Pemeriksaan Antithrombin pada Intervensi Koroner Perkutan

(1)

PEMERIKSAAN ANTITHROMBIN PADA

INTERVENSI KORONER PERKUTAN

TESIS

DEWI YANTI HANDAYANI

097111010 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2013


(2)

PEMERIKSAAN ANTITHROMBIN PADA

INTERVENSI KORONER PERKUTAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Patologi Klinik / M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

DEWI YANTI HANDAYANI

097111010 / PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2013


(3)

Koroner Perkutan Nama Mahasiswa : Dewi Yanti Handayani Nomor Induk Mahasiswa : 097111010

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing : Pembimbing Pertama

NIP.195011131980031001

Prof. dr. H. Hariman, Ph.D,SpPK-KH,FISH

Pembimbing Kedua

NIP. 196203211988021002 dr. Nizam Akbar, SpJP-K

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H.Adam malik Medan

Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan

NIP. 194910111979011001 Prof.dr.Adi Koesoema Aman,SpPK-KH

NIP. 194807111979032001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH


(4)

Tanggal : 8 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH (...) Anggota : 1. Prof . DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH (...) 2. Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH (...)

3. dr. Nizam Akbar, SpJP-K (...)

4. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN (...) 5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin.Path), SpPK-K (...)


(5)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT pemilik seluruh alam semesta, Maha pemberi kemudahan dan kelapangan, dan dengan pertolongan Allah jua tesis saya berjudul : “Pemeriksaan Antithrombin pada Intervensi Koroner Perkutan” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat dirampungkan.

Terima kasih, rasa hormat dan penghargaan yang sangat tinggi saya sampaikan kepada :

1. Yth, Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK-KH, FISH, sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan.

2. Yth, Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK-KH, FISH, sebagai Ketua Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bantuan, bimbingan, serta motivasi selama saya mengikuti pendidikan.

3. Yth, Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, SpPK-KH, FISH, sebagai dosen pembimbing, sekaligus pembimbing pertama dalam penulisan tesis ini, yang banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan, nasehat dan yang senantiasa dengan tulus memberikan motivasi selama saya menjalani pendidikan, mencurahkan perhatian dan pikirannya untuk kebaikan penyelesaian tesis ini.


(6)

Kardiologi dan Kedokteran Vaskular yang banyak memberikan bimbingan, dukungan dan bantuan sejak awal hingga selesainya tesis ini.

5. Yth, Prof. dr. Burhanuddin Nasution, SpPK-KN, FISH, yang banyak memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama saya menjalani pendidikan.

6. Yth, dr.Ricke Loesnihari, M.Ked(Clin.Path), SpPK-K, sebagai sekretaris Program Studi Departemen Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bimbingan dan petunjuk selama saya mengikuti pendidikan.

7. Yth, guru-guru saya dr. Muzahar, DMM, K, dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K, dr.Ozar Sanuddin, SpPK-SpPK-K, dr.Tapisari Tambunan, SpPK-KH, dr. Nelly Elfrida S, SpPK,yang banyak memberikan bimbingan, arahan selama saya mengikuti pendidikan. Begitu juga kepada guru-guru yang telah mendahului kita yaitu Alm. Prof. dr. Iman Sukiman, SpPK-KH, Alm. dr. R. Ardjuna Burhan, DMM, SpPK-K, saya tidak melupakan semua jasanya dalam pendidikan ini.

8. Yth, Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, yang banyak memberikan bimbingan dan bantuan dibidang statistik sejak awal penyusunan hingga selesainya tesis ini.

9. Yth, teman-teman sejawat PPDS Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik pada saat penelitian dilaksanakan.

10. Yth, seluruh teman sejawat PPDS Patologi Klinik FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan, para analis dan pegawai, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya mengikuti pendidikan.


(7)

penanggung jawab logistik bagian Patologi Klinik terima kasih atas kerjasama yang baik selama saya mengadakan penelitian.

Kepada dr. Novianti FP terima kasih atas dukungannya sebagai teman yang selalu bersama dalam menjalani setiap stase.

Kepada dr. Dewi Indah Siregar terima kasih atas saran-sarannya serta sudah menjadi teman diskusi yang baik selama penulisan tesis ini. Khususnya kepada teman-teman grup Sero terima kasih atas dukungannya serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama.

11. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik.

12. Doa senantiasa saya mohonkan kepada Yang Maha Pencipta tertuju kepada Ayahandadr. H. Ruswardi, SpPdan IbundaHj. R. Sri Widari Dewi, SH, SpN yang selama kehidupannya mencurahkan segenap kasih sayang dan berjuang menyekolahkan saya, perkenankanlah ananda mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga. Semoga Allah SWT membalas semua budi baik dan kasih sayangnya dan semoga keduanya selalu dalam lindungan Allah SWT.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda mertua AKBP (Purn) Janis Rahim dan Ibunda mertua Dahlia yang senantiasa memberikan do’a dan dukungannya kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

13. Terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada suami saya tercinta dr. H. Eddy Janis, SpP yang mendampingi saya dengan penuh kesetiaan,


(8)

saya mengikuti pendidikan sampai saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, semoga apa yang diraih bermanfaat menambah Ridho Allah SWT, kebaikan dan kebahagiaan keluarga di dunia dan akhirat.

14. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Adik kandung / adik ipar saya M. Dodi Budiantoro, SH, SpN / Zaira Sardina Rasyid, SE, dr. H. M. Wahyu Utomo / dr. Hj. Yosie Anra, dr. Sri Rezeki Arbaningsih, SpP / Rasyid Assaf Dongoran, S.Si, M.Si yang tidak henti-hentinya memberikan semangat selama saya mengikuti pendidikan. Serta abang ipar saya dr. Indra Janis, MKT, dr. Satria Yanis, SpKK, dr.Arjuna Janis yang senantiasa memberikan dukungannya buat saya. Demikian juga kepada seluruh keluarga besar yang dengan ikhlas membantu, mendukung dan memotivasi saya.

Sebagai manusia hamba Allah SWT, saya menyadari akan keterbatasan dan kekurangan serta tidak terlepas dari tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan di hati, maka pada kesempatan ini saya mohon maaf yang sedalam-dalamnya.

Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin ya Robbal Alamin.

Medan, April 2013 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan Pembimbing ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel …... xi

Daftar Grafik ... .... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Daftar Singkatan ... xiv

Abstrak ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Hipotesa Penelitian ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan umum ... . 6

1.4.2. Tujuan khusus ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Antithrombin ... 7


(10)

2.1.3. Kompleks trombin-antitrhrombin (TAT) dan

Pengaruhnya terhadap pemeriksaan kadar aktivitas

Antithrombin (AT) ... 12

2.1.4 . Pengukuran Kadar Aktivitas Antithrombin ... 13

2.1.5. Defisiensi Antithrombin ... 13

2.2. Intervensi Koroner Perkutan (IKP) ... 15

2.2.1. Stent bersalut obat (Drugs Eluting Stent-DES) ... 18

2.2.2. Indikasi DES ... 19

2.2.3. Perbandingan IKP dan CABG ... 19

2.3. Obat Antithrombotik : Unfractionated Heparin (UFH) ... 21

2.3.1 Metabolisme dan Mekanisme kerja UFH ... 21

2.3.2. Dosis dan lama pemberian UFH ... 23

2.3.3. Komplikasi pemberian UFH ... 23

2.4. Kerangka Konsep ... 25

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 26

3.1. Desain Penelitian ... ... 26

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

3.3. Populasi dan Subyek Penelitian ... 27

3.3.1. Kriteria Inklusi ... 27

3.3.2. Kriteria Eksklusi ... 27

3.4. Batasan Definisi Operasional ... 27


(11)

3.7. Ethical Clearance dan Imformed Consent ... 30

3.8. Bahan dan Cara Kerja ... ... 31

3.8.1. Anamnese ... 31

3.8.2. Pengambilan dan Pengolahan Sampel ... 31

3.8.3. Pemeriksaan laboratorium sampel darah ... 31

3.8.4. Pemeriksaan kadar Antithrombin ... 32

3.9. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan ... 35

3.10. Hasil Pemantapan Kualitas ... 37

3.10.1. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar aktivitas AT 37

3.11. Analisa Data ... 38

3.12. Kerangka Operasional ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40

BAB 5. PEMBAHASAN ... ... 48

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

6.1. Kesimpulan ... 52

6.2. Saran ... 52

BAB 7. RINGKASAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. : Stuktur Gen Antithrombin ... 9 Gambar 2.2. : Skema Sistem Hemostasis ... 10


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 : Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar aktivitas AT.... 37 Tabel 4.1 : Karakteristik Jenis Kelamin ... 41 Tabel 4.2 : Karakteristik Sampel ... 42 Tabel 4.3 : Hasil uji kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan

sesudah IKP seluruhnya ... 43 Tabel 4.4 : Hasil uji kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan

sesudah IKP yang memakai stent DES ... 43 Tabel 4.5 : Hasil uji kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan


(14)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 : Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT(%)

sebelum IKP dan sesudah IKP seluruhnya ... 44 Grafik 4.2 : Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP

dan sesudah IKP yang memakai stent DES ... 44 Grafik 4.2 : Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP

dan sesudah IKP yang memakai stent metal ... 45 Grafik 4.4 : Sebaran kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan

sesudah IKP ... 45 Grafik 4.5 : Sebaran kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan

sesudah IKP yang memakai stent DES ... 46 Grafik 4.5 : Sebaran kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Lembaran penjelasan kepada calon subyek penelitian.. 62

Lampiran 2 : Persetujuan setelah penjelasan(Informed Consent) ... 64 Lampiran 3 : Status Pasien ... 65 Lampiran 4 : Data dasar sampel penelitian ... 67

Lampiran 5 : Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan

Penelitian Bidang Kesehatan ... 68

Lampiran 6 : Riwayat Hidup Penulis ... 69


(16)

DAFTAR SINGKATAN

AMI = Acute Myocardial Infarction

APS = Angina Pektoris Stabil

APTS = Angina Pektoris Tak Stabil

aPTT = activated Partial Thromboplastin Time

AT = Antithrombin

CABG = Coronary Artery Bypass Grafting

DES = Drugs Eluting Stent

EKG = Elektro Kardiography

IKP = Intervensi Koroner Perkutan

LMWH = Low Molecular-Weight Heparin

NSTEMI = Non-ST Elevation Myocardial Infarction PCI = Percutaneous Coronary Intervention

PJK = Penyakit Jantung Koroner

pNA = p-nitroaniline

PTCA = Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty

SKA = Sindroma Koroner Akut

STEMI = ST Elevation Myocardial Infarction

TT = Trombin Time

TAT = Trombin-Antitrhrombin

UAP = Unstable Angina Pectoris


(17)

PEMERIKSAAN ANTITHROMBIN

PADA INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Dewi Yanti Handayani*, Herman Hariman*, Nizam Akbar**

*Departemen Patologi Klinik,

**Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia Abstrak

Latar Belakang :

Intervensi Koroner Perkutan (IKP) adalah terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi untuk meningkatkan perfusi (aliran) miokard tanpa melakukan tindakan pembedahan. AT adalah salah satu teknik laboratories yang cukup sensitif untuk memonitor trombus/fibrin formation. Nilainya meningkat apabila ada pembentukan fibrin secara lokal maupun sistemik sebagai kompensasi aktivitas inhibisinya terhadap trombin.

Tujuan :

Untuk mengetahui apakah pada IKP dan pemasangan stent memang secara laboratories dapat mencegah trombus/fibrin formation.

Metode :

Selama periode September 2012 sampai dengan November 2012 telah dilakukan suatu penelitian kuasi-eksperimen di Departemen Patologi Klinik dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan. Kelompok kasus adalah pasien yang menjalani IKP elektif oleh dokter spesialis kardiologi. Setelah memenuhi kriteria inklusi, kelompok ini kemudian dilakukan konfirmasi dengan tes kadar aktivitas AT 1 jam sebelum IKP dan 4 jam sesudah IKP. Hasil :

Kadar Aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP seluruhnya (p<0,05). Untuk kadar aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai DES (p>0,05). Sedangkan kadar aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai stent Metal (p<0,05).

Kesimpulan :

Terjadi peningkatan bermakna p<0,05 dari aktivitas AT pada pasien-pasien IKP baik secara keseluruhan maupun IKP yang menggunakan stent metal. Tidak terjadi peningkatan bermakna p>0,05 dari aktivitas AT pada pasien-pasien IKP yang menggunakan stent DES.

Kata Kunci :

Intervensi Koroner Perkutan (IKP), Antithrombin (AT), Drug Eluting Stent (DES), Stent Metal


(18)

EXAMINATION ANTITHROMBIN OF

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION

Dewi Yanti Handayani*, Herman Hariman*, Nizam Akbar**

*Department of Clinical Pathology,

**Department of Cardiology and Vascular Medicine,

Faculty of Medicine, University of North Sumatera, Medan, Indonesia Abstract

Background :

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) is the terminology used to describe the various procedures for mechanical work to improve myocardial perfusion (flow) without doing surgery. AT is one of the engineering laboratories to monitor sensitive thrombus/fibrin formation. The value is increased when there is the formation of fibrin in both local and systemic activity of inhibition in compensation against Thrombin.

Objectives :

To find out if the stent did PCI and installation in laboratories can prevent thrombus/fibrin formation.

Methods :

During the period September 2012 to November 2012 has done a research quasi-experiments on Department of clinical pathology and the Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of medicine University of North Sumatra/RSUP H. Adam Malik Medan. The case is the Group of patients undergoing elective PCI by a specialist cardiology. After fulfilling the criteria of inclusion, this group then conducted the confirmation with the test levels of AT activity 1 hour before PCI and 4 hour after PCI.

Results :

Levels AT activity between group before PCI and after PCI entirely (p<0.05). For levels AT activity between group before PCI and after PCI taking DES (p>0.05). While the level of AT activity the group before PCI and after PCI who wear Metal Stents (p < 0.05).

Conclusion :

An increase in mean p < 0.05 of AT activity PCI patients on both the overall as well as the PCI use of metal stents. No meaningful increase p>0.05 of AT activity at PCI patients who use stents DES.

Key words :

Percutaneous Coronary Intervention (PCI), Antithrombin (AT), Drug Eluting Stents (DES), Metal Stents


(19)

PEMERIKSAAN ANTITHROMBIN

PADA INTERVENSI KORONER PERKUTAN

Dewi Yanti Handayani*, Herman Hariman*, Nizam Akbar**

*Departemen Patologi Klinik,

**Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia Abstrak

Latar Belakang :

Intervensi Koroner Perkutan (IKP) adalah terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi untuk meningkatkan perfusi (aliran) miokard tanpa melakukan tindakan pembedahan. AT adalah salah satu teknik laboratories yang cukup sensitif untuk memonitor trombus/fibrin formation. Nilainya meningkat apabila ada pembentukan fibrin secara lokal maupun sistemik sebagai kompensasi aktivitas inhibisinya terhadap trombin.

Tujuan :

Untuk mengetahui apakah pada IKP dan pemasangan stent memang secara laboratories dapat mencegah trombus/fibrin formation.

Metode :

Selama periode September 2012 sampai dengan November 2012 telah dilakukan suatu penelitian kuasi-eksperimen di Departemen Patologi Klinik dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan. Kelompok kasus adalah pasien yang menjalani IKP elektif oleh dokter spesialis kardiologi. Setelah memenuhi kriteria inklusi, kelompok ini kemudian dilakukan konfirmasi dengan tes kadar aktivitas AT 1 jam sebelum IKP dan 4 jam sesudah IKP. Hasil :

Kadar Aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP seluruhnya (p<0,05). Untuk kadar aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai DES (p>0,05). Sedangkan kadar aktivitas AT antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai stent Metal (p<0,05).

Kesimpulan :

Terjadi peningkatan bermakna p<0,05 dari aktivitas AT pada pasien-pasien IKP baik secara keseluruhan maupun IKP yang menggunakan stent metal. Tidak terjadi peningkatan bermakna p>0,05 dari aktivitas AT pada pasien-pasien IKP yang menggunakan stent DES.

Kata Kunci :

Intervensi Koroner Perkutan (IKP), Antithrombin (AT), Drug Eluting Stent (DES), Stent Metal


(20)

EXAMINATION ANTITHROMBIN OF

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION

Dewi Yanti Handayani*, Herman Hariman*, Nizam Akbar**

*Department of Clinical Pathology,

**Department of Cardiology and Vascular Medicine,

Faculty of Medicine, University of North Sumatera, Medan, Indonesia Abstract

Background :

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) is the terminology used to describe the various procedures for mechanical work to improve myocardial perfusion (flow) without doing surgery. AT is one of the engineering laboratories to monitor sensitive thrombus/fibrin formation. The value is increased when there is the formation of fibrin in both local and systemic activity of inhibition in compensation against Thrombin.

Objectives :

To find out if the stent did PCI and installation in laboratories can prevent thrombus/fibrin formation.

Methods :

During the period September 2012 to November 2012 has done a research quasi-experiments on Department of clinical pathology and the Department of Cardiology and Vascular Medicine, Faculty of medicine University of North Sumatra/RSUP H. Adam Malik Medan. The case is the Group of patients undergoing elective PCI by a specialist cardiology. After fulfilling the criteria of inclusion, this group then conducted the confirmation with the test levels of AT activity 1 hour before PCI and 4 hour after PCI.

Results :

Levels AT activity between group before PCI and after PCI entirely (p<0.05). For levels AT activity between group before PCI and after PCI taking DES (p>0.05). While the level of AT activity the group before PCI and after PCI who wear Metal Stents (p < 0.05).

Conclusion :

An increase in mean p < 0.05 of AT activity PCI patients on both the overall as well as the PCI use of metal stents. No meaningful increase p>0.05 of AT activity at PCI patients who use stents DES.

Key words :

Percutaneous Coronary Intervention (PCI), Antithrombin (AT), Drug Eluting Stents (DES), Metal Stents


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Intervensi Koroner Perkutan (IKP) adalah salah satu cara untuk membuka sumbatan trombosis pada arteri koronaria tanpa dilakukan pembedahan. Cara ini adalah dengan memasukkan kateter dari arteri femoralis ataupun arteri brachialis secara retrograd untuk mencapai arteri koronaria. Setelah mencapai daerah yang terobstruksi oleh trombus lalu dilakukan pelebaran dengan cara balloning. Prosedur IKP ini lebih aman dan menyenangkan dibanding operasi pintas koroner (by pass -CABG). Walaupun begitu prosedur melakukan IKP dapat memberikan gesekan pada endothelium sewaktu kateter diarahkan secara retrograd melalui pembuluh darah. Gesekan ini mungkin dapat mencetuskan nidus terbentuknya trombus baru. Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca prosedur IKP. Pada beberapa studi, trombus intrakoronaria dihubungkan dengan peningkatan insiden dari tindakan IKP berupa sumbatan pembuluh darah. 1,2

Akibat gesekan IKP pada permukaan endothelium, maka endothelium akan melepaskan dan mengaktifasi trombin yang terkandung didalamnya. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah


(22)

tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable angina). Secara teoritis maka heparin sebagai inhibitor trombin yang indirek merupakan pilihan untuk pengobatan, sebagai antikoagulan dan untuk memberikan keamanan selama tidakan IKP. 3

Di dalam darah sendiri ada inhibitor alamiah yang disebut antithrombin III (yang sering hanya disebut antithrombin atau disingkat AT), yang merupakan penghambat utama dari trombin, selain itu AT juga menghambat faktor Xa, IXa, XIa dan XIIa pada plasma. AT adalah suatu rantai tunggal plasma glikoprotein 58 kDa dengan 432 asam amino dan merupakan famili dari serine protease inhibitor, disintesa di liver dan terdapat pada keadaan normal pada konsentrasi sekitar 150 µg/ml dengan waktu paruh 2 - 3 hari.4,5,6

IKP adalah terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi untuk meningkatkan perfusi (aliran) miokard tanpa melakukan tindakan pembedahan. Balonisasi biasanya diikuti dengan implantasi stent (gorong-gorong) pada pembuluh darah koroner untuk mencegah restenosis (penyumbatan kembali). 7

Unfractionated heparin (UFH) menghambat pembentukan trombin dengan mengikat AT. UFH banyak digunakan sebagai antikoagulan selama tindakan IKP untuk mencegah komplikasi tromboemboli. 7,8,9,10


(23)

Rao A. Koneti et al (1981) meneliti pemberian heparin 100 unit /kgBB single bolus intravena kepada 10 sukarelawan normal dan pemberian heparin low dose (5000 unit) secara sub kutan setiap 12 jam kepada 8 pasien tanpa masalah akut trombosis, hasilnya tidak mempengaruhi kadar aktivitas AT. Tetapi pada pemberian heparin secara intravena terus-menerus kepada 3 pasien pada masalah trombosis dapat menurunkan kadar aktivitas AT secara bermakna. 11

Matthai WH et al (1999) meneliti pada 250 pasien yang dilakukan IKP pada pasien elektif, urgen dan prosedur emergensi. Ternyata penggunaan heparin sebelum dan sesudah IKP adalah sangat penting akan terjadinya penurunan tingkat aktivitas AT. Pengobatan dengan heparin menyebabkan kadar aktifitas AT turun. Kemudian heparin dihentikan pada hari kedua (pagi hari) setelah IKP. Aktivitas AT secara bertahap kembali normal, dan aktivitas AT mencapai kadar normalnya secara bermakna setelah heparin dihentikan lebih dari 20 jam.12

Grip L et al (1993) meneliti pada 50 pasien angina tidak stabil yang mendapat infus heparin yang kontinu > 24 jam dengan kadar AT <85% di bawah normal. Akibat pemberian heparin dapat menyebabkan penurunan AT. Pada penelitian ini dipilih secara acak 25 pasien yang mendapat suplemen AT dan 25 pasien lainnya mendapat plasebo. Target pengobatan adalah untuk mencapai kadar AT 120%, hal ini dilakukan dengan pemberian 2 jam infus intravena suplemen AT sebelum IKP dan diulangi jika didapati kadar AT di bawah normal setiap 12 jam selama 48


(24)

jam. Hasilnya secara angiografi didapati keberhasilan pada 20 dari 25 pada kelompok suplemen AT dan 21 dari 25 pada kelompok plasebo, tetapi hasil ini secara statistik tidak berbeda bermakna. 3

Karastanev K et al (2002) meneliti efektifitas dari pemakaian heparin selama 72 jam pada pasien acute myocardial infarction (AMI)

dengan memonitor parameter hemostasis : activated Partial

Thromboplastin Time (aPTT), Thrombin Time (TT), Antithrombin (AT). Hasilnya dari 50 pasien yang mendapat pengobatan heparin, didapati nilai aPTT meningkat dan nilai AT menurun secara bermakna. Sedangkan nilai TT meningkat secara bermakna pada kelompok terakhir dari penelitian. 13

Pada tahun 1980 dikenal 3 cara untuk membuka intra coronary trombus yaitu tehnik CABG (coronary artery bypass grafting), pemberian trombolitik agent seperti streptokinase / t-pa, lalu tehnik PTCA (percutaneous transluminal coronary angioplasty) atau lebih dikenal dengan cara membalon arteri coronary.

Di tahun 1987 yang menjadi konsep utama adalah pemberian terapi trombolitik karena pemberiannya mudah yaitu melalui intra vena, prosedurnya tidak progresif dan harganya relatif murah dibanding kedua tehnik yang lain. Ternyata reocclusion rate dengan terapi trombolitik sangat tinggi terutama 1 minggu paska terapi walaupun digunakan trombolitik streptokinase / t-pa yang fibrin spesifik ataupun dengan penambahan terapi aspirin bersama terapi trombolitik.


(25)

Untuk beberapa saat CABG menjadi pilihan utama tetapi bahaya mortalitas cukup tinggi dan juga patensi rata-rata hanya 7-10 tahun.

Belakangan PTCA dengan ditambahkannya stent dan prosedur ini dikenal sebagai PCI / IKP menjadi populer karena dengan dipasang stent (ring) maka lumen menjadi terbuka. Tetapi tetap saja reocclusion rate terjadi dan kali ini mencapai 10-12 tahun.

Untuk memperpanjang waktu reocclusion free time maka dilakukanlah pemberian DES pada permukaan stent yg dilepas secara slow release.

Maka dari itu prosedur PCI/IKP dan pemasangan stent akan tetap memacu trombus/fibrin formation. Apabila benar DES bisa mencegah trombus/fibrin formation tersebut, maka diperlukan suatu teknik monitor laboratories untuk mengetahui apakah pada IKP dan pemasangan stent memang secara laboratories dapat mencegah trombus/fibrin formation bisa dimonitor. Dengan demikian pada DES trombus/fibrin formation dapat dicegah.

AT adalah salah satu teknik laboratories yang cukup sensitif untuk memonitor trombus/fibrin formation. Nilainya meningkat apabila ada pembentukan fibrin secara lokal maupun sistemik sebagai kompensasi aktivitas inhibisinya terhadap trombin. Maka dari itu :


(26)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut :

Kadar AT sebelum dan sesudah IKP kemungkinan besar berbeda aktivitasnya.

1.3. Hipotesa Penelitian

AT akan meningkat pada prosedur IKP dan pemasangan stent.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari aktivitas AT pada pasien-pasien yang mendapat prosedur IKP dan pemasangan stent.

1.4.2. Tujuan khusus

Untuk membuktikan bahwa pemberian DES benar menginhibisi trombus/fibrin formation yang dimonitor lewat aktivitas AT.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan pemeriksaan AT pada pasien yang menjalani IKP, akan didapat gambaran status hemostasis yang memungkinkan mendapat gambaran derajat hiperkoagulabilitas.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antithrombin

AT adalah molekul protein kecil yang menginaktifasi beberapa sistem koagulasi. AT adalah glikoprotein dengan berat molekul 58 kDa yang diproduksi oleh hati dan sel endotel, terdiri dari 432 asam amino, berisi tiga ikatan disulfida. α-antithrombin adalah bentuk dominan dari

antithrombin ditemukan 90% dalam plasma darah. Sedangkan

β-antithrombin ditemukan kira-kira 10% dalam plasma darah. 3,5,6,14,15

Mekanismenya memblok pembekuan darah dengan menonaktifkan protein "trombin". Oleh karena itu, disebut "anti-thrombin". Sementara antithrombin III adalah nama asli yang diberikan untuk protein ini, nama yang benar sekarang ini hanya antithrombin, dengan menghilangkan angka "III". Nama-nama lain dan singkatan dari antithrombin ialah antithrombin III, AT, AT III, dan heparin kofaktor I. 5

Beberapa perbedaan aktifitas AT pada plasma telah dilaporkan pertama kali pada pertengahan abad 20, disebutkan klasifikasi dari AT I - IV. AT I mengacu pada penyerapan trombin ke fibrin setelah trombin mengaktifkan fibrinogen. AT II mengacu pada kofaktor dalam plasma, yang bersama-sama dengan heparin mengganggu interaksi trombin-fibrinogen. AT III mengacu pada suatu zat dalam plasma yang


(28)

menonaktifkan trombin. AT IV mengacu pada antithrombin yang diaktifkan selama dan segera setelah pembekuan darah. Kemudian setelah mempertunjukkan berbagai macam aktivitas AT ini, fungsi sebenarnya adalah dari satu molekul AT III, yang namanya telah dipendekkan hanya “antithrombin” ditetapkan pada “Meeting of the International Society on Thrombosis and Haemostasis” tahun 1993. 5,14

2.1.1. Fisiologi dan Biokimia Antithrombin

AT adalah serin protease inhibitor, antikoagulan alami yang menghambat thrombin (IIa), faktor Xa dan juga menghambat faktor IXa, XIa, XIIa, kallikrein dan plasmin. Konsentrasi AT pada plasma normal adalah 150 µg/ml dan waktu paruh plasma sekitar 2 - 3 hari. 4,5,16,17,18

Pengkodean gen AT terletak pada kromosom 1 (q23-25) dan berbagai mutasi telah diidentifikasi pada individu dengan defisiensi AT dan trombosis vena. 5,6


(29)

Gambar 2.1. Struktur Gen Antithrombin 5 Sumber : Kottke-Marchant K


(30)

Gambar 2.2. Skema Sistem Hemostasis 4 Sumber : Axelsson Frank


(31)

2.1.2. Aktivitas Antithrombin

AT melindungi dari koagulasi darah yang terlalu banyak. Jika kadar AT rendah, darah seseorang akan memiliki kecenderungan untuk koagulasi lebih mudah. Jika kadar AT terlalu tinggi, seseorang dapat secara teoritis memiliki kecenderungan pendarahan. Namun peningkatan kadar AT tampaknya tidak menyebabkan perdarahan atau tidak memiliki signifikansi klinis. 5,18,19

Aktivitas endogen AT sangat dipotensiasi oleh keberadaan proteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan tempat kationik spesifik pada AT dengan menginduksi perubahan bentuk dan meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping substrat lainnya. 6,20

Ada juga beberapa kondisi dimana AT seseorang menurun, tetapi kadarnya kembali normal setelah kondisi sembuh. Jika kadar AT diukur pada saat terjadi koagulasi akut atau saat diberikan heparin, kadarnya akan menurun untuk sementara. Namun kadar AT biasanya kembali normal setelah pasien pulih (dalam beberapa hari - minggu) atau ketika heparin dihentikan. Ini penting diketahui untuk menghindari diagnosis yang salah "defisiensi AT " jika ditemukan kadar AT yang rendah. 21


(32)

2.1.3. Kompleks trombin-antithrombin (TAT) dan pengaruhnya terhadap pemeriksaan kadar aktivitas Antithrombin (AT)

Jika terjadi aktivasi koagulasi maka akan terbentuk trombin dari protrombin dengan melepaskan fragmen protrombin 1 dan 2 (F 1.2). Trombin akan diikat oleh antithrombin sehingga terbentuk kompleks trombin-antithrombin (TAT). Trombin juga akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan B (FPA dan FPB). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk fibrin polimer yang selanjutnya oleh pengaruh F XIII akan terjadi ikatan silang sehingga terbentuk croos-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah cross-linked fibrin menghasilkan D-dimer. Oleh karena itu parameter yang dapat dipakai sebagai petanda aktivasi koagulasi adalah F1.2, TAT, fibrin monomer, FPA dan D-dimer. 19

Selanjutnya untuk mencari faktor risiko trombus/fibrin formation salah satu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan aktivitas AT. AT berperan penting dalam pengaturan dan pencegahan pembentukan fibrin yang berlebihan dengan menghambat sirkulasi trombin.

Pada kadar AT yang diperiksa secara imunologi (AT antigen) kadarnya normal, bisa saja pada pemeriksaan aktivitas AT (AT fungsional) menunjukkan aktivitas AT yang rendah. Maka yang terpenting untuk pemeriksaan kadar AT adalah dengan pemeriksaan aktivitas AT.


(33)

2.1.4. Pengukuran Kadar Aktivitas Antithrombin

AT plasma dapat diukur baik secara imunologi (AT antigen) atau fungsional (AT activity). Pada uji fungsional ditetapkan aktivitas AT dengan metode Chromogenic menggunakan anti - Xa. 5,18,19,23,24

2.1.5. Defisiensi Antithrombin

Defisiensi AT dapat terjadi secara bawaan maupun didapat. Defisiensi AT menyebabkan faktor koagulasi yang aktif tidak dinetralkan sehingga kecenderungan trombosis meningkat. Defisiensi AT dapat digolongkan atas 2 tipe yaitu tipe I dan Tipe II. Tipe I ditandai dengan kadar AT yang rendah, sedang tipe II ditandai dengan kadar AT yang normal tetapi aktivitasnya rendah. 5,6,17,19,23,25,26

Nilai normal AT fungsional / AT activity : 27

• Prematur infant : 26 – 61 %

• Full-term infant : 44 – 76 %

• After 6 month : 80 – 120 %

Defisiensi AT bawaan diturunkan secara autosomal dominan, pada individu yang heterozigot kadarnya 25 – 50% dari orang normal. Frekuensi defisiensi AT heterozigot pada pasien trombosis sekitar 2,5-4%, sedangkan pada populasi sehat sekitar 0,05-1,0%. Resiko trombosis pada individu dengan defisiensi AT heterozigot 5 kali lipat lebih tinggi dari pada individu dengan AT normal. Pada umumnya, individu dengan defisiensi heterozigot antikoagulan alamiah akan mengalami trombosis pada usia


(34)

muda kurang dari 40 tahun, sering kali tanpa faktor lingkungan sebagai pencetus dan kadang-kadang di tempat yang tidak biasa seperti di sinus serebri, vena abdomen atau vena dalam lengan. Individu ini juga cenderung mengalami trombosis berulang dan sering mempunyai riwayat trombosis dalam keluarga. 5,19,23,25

Defisiensi AT didapat dijumpai pada sirosis hati, sindroma nefrotik, pemakaian pil kontrasepsi, setelah trombosis yang luas dan setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi. AT disintesis dihati sehingga pada sirosis hati produksinya menurun. Pada sindroma nefrotik terjadi kehilangan AT melalui urin karena kebocoran membran glomeruli. Pada pemakai pil kontrasepsi yang mengandung estrogen terjadi penurunan aktivitas AT yang bersifat reversibel. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui dengan jelas. Setelah trombosis yang luas, AT banyak terpakai untuk menetralkan faktor-faktor yang aktif, sehingga aktivitasnya berkurang.Demikian pula setelah pengobatan dengan heparin dosis tinggi, AT banyak terpakai karena heparin tidak dapat bekerja tanpa AT. 5,17,19,21,27

Obat –obat yang meningkatkan kadar AT : anabolic steroids, androgens, oral kontrasepsi (yang mengandung progesteron) dan sodium warfarin. Obat-obat yang menurunkan kadar AT : fibrinolitik, heparin, oral kontrasepsi (yang mengandung estrogen) dan L-asparaginase.21


(35)

2.2. Intervensi Koroner Perkutan (IKP)

IKP telah dikenalkan lebih dari 20 tahun yang lalu. IKP adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan sering kali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. Angka keberhasilan dari arteri dilatasi dengan tindakan IKP > 90 % pada lesi yang tunggal. 9,10

Pada pasien PJK stabil, tindakan IKP dilakukan hanya pada pasien dengan adanya keluhan dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Pada penelitian-penelitian awal dijumpai manfaat yang lebih kecil terhadap survival pasien yang dilakukan IKP tanpa stent dibandingkan dengan operasi pintas koroner. Tetapi dengan adanya stent dan stent bersalut obat (DES-Drugs Eluting Stent) serta tersedianya obat-obatan ajuvan maka tindakan IKP saat ini menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan operasi pintas koroner. 7

Pada NSTEMI dan angina pektoris tak stabil (APTS) tindakan intervensi koroner perkutan bertujuan mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas koroner di belakang hari.7

IKP primer pada STEMI didefinisikan sebagai tindakan intervensi pada culprit vessel (pembuluh darah yang terlibat serangan) dalam 12 jam


(36)

setelah onset nyeri dada, tanpa sebelumnya diberi trombolitik atau terapi lain untuk menghancurkan penyumbatan tersebut.7

Adapun prosedur melakukan tindakan IKP terdiri dari beberapa langkah. Pertama melakukan akses perkutan. Dalam proses ini arteri femoralis harus diidentifikasi lebih dahulu (atau yang lebih jarang bisa menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Setelah jarum sudah masuk, sheath introducer diletakkan pada jalan pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan mengontrol perdarahan. Melalui sheath introducer ini, guiding catheter dimasukkan. Ujung guiding catheter ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan guiding catheter, penanda radio opak diinjeksikan ke arteri koroner, hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui. Selama visualisasi sinar X, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire coronary yang sesuai. Guiding wire coronary adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui guiding cathether mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung, ahli jantung memandu kabel mencapai tempat terjadinya blokade. Ujung kabel kemudian dilewatkan menembus blokade. Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai balon berada di dalam blokade. Kemudian baru balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi atheromatous plak


(37)

dan menekan arteri sehingga mengembang. Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan atau ditinggalkan pada tubuh untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.

Prosedur melakukan IKP ini dapat menyebabkan pengaruh terhadap cederanya arteri akibat gesekan pada endothelium sewaktu kateter diarahkan secara retrograd melalui pembuluh darah. Gesekan ini mungkin dapat mencetuskan nidus terbentuknya trombus baru. Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca prosedur IKP.10

Terjadinya trombus dapat melalui 3 tahap: (1) paparan sirkulasi darah terhadap permukaan yang bersifat trombogenik seperti kerusakan endothelium vaskular akibat ruptur plaque atherosklerotik; (2) terjadi rangkaian peristiwa yang berhubungan dengan platelet lebih lanjut meliputi adhesi, aktifasi dan agregasi bersama-sama dengan pengeluaran substrat yang akan memacu timbulnya agregasi kembali; (3) terjadi pemacuan mekanisme anti pembekuan. 28

Akibat gesekan IKP pada permukaan endothelium, maka endothelium akan melepaskan dan mengaktifasi trombin yang terkandung didalamnya. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil (unstable angina). 29


(38)

Antikoagulan selama IKP dibutuhkan untuk meminimalisasi resiko dari komplikasi trombosis setelah tindakan IKP. Antikoagulan yang secara umum dikenal adalah Unfractionated heparin (UFH). UFH adalah indirect antithrombotic activity, mempunyai fungsi sebagai kofaktor untuk AT, meningkatkan aktivitas molekul 1000 kali lipat. Pemeriksaan AT dengan darah vena dimulai sebelum dan sesudah tindakan IKP. Pemeriksaan dilakukan dengan metode chromogenic menggunakan anti-Xa. 20,23,24,30,31,32,33,34,35

2.2.1. Stent Bersalut Obat (Drugs Eluting Stent-DES) 7

Stent bersalut obat (drugs eluting stent) merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam perkembangan kardiologi intervensi, karena DES dapat mengurangi angka restenosis. Tetapi DES ini lebih mahal daripada stent biasa sehingga penggunaannya di negara berkembang masih terbatas. Saat ini harga DES empat kali lebih mahal dari stent biasa.

Beragam cara pelepasan obat dari berbagai bahan (platform stent) dengan atau tanpa polimer yang dikandungnya giat dipelajari saat ini. Berbagai penelitian untuk menilai efek anti proliferasi dan anti inflamasi dari sirolismus, paclitaxel tacrolimus, everolimus, ABT-578, biolismus, dan obat-obat lain seperti dexamethasone, 17-betaestradiol, batimastat, actinomycin D. methotrexat, angiopeptin, tyrosinkinase inhibitors, vincristin, mitomycin, cyclosporin. Hasil-hasil dari penelitian menunjukkan


(39)

obat-obat anti proliferasi di atas tidaklah sama menunjukkan efek dalam mencegah restenosis.

2.2.2. Indikasi DES 7

Keadaan-keadaan di mana dijumpai peningkatan risiko terjadinya restenosis sehingga dibutuhkan penggunaan DES, yakni:

- small vessel (pembuluh darah kecil)

- chronic total occlusions (oklusi total kronik) - bifurcational (percabangan)

- ostial lesion (lesi pangkal)

- by pass stenosis (penyumbatan pembuluh by pass) - insulin dependent diabetes melitus (DM tipe 1)

- multivessel disease (pembuluh darah banyak terlibat) - unprotected left main stenosis (oklusi cabang utama kiri) - instent restenosis (oklusi pada tempat stent)

2.2.3. Perbandingan IKP dan CABG 36

Data yang dikumpulkan selama arteriografi koroner membantu dokter menentukan apakah pasien sebaiknya dipertimbangkan untuk IKP atau CABG untuk meningkatkan aliran darah arteri.

IKP dapat memberikan hasil yang optimal pada pasien yang dipilih dengan hati-hati. Dengan panduan X-ray, sebuah kawat dimasukkan dari paha ke arteri koroner. Kateter kecil dengan balon diujungnya dimasukan


(40)

menyusuri kawat untuk mencapai segmen yang menyempit. Balon kemudian dikembangkan untuk menekan arteri agar terbuka dan sebuah stent penahan besi kemudian disisipkan.

Bedah CABG dilakukan untuk mengurangi angina pada pasien yang telah gagal dengan terapi obat-obatan dan bukan kandidat yang baik untuk IKP. Bedah CABG ideal untuk pasien-pasien dengan penyempitan multipel pada cabang arteri koroner yang berbeda seperti sering terlihat pada pasien dengan diabetes. Bedah CABG telah memperlihatkan peningkatan harapan hidup jangka panjang pada pasien-pasien dengan penyempitan signifikan arteri koroner utama kiri dan pada pasien-pasien dengan penyempitan signifikan arteri multipel khususnya pada pasien-pasien dengan penurunan fungsi pompa otot jantung.

Studi yang sedang berlangsung membandingkan hasil terapi IKP versus bypass (CABG) pada pasien yang merupakan calon prosedur keduanya. Kedua prosedur sangat efektif mengurangi gejala angina, mencegah serangan jantung dan mengurangi kematian. Banyak penelitian memperlihatkan manfaat yang sama atau sedikit menguntungkan CABG (terutama pada diabetes berat) meskipun data penelitian terbaru mengevaluasi dua prosedur menggunakan teknik terbaru (sebagai contoh stent terbaru dan CABG tanpa pompa) masih sedang dikumpulkan. Pilihan terbaik untuk pasien individu dibuat oleh kardiolog, ahli bedah dan dokter layanan primer.


(41)

2.3. Obat Antitrombotik : Unfractionated Heparin (UFH) Group obat antitrombotik termasuk indirect thrombin inhibitor (UFH atau low molecular-weight heparin / LMWH) dan direct thrombin inhibitor (Hirudin, Bivalirudin, Dabigatran etexilate, Ximelagatran dan Argatroban).37

Telah lebih dari 40 tahun UFH digunakan sebagai terapi standar untuk pengobatan awal trombosis vena. Di samping itu terapi UFH juga cukup efektif untuk mencegah dan mengobati emboli paru, sebagai terapi awal unstable angina serta infark miokard akut. UFH juga digunakan untuk mengobati penderita operasi jantung dengan cara by pass -CABG, operasi pembuluh darah dan prosedur IKP. Pada umumnya UFH diberikan untuk keadaan dimana tidak dapat diberikan antikoagulan oral.22

2.3.1. Metabolisme dan Mekanisme kerja UFH

UFH merupakan mukopolisakarida dengan panjang rantai berbeda-beda sehingga berat molekulnya bervariasi antara 5000 sampai 30.000 dalton, dengan berat molekul rata-rata 15.000 dalton, yang kira-kira terdiri dari 45-50 rantai polisakarida. UFH diisolasi dan dimurnikan dari paru sapi atau mukosa usus babi. Aktifasi antikoagulan dan clearance UFH tergantung juga dari panjang molekulnya. Makin besar berat molekulnya, makin cepat dibersihkan dari sirkulasi. 19,20,22,35

UFH ditemukan pada tahun 1916 oleh Mc Lean. Penelitian mengenai efektifitas UFH telah dimulai sejak tahun 1960. Selanjutnya


(42)

Brinkhous dan kawan-kawan menunjukkan bahwa efek antikoagulan UFH membutuhkan kofaktor yang terdapat dalam plasma yang disebut AT, sehingga AT disebut kofaktor UFH. Efek antikoagulan UFH menurun pada kondisi defisiensi AT baik herediter maupun didapat. Bahkan pada kadar AT yang sangat rendah dapat menyebabkan heparin resisten.19,20,32,33,34,38

UFH mempunyai waktu paruh 30 menit – 2 jam tergantung dosis pemberian. Efek antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntikan subkutan. Sebagian UFH akan mengalami degradasi di hati oleh heparinase dan sebagian lagi diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal. UFH keluar melalui urin dalam waktu 5-9 jam setelah penyuntikan. Pasien dengan kelainan hati atau ginjal lebih sensitif terhadap UFH karena waktu paruh UFH menjadi lebih panjang. UFH juga diserap otot, lemak dan limfe.22

UFH mempunyai berat molekul yang cukup besar sehingga tidak bisa melewati membran, tidak bisa diserap usus dan tidak dapat melewati plasenta. Dengan demikian UFH hanya dapat diberikan secara intra vena atau subkutan. Pada pemberian UFH, hanya sepertiga dari dosis UFH yang diberikan yang akan berikatan dengan AT. Trombin dan enzim koagulasi lain mempunyai gugus aktif berupa serine protease. Gugus ini akan diinaktifasi oleh arginine-reactive site pada AT. UFH akan berikatan dengan gugus lisin pada AT. Akibat ikatan ini AT berubah dari inhibitor trombin yang lambat menjadi inhibitor trombin yang cepat. Selain trombin,


(43)

kompleks AT-heparin juga menginaktifasi faktor koagulasi lain, yaitu faktor Xa, IXa, XIa dan XIIa.19,35,36,37

2.3.2. Dosis dan lama pemberian UFH

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan untuk mendapatkan cara pemberian, dosis optimal dan lamanya pemberian UFH yang efektif untuk pengobatan dan pencegahan trombosis. 38

Studi terakhir mendapatkan bahwa lama pemberian UFH dapat dikurangi dari 10 hari menjadi 5 hari, apabila pemberiannya dikombinasikan dengan antikoagulan oral. 22,38

Dosis pemberian UFH diberikan dengan dosis inisial 5000 U bolus IV, kemudian dilanjutkan dengan drip 1000 U/jam, dosis ini harus selalu di evaluasi dan disesuaikan untuk mendapatkan nilai aPTT 1,5 – 2,5 kontrol (46 -70 detik), aPTT ini diperiksa setiap 4–6 jam. 22,38

Alternatif lain pemberian UFH adalah diberikan 5000 unit secara subkutan setiap 8-12 jam, dengan catatan besarnya dosis yang diberikan harus disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT, nilai aPTT tetap dipertahankan 1,5-2,5 kontrol. 2,22,35

2.3.3. Komplikasi pemberian UFH

Respon antikoagulan dari UFH berbeda pada tiap-tiap individu karena obat ini berikatan secara nonspesifik dengan plasma dan protein sel. Efek samping meliputi perdarahan, trombositopenia dan osteoporosis. Efek samping terapi UFH yang paling utama adalah perdarahan yaitu


(44)

sekitar 3-5%. Resiko perdarahan akan meningkat pada pasien dengan faktor resiko, seperti : usia (wanita >60 tahun, pria >70 tahun), operasi yang lama, peningkatan kreatinin serum, stroke perdarahan, penyakit ulkus peptikum, hipertensi, riwayat kelainan perdarahan dan aPTT >2 kali nilai normal. Trombositopenia pada pasien pasca bedah frekuensinya mencapai 5% bahkan pada pasien bedah jantung sampai 50%, sedangkan pada pasien non bedah frekuensinya sekitar 3,5%.

Pada pemberian UFH berkepanjangan dapat juga menyebabkan osteoporosis. Radiografi membuktikan terdapat penurunan densitas tulang kira-kira 15% pada wanita yang mendapat pengobatan jangka panjang selama kehamilan dan 2% mengalami fraktur vertebra yang simptomatik. Pada penelitian lain dilaporkan, bahwa pemakaian UFH selama 3 bulan menyebabkan osteoporosis pada 2-3% pasien.19,20,22,39,40

Gambar 2.3. Skema Heparin-AT pada sistem hemostasis 40 Sumber : Johnson M


(45)

2.4. Kerangka Konsep

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

IKP

(Intervensi Koroner Perkutan)

Pasien IKP Primer Pasien IKP Elektif

Pemeriksaan Antithrombin


(46)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuasi-eksperimen (Quasi Experiment). Kuasi eksperimental juga termasuk dalam jenis penelitian eksperimen, namun tidak dilakukan random terhadap unit-unit samplingnya. Salah satu bentuk kuasi eksperimental adalah rancangan “perlakuan” ulang disebut juga dengan one group pre-test and post-test design, yaitu rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok subjek serta melakukan pengukuran sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian perlakuan untuk jangka waktu tertentu. Perbedaan kedua hasil pengukuran tersebut dianggap sebagai perlakuan.41

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian dimulai pada bulan September 2012 sampai November 2012. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercukupi atau bila waktu pengambilan sampel telah mencapai 3 bulan.


(47)

3.3. Populasi dan Subyek Penelitian

Kelompok kasus adalah pasien yang menjalani IKP elektif oleh dokter spesialis kardiologi di RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah memenuhi kriteria inklusi, kelompok ini kemudian dilakukan konfirmasi dengan tes kadar aktivitas AT sebelum dan sesudah IKP.

3.3.1. Kriteria Inklusi :

• Pasien yang menjalani prosedur IKP elektif.

• Pasien umur ≥ 40 tahun.

3.3.2. Kriteria Eksklusi :

• IKP primer

• Pasien dengan riwayat trombosis sejak usia muda < 40 tahun. Pada pasien < 40 tahun kemungkinan timbulnya hiperkoagulabilitas adalah karena gangguan pembekuan darah bawaan. Kalau pasien < 40 tahun dimasukkan, maka kemungkinan pasien gangguan pembekuan darah bawaan (gangguan AT defisiensi yang inherited) terukur.

3.4. Batasan Definisi Operasional 1. IKP Primer

IKP primer didefinisikan sebagai tindakan intervensi pada culprit vessel (pembuluh darah yang terlibat serangan) dalam 12 jam


(48)

setelah onset nyeri dada, tanpa sebelumnya diberi trombolitik atau terapi lain untuk menghancurkan penyumbatan tersebut.

IKP primer merupakan pilihan pada pasien dengan kontra indikasi trombolisis, syok kardiogenik dan trombolisis yang gagal yakni gagalnya resolusi segmen ST pada 60-90 menit setelah pemberian obat trombolitik dan keluhan nyeri dada menetap.

2. IKP Elektif

Adalah IKP yang direncanakan. Pada pasien PJK stabil, tindakan IKP dilakukan hanya pada pasien dengan adanya keluhan dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan pembuluh darah koroner. Pada NSTEMI dan angina pektoris tak stabil (APTS) / unstable angina pectoris (UAP), tindakan IKP bertujuan mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas koroner di belakang hari.

3. Sindroma Koroner Akut

SKA merupakan istilah terhadap sekumpulan penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. SKA mencakup APTS, NSTEMI dan STEMI.

4. Angina Pektoris Tak Stabil

Iskemik miokard akut yang ditandai dengan serangan nyeri dada yang lebih sering, lebih lama dan lebih intens dibandingkan APS, dengan perubahan gelombang EKG (ST depresi atau T inverted) tanpa elevasi segman ST serta terdapat peningkatan enzim jantung.


(49)

5. NSTEMI

Infark miokard akut yang ditandai nyeri dada khas > 20 menit, peningkatan enzim jantung 2 kali nilai normal dan gambaran ST depresi pada gelombang EKG.

6. STEMI

Infark miokard akut yang ditandai dengan nyeri dada khas > 20 menit, peningkatan enzim jantung 2 kali nilai normal, dengan gambaran ST elevasi pada gelombang EKG.

3.5. Perkiraan Besar Sampel 42

Sampel dipilih secara consecutive sampling dengan perkiraan besar sampel minimum dari subyek yang diteliti dipakai rumus uji hipotesis terhadap rerata dua kelompok berpasangan, sebagai berikut :

n ≥

( µo - µa )2

σ2 ( ZI – α/2 + ZI – β )2

Dimana :

n = jumlah sampel

σ2 = standart deviasi antithrombin.

Dari kepustakaan12 nilai SD untuk antithrombin adalah 18%.

ZI – α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α


(50)

ZI – β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β

untuk nilai β = 0,10 → ZI – β = 1,282

µo - µa = selisih rata-rata yang bermakna = 15

Berdasarkan rumus diatas, dapat diperhitungkan besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah :

n ≥

( 15)2

182 ( 1,96 + 1,282 )2

n ≥ 15,1352 ≈ 15

3.6. Prosedur Penelitian

Setiap pasien yang ditetapkan menjalani IKP elektif dilakukan pemeriksaan kadar aktivitas AT sebelum dan sesudah IKP elektif dilakukan. Dari kedua kelompok yang saling berhubungan tersebut lalu dilakukan perbandingan antara grup kadar aktivitas AT sebelum IKP elektif dilakukan dengan grup kadar aktivitas AT sesudah IKP elektif dilakukan.

3.7. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical clearance diperoleh dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Inform consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang


(51)

menyatakan bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan dari penelitian ini.

3.8. Bahan dan Cara Kerja 3.8.1. Anamnese

Anamnese dilakukan dengan wawancara berpedoman pada daftar pertanyaan pada status yang telah disiapkan dan keterangan yang ada pada medical record. Seluruh data dan hasil pemeriksaan dicatat dalam status khusus penelitian.

3.8.2. Pengambilan dan pengolahan sampel19,43,44

Sampel darah diambil dua kali yaitu 1 jam sebelum tindakan IKP dan 4 jam sesudah tindakan IKP melalui vena punksi dari vena mediana cubiti. Tempat punksi vena terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Darah diambil dengan vacum venoject, darah dimasukkan ke dalam tabung vakutainer yang berisi antikoagulan 0,2 ml Natrium sitrat 3,2% hingga darah berhenti dengan sendirinya (1,8 ml). Campur darah dengan Natrium sitrat 3,2% dengan cara membolak balik tabung secara perlahan.

3.8.3. Pemeriksaan laboratorium sampel darah45,46

Darah citrat dengan perbandingan 9 : 1 segera disentrifus selama 15 menit, dengan kecepatan 1500 g kemudian plasma dipindahkan secara hati-hati ke dalam tabung plastik tertutup dengan menggunakan


(52)

pipet plastik. Sampel tersebut disimpan dalam tabung plastik pada temperatur -400C selama dua minggu dan kemudian setelah sampel terkumpul sampel lalu dikeluarkan segera pada temperatur ruangan kemudian dilakukan pemeriksaan kadar aktivitas AT. Sementara menurut Laboratory Hemostasis yang dikeluarkan oleh University of Utah Health Sciences Center Salt Lake City, USA plasma dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu -700 C.

Pemeriksaan kadar aktivitas AT dengan metode Chromogenic menggunakan alat automatik Coatron A4.

3.8.4. Pemeriksaan kadar Antithrombin 4,24,30,40,47

Metode: Metode Chromogenic untuk penentuan kuantitatif dari aktivitas AT pada plasma citrat manusia menggunakan metode anti-Xa otomatis.

Prinsip: Metode Chromogenic berdasarkan penghambatan Faktor Xa yang berada pada konstan konsentrasi yang lebih dengan AT. Sisa Faktor Xa kemudian diukur dengan tingkat hidrolisis substrat chromogenic Faktor Xa spesifik yang melepaskan pNA. Jumlah pNA dihasilkan berbanding terbalik dengan AT yang muncul dalam konsentrasi plasma yang diuji.


(53)

Uji aktivitas AT ini dirancang untuk digunakan pada metode chromogenic. Uji ini dilakukan pada kontrol suhu 37 °C dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 405 nm.

AT + heparin → [AT - heparin]

[AT - heparin] + FXa (excess) →[AT – heparin – FXa ] + FXa (residual)

FXa (residual)

FXa-specific Chromogenic Substrate peptide + pNA

Aktivitas AT ditentukan dengan dua tahap metode chromogenic:45

1. Factor Xa ditambahkan ke pengenceran plasma yang mengandung AT, heparin dan kalsium.

2. Factor Xa-spesific chromogenic substrate ditambahkan dan tingkat hydrolyis dipantau dengan photometer pada panjang gelombang 405nm. Pelepasan pNA tergantung pada sisa faktor Xa dan berbanding terbalik dengan konsentrasi AT.

Reagen : 45

1. Factor Xa Reagent

Isi : freeze-dried bovine factor Xa.

Dilarutkan dengan 2mL air suling. (REF C1000-010) 2. Factor Xa Substrate

Isi : freeze-dried CH3OCO-D-CHA-Gly-Arg-pNA•AcOH. Dilarutkan dengan 2mL air suling. (REF C1000-010)


(54)

3. Sample Diluent

Isi : 5x buffer konsentrat dengan natrium azide 0.1% sebagai pengawet. Bila diencerkan sepenuhnya, buffer berisi 0.05 M Tris-HCI, 0.175 M NaCI, 7.5 mM Na2EDTA dan natrium heparin pada pH 8.4. 1 (sample diluent) : 4 (air suling) = Dilution buffer

4. TECal N (normal) : reagent kalibrasi

Isi: citrated human plasma. Dilarutkan dengan 1 mL air suling. 5. TEControl A Plus : reagent kontrol

isi: citrated human plasma. Dilarutkan dengan 1 mL air suling.

Diputar-putar lembut setelah dilarutkan dan biarkan selama 15 menit pada suhu kamar. Diputar dengan lembut sebelum digunakan. Jangan dikocok.

Cara kerja : 48

- Pemeriksaan kadar aktivitas AT dilakukan dengan alat Automatic analyzer Coatron A4.

- Masukkan reagen pada Reagent Block, Sample diluent pada System Block dan kuvet sesuai dengan volume yang dibutuhkan alat.

- Masukkan Plasma Kontrol dan Plasma Sampel pada rak sampel sesuai dengan posisi Kontrol dan Sampel yang ditampilkan di layar.

- Masukkan ID pasien.


(55)

- Running sampel pasien sesuai dengan tahapan yang ditampilkan pada alat Coatron A4.

- Setelah tes selesai dikerjakan alat Coatron A4, maka alat akan menampilkan hasil tes. Hasil akan tercetak secara otomatis.

- Nilai normal yang dipakai adalah sesuai nilai range kontrol.

3.9. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan

Pemeriksaan laboratorium klinik baik apabila test tersebut tepat (precision) dan akurat (accuracy). Pemantapan kualitas laboratorium yang baik harus dilakukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat dipercaya (valid). Pemantapan kualitas dilakukan pada tahap pra-analitik, analitik dan post-analitik.

Untuk pemantapan kualitas pemeriksaan AT pada tahap pra-analitik pemeriksaan tidak dapat dilakukan bila sampel plasma hemolisis.

Pada tahap analitik, kalibrasi dilakukan bila :

- Terhadap alat Coatron A4 secara rutin dilakukan setiap 3 bulan sekali. - Nilai TEControl A Plus tidak masuk ke dalam nilai target.

- Pada awal setiap pergantian reagen dengan nomor lot baru.

Kalibrasi alat dilakukan dengan menggunakan TECal N (Calibrator Antithrombin for Coatron A4) yang dilarutkan dengan 1 mL air suling. 45


(56)

Penggunaan plasma kontrol memungkinkan memvalidasi kurva kalibrasi. Kontrol aktivitas AT menggunakan TEControl A Plus dengan nilai terendah 75% dan nilai tertinggi 125%. Bila nilai kontrol aktivitas AT menggunakan TEControl A Plus dengan 10 kali pemeriksaan berturut-turut masuk ke dalam nilai target (75 – 125 %) dan mempunyai nilai CV<5%, maka sampel dianggap terkontrol. Baru kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap sampel penelitian.

Hasilnya:

Tipikal hasil normal aktivitas AT adalah 75 - 125%. Namun hasil dapat bervariasi antara laboratorium. Setiap laboratorium mempunyai range normal tersendiri pada instrumen tertentu yang digunakannya.

Kondisi penyimpanan reagen : 45

- Stabilitas reagen sampai kadaluarsa bila reagen tidak dibuka pada suhu 2– 8°C.

- Stabilitas reagen yang dilarutkan, disimpan dalam vial aslinya :

2-8°C 20-25°C 37°C

Factor Xa Reagen 2 bulan 1 bulan 2 hari

Factor Xa Substrat 2 bulan 1 bulan 7 hari


(57)

- Plasma kontrol yang dilarutkan menyebabkan perubahan tingkat analitik di bawah 10%, jika disimpan sebagai berikut:

-20°C 2-8°C 20-25°C 37°C

TECal N 30 hari 24 jam 8 jam 2 jam

TEControl A Plus 30 hari 24 jam 8 jam 2 jam

Plasma kontrol yang dilarutkan dapat dibekukan hanya satu kali dalam aliquots (120-150µL). Disimpan pada suhu -20°C dalam tabung polypropylene tertutup, aliquots harus digunakan dalam waktu 30 hari.

3.10. Hasil Pemantapan Kualitas

3.10.1. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar aktivitas AT Tabel 3.1. Pemantapan kualitas pemeriksaan kadar aktivitas AT

Kelompok Pemeriksaan

Tanggal Pemeriksaan

Nilai Kontrol (%)

Nilai Range (%)

N = 30 5 – 11 - 2012 84,2 75 - 125

Terlihat pada tabel di atas, selama penelitian kontrol kualitas dilakukan sebanyak 1 kali paralel dengan jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 30 sampel. Yaitu 15 sampel pada pasien 1 jam sebelum IKP (Aktivitas AT pre IKP) dan 15 sampel pada pasien 4 jam setelah IKP (Aktivitas AT post IKP). Didapatkan nilai TEControl A Plus adalah 84,2 %, masuk dalam rentang nilai target aktivitas AT yang diharapkan (acceptable range, 75 – 125 %).


(58)

3.11. Analisa Data 49

Untuk menjelaskan variabel karakteristik antara kedua kelompok disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

Untuk melihat perubahan rerata kadar aktivitas AT pada 1 jam sebelum dan 4 jam setelah IKP digunakan Uji T dependent. Pada tes normalitas, karena jumlah sampel kecil (n= 50), maka dipakai hasil uji Shapiro-Wilk. Dengan melihat hasil Test of Normality Shapiro-Wilk, diperoleh hasil nilai kemaknaan untuk kedua kelompok data adalah >0,05. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi kedua kelompok data adalah normal.

Karena syarat data berdistribusi normal terpenuhi, maka uji hipotesis yang digunakan adalah Uji T dependent Paired Samples T Test. Hasil tes dikatakan bermakna bila nilai p < 0,05.


(59)

3.12. Kerangka Operasional

Subjek penelitian

Sebelum IKP Sesudah IKP

Pengisian formulir penelitian (Inform consent)

Plasma Citrat Plasma Citrat

Pemeriksaan Kadar Antithrombin Pemeriksaan Kadar Antithrombin

Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah Sebelum IKP

Pasien IKP Elektif

Pemeriksaan Kadar Antithrombin Pengambilan

sampel darah Anamnese


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara kuasi-eksperimen (Quasi Experiment), dilaksanakan mulai bulan September 2012 sampai dengan November 2012.

Populasi penelitian adalah penderita APS dengan adanya keluhan dan tanda-tanda iskemik akibat penyempitan pembuluh darah koroner, STEMI dan NSTEMI yang didiagnosa oleh bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK USU/RSUP H. Adam Malik.

Subjek penelitian ditentukan secara consecutive sampling pada penderita APS, STEMI dan NSTEMI rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan, penderita yang memenuhi kriteria inklusi, setelah mendapat penjelasan dan menandatangani inform consent, dilakukan pemeriksaan laboratorium kadar aktivitas AT 1 jam sebelum IKP dan 4 jam sesudah IKP.

Sejumlah 15 orang penderita APS, STEMI dan NSTEMI yang menjalani IKP ikut serta dalam penelitian. Peserta terdiri dari 14 orang (93,3 %) laki-laki dan 1 orang (6,7%) perempuan dengan rerata umur 57,87 tahun.


(61)

Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut : Gambar 4.1. Profil dari penelitian

Dari 15 orang penderita yang menjalani IKP, berdasarkan diagnosa penyakit yang tercantum dalam medical record dan data pasien di catat dalam status khusus penelitian, 13 orang (86,7%) dengan diagnosa APS, 1 orang (6,7%) dengan diagnosa STEMI dan 1 orang (6,7%) dengan diagnosa NSTEMI.

Hasil penelitian tersebut diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 4.1: Karakteristik Jenis Kelamin

Karakteristik Nilai

Jenis Kelamin : n (%)

Laki-laki 14 (93,3%)

Perempuan 1 (6,7%)

Umur (tahun): Mean (min-max) 57,87 (44-71)

15 orang populasi IKP dengan DES dan IKP dengan Stent Metal

9 orang populasi IKP dengan DES

6 orang populasi IKP dengan Stent Metal 15 orang populasi

IKP dengan DES dan IKP dengan Stent Metal


(62)

Tabel 4.2. Karakteristik Sampel

No Sex Umur

(tahun)

Diagnosa Stent Type

Stent

AT Pre (%)

AT Post (%)

1 M 64 APS DES Biometrix 86 101,8

2 F 71 APS Metal Gazelle 92,1 104,2

3 M 62 APS DES Absorb 101,9 110,8

4 M 67 NSTEMI DES Biometrix 100,9 111,4

5 M 55 APS DES Taxcor 105,1 110,9

6 M 44 APS DES Nobori 81 94,6

7 M 46 APS Metal Tsunami 91,3 99,3

8 M 61 APS DES Yukon 97,7 94,8

9 M 52 APS Metal Gazelle 81,8 85,6

10 M 61 APS DES Apollo 96,7 99,8

11 M 46 STEMI Metal Gazelle 96,6 106

12 M 66 APS DES Biomatrix 99,6 95,6

13 M 57 APS DES Xience V 94,8 91,7

14 M 46 APS Metal Azulle 83,6 90

15 M 70 APS Metal Gazelle 82,3 84,3

M : Male, F : Female

Keterangan :

- Biomatrix : Rapamycin derivative, Biolimus A9 Eluting Coronary Stent - Absorb : Everolimus-Eluting Coronary Stent

- Taxcor : Paclitaxel-Eluting Coronary Stent

- Nobori : Biolimus A9-Eluting Coronary Stent

- Yukon : Sirolimus-Eluting Coronary Stent

- Apollo : Paclitaxel-Eluting Coronary Stent - Xience V : Everolimus-Eluting Coronary Stent


(63)

Tabel 4.3. Hasil uji kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP seluruhnya :

n Rerata±SD p

AT sebelum IKP AT sesudah IKP

15 15

92,76±8,05 98,72±8,85

0,002*

*P<0,05 : bermakna secara statistik

Tabel 4.4. Hasil uji kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent DES :

n Rerata±SD p

AT sebelum IKP AT sesudah IKP

9 9

95,97 ± 7,78 101,27 ± 7,895

0,066

Tabel 4.5. Hasil uji kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent Metal :

n Rerata±SD p

AT sebelum IKP AT sesudah IKP

6 6

87,95 ± 6,196 94,9 ± 9,51

0,006*


(64)

Grafik 4.1. Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP seluruhnya

Grafik 4.2. Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent DES

75 80 85 90 95 100 105

AT Pre AT Post

92,76±8,05

p<0,05 98,72±8,85

75 80 85 90 95 100 105

AT Pre AT Post

95,97±7,78

p>0,05


(65)

Grafik 4.3. Perbedaan rata-rata kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent Metal

Grafik 4.4. Sebaran kadar aktivitas AT(%) sebelum IKP dan sesudah IKP

75 80 85 90 95 100

AT Pre AT Post

87,95±6,196 p<0,05 94,9±9,51 75 90 105 120

AT Pre AT Post

Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 Series6 Series7 Series8 Series9 Series10 Series11 Series12 Series13 Series14 Series15


(66)

Grafik 4.5. Sebaran kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent DES

Grafik 4.6. Sebaran kadar aktivitas AT (%) sebelum IKP dan sesudah IKP yang memakai stent Metal

75 90 105 120

AT Pre AT Post

Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 Series6 Series7 Series8 Series9

75 90 105 120

AT Pre AT Post

Series1 Series2 Series3 Series4 Series5 Series6


(67)

Sebelum menganalisis hubungan antar variabel terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel untuk seluruh sampel berdistribusi normal.

Hubungan antara kadar aktivitas AT sebelum dan sesudah IKP dianalisis dengan uji statistik yaitu uji t berpasangan.

Dari analisis ini didapatkan perbedaan antara kadar aktivitas AT sebelum dan sesudah IKP pada sampel seperti yang tertera pada tabel di atas. Dalam hal ini untuk kadar aktivitas AT pada IKP seluruhnya dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik dengan p<0,05.

Untuk kadar aktivitas AT pada IKP dengan DES tidak dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik dengan p>0,05.

Sedangkan untuk kadar aktivitas AT pada IKP dengan stent metal dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik dengan p<0,05.


(68)

BAB 5 PEMBAHASAN

AT berperan penting dalam pengaturan dan pencegahan pembentukan fibrin yang berlebihan dengan menghambat sirkulasi trombin. Aktivitas endogen AT sangat dipotensiasi oleh keberadaan proteoglikan yang bersifat asam seperti heparin. Zat ini terikat dengan tempat kationik spesifik pada AT dengan menginduksi perubahan bentuk dan meningkatkan pengikatannya pada trombin disamping substrat lainnya.

Rao A. Koneti et al (1981) meneliti pemberian heparin 100 unit /kgBB single bolus intravena kepada 10 sukarelawan normal dan pemberian heparin low dose (5000 unit) secara sub kutan setiap 12 jam kepada 8 pasien tanpa masalah akut trombosis, hasilnya tidak mempengaruhi kadar aktivitas AT. Tetapi pada pemberian heparin secara intravena terus-menerus kepada 3 pasien pada masalah trombosis dapat menurunkan kadar aktivitas AT secara bermakna. 11

Antikoagulan selama IKP dibutuhkan untuk meminimalisasi resiko dari komplikasi trombosis setelah tindakan IKP. Antikoagulan yang secara umum dikenal adalah Unfractionated heparin (UFH). UFH adalah indirect antithrombotic activity, mempunyai fungsi sebagai kofaktor untuk AT, meningkatkan aktivitas molekul 1000 kali lipat.


(69)

Pada setiap subyek yang menjalani IKP dengan DES dan IKP dengan stent biasa, maka setiap subyek ini mendapat terapi UFH dengan dosis 100 IU/kgBB single bolus intravena disaat akan dilakukan tindakan IKP oleh dokter ahli jantung bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK USU /RSUP H. Adam Malik.

Pada penelitian ini pemeriksaan kadar AT dilakukan 1 jam sebelum IKP dan 4 jam sesudah IKP pada subyek yang sama. Subyek yang masuk dalam penelitian ini sebanyak 15 orang dengan karakteristik jenis kelamin terdiri dari 14 laki-laki (93,3%) dan 1 perempuan (6,7%), usia rata-rata 57,87 ± 9,27 tahun.

Pada penelitian ini pemeriksaan kadar aktivitas AT dilakukan pada dua kelompok dengan subyek yang sama yaitu kelompok sebelum tindakan IKP dilakukan dan kelompok sesudah tindakan IKP dilakukan. Dalam hal ini kadar aktivitas AT menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP seluruhnya didapati rerata kadar aktivitas AT 92,76 ± 8,05 dan kelompok sesudah IKP seluruhnya didapati rerata kadar aktivitas AT 98,72 ± 8,85 (p<0,05).

Untuk kadar aktivitas AT tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP dengan DES didapati rerata kadar aktivitas AT 95,97 ± 7,78 dan kelompok sesudah IKP dengan DES didapati rerata kadar aktivitas AT 101,27 ± 7,9 (p>0,05).


(70)

Sedangkan untuk kadar aktivitas AT menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP dengan stent Metal didapati rerata kadar aktivitas AT 87,95 ± 6,2 dan kelompok sesudah IKP dengan stent Metal didapati rerata kadar aktivitas AT 94,9 ± 9,51 (p<0,05).

AT adalah inhibitor terhadap trombin. Nilai dalam darah bisa meningkat, ini menunjukkan akan adanya trombus/fibrin formation. Hasil kami menunjukkan bahwa secara total terjadi peningkatan kadar aktivitas AT pada prosedur IKP. Jadi prosedur IKP secara umum ternyata membentuk trombus dan hal ini sudah diketahui oleh para klinisi. Sehingga dilakukanlah pada pemasangan stent diberikan DES, ternyata dengan menggunakan DES maka terlihat bahwa fibrin formation praktis tidak meningkat. Hal ini terlihat dari kadar aktivitas AT yang tidak meningkat secara signifikan pada subyek yang menggunakan DES (p>0,05).

Sedangkan pada subyek yang hanya memakai stent metal biasa ternyata menunjukkan bahwa penggunaan stent metal tidak menahan fibrin formation. Dalam hal ini terlihat dari kadar aktivitas AT yang meningkat secara signifikan pada subyek yang menggunakan stent metal (p<0,05).

Pada pemakaian DES ada beberapa jenis dari DES yang menurut penelitian sebelumnya dinyatakan superior. Salah satu diantaranya yang mengandung paclitaxel yaitu suatu cytotoxic (anti cancer) agent. Tujuan


(71)

dari penelitian obat ini adalah mencegah terjadinya angiogenesis yang merupakan salah satu dasar timbulnya cancer dan juga dasar dari pembentukan awal trombus. Pada penelitian ini ternyata stent yang mengandung paclitaxel ternyata aktivitas AT meningkat, menunjukkan bahwa trombus / fibrin formation lebih aktif. Hal ini di luar dari prasangkaan kita bahwa paclitaxel bisa mencegah terbentuknya trombus. Untuk itu harus dilakukan penelitian khusus yang lebih banyak dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi untuk mengetahui apakah benar paclitaxel kurang menginhibisi trombus dibandingkan DES yang lain.


(72)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN

1. Terjadi peningkatan dari aktivitas AT pada pasien-pasien yang menjalani IKP baik secara keseluruhan (nilai p : 0,002) maupun IKP yang menggunakan stent metal (nilai p : 0,006). Peningkatan ini bermakna secara statistik karena p<0,05.

2. Tidak terjadi peningkatan aktivitas AT pada pasien-pasien IKP yang menggunakan stent DES. Hal ini dibuktikan dengan hasil statistik yang diperoleh dari penelitian ini (nilai p : 0,066). Peningkatan ini tidak bermakna secara statistik karena p>0,05.

6.2. SARAN

Sebaiknya dilakukan monitoring dengan menggunakan pemeriksaan aktivitas AT pada seluruh pasien yang menjalani IKP dan stenting untuk mengetahui apakah terjadi atau tidaknya peningkatan aktivitas pembentukan trombus.


(73)

BAB 7 RINGKASAN

IKP adalah terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi untuk meningkatkan perfusi (aliran) miokard tanpa melakukan tindakan pembedahan. Balonisasi biasanya diikuti dengan implantasi stent (gorong-gorong) pada pembuluh darah koroner untuk mencegah restenosis (penyumbatan kembali).

Untuk memperpanjang waktu reocclusion free time maka dilakukanlah pemberian DES pada permukaan stent yg dilepas secara slow release. Apabila benar DES bisa mencegah trombus/fibrin formation tersebut, maka diperlukan suatu teknik monitor laboratories untuk mengetahui apakah pada IKP dan pemasangan stent memang secara laboratories dapat mencegah trombus/fibrin formation bisa dimonitor. Dengan demikian pada DES trombus/fibrin formation dapat dicegah.

AT adalah salah satu teknik laboratories yang cukup sensitif untuk memonitor trombus/fibrin formation. Nilainya meningkat apabila ada pembentukan fibrin secara lokal maupun sistemik sebagai kompensasi aktivitas inhibisinya terhadap trombin.

Selama periode September 2012 sampai November 2012 telah dilakukan suatu penelitian kuasi-eksperimen (Quasi Experiment) di Departemen Patologi Klinik dan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.


(74)

Adam Malik Medan. Kelompok kasus adalah pasien yang menjalani IKP elektif oleh dokter spesialis kardiologi. Setelah memenuhi kriteria inklusi, kelompok ini kemudian dilakukan konfirmasi dengan tes kadar aktivitas AT sebelum dan sesudah IKP. Darah diambil dua kali yaitu 1 jam sebelum tindakan IKP dan 4 jam sesudah tindakan IKP melalui vena punksi dari vena mediana cubiti dengan vacum venoject, darah dimasukkan ke dalam tabung vakutainer yang berisi antikoagulan 0,2 ml Natrium sitrat 3,2% hingga darah berhenti dengan sendirinya (1,8 ml). Darah citrat dengan perbandingan 9 : 1 segera disentrifus selama 15 menit, dengan kecepatan 1500 g untuk mendapatkan plasma. Pemeriksaan kadar aktivitas AT dengan metode Chromogenic menggunakan alat automatik Coatron A4.

Dari penelitian ini didapatkan bahwa kadar aktivitas AT menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP seluruhnya (p<0,05). Untuk kadar aktivitas AT tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai DES (p>0,05). Sedangkan untuk kadar aktivitas AT menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok sebelum IKP dan kelompok sesudah IKP yang memakai stent Metal (p<0,05).

Sebaiknya dilakukan monitoring dengan menggunakan pemeriksaan aktivitas AT pada seluruh pasien yang menjalani IKP dan stenting untuk mengetahui apakah terjadi atau tidaknya peningkatan aktivitas pembentukan trombus.


(75)

DAFTAR PUSTAKA

1. Schachinger V, Allert M, Kasper W, Just H, Vach W, Zeiher AM. Adjunctive Intracoronary Infusion of Antithrombin III During Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty. Results of Prospective, Randomized Trial. American Heart Association Journal 1994; 90: 2258-66.

2. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Trombosis dan terapi anti trombotik. Dalam: Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC 2005; 257-271.

3. Grip L, Blomback M, Egberg N, Svane B, Velander M. Antithrombin III supplementation for patients undergoing PTCA for unstable angina pectoris. A controlled randomized double-blind pilot study. European Heart Journal 1997; 18: 443-49.

4. Axelsson Frank. Antithrombin, Product Monograph 1995. Chromogenix AB. Version 1.1. Sweden.

5. Kottke-Marchant K, Duncan A. Antithrombin Deficiency Issues in Laboratory Diagnosis. Archives of Pathology and Laboratory Medicine 2002; 126: 1326-1336.

6. Griffin JH. Control of coagulation reactions. In: Lichtman MA, Kipps TJ, Kaushansky K, Beutler E, Selingsohn U, Prchal JT, editors. Williams Hematology. 7th ed. McGraw-Hill companies 2006: 1695-1714.

7. Hasan H. Intervensi Koroner Perkutan pada Penyakit Jantung Koroner dan Permasalahannya. Universitas Sumatera Utara, Medan 2007.


(76)

8. Lombo B, Diez JG. Future anticoagulants in interventional cardiology: anti-IXa and anti-Xa agents in percutaneous coronary intervention. Future Cardiol 2011; 7(3): 281-285.

9. Diez JG, Wilson JM. Practical strategies for the management of anticoagulation therapy: Unsolved Issues in the cardiac catheterization laboratory. Cardiovascular Drugs Therapy 2010; 24: 161-174.

10. Windecker S, Meier B. Coronary disease intervention in coronary artery disease. Heart 2000; 83: 481-490.

11. Rao A Koneti, Niewiarowski S, Guzzo J, Day HJ. Antithrombin III Levels During Heparin Therapy. Thrombosis Research 1981; 24: 181-186.

12. Matthai WH, Kurnik PB, Groh WC, Untereker WJ, Siegel JE. Antithrombin Activity During the Period of Percutaneous Coronary Revascularization. Journal of the American College of Cardiology 1999; 33: 1248-56.

13. Karastanev K, Kichukov K, Ledgev I, Aliman O. Monitoring of heparin treatment in patients with acute myocardial infarction. Departements of cardiology and clinical laboratory, Medical university of plovdiv 2002; 19(2): 96-99.

14. Wei Li, Johnson D JD, Esmon CT, Hungtington JA. Structure of the antithrombin-thrombin-heparin ternary complex reveals the antithrombotic mechanism of heparin. Nature Structural and Molecular Biology, Nature Publishing Group 2004; 11(9): 857-862.


(77)

15. Tadjoedin H. Kondisi hiperkoagulabilitas. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, dkk, editor. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 4, cetakan ke-2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2007: 779 -785.

16. H Yang, Q –W Li, Z-S Han, J-H Hu, W-Y Li, Z-B Liu. Recombinant human antithrombin expressed in the milk of non-transgenic goats exhibits high efficiency on rat DIC model. J Thromb Thrombolysis 2009; 28: 449-457.

17. Desai SP. Hypercoagulable states. In: Clinician’s guide to laboratory medicine, a practical approach. 3rd ed. Lexi-comp inc 2004: 159-166. 18. Deitcher SR, Rodgers GM. Thrombosis and Antithrombotic Therapy. In:

Greer JP. Wintrobe’s Clinical Hematology, 11th ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia 2004: 1713-1758.

19. Setiabudi RD. Hemostasis dan Trombosis. Edisi 4. FKUI 2009.

20. Francis CW, Kaplan KL. Principles of antithrombotic therapy. In: Lichtman MA, Kipps TJ, Kaushansky K, Beutler E, Selingsohn U, Prchal JT, editors. Williams Hematology. 7th ed. McGraw-Hill companies 2006: 283-300.

21. Pagana KD, Pagana TJ. Antithrombin III. In: Mosby’s manual of diagnostic and laboratory test. 3th ed. Mosby elsevier 2006: 105-106. 22. Aulia D. Monitoring penggunaan antikoagulan heparin. Dalam:

Suryaatmadja M, editor. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik 2004. Departemen Patologi Klinik FKUI, 2004: 108-120.


(1)

Obat yang diberikan selama perawatan :

Jenis Stent :

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah Lengkap

Hb : g%

Ht : %

Leukosit : /mm3

Trombosit : /mm3

MCV : fl

MCH : pg

MCHC : %

Difftel : / / / / / Morfologi Eritrosit :

Leukosit :

Trombosit :

Kesan :

2. Enzym Jantung - CKMB : - Troponin T :

3. Pemeriksaan kadar Antithrombin


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP PENULIS IDENTITAS

Nama : dr. Dewi Yanti Handayani

Tempat/Tgl. Lahir : Tebing Tinggi / 3 April 1972 Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : dr. H. Ruswardi, SpP

Nama Ibu : Hj. R. Sri Widari Dewi, SH, SpN Nama Suami : dr. H. Eddy Janis, SpP

Alamat : Jl. Setia Budi Pasar I Perumahan Classic 3 Tg. Sari – Medan

PENDIDIKAN

1. SDN 060942 Medan : Ijazah 1984 2. SMP Pertiwi Medan : Ijazah 1987 3. SMAN 3 Medan : Ijazah 1990 4. Fakultas Kedokteran UISU : Ijazah 2000

5. Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan, mulai : 1 April 2009 s/d Agustus 2013.

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dokter PTT di Puskesmas Babussalam-Kutacane, Aceh Tenggara : Tahun 2000 s/d 2002

2. Dokter Umum di RS GL Tobing PTPN 2 Tg. Morawa : Tahun 2003 s/d 2009

PERKUMPULAN PROFESI

1. Anggota IDI


(5)

ORAL PRESENTER :

Human Kallikrein in Ovarian Tumours. 11th International Congress-Asian Society of Clinical Pathology and Laboratory Medicine 7th National Congress-Indonesian Association of Clinical Pathologists. Hotel Indonesia Kempinski - Jakarta, 21-23 October 2010.

JOURNAL ILMIAH YANG DIPRESENTASIKAN SELAMA MENJALANI PENDIDIKAN :

1. Incidence of Aerobic Bacteria and Candida Albicans in Post Operative Wound Infections

2. Allergic Reaction Insect Stings : Result from A National Survey of 10.000 Junior High School Children in Israel

3. Iron Deficiency Anemia in Infants Aged 12-15 Months in Ahwaz, Iran 4. Detection of Pathogenic Fungi in Human Blood by the Polymerase

Chain Reaction

5. Lupus Anticoagulant (LA) in Pregnant Women with History of Recurrent Fetal Loss

6. Antithrombin-III as a Non-Invasive Marker of Chronic Liver Disease 7. Urinary Tract Infection in Children with Nephrotic Syndrome, in Kano

Nigeria

8. Significance of platelet volume indices and platelet count in ischaemic heart disease


(6)

TULISAN ILMIAH YANG DIBUAT SELAMA MENJALANI PENDIDIKAN :

1. Antibodi Mediated Immunity

2. Pola Kuman dan Sensitivitas Antimikroba pada Kultur Sputum di RSUP H.Adam malik Medan, Januari s/d Juni 2009

3. Sepsis Neonatorum yang disebabkan oleh Serretia Liquefaciens 4. Deep Vein Thrombosis

5. Prinsip perbandingan dua metode dengan menggunakan statistik laboratorium

6. Pemantapan kualitas di bidang kimia klinik

7. Pemeriksaan laboratorium pada kelainan kelenjar Adrenal 8. Efusi Pleura

9. Systemic Lupus Erythematosus pada anak

PELATIHAN / WORKSHOP :

1. Workshop Biomolekuler : Pemeriksaan Biomolekuler dengan Teknik Lightcycler Realtime PCR. FK-USU Medan, 9 Agustus 2010.

2. Workshop : Hemophilia and Supportive Treatment in Cancer. The 7th PHTDI. Hotel JW Marriott - Medan, 7 Oktober 2011.

3. Workshop : Thalassemia and Blood Transfusion. The 7th PHTDI. Hotel JW Marriott - Medan, 7 Oktober 2011.

4. Workshop : Hemostasis. PKB Patologi Klinik - Regional Sumbagut. Hotel Santika Premiere Dyandra - Medan, 14 Mei 2012.

5. Workshop : Advance Knowledge to Improve Hepatitis B Management. Jeanne Latu Conference. Hotel JW Marriott - Medan, 2 Maret 2013.