Ford berkata “ salah satu pencapaian kami (Ford Group) mampu menjaga produk Ford menjadi tetap rendah, yaitu semakin lama sebuah produk dalam proses manufaktur , maka total biaya produksi juga akan semakin besar”. (Jeffery K. Liker, 2006).

Dalam penerapan metode Lean Manufacturing terdapat prinsip – prinsip yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Menyempurnakan mutu pertama kali, mencari nol cacat, pernyataan dan pemecahan permasalahan pada sumbernya

2. Meminimalkan barang sisa, penghapusan semua aktivitas yang tidak menambahkan nilai dan memaksimalkan penggunaan sumber daya (modal, orang – orang dan area)

3. Peningkatan yang berkelanjutan, mengurangi biaya – biaya, meningkatkan mutu, dan berbagi informasi


(37)

4. Proses penarikan yaitu produk ditarik dari pelanggan terakhir, yang tidak mendorong dari akhir produksi

5. Fleksibilitas, produksi produk yang berbeda (mixed production) atau keanekaragaman produk yang lebih besar dengan cepat, tanpa mengorbankan efisiensi pada volume produksi lebih rendah

6. Bangunan dan pemeliharaan adalah suatu hubungan jangka panjang dengan para penyalur melalui berbagai resiko kolaboratif, biaya dan pengaturan informasi.

7. Autonomation, leveling and production flow and visual control.

2.2.3 Pemborosan (waste)

Pemborosan adalah segala aktivitas tidak bernilai tambah dalam proses dimana aktivitas-aktivitas itu hanya menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan. Pada saat melakukan eliminasi terhadap waste, sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana

waste berada, apakah di pabrik atau di gudang. Umumnya produk yang dihasilkan berbeda pada masing-masing pabrik, tetapi jenis waste yang ditemukan di lingkungan manufaktur hampir sama.

Pada saat berpikir tentang pemborosan (waste), akan lebih mudah bila mendefinisikannya kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu :

1. Aktivitas Yang Bernilai Tambah (Value Adding Activity)

Segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang memberikan nilai tambah di mata konsumen. Contoh dari aktivitas tipe ini adalah mengubah plat baja menjadi tangki baja, dan lain sebagainya.


(38)

2. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah (Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen. Aktivitas inilah yang disebut waste yang harus dijadikan target untuk segera dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waktu menunggu, penumpukan bahan atau material, dan lain-lain.

3. Aktivitas Yang Tidak Bernilai Tambah Tetapi Dibutuhkan (Necessary Non Value Adding Activity)

Merupakan segala aktivitas yang dalam menghasilkan produk atau jasa yang tidak memberikan nilai tambah di mata konsumen tetapi diperlukan kecuali apabila sudah ada perubahan pada proses yang ada. Aktivitas ini biasanya sulit untuk dihilangkan dalam waktu singkat. Contoh dari aktivitas ini adalah inspeksi setiap produk pada akhir proses karena menggunakan mesin lama yang tidak reliable. (Hines & Taylor, 2000).

2.2.4 Tujuh Pemborosan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikanoleh Dr. Shiego Singo kemudian ditulis kembali oleh Kilpatrick (2003) :

1. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.

2. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan.


(39)

3. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah.

4. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai,

maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

5. Persediaan yang tidak perlu (unnecessary inventory) adalah penyimpanan (inventory) melebihi volume gudang yang ditentukan, material yang rusak karena terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa. Secara umum faktor penyebabnya adalah waktu change over yang lama, ketidakseimbangan lintasan, peramalan yang kurang akurat, atau ukuran batch yang besar. 6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang

melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.


(40)

7. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan. Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur

Kategori pemborosan Jenis pemborosan Pendekatan reduksi pemborosan Contoh metode peningkatan kinerja Fokus peningkatan

Orang (people) Processing, motion, waiting Manajemen tempat kerja (workplace manajement) Penetapan standar kerja, pengorgaisasia n tempat kerja,

kaizen, 5S

Tata letak (layout), pemasangan label (labeling), tools/part arrangement, work instruction, efisiensi, takt time, skills

(kemampuan), training, shift meeting, cell/areas team, visual displays

Kuantitas (quantity)

Inventory, moving things, making too much

JIT (Just In Time) Leveling, kanban, quick setup, preventive maintenance

Work balance, WIP (work in process), location/amount, kanban location, kanban types, lot sizes, changeover analyze, preventive maintenance analyze

Kualitas (quality)

Fixing defects Error (mistake), proofing, autonomation Detection, warning, prediction, prevention, jidoka Fixture modifications succesive checks, limit switches, check sheets, appropriated automated

assistance, template

Informasi (information)

Planning, scheduling, execution Teknologi informasi berfokus proses (process focused information technology) Plan, schedule, track, anticipate, optimize Queue analyze, dynamic scheduling of order/job status by process element, timing/completion


(41)

2.2.4.1 Tiga Kategori Waste

Rawabdeh (2005) mengelompokkan ketujuh waste ke dalam tiga kategori yang terkait dengan man, machine, dan material. Kategori man meliputi motion,

waiting, dan overproduction. Kategori machine meliputi overprocessing dan

overproduction, sedangkan kategori material meliputi transportation, inventory, dan defects. Ketiga kategori tersebut berupa aktivitas atau kondisi yang pada akhirnya mempengaruhi money (biaya), seperti gambar berikut :

Gambar 2.1. Tiga kategori waste (Rawabdeh, 2005)

2.2.4.2 Seven wastes relationships

Ketujuh jenis waste yang didefinisikan oleh Shigeo Shingo bersifat inter-dependent dan masing-masing memiliki suatu pengaruh terhadap jenis lainnya atau secara bersamaan dipengaruhi oleh jenis yang lainnya. Seperti terlihat pada Gambar 2.2, pada jenis waste overproduction yang mempengaruhi timbulnya jenis waste inventory. Waste overproduction ini menghabiskan dan memerlukan jumlah raw material yang banyak, untuk itu perlu untuk penyimpanan raw material dan produksi lebih banyak. Hal ini dapat menghabiskan space lantai, karena penyimpanan raw material dan work-in-process ini dianggap sebagai bentuk inventory untuk sementara waktu. Hubungan diantara waste ini sangatlah


(42)

kompleks karena pengaruh dari tiap jenis terhadap yang lainnya dapat tampak secara langsung ataupun tidak langsung. Seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2. Seven wastes relationships (Rawabdeh, 2005)

2.2.5 Value Stream Mapping

Menurut Womack dan Jones (2003), value stream adalah semua kegiatan (value added atau non-value added) yang dibutuhkan untuk membuat produk melalui aliran proses produksi utama. Value stream dapat mendeskripsikan kegiatan – kegiatan seperti product design, flow of product, dan flow of information yang mendukung kegiatan – kegiatan tersebut. Value Stream Mapping atau juga sering dikenal sebagai Big Picture Mapping merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan system secara keseluruhan dan value stream yang ada di dalamnya. Alat ini menggambarkan aliran material dan informasi dalam suatu value stream. Untuk membuat Value Stream Mapping


(43)

Gambar 2.3 Simbol yang digunakan dalam VSM (http:/lean.org/Community/Ressources/mapiconsdiscl.cfm)

Untuk membuat Value Stream Mapping terdapat empat tahapan yaitu:

1. Mengidentifikasi famili produk dan menentukan famili produk yang akan diamati.

2. Membuat current state map untuk famili produk yang diamati.

3. Membuat rekomendasi perbaikan berdasar kondisi existing dalam usaha pengurangan waste.


(44)

2.2.5.1 Current State Value Stream Mapping

Pembuatan current state value stream mapping merupakan dasar yang paling utama dalam lean production karena dengan map ini waste – waste yang terjadi dapat diketahui yang mana akan dijadikan dasar dalam analisa dan recana perbaikannya. Untuk menggambarkan current state value stream mapping perlu dipahami beberapa hal yaitu:

1. Identifikasi dan pemahaman kebutuhan customer.

2. Pemahaman terhadap aliran fisik produksi beserta detil – detilnya, meliputi detil proses, setil data – data yang berkaitan dengan proses, data box, dan

inventory.

3. Gambarkan aliran material dengan memulai dari end customer (backward). 4. Gambarkan aliran fisik.

Untuk menggambarkan future state value stream mapping yang harus dilakukan adalah dengan melakukan analisa terhadap current state value stream mapping, berkaitan dengan itu Rother dan Shook memberikan langkah – langkahnya yaitu:

1. Perhitungan TAKT time berdasarkan demand dan waktu kerja yang tersedia. 2. Kembangkan continuous flow jika memungkinkan.

3. Menggunakan supermartket jika continuous flow tidak dapat diterapkan. 4. Mencoba menerapkan penjadwalan hanya untuk satu proses produksi. 5. Menciptakan “initial pull”.

6. Mencoba mengembangkan kemampuan untuk memproduksi “every part every day” di dalam proses sebelum proses pacemaker.


(45)

2.2.6 Big Picture Mapping

Big Picture Mapping adalah suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (Value Stream) yang terdapat dalam perusahaan. Sehingga nantinya diperoleh gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasi dimana terjadinya waste, serta mnggambarkan lead time yang dibutuhkan berdasar dari masing-masing karakteristik proses yang terjadi. Peta ini tentunya dibuat untuk suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya.

Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk secara fisik, kita dapat menerapkan big picture mapping dengan 5 fase:

1. Phase 1 : Customer requirements

Menggambarkan kebutuhan konsumen. Mengidentifikasi jenis dan jumlah produk yang diinginkan customer, timing, munculnya kebutuhan akan produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, packaging serta jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.

2. Phase 2 : Information flows

Menggambarkan aliran informasi dari konsumen ke supplier yang berisi antara lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada


(46)

3. Phase 3 : Physical flows

Menggambarkan aliran fisik yang dapat berupa : langkah-langkah utama aliran material dan aliran produk dalam perusahaan, waktu yang dibutuhkan, waktu penyelesaian tiap-tiap operasi, berapa banyak orang yang bekerja disetiap workplace, berapa lama waktu berpindah yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu workplace ke workplace yang lain, berapa jam per hari tiap workplace beroperasi, titik bottleneck yang terjadi dan lain-lain.

4. Phase 4 : Linking physical and information flows

Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah yang dapat memberi informasi jadwal yang digunakan, instruksi kerja yang dihasilkan, dari dan untuk siapa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

5. Phase 5 : Complete map

Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time dari keseluruhan proses dibawah gambar aliran yang dibuat.

Simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping adalah sebagai berikut:


(47)

Gambar 2.4 Simbol-simbol Big Picture Mapping

(http:/lean.org) 2.2.7 Kuisioner atau Formulir

Kuisioner atau formulir digunakan untuk mendapatkan ranking dan rata – rata pemborosan (waste) yang paling berurutan.

a. Kuisioner

Tabel 2.2 Kuisioner

(Sumber : Ocky Hegar Pratama, 2010)

Adapun perhitungan untuk bobot kuisioner adalah sebagai berikut : Jenis waste = Nilai Res n + … + Nilai Res n

Total Responden (n)

Jadwal mingguan customer I

Q

Supplier / Customer Titik Persediaan Kotak Informasi Aliran Informasi Aliran Fisik

Aliran fisik antar

Perusahaan Kotak Waktu Titik Inspeksi Stasiun Kerja DenganWaktu

Aliran Informasi Elektronik 2 jam mixing 2 jam 20 1.5 jam 0.5 0.75 jam

Total production Lead Time = 22.75 jam Value Adding Time (lower line) = 2.25 jam 3 shift

CT = 45 sec

6 orang 2% scrap

Kotak Rework Kotak proses


(48)

Keterangan : Tipe pemborosan (waste) yang digunakan telah menjadi ketetapan, sedangkan skor 0 – 5, kemudian dirangking mana waste yang terbesar pada perusahaan yang diteliti. b. Formulir

Tabel 2.3 Formulir

(Sumber : Danang Prasetyo,2010 dalam Vincent Gasperz, 2007)

Keterangan: - Skor yang digunakan 0 – 4.

- Untuk kolom tipe waste (#1 - #9) ditulis berdasarkan tipe pemborosan 9 waste dan skor ditulis berdasarkan pengamatan di perusahaan yang diteliti.

- Untuk kolom rangking ditulis bobot rangking, stasiun kerja yang memiliki waste terbesar diberi rangking 1, kemudian stasiun kerja yang memiliki waste terbesar kedua diberi rangking 2, begitu


(49)

2.2.8 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines&Rich (2005) untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream mapping yang ada dan untuk mempermudah membuat perbaikan berkenaan dengan waste yang terdapat dalam value stream. VALSAT merupakan sebuah pendekatan yang digunakan dengan melakukan pembobotan waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool dengan menggunakan matrik. Untuk lebih jelasnya berikut detil dari ketujuh tool yang dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam VALSAT:

1. Proses Activity Mapping

Pada dasarnya tool ini digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti: operation, transport, inspection, dan storage. Selain aktivitas, tool ini juga me-record mesin dan area yang digunakan dalam operasi, serta jarak perpindahan, waktu yang dibutuhkan , dan jumlah operator. Dalam proses penggunaan tool tersebut peneliti harus memahami dan melakukan studi berkaitan dengan aliran proses, selalu berpikir untuk mengidentifikasi waste, berpikir untuk tentang aliran proses yang sederhana, efektif dan smooth dimana hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah urutan proses atau process rearrangement (Hines&Rich, 2005).


(50)

2. Supply Chain Response Matrix

Tool ini meruoaka sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan

the critical lead time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik

supplier-nya dan downstream retailer-nya. Diagram ini terdapat dua axis

dimana untuk vertical axis menggambarkan rata – rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis

menunjukkan cumulative lead time-nya. 3. Production Variety Funnel

Teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck

pada desain proses. 4. Quality Filter Mapping

Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasidimana terdapat problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga tipe

defect terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik produk yang lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan

customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect (cacat masih berada dalam internal perusahaan, sehinggaberhasil diseleksi dalam tahap inspeksi). Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara latotudinaly

sepanjang supply chain.


(51)

5. Demand Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demad berubah – ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan oleh diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya., membuat keputusan berkaitan dengan value stream configuration. Dalam diagram ini vertival axis menggambarkan jumlah

demand dan horizontal axis menggambarkan interval waktu, grafik didapatkan untuk setiap chain dari supplychain configuration yang ada.

6. Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand

dilakukan dengan system pull sebagai dasar untuk membuat peramalan pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan actual demand dan setelah titik ini selanjutnya produk harus dibuat dengan melakukan peramalan. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan dari porses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull atau push yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan sebagai scenario apabila titiktersebut digeser dalam sebuah value stream mapping.

7. Physical Structure Mapping

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian – bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan. Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di


(52)

lantai produksi. Pemahaman terdapat fungsi – fungsi di dalam inbound supply chain tersebut dan memberikan pemahaman berkaitan dengan inefisiensi bagian produksi.

2.2.8.1 Penggunaan VALSAT

Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan dalam usaha untuk memahami kondisiyang terjadi di lantai produksi. Penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk langkah pertama dan penting dalam pemilihan tool yang sesuai denga kondisi yang bersangkutan adalah melakukan pembobotan waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali menurut Hines&Rich (2005) karena dengan pembobotan waste

yang sempurna maka tool yang digunakan juga tepat sehingga mudah dalam melakukan usulan perbaikan. Kemudian dilakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Matrik ini dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam program LEAP.

Gambar 2.5 Matriks VALSAT (http:/lean.org)


(53)

Dimana:

Kolom A : Berisi 7 waste dalam perusahaan.

Kolom B : Berisi 7 tool pada value stream mapping (Process activity mapping, Supply chain response matrix, Production variety funnel, Quality filter mapping, Demand amplification mapping, Decision

point analysis dan Physical structure mapping). Kolom C : Berisi korelasi antara kolom A dan kolom B. Kolom D : Bobot dari 7 waste.

Kolom E : Berisi pembobotan dari masing-masing waste yang didapat dari kuesioner yang diisi oleh manajer dan supervisor terkait.

Sedangkan untuk bagian F diisi dengan melakukan perkalian antar bobot

waste dengan nilai korelasi antar waste dengan masing – masing tools. Dimana korelasi setiap waste terdapat korelasi high dengan nilai Sembilan (9), medium

dengan nilai tiga (3), dan low dengan nilai satu (1). Nilai korelasi yang dibuat oleh Hines&Rich (2005) dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Tabel korelasi waste terhadap tools


(54)

Notes : H : high correlation and usefulness

M : medium correlation and usefulness

L : low correlation and usefulness

Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9

M (medium correlation) : faktor pengali = 3

L (low correlation) : faktor pengali = 1 Rumus untuk Value Stream Analysis Tools (VALSAT), yaitu: Skor VALSAT = Skor waste dari hasil kuisioner x correlation (H, M , L)

2.2.9 Fish Bone Chart (Diagram Tulang Ikan)

Fish Bone Chart adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik mutu dan faktor penyebab kecacatan/pemborosan. Diagram ini berbentuk tulang ikan karena itu disebut juga diagram tulang ikan. Fish Bone Chart merupakan alat formal yang digunakan untuk menunjukkan penyebab potensial dari kecacatan/pemborosan. Ruas utama sebelah kanan menunjukkan masalah yang terjadi. Cabang utama dikaitkan pada penyebab utama dan setiap cabang utama memiliki daftar penyebab yang lebih detail. Penyebab masalah utama yang potensial harus segera dicari tahu dan dianalisa saat masalah diidentifikasi. Metode tukar pikiran digunakan untuk menentukan penyebab dari akibat yang dihasilkan dalam mendesain sebuah diagram sebab akibat. (Sutalaksana. 1979).


(55)

Gambar 2.6 Fish Bone Chart

Di dalam Fish Bone Chart terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab pemborosan (waste),yaitu : (Sutalaksana. 1979)

a. Machines (mesin)

Pada faktor machines (mesin) yang menjadi akar penyebab pemborosan

(waste) adalah operation machines (operasi mesin) dan setting mesin dan kondisi komponen pada mesin.

b. Man (manusia)

Pada faktor man (manusia) yang menjadi akar penyebab pemborosan

(waste) adalah health (kesehatan), food (makanan yang dikonsumsi),

networking (jaringan kerja), rest (waktu istirahat).

c. Environment (lingkungan kerja)

Pada faktor environment (lingkungan kerja) yang menjadi akar penyebab pemborosan (waste) adalah temperature (suhu) dan sounds (kebisingan).


(56)

d. Methods (metode kerja)

Pada faktor methods (metode kerja) yang menjadi akar penyebab pemborosan (waste) adalah work (pengimplementasian metode kerja) dan

setting (ketepatan susunan metode kerja).

e. Materials (bahan baku)

Pada faktor Materials (bahan baku) yang menjadi akar penyebab pemborosan (waste) adalah Hardness (tingkat kekerasan material) dan

colours (warna material).

Dari faktor – faktor tersebut dapat dilihat akibatnya, seperti : defect / waste. Sehingga akan diketahui secara rinci akar penyebab dari waste pada suatu perusahaan yang diteliti.

2.2.10 Failure Mode Effect and Analysis (FMEA)

FMEA digunakan sebagai teknik evaluasi tingkat kehandalan untuk menentukan efek dari kegagalan sistem. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampaknya pada kesuksesan suatu misi dan keselamatan anggota atau peralatan. Konsep FMEA ini berubah ketika diterapkan pada kondisi manufaktur modern yang memproduksi produk-produk konsumsi. Pada produsen dari produk-produk konsumsi tersebut kemudian menetapkan beberapa prioritas baru, termasuk kepuasan dan keselamatan konsumen. (Haviland, 1998).

Secara umum Failure Mode Effect and Analysis didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu (1) Penyebab kegagalan yang potensial dari proses atau produk selama siklus hidupnya. (2) Efek dari kegagalan


(57)

tersebut. (3) Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi produk atau proses. (Haviland, 1998).

FMEA merupakan tool dalam menganalisis kehandalan (reliability) dan penyebab kegagalan untuk mencapai persyaratan kehandalan dan keamanan produk dengan memberikan informasi dasar mengenahi prediksi kehandalan, desain produk, dan desain proses. Dalam FMEA terdapat beberapa hal yang berpengaruh, antara lain :

1. Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan tingkat keparahan efek yang ditimbulkan oleh mode kegagalan. Efek dirating pada skala satu sampai sepuluh, dengan sepuluh sebagai tingkat yang paling parah. Sumber fundamental dari kegagalan menyangkut berbagai aspek dari desain, pemilihan material, kekurangan atau kelemahan material, fabrikasi dan pemrosesan, pengerjaan ulang, perakitan, inspeksi, uji coba atau testing, pengendalian kualitas (quality control), penyimpanan, pengiriman, kondisi kerja, pemeliharaan, dan penyimpanan yang tidak terduga akibat kelebihan beban atau kerusakan mekanis atau kimia dalam kerja. Terkadang pula, lebih dari satu sumber tersebut memberikan kontribusi kegagalan. (Ford Motor Company, 1992).

2. Rating kejadian (occurrence) adalah rating yang berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif yang muncul pada setiap 1000 komponen atau CNF (Cumulative Number of Failure)/1000. CNF/1000 dapat


(58)

diestimasikan dari sejarah tingkat kegagalan proses manufaktur dan komponen yang mirip atau yang dapat mewakili jika estimasi dari kegagalan dari komponen yang dimaksud tidak dapat ditentukan.

3. Rating deteksi (detection) tergantung pada metode pengendalian yang digunakan pada saat ini. Rating deteksi adalah ukuran kemampuan metode tipe (2) untuk mendeteksi penyebab atau mekanisme kegagalan atau kemampuan pengendalian metode tipe (3) untuk mendeteksi kegagalan. Satu nilai deteksi diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Metode pengendalian dapat dikelompokkan dan dipandang sebagai sebuah sistem jika beroperasi secara independen.

Tahapan FMEA diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi sistem dan elemen system

2. Mengidentifikasi kegagalan dan efeknya. Failure adalah keadaan dimana suatu sistem tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Effect of Failure

merupakan konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kegagalan.

3. Menentukan tingkat keparahan dari suatu kegagalan (severity). Tim FMEA dapat menentukan kriteria severity sendiri atau menggunakan kriteria menurut Stam,1998.

4. Menentukan occurrence. Occurrence menyatakan frekuensi atau jumlah kegagalan yang terjadi karena suatu penyebab. Tingkat occurrence dimulai dari angka 1 (tingkat kejadian rendah) hingga 10 (tingkat kejadian sering). Rating occurrence dapat ditentukan menurut Ford, 1992


(59)

5. Menentukan tingkat deteksi (detection). Tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Tingkat deteksi mulai dari angka 1 sampai 10. Semakin kecil tingkat deteksi, maka semakin tinggi kemampuan metode deteksi untuk mendeteksi kegagalan. Apabila metode deteksi lebih dari satu, maka diberikan nilai deteksi terendah. Apabila nilai deteksi tidak dapat ditentukan, maka nilai deteksi yang digunakan adalah 10.

6. Menghitung Risk Priority Number (RPN). RPN menyatakan tingkat resiko dari suatu kegagalan. Angka RPN berkisar antara 1-1000, semakin tinggi angka RPN, maka semakin tinggi resiko suatu potensi kegagalan terhadap sistem, desain, proses maupun pelayanan. RPN = Severity x Occurrence x

Detection.

7. Memberikan rekomendasi tindakan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan dan selanjutnya dianalisa.


(60)

(61)

2.3 Peneliti Terdahulu

Dari penelitian yang sudah ada dengan menggunakan pendekatan ataupun penerapan Lean Manufacturing, maka peneliti menggunakan metode ini dengan melihat peneliti terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan tugas akhir ini, diantaranya adalah :

1. Ucok James MP Marpaung, 2008

“Pengurangan waste di lantai produksi dengan penerapan Lean Manufacturing guna meningkatkan produktivitas kerja perusahaan (Studi kasus : PT. Barata Indonesia (Persero)) ”

Kesimpulan :

- Dari gambar ibig picture mapping didapatkan total lead time produksi untuk satu buah produk mesin gilas MG-6 adalah 509,7 jam dengan

value added time sebesar 1129,1 jam

- Jumlah ragam aktivitas yang termasuk value adding activity adalah operasi dengan 566 aktivitas (40,3%) necessary non value adding activity 491 aktivitas (35%) dan yang tergolong non value adding activity 364 aktivitas (24,7%)

- Berdasarkan perhitungan kuisioner pemborosan diidentifikasi bahwa terdapat 3 jenis pemborosan yang paling sering terjadi yaitu : gerakan yang tidak perlu, proses yang tidak tepat dan cacat dalam proses pembuatan mesin gilas MG-6 di PT. Barata Indonesia (Persero).

- Jenis pemborosan gerakan yang tidak perlu dan proses yang tidak tepat dideteksi dan dievaluasi dengan menggunakan tool process activity


(62)

mapping (PAM) sedangkan jenis pemborosan cacat dideteksi dengan menggunakan tool quality filter mapping (QFM)

- Dari kuisioner pemborosan yang disebarkan ke workshop II PT. Barata Indonesia pada pembuatan mesin gilas MG-6 dan dan pengolahan yang dilakukan, dapat diketahui jenis, faktor penyebab dan frekuensi terjadinya pemborosan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah :

a) Gerakan yang tidak perlu : posisi kerja yang sering membungkuk, mencari peralatan kerja dan material pendukung

b) Proses yang tidak tepat : tool / mesin yang tidak sesuai kapasitas dan kemampuannya karena operator salah (mean-setting) tidak mengikuti prosedur kerja perusahaan (buku panduan).

c) Cacat disebabkan oleh beberapa faktor :

o Manusia : kesalahan membaca gambar kerja, kurang pengalaman dan kurang konsentrasi

o Mesin : performa mesin yang sudah buruk o Material : kualitas material kurang baik

o Lingkungan : pencahayaan kurang dan gram tidak langsung dibersihkan

d) Produksi berlebih : kurang koordinasi dalam pembuatan suatu komponen atau sistem

e) Menunggu disebabkan oleh beberapa faktor : o Manusia :kekurangan operator


(1)

(Sumber : Hasil pengolahan data pada lampiran L)

- Pembenahan metode kerja Perpindahan

(Transportation) 4 6 5 5 150

- Pembenahan tata letak/layout pabrik - Perawatan alat transportasi untuk

memindahkan barang ditingkatkan - Penambahan alat transportasi untuk

memindahkan barang Persediaan yang

tidak perlu

(Unnecessary

Inventory)

5 5 4 5 100

- Lebih teliti dalam mengontrol bahan baku

- Pembaruan metode kerja

Proses yang tidak sesuai

(Inapproprite

Processing)

6 4 4 4 64

- Mengadakan pelatihan pada tenaga kerja

- Maintenance alat/mesin harus

ditingkatkan

- Peneguran kepada tenaga kerja yang tidak mematuhi peraturan SOP - Pemberian visual control

Gerakan yang tidak perlu

(Unnecessary

Motion)

7 3 4 2 24

- Pembenahan fasilitas dan layout kerja

- Memberikan metode kerja yang benar pada operator

Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa prioritas pemborosan yang terbesar adalah kecacatan (Defect) yaitu dengan nilai RPN 294. Berdasarkan kondisi aktual penyebab dari pemborosan kecacatan ini adalah pada stasiun kerja atau pada proses produksinya. Sedangkan untuk prioritas perbaikan ke dua adalah menunggu (waiting) dengan nilai RPN 252. Untuk prioritas perbaikan ketiga adalah produksi berlebih (Overproduction) dengan nilai RPN 245, selanjutnya prioritas keempat adalah Perpindahan (Transportation) dengan nilai RPN 150, kemudian prioritas perbaikan selanjutnya adalah persediaan yang tidak perlu

(Unnecessary Inventory) dengan nilai RPN 100, prioritas selanjutnya adalah

proses yang tidak sesuai (Innaproprite Processing) dengan nilai RPN 64, setelah itu gerakan yang tidak perlu (Unnecessary Motion) dengan nilai RPN 24, maka disini peneliti hanya memberikan sebatas usulan rencana perbaikan dan


(2)

pengendalian kepada pihak perusahaan untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan pada proses produksinya.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dari hasil identifikasi, waste yang terjadi pada proses produksi di PT. X diketahui bahwa pemborosan yang sering terjadi dengan adalah Defect dengan

skor rata - rata sebesar 4,57. Waiting dengan skor rata - rata sebesar 3,71.

Overproduction dengan skor rata - rata sebesar 3,57. Transportation dengan

skor rata - rata 3,43. Unnecessary inventory dengan skor rata - rata 2,43.

Inappropriate Processing dengan skor rata-rata 2,29. Unnecessary motion

dengan skorrata - rata 0,86.

2. Kegiatan Value Added 76,19% dengan waktu aktivitas 63,35%. Kegiatan Non Value Added 7,14% dengan waktu aktivitas 16,46%. Kegiatan Necessary but Non Value Added 16,60% dengan waktu aktivitas 20,19%.

5.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang diberikan kepada perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini :

a. Perusahaan hendaknya meningkatkan pengawasan dan pengontrolan terhadap pekerja, mesin yang akan digunakan dan produk yang dihasilkan.


(4)

b. Perusahaan hendaknya melakukan perbaikan dengan dapat menjadikan acuan rekomendasi perbaikan yang diberikan oleh peneliti untuk mengurangi waste

yang terjadi di area produksi sehingga dapat meminimasi biaya produksi dan kelancaran proses produksi.

c. Perusahaan hendaknya memberikan penyuluhan kepada seluruh karyawan di perusahaan tentang waste (pemborosan) dan bagaimana cara meminimumkannya.

d. Adapun usulan rencana perbaikan adalah

1. Peningkatan faktor kontrol pada setiap pekerja, pemberian visual control

dan melakukan preventive maintenance.

2. Penambahan tenaga kerja (terutama pada proses packaging), dan pengaturan ulang tata letak stasiun kerja .

3. Koordinasi antar bagian ditingkatkan, standard produksi harus jelas dan pembenahan metode kerja.

4. Pembenahan tata letak/layout pabrik, perawatan alat transportasi untuk pemindahan barang ditingkatkan dan penambahan alat transportasi untuk pemindahan barang.

5. Lebih teliti dalam mengontrol bahan baku dan pembaharuan metode kerja. 6. Mengadakan pelatihan pada tenaga kerja, maintenance alat/mesin harus

ditingkatkan, mematuhi peraturan SOP dan pemberian visual control. 7. Pembenahan fasilitas dan layout kerja dan memberikan metode kerja yang


(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofyan, (1980), Tentang Sistem Produksi.

Gazpers, Vincent (2007). Lean-Sigma Green Company, Sebuah Landasan Kokoh Menuju Perusahaan yang Lebih

Gaspersz, Vincent, 2008, The Executive Guide to Implementing Lean Six Sigma, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hidayati, Tatit (2006). Pendekatan Time Study untuk perbaikan proses guna menunjang penerapan Lean Manufacturing. Study kasus: Depatemen GLS, Group A, PT. Philips Lighting Indonesia

Hines, P. and N. Rich., 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School, Cardiff, UK. International Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No.1, pp.46-04.

Hines, P. & D. Taylor, 2000. ”Going Lean”. Lean Enterprise Research Center Cardiff Bussines School, USA.

Hines, P., 2002. Value Stream Mapping: Theory and Case. Cardiff University.

Hines, Peter and Rich, Nick (2005). The Seven Value Stream Mapping Tools. International

Journal of Operation & Production Management, Vol. 17, No.1, pp. 46-04.

Cardiff, UK: Lean Enterprise Research Centre, Cardiff Business School. http://www.lean.org

James, Ucok. MP., 2008. Pengurangan Waste di Lantai Produksi dengan Penerapan Lean Manufacturing Guna Meningkatkan Produktivitas Kerja Perusahaan Studi Kasus : PT. Barata Indonesia (Persero).Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Juniarti, Catur., 2009. Pengurangan Waste di Lantai Produksi dengan Penerapan Lean

Manufacturing Guna Meningkatkan Produktivitas Kerja Perusahaan Studi Kasus : PT. Pebrik karung Rosella baru (PPTN XI). Surabaya

Liker, Jefery K, 2006, The Toyota Way, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Montgomery, Douglas (1998), “Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik”, Penerbit Gajahmada University Press, Yogyakarta

Rawabdeh, I. (2005 ), “A model for the assessment of waste in job shop environments“, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 8, pp. 800-822.

Suprijotomo, 2008. Esimasi Biaya dan waktu dengan Lean Manufacturing untuk meningkatkan poduktivitas. Study kasus : Bagian Fabrikasi Mesin PT. Varia Usaha – Gresik

Womack, J. and Jones, D.T. (2003). Lean Thinking, banish wastes and create wealth in your corporation, revised and updated, Free Press.


Dokumen yang terkait

Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mereduksi Time Waste Pada Proses Produksi Di PT. Apindowaja Ampuh Persada

5 90 192

PENINGKATAN EFISIENSI PROSES PRODUKSI TEH CELUP SINGLE CHAMBER MENGGUNAKAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT XYZ INCREASING THE PRODUCTION EFFICIENCY OF SINGLE CHAMBER TEA BAG USING LEAN MANUFACTURING IN PT XYZ

1 4 12

Pengaruh profitabilitas, leverage, blockholder ownership, public ownership dan reputasi auditor terhadap internet financial reporting - Perbanas Institutional Repository

0 2 19

Pengaruh profitabilitas, leverage, blockholder ownership, public ownership dan reputasi auditor terhadap internet financial reporting - Perbanas Institutional Repository

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh profitabilitas, leverage, blockholder ownership, public ownership dan reputasi auditor terhadap internet financial reporting - Perbanas Institutional Repository

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh profitabilitas, leverage, blockholder ownership, public ownership dan reputasi auditor terhadap internet financial reporting - Perbanas Institutional Repository

0 1 47

PENERAPAN METODE LEAN MANUFACTURING PADA PROSES PRODUKSI KERAMIK Single Firing 40 x 40 Cm DI PT. X GRESIK

0 0 21

PENERAPAN LEAN MANUFACTURING DI PT.X DALAM RANGKA PENINGKATAN EFISIENSI PROSES BISNIS - ITS Repository

0 1 102

Implementasi Lean Manufacturing Dengan Metode Value Stream Mapping Pada Pt. X - ITS Repository

0 0 104

Perbaikan Proses Produksi Dengan Menggunakan Metode Lean Manufacturing di Pt. ABC - ITS Repository

2 4 113